Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

PRATIKUM KLINIK TANAMAN

Oleh ;
Kelompok 1 Kelas Sore
Azzaza Attasniima (0416010351)
Nurohman (0416010531)
Muhammad Ubaidillah (0416010681)
Danar Setiyady (0416010751)
Azwan Subing Kelana (0416010901)
Ahmad Arofik (0416010671)

UNIVERSITAS PEKALONGAN
PRODI AGROTEKNOLOGI
PEKALONGAN
2019
ACARA I
DIAGNOSIS LAPANGAN PENYAKIT DAN HAMA TANAMAN

A. TUJUAN
1. Melihat problema tanaman di lapangan.
2. Melakukan diagnosis yang berkualitas dengan cara penyusunan formulasi
tanda penyakit dan melihat gejala serta tanda serangan hama, termasuk
konsultasi dengan pemilik tanaman.
3. Menilai/mentaksir kerusakan oleh penyakit dan hama tanaman, dan
mengambil sampel dan specimen untuk koleksi dan diagnosis klinik.

B. BAHAN DAN ALAT


1. Permasalahan tanaman di lapangan diperoleh melalui kunjungan ke tempat
permasalahan dengan hamparan pertanaman yang ada.
2. Formulir isian untuk mengumpulkan informasi dari sumber langsung
(observasi lapangan) dan konsultasi dengan petani.
3. Perlengkapan di lapangan : lensa tangan, teleskop (teropong), kantong
plastic, alat pengepres bahan tanaman, jarring serangga, botol pembunuh,
amplop kertas (papilot), aspirator, alat pemotong (gunting tanaman/pisau).
4. Kamera dan lain-lain.

C. PROSEDUR KERJA
1. Minta ijin kepada pemilik kebun/tanaman sebelum masuk ke kebun.
2. Periksa pertanaman yang ada dan cari kemungkinan permasalahan tanaman
yang sedang dihadapi petani.
3. Konsultasi kepada petani agar petani mau mengemukakan masalah yang
dihadapi, catat pendapatnya.
4. Amati dan catat komponen-komponen tanda penyakit tanaman serta gejala
dan tanda serangan untuk hama tanaman.
5. Susunan deskripsi permasalahan dengan mengisi formulir yang dibawa serta
ke lapangan (tentang lapangan, sejarah pertanaman, praktek yang telah
dilakukan petani seperti : pengolahan tanah, pola tanam, waktu tanam,
varietas yang ditanam, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan
penyakit yang dilakukan, dan lain-lain).
6. Ikuti cara/rute pengamatan untuk menaksir/meilai kerusakan tanaman.
7. Ambil sejumlah sampel tanaman untuk pengamatan yang dapat mewakili
keadaan tanaman di lapangan.
8. Periksa tanaman individual secara detail, catat gejala, tanda. Jangan lupa
periksa kondisi tanaman bagian bawah (dekat tanah dan perakaran).
9. Penyakit tanaman :
Ambil specimen tanaman sakit dan jangan lupa ikut sertakan juga specimen
yang sehat.
Hama tanaman :
Ambil specimen tanaman (semua bagian tanaman) yang terserang hama dan
yang sehat; specimen hamanya (kalua ada semua stadium dari hama); tanda-
tanda serangan seperti kulit serangga yang terkelupas hasil ganti kulit
(eksuviae), kotoran hama, sisa-sisa makanan; musuh alami yang ada
(parasitoid, predator, entomopatogenik).
10. Kemaslah specimen sesuai dengan sifat dan jenis spesimennya, agar tidak
mengalami kerusakan dalam perjalanan sampai saat pengamatan di
laboratorium.
11. Jangan lupa bawa serta formulir yang harus diisi dan gunakan formulir yang
sesuai.

D. PELAPORAN
Plant Problem Clinic

Grower : Mas Nurohman Country : Indonesia


Address : Blado, Ds. Pesantren Date collected : 24 April 2019
City : Batang Date submitted: 24 April 2019
Sender : Kelompok 1 Sore Title : Identifikasi lapangan
No. Pertanyaan Keterangan
1 Identifikasi tanaman (asal dan tipe tanaman) Kacang Buncis
(Phaseolus vulgaris
L)
2 Identifikasi hama, pathogen dan gulma (dimana
ditemukan, tingkat kerusakan, tipe kerusakan,
pengendalian, insektisida, fungisida dan herbisida
sebelumnya yang digunakan)
3 Identifikasi permasalahan tanaman :
a. Nama tanaman dan varietas Buncis cap warna
merah.
b. Sampel pathogen, serangga, nematoda Serangga
c. Sampel tanah No
d. Tanggal dan umur tanaman 40 hr
e. Tinggi tanaman ± 2 meter
f. Jumlah tanaman 600 tanaman
g. Tanaman sebelumnya Cabai
h. Lokasi penanaman Ds. Pesantren
i. Bagian tanaman yang terpengaruh Daun dan Polong
j. Gejala Daun bekas gigitan
berlubang dan
polong berlubang
agak kecoklatan.
k. Tingkat keruskaan terhadap individu tanaman Moderate
l. Perkembangan masalah Gradual
m. Penyebaran Singgle plant
n. Pencahayaan Full sun
o. Tipe tekstur
p. Keadaan kelembapan Normal
q. Irigasi Yes
r. Drainase Goog
s. Pengolahan tanah Normal
t. Bahan kimia yang diaplikasikan
u. Suspected diagnosis
v. Additional comment

Diagnosis merupakan proses identifikasi penyakit atau hama, sehingga


dengan diagnosis dapat ditemukan nama hama / penyakitnya. Identifikasi dapat
dilakukan terhadap gejala yang timbul maupun terhadap penyebab penyakit.
Diagnosis merupakan sebuah proses yang membutuhkan waktu. Diagnosis
merupakan proses yang sangat penting karena hasil diagnosis akan menentukan
keberhasilan suatu pengelolaan penyakit tanaman. Kegagalan suatu diagnosis akan
menyebabkan kegagalan dalam tahap pengendalian. Mendiagnosis suatu penyakit
harus dilakukan dengan cepat. Keterlambatan hasil diagnosis karena berbagai hal
dapat menyebabkan penyakit dapat berkembang pesat, sehingga hasil tidak akan
terjangkau oleh masyarakat kecil, sehingga masyarakat enggan pergi ke klinik
untuk memeriksa tanaman.
Di lapangan seringkali sulit untuk dapat membedakan di antara gejala-gejala
defisiensi unsur hara. Tidak jarang bahwa gangguan hama dan penyakit menyerupai
defisiensi unsur hara mikro tertentu. Misalnya gangguan oleh belalang daun dengan
defisiensi boron padatanaman alfalfa. Defisiensi boron diikuti oleh kolorasi merah
pada daundi dekat titik tumbuh kalau tanaman mendapatkan cukup kalium.
Sebaliknya kalau suplai kalium terbatas maka daun-daun tanaman alfalfa akan
menguning. Suatu gejala mungkin juga merupakan efek sekunder dan dapat pula
diakibatkan oleh lebih dari satu macam penyebab. Misalnya, gula yang
terakumulasi dalam tanaman jagung dapat berkombinasi dengan flavon membentuk
anthosianin (pigmen ungu, merah dan kuning). Akumulasi gula tersebut dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti kurang suplai fosfor, suhu malam yang
rendah dan suhu udara siang-hari yang panas, gangguan hama pada akar, defisiensi
nitrogen,atau sebab lainnya.
Masalah serangan hama dan penyakit tanaman merupakan penghambat utama
dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Diperkirakan sepertiga dari pertanian
dunia telah dirusak oleh lebih dari 20.000 spesies hama dan penyakit yang
menyerang tanaman. Kerusakan terjadi, baik di lapangan pada saat proses budidaya
maupun di gudang penyimpanan. Kondisi tersebut secara nyata berpengaruh pada
pendapatan petani dan penyediaan pangan dunia
Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 24 April 2019 bertempat di kebun
Ds. Pesantren Kecamatan Blado Kabupaten Batang dilahan perbukitan digarap oleh
Mas Nurohman. Berbekal referensi yang telah didapat dari berbagai pustaka yang
dicari sebelum dilaksanakan praktikum, pengamatan di lakukan dengan cara
melihat keadaan tanaman serta lingkungan yang mempengaruhinya dan melakukan
identifikasi penyakit tanaman yang menyerang buncis dengan melihat gejala serta
tanda penyakitnya yang ada di lapangan dengan referensi yang telah dicari sebelum
melaksanakan praktikum.
Lahan yang digunakan sebelumnya ditanami dengan cabai, kemudian selang
beberapa bulan petani melakukan rotasi tanaman dan mengganti dengan buncis.
Luas lahan yang diamati sekitar 400 m2 untuk area tanaman buncis. Dengan sistem
irigasi siraman atau penggenangan. Tidak ada perlakuan perlindungan tanaman
yang dilakukan oleh Petani yang kelompok kami wawancarai.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan petani di lahan,
didapatkan informasi mengenai kendala yang dialami oleh petani yang paling
merugikan yaitu serangan ulat penggerek polong. Dilahan yang ditanami buncis
berdasarkan hasil wawancara, dilakukan pengendalian seperti pencabutan gulma
dan penyemprotan tanaman yang terserang penyakit.

E. DAFTAR PUSTAKA
W, Danang, dkk. (2015, 24 April). Laporan Klinik Tanaman Diagnosis
Lapangan Penyakit dan Hama Tanaman Komoditas Padi (Oryza sativa).
Dikutip 1 Juni 2019. https ://ghanniprabawati. blogspot.com /2015/ 04/
laporan-klinik-tanaman-diagnosis.html

R, Maya (2015, 19 April). Laporan Pratikum Klinik Tanaman. Dikutip 1 Juni


2019. https ://www.academia.edu/12884991/ Laporan_Praktikum_
Klinik_Tanaman
ACARA II
OBSERVASI KLINIK/DIAGNOSIS LABORATORIUM

A. TUJUAN
1. Mendukung/mengembangkan lebih lanjut dari diagnosis lapangan.
2. Mendeteksi pathogen atau hama yang menyertai spesimen.
3. Teknik-teknik khusus untuk meningkatkan keberadaan pathogen/hama pada
specimen tanaman.
4. Membuat rekomendasi pencegahan dan atau pengendalian.

B. BAHAN DAN ALAT


1. Specimen yang ditemukan di lapangan (bahan tanaman sehat dan sakit;
hama; musuh alami), tanda-tanda serangan hama di lapangan, sampel tanah
(bila perlu).
2. Mikroskop dan perlengkapannya.
3. Perlengkapan laboratorium (cawan petri steril, alcohol 70%, air steril, tape
perekat transparan, silet, gelas obyek, gelas penutup, zat pewarna/lactofenol
cotton blue/safranin, gliserin, jarum inokulasi lampu spirtus, korek api,
gabus.
4. Alat tulis menulis, buku diagnosis.

C. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan specimen dari lapangan, buka kemasannya dan beri tanda/label
khusus/kode khusus jika jumlah specimen cukup banyak.
2. Lakukan uji standar dan indikasi berupa:
a. Deteksi pathogen
- Lakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap pathogen yang menyertai
specimen (siapkan untuk mikroskopi dengan cara yang sesuai, missal
untuk bakteri, jamur, nematoda, dsb), irisan tipis jaringan untuk melihat
struktur pathogen yang ada dalam jaringan.
- Untuk specimen khusus, keberadaan pathogen dapat diamati dengan
menggunakan teknik clear sticky-tape mounting, ekstaksi (missal untuk
nematoda), pengamatan ooze bakteri, dsb.
- Tentukan identitas pathogen dengan menggunakan pembandingan hasil
pengamatan dengan deskripsi yang ditemukan pada acuan (bulletin, host
index, compendia, leaflet atau buku-buku teks).
b. Deteksi hama
- Amati gejala dan tanda serangan hama serta jenis hama dan musuh alami
yang ditemukan.
- Identifikasi hama dan musuh alami yang ditemukan dengan
menggunakan kunci determinasi hama dengan bantuan mikroskop dan
kaca pembesar.
3. Positifkan nama penyakit/hama dan buat rekomendasi penanggulangan dan
pengendaliannya.
4. Rekam semau pekerjaan diagnosis dalam bentuk pengisian formulir yang
modelnya tersendiri. Buat rekaman foto berwarna bila mana diperlukan.

D. PELAPORAN

Penyakit Layu Fusarium

Diagnosis secara umum adalah kepastian suatu penyakit berdasarkan gejala


yang tampak, atau suatu proses untuk mengidentifikasi suatu penyakit tanaman
melalui gejala dan tanda penyakit yang khas termasuk faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan proses penyakit. Diagnosis penyakit yang benar diperlukan
untuk merekomendasikan cara pengendalian yang tepat dan juga diperlukan dalam
suatu survei penyakit tanaman.
Klinik tanaman atau sering juga disebut laboratorium diagnosa penyakit
tanaman yang umumnya dilengkapi dengan para ahli dan petugas atau dapat juga
dari mahasiswa yang magang, yang melakukan penyuluhan atau Pendidikan
dibidang penyakit tanaman.
Penyakit layu jenis ini disebabkan jamur patogen tular tanah fusarium
oxyporum. Jamur patogen jenis ini rawan menyerang terutama saat kelembaban
tinggi (musim penghujan).
Gejala yang muncul; Tanaman akan terlihat layu, menguning dan kerdil.
Bila batang tanaman yang terserang dipotong melintang, maka akan terlihat warna
cokelat dan kalau dipijit tidak keluar lendir. Tanaman yang sakit apabila dicabut
akan terlihat akar berwarna cokelat.

Pengendalian ;

1. Pada saat persiapan lahan, pada media tanam diberi perlakuan agensia hayati
SUPERGLIO (MOSA GLIO). Pemberian agens hayati SUPERGLIO
(MOSA GLIO) ini dengan takaran 1 sachet(100 gr) dicampur ± 50 kg pupuk
kandang ( 1 karung) kemudian diperam selama 1 sd 2 minggu. Campuran ini
ditebar merata ke bedengan untuk luasan 1000m2 (10 bedeng).
2. Penyemprotan atau pengocoran secara berkala SUPERGLIO (MOSA
GLIO) . Dilakukan 2 kali, umur ± 1 minggu HST (Hari Setelah Tanam) dan
umur 1 bulan HST. 1 sachet SUPERGLIO (MOSA GLIO) (100gr) dicampur
± 10 liter air, digunakan untuk mengocor bedengan/lahan seluas 1000m2.
3. Pemberian Agensia Hayati SUPERGLIO (MOSA GLIO) ini bisa dengan
ditabur dengan cara seperti no 1. Yakni membuat campuran pupuk kandang
dengan SUPERGLIO (MOSA GLIO) . 1 (satu) sachet(100 gr) dicampur ±
50 kg pupuk kandang ( 1 karung) kemudian diperam selama 1 sd 2 minggu.
Campuran ini ditebar merata ke bedengan untuk luasan 1000m2 (10 bedeng).

E. DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2016, 11 April). Pedoman Budidaya Buncis – Bag VI ; Hama dan
Penyakit Utama pada Tanaman Buncis.Dikutip 17 Juni 2019. https://
agrokomplekskita.com/hama-dan-penyakit-pada-buncis-bag-vi-hama-
dan-penyakit-utama-pada-buncis/
F, Nurma (2015, 23 Mei). Laporan Praktikum Diagnosis Laboratorium: Penyakit
Tanaman. Dikutip 17 Juni 2019. https ://www.slideshare.net/
nurmahudda/laporan-praktikum-diagnosis-laboratorium-penyakit-
tanaman
ACARA III
PENGAWETAN TANAMAN SAKIT DAN PEMBUATAN HERBARIUM

A. TUJUAN
1. Mengenal dan melaksanakan teknik-teknik yang digunakan untuk
pengawetan tanaman sakit.
2. Memilih teknik yang sesuai bagi bahan tanaman yang harus ditangani,
meliputi metode penyimpanan dan penanganannya.
3. Memperagakan specimen yang diawetkan dengan penyertaan informasi
yang relevan.

B. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan tanaman sakit atau bahan tanaman yang mengalami kerusakan hama
yang akan diawetkan disiapkan oleh setiap kelompok pratikum.
2. FAA (formaldehid Acetic Acid) disiapkan oleh masing-masing kelompok.
3. Botol museum, gelas beaker, botol-botol gelas, gelas ukur.
4. Label herbarium (form sudah disiapkan).
5. Pemampat bahan tanaman sakit untuk herbarium keirng.
6. Naphthalene (kapur barus).

C. PROSEDUR KERJA
1. Bahan-bahan tanaman sakit atau yang mengalami kerusakan yang bentuknya
besar da berdaging dengan kandungan air yang tinggi (missal buah jeruk,
mangga, buah jambu, akar gada pada kubis, albasia-karat paru)
a. Bahan tanaman diawetkan dalam larutan FAA untuk mencegah
kehancuran jaringan oleh bakteri dan jamur.
b. Gunakan botol penyimpanan yang mempunyai tutup dari gelas atau
plastic karena tutup dari logam akan menimbulkan korosi oleh pengaruh
FAA.
c. Lengkapi botol museum (yang terisi FAA dan bahan tanaman yang akan
diawetkan) dengan lebel herbarium yang berisi informasi tentang koleksi
specimen tersebut (nama penyakit, pathogen, tipe pathogen,
tanaman/inang, lokasi, tanggal, kolektor, metode identifikasi dan
ditambah informasi ekologi untuk hama), rekatkan pada bagian luar botol.
d. Isilah label dengan tulisan tangan, tinta hitam secara benar dan rapi.
Untuk identifikasi pendahuluan (tentative) gunakan acuan yang tersedia
dan sesuai.
2. Bahan-bahan tanaman dengan kandungan air yang rendah dan ukuran
relative kecil atau tipis, awetkan dengan cara pemapatan (pressing).
a. Lakukan pemampatan dengan cara menempatkan lembaran bahan
tanaman (misal daun) di anatara lembaran-lembaran surat kabar penting
dan diatasnya dibebani dengan setumpuk buku tebal atau batu bata.
b. Untuk specimen yang kandungan airnya lebih tinggi, gantilah kertas-
kertas tersebut setiap hari untuk mencegah pertumbuhan jamur kapang
(mold) pada specimen.
c. Setelah kering, simpanlah lembaran herbarium ini dengan posisi medatar
dalam almari yang kering dan bebas insekta.
3. Specimen yang berupa perakaran tanaman berkayu, biji-bijian keirng atau
buah berkayu tak membutuhkan cairan pengawet.
a. Keringkan specimen tersebut pada udara bebas atau dikering-ovenkan
pada suhu rendah, kemudian simpan langsung dalam botol.
b. Tambahkan butiran-butiran Naphthalene Bersama specimen untuk
mencegah infestasi serangga.
c. Lengkapi herbarium dengan label herbarium yang berisi informasi
tentang specimen yang bersangkutan.
d. Jangan lupa sertakan specimen sehat bersama specimen yang sakit.
e. Isilah label dengan tulisan tangan, tinta warna hitam secara benar dan
rapi.
f. Untuk identifikasi pendahuluan (tentatif) gunakan acuan yang ada dna
relevan.
a. Contoh label specimen (untuk penyakit tanaman)
PLANT DISEASE SPECIMEN
Disease .......................................................................................................................
Phatogen .....................................................................................................................
Type of pathogen........................................................................................................
Host ............................................................................................................................
Locality ......................................................................................................................
Date……………………..Colector ............................................................................
Identification methode ...............................................................................................
Remarks......................................................................................................................

b. Contoh label specimen (untuk hama tanaman)


PLANT PEST SPECIMEN
Specimen ....................................................................................................................
Locality ......................................................................................................................
Date ............................................................................................................................
Collector .....................................................................................................................
Host ............................................................................................................................
Ecol information.........................................................................................................

Komposisi FAA :
1000 ml air steril
1000 ml alcohol (etanol 95%)
200 ml formalin (formaldehid 40%)
200 ml Asam Asetat Glasial

D. PELAPORAN
Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi specimen
tanaman atau tumbuhan yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium
yang baik selalu disertai identitas, pengumpul (nama pengumpul atau kolektor dan
nomor koleksi). Serta dilengkapi keterangan lokasi asal material dan keterangan
tumbuhan tersebut untuk kepentingan penelitian dan identifikasi.
Pada masa sekarang herbarium tidak hanya merupakan suatu specimen yang
diawetkan tetapi juga mempunyai suatu lingkup kegiatan botani tertentu, sebagai
sumber informasi dasar untuk para ahli taksonomi dan sekaligus berperan sebagai
pusat penelitian dan pengajaran, juga pusat informasi bagi masyarakat umum.
Herbarium diartikan juga sebagai bank data dengan sejumlah data mentah yang
belum diolah. Masing-masing specimen dapat memberikan bermacam-macam
informasi, tergantung kelengkapan specimen, data da nasal-usul materialnya.
(Steenis, C.G.G.J.Van. 2003).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk herba
disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen yang
mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan herbarium
basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya buah.(Setyawan
dkk, 2004).
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang
telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen macam
zat dengan komposisi yang berbeda-beda. (Tjitoseopomo, 2005).
Pada saat praktikum yang kami lakukan menggunakan cara pengawetan
basah/ herbarium basah, dengan komposisi sebagai berikut:
1000 ml air steril
1000 alkohol (etanol 95%)
200 ml formalin (formaldehid 40%)
200 ml Asam Asetat Glasial

Pembuatan Medium FAA


Campurkan 1000 ml air steril diaduk hingga homogen dan ditambah asam asetat
glasial sebanyak 200 ml tanpa diaduk. Formaldehid (40%) sebanyak 200 ml dan
alcohol (95%) ditambahkan pada larutan tanpa diaduk.

Pembuatan herbarium
Hama ulat daun jeruk yang telah dikumpulkan dimasukan ke dalam boto museum
yang berisi larutan FAA. Lalu botol diberi label yang berisi keterangan mengenai
informasi-informasi specimen.Seperti berikut ini label specimen untuk hama
tanaman:

PLANT PEST SPECIMEN


Specimen : Ulat pemakan daun (Larva papilio memnon)
Locality : Universitas Pekalongan Gedung F
Date : 17 Mei 2019
Colector : Ubed, Azwan, Danar, Rohman, Azzaza
Host : Tanaman Daun Jeruk ( Citrus auranti )
Ecol, information : Tanaman jeruk dinaungi oleh tanaman lain.
E. DAFTAR PUSTAKA
Setyawan, A. D, Indrowuryatno, Wiryanto, Winanrno, K dan Susilowati, A. 2005.
Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah. Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Steenis, C.G.G.J.Van. 2003. Flora. Cet. 9. PT Pradnya Paramitha. Jakarta.


Tjtrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
ACARA IV
DETEKSI NEMATODA PARASIT TANAMAN PADA BENIH PADI

A. TUJUAN
1. Mengetahui jenis nematoda parasite benih.
2. Mengetahui tingkat kerusakan benih oleh serangga nematoda parasite
tanaman padi.
3. Mengetahui keadaan populasi nematoda parasite tanaman pada benih.

B. LANDASAN TEORI
Nematoda parasite merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman
yang dibudidayakan oleh petani. Pada padi, terdapat nematoda parasite utama yaitu
Aphelenchoides besseyi yang dapat menyebar melalui benih. Di sawah nematoda
ini menyerang daun tanaman padi dan menyebabkan penyakit ‘pucuk putih’. Daun
terserang biasanya berwarna putih memuntir. Di Bangladesh dilaporkan A. besseyi
menyerang 50% lahan tanaman padi dengan kerusakan berat pada malai padi (650
ekor nematoda/100 biji); di AS menyerang kultivar padi rentan sebesar 4,95-
17,50%; di Jepang nematoda tersebut menimbulkan kerusakan sebesar 10-30%;
tingkat infeksi pada biji padi di Tanzania mencapai 2-80%; (Luc et al., 1990).
Ambang ekonomi sebagai dasar tindakan pengendalian benih adalah 300 ekor
nematoda/100 benih.
Benih padi terinfeksi menunjukan warna coklat pada bagian pangkal. Apabila
benih terinfeksi disemaikan, maka A. besseyi akan berkembang disawah dan
bergerak keatas melalui film air hujan menuju kepucuk daun selama fase vegetatif
dan masuk ke dalam biji dengan menembus kulit biji pada fase reproduktif. Dalam
keadaan biji keirng, nematoda parasite mampu bertahan selama 8 bulan-3 bulan.

C. BAHAN DAN ALAT


Bahan yang diperlukan adalah benih padi, kertas tisu, aquades, air bersih. Peralatan
yang digunakan antara lain alat ekstraksi/isolasi nematoda, alat tulis, kamera, botol
semprot, alat penghitung populasi nematoda, mikroskop, cawan petri, hand counter.
D. PROSEDUR KERJA
A. Pengamantan kerusakan benih
1. Ambil 100 benih dan letakkan pada cawan petri. Lakukan dengan empat
ulangan.
2. Hitung tingkat kerusakan benih dengan rumus P= (a/b) x 100%, P= tingkat
kerusakan benih, a= jumlah benih rusak, dan b= jumlah benih yang diamati.
B. Pengamatan populasi nematoda pada benih
1. Siapkan alat ekstraksi/isolasi nematoda parasite (modifikasi alat Baermann).
2. Ambil 100 benih dan letakkan pada alat ekstaksi/isolasi.
3. Biarkan selama 2x24 jam, kemudian hasil ekstraksi/isolasi nematoda
ditampung pada tabung gelas dan dihitung populasinya.
4. Penghitungan populasi nematoda menggunakan alat hitung dibawah
mikroskop. Lakukan penghitungan sebanyak 4 kali dan hitung reratanya.

Tabel 1. Hasil pengamatan kerusakan benih oleh nematoda parasite benih


Ulangan ∑ benih ∑ benih % tingkat Keterangan
terserang diamati kerusakan benih
1 100
2 100
3 100
4 100
Rerata 100

Table 2. Hasil pengamatan populasi nematoda parasite benih


Ulangan ∑ benih sampel ∑ nematoda Keterangan
1 100
2 100
3 100
4 100
Rerata 100
E. PELAPORAN

I II III IV
I I

Ulangan Benih Benih Diamati Tingkat Kerusakan Benih


Terserang
1 8 100 8
P = 100 x 100% = 8%

2 4 100 4
P = 100 x 100% = 4%

3 4 100 4
P = 100 x 100% = 4%

4 5 100 5
P= x 100% = 5%
100

Rata-rata 5,25

A. besseyi adalah nematoda ektoparasit berpindah dan dapat bertahan dalam


benih padi pada kondisi anhidrobiosis. Ketika benih padi tersebut disemai A.
besseyi akan aktif kembali karena adanya air, bergerak menuju titik tumbuh dan
sejalan dengan pertumbuhan tanaman akan mencapai ujung daun sehingga
menyebabkan gejala pucuk putih. Ketika padi masuk pada fase generatif dan
menghasilkan malai, nematoda ini bergerak menuju malai, tumbuh dan
berkembangbiak, dan kembali masuk fase bertahan dalam kondisi anhidrobiosis
pada saat panen. A. besseyi mampu bertahan pada kondisi kering dan menetap di
bawah sekam atau kulit padi, serta tersebar melalui benih yang terinfestasi (Togashi
dan Hoshino 2001).
Mobilitas nematoda antarbagian tanaman bergantung pada keberadaan
lapisan air di permukaan jaringan tanaman (Luc et al. 1995). A. besseyi dapat
bertahan selama 2–3 tahun pada benih dalam kondisi kering dan mati dalam 4 bulan
pada bulir padi yang tertinggal di lahan. Nematoda A. besseyi tidak bisa bertahan
dalam waktu yang lama di dalam tanah (EPPO 2013). Mao-song et al. (2004)
melaporkan bahwa padi yang terinfeksi oleh A. besseyi menunjukkan gejala yang
berbeda pada lingkungan dan kultivar yang berbeda. Dalam penelitiannya, gejala
yang paling sering ditemukan bukan pucuk putih melainkan ukuran bulir yang kecil.
Gejala khas lainnya ialah tanaman padi tumbuh kerdil, panikel
Pada pratikum deteksi nematoda parasit tanaman pada benih padi, pada setiap
sampel ditemukan beberapa benih padi yang mengalami kerusakan benih akibat
nematoda. Sampel 1-4 menunjukan adanya benih padi yang terkena nematoda
tersebut, dengan tingkat kerusakan masing-masing sampel dengan 100 benih
disetiap sampelnya. Sampel pertama terdapat 8 benih, sampel kedua 4 benih,
sampel ke tiga 4 benih dan sampel ke empat terdapat 4 benih yang terserang. Dalam
jumlah rata-rata dari setiap sampel di hasilkan 5,25 % sampel yang terserang dari 4
sampel yang digunakan.

F. DAFTAR PUSTAKA
Togashi K, Hoshino S. 2001. Distribution pattern and mortality of the white tip
nematode Aphelenchoides besseyi (Nematoda: Aphelenchoididae), among
rice seeds. Nematology. 3(1):17–24. DOI: https://doi.
org/10.1163/156854101300106847.

Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasit Tumbuhan. Supratoyo,


penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan
dari: Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture.
DOI: https://doi. org/10.1079/9780851997278.0000.

Mao-song L, Xiao-fan D, Zi-ming W, Fengming Z, Na L. 2004. Description of


Aphelenchoides besseyi from abnormal rice with ‘small grains and erect
panicles’ symptom in China. Rice Sci. 12(4):289– 294.

[EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2013.


Aphelenchoides besseyi [Internet]. [diunduh 2015 Mei 27]. Tersedia pada:
http://www.eppo/quarantine/nematodes/
aphelenchoidesbesseyi/aplobe_ds.pdf.
ACARA V
PENYIMPANAN DAN PENGAWETAN PATOGEN DAN SERANGGA

A. TUJUAN
1. Mengenal dan melaksanakan teknik-teknik yang digunakan untuk
mengawetkan specimen pathogen dan serangga.
2. Memilih teknik yang sesuai bagi specimen pathogen dan serangga yang
harus ditangani, meliputi metode penyimpanan dan penangannya.
3. Memperagakan specimen yang diawetkan dengan penyertaan informasi
yang relevan.
4. Tujuan utama dari penyimpanan kultur jamur atau bakteri ialah
mempertahankannya dalam keadaan dapat hidup tanpa perubahan morfologi,
fisiologi atau genetic untuk jangka waktu selama yang diperlukan. Kultur
untuk melakukan taksonomi perbandingan guna mengklasifikasi dan
memberi nama takson baru.

B. BAHAN DAN ALAT


1. Pathogen dan serangga hama/predator/parasitoid yang akan diawetkan
disiapkan oleh setiap kelompok praktikan.
2. Cairan pelemas (etil asetat), cairan pembersih (alcohol), dan cairan pengawet,
parafilm, silica gel, minyak mineral, kalsium chlorid, kertas saring disiapkan
oleh masing-masing kelompok.
3. Botol museum, gelas beaker, botol-botol gelas, gelas ukur, autoklaf, lemari
es, oven, eksikator.
4. Label insectarium (form sudah disiapkan).
5. Naphthalene (kapur barus).

C. PROSEDUR KERJA

C.1. Patogen
Tidak semua cara pengawetan berikut ini cocok untuk semua jenis jamur
dan bakteri yang tumbuh pada medium kultur.
1. Pertumbuhan pada medium agar
Kultur biasanya ditanam di dalam botol McCartney 20 ml, dengan leher
lebar. Sebaiknya digunakan medium yang cocok, misalnya setengah ukuran resep
medium PDA untuk jamur, dan NA untuk bakteri. Medium tersebut dituangkan ke
dalam botol kira-kira setengahnya, kemudian disterilkan. Botol tersebut lalu
didinginkan dengan cara dimiringkan pada satu sisinya sehingga membentuk
medium agar miring.
Medium agar-agar miring diinokulasi dengan jamur atau bakteri dan
diinkubasi. Sesudah inkubasi, kultur harus disimpan di tempat yang sejuk dan bebas
debu. Lemari es atau ruang dingin bersuhu 5–8°C paling cocok untuk menyimpan
kultur. Beberapa jamur dan bakteri peka terhadap suhu dingin, karena itu sebaiknya
disimpan pada suhu 15°C. Kultur tersebut harus dimonitor secara teratur, karena
medium agar-agar cepat mengering di lingkungan yang berkelembapan udara
rendah. Semua botol kultur sebaiknya disegel dengan film plastik (parafilm) atau
ditutup rapat sebelum inkubasi dan selama penyimpanan. Kultur perlu dipindahkan
ke medium yang baru setiap enam bulan. Pemindahan yang berulang kali dapat
mempercepat perubahan morfologi, hilangnya patogenisitas dan berkurangnya
sporulasi.
2. Di dalam minyak mineral
Cara ini berguna terutama di daerah tropik, karena mencegah kultur cepat
mengering dan melindungi dari serangan tungau. Kultur ditumbuhkan seperti
tersebut di atas, tetapi pada medium agar yang tidak terlalu miring. Hal yang
penting adalah memastikan bahwa kultur itu tumbuh sehat, dan untuk jamur dapat
menghasilkan banyak spora. Kultur ditutup dengan minyak mineral hingga
kedalaman 1 cm di atas bagian atas kemiringan agar. Minyak mineral yang
digunakan harus steril, yang dapat diperoleh dengan autoklaf dua kali pada suhu
121°C selama 15 menit.
Botol McCartney dengan tutup plastik dapat digunakan, tetapi mudah bocor
jika terguling. Cara ini cukup sederhana, dan tidak memerlukan alat atau bahan
kimia yang mahal. Daya tahan hidup kultur dapat berlangsung 2–40 tahun,
walaupun idealnya, kultur diperbaharui setiap lima tahun.
3. Penyimpanan di dalam air
Potongan (balok) agar-agar diiris dari tepi kultur jamur yang masih baru
(umur seminggu), kemudian di rendam di dalam air suling steril dalam botol kecil
Wheaton 5 ml atau botol McCartney 20 ml. Tutupnya disekrup dan disegel dengan
film atau
dibungkus rapat. Botol kecil itu kemudian disimpan pada suhu ruangan. Dengan
cara ini kultur dapat disimpan hingga beberapa tahun. Jarum ose yang steril
digunakan untuk memindahkan koloni-koloni bakteri berumur 24–48 jam ke dalam
air suling steril.
4. Proses kering-beku
Proses kering-beku (freeze-drying) meliputi penghilangan air (pengeringan)
dari kultur yang dibekukan dengan mengurangi tekanan secara bertahap melalui
proses sublimasi. Sublimasi terjadi bila cairan yang beku berubah secara langsung
menjadi gas tanpa melalui fase cair.
Kultur kering-beku disimpan di dalam ampul gelas atau gelas kecil yang
disegel. Jamur penghasil spora yang berlimpah sangat sesuai untuk disimpan
dengan proses kering-beku, juga bakteri. Daya hidup kultur dapat mencapai 10
tahun atau lebih. Alat untuk proses kering-beku relatif mahal harga dan
perawatannya. Salah satu keuntungan proses kering-beku adalah kultur kering-beku
tidak perlu disimpan di dalam lemari es, cukup disimpan pada suhu kamar.
Setelah proses kering-beku, satu ampul dari setiap isolat sebaiknya dibuka
dan ditumbuhkan untuk memeriksa daya hidup dan kemurniannya, karena tidak
semua jenis dapat bertahan hidup dalam proses ini. Menumbuhkan kembali
kebanyakan jamur yang kering-beku dapat dilakukan dengan cara menaruh
sepotong kultur kering-beku ke dalam cawan medium agar-agar yang baru saja
dituang. Bakteri dan khamir kering-beku memerlukan waktu 30 menit untuk
mencair kembali, baik di dalam air kaldu daging maupun air suling, sebelum
digoreskan pada medium agar.
5. Penyimpanan di dalam tanah
Tanah diayak dan ditempatkan dalam botol McCartney 20 ml, kira-kira
setengah penuh, kemudian disterilkan dengan cara pemanasan kering atau
diautoklaf dua kali pada suhu 121°C selama 15 menit. Suspensi spora di dalam air
suling steril dituangkan ke tanah steril tersebut dan diinkubasikan pada suhu 20–
25°C selama kira-kira 15–10 hari. Sebaiknya, kultur tersebut disimpan di dalam
lemari pendingin. Kultur ini dapat bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Menghidupkan lagi kultur dapat dilakukan dengan cara memindahkan secara
aseptik sebagian tanah dari botol ke medium agar yang sesuai. Cara ini dapat
digunakan untuk menyimpan jenis jamur Fusarium yang seringkali mengalami
mutasi jika dipelihara pada medium agar untuk jangka waktu lama.
6. Penyimpanan di dalam silika gel
Suspensi sel bakteri atau spora dalam susu skim 5% (bobot/volume)
dituangkan ke dalam botol berisi silika gel yang sudah disterilkan dan didinginkan.
Gunakan silika gel murni yang tidak berwarna, berukuran 6–22 mesh, dalam botol
kecil dengan oven. Silika gel di dalam botol dibiarkan mengering pada suhu kamar
selama sekitar 14 hari hingga kristal-kristal silika terpisah. Selanjutnya, tutup botol
diputar ke bawah hingga rapat dan botol disimpan di dalam lemari pendingin di atas
silika gel indikator (berwarna) pada suhu 4–6°C. Ketahanan hidup dapat
berlangsung hingga 11 tahun bergantung kepada jenisnya. Cara ini sesuai untuk
organisme yang dapat bertahan hidup pada pengeringan beku, dan mencakup
bentuk-bentuk miselium yang menghasilkan sklerotium dan klamidospora.
7. Penyimpanan pada kertas saring
Kertas saring steril diletakkan di dalam cawan Petri, kemudian beberapa
tetes air suling steril ditambahkan sekedar untuk membasahi kertas saring.
Kemudian potongan kultur jamur pada medium agar diletakkan di atas kertas saring
dan cawan Petri disimpan di dalam inkubator bersuhu 25°C, hingga jamur tumbuh
di seluruh kertas saring. Setelah kertas saring benar-benar menjadi kering, dalam
waktu 2–4 minggu, kertas saring itu dipotong secara aseptik menjadi potongan-
potongan kecil dan dimasukkan ke dalam botol kecil yang steril dan kedap udara,
selanjutnya disimpan pada suhu 4°C. Untuk menghidupkan lagi kultur, ambil 1 atau
2 potong kertas saring dari botol dan pindahkan secara aseptik ke medium PDA.
Pertumbuhan hifa dari potongan-potongan kertas saring biasanya jelas kelihatan
dalam waktu 2 hingga 4 hari. Cara penyimpanan ini seringkali digunakan untuk
jenis jamur Fusarium.
8. Kriopreservasi
Penyimpanan mikroorganisme di dalam lemari es bersuhu sekitar -20°C
hingga - 85°C (kriopreservasi/cryopreservation) adalah cara pengawetan yang baik
untuk kebanyakan jamur, bakteri, dan virus. Salah satu sistem penyimpanan yang
paling sederhana dan paling populer untuk jamur dan bakteri melibatkan
penggunaan manik- manik keramik berpori (cryobeads) yang disuspensikan di
dalam cairan kriopreservasi, misalnya gliserol, dalam botol kecil dari plastik.
Setelah diinokulasi dengan kultur, larutan yang berlebih sebaiknya diambil dengan
menggunakan pipet steril dan botol kecil itu disimpan di dalam lemari es.
Menghidupkan lagi kultur dilakukan dengan cara
mengeluarkan satu manik-manik (dari dalam botol) dan menginokulasikannya ke
dalam medium cair, atau menggoreskannya pada medium agar yang sesuai.
Pengawetan virus dapat dilakukan dengan pembekuan pada suhu -20o C.
Akan tetapi tidak semua virus dapat dibertahan lebih dari setahun. Beberapa yang
lain dapat diambil dari jaringan tanaman yang dipotong halus dan dikeringkan pada
suhu 4o C di atas kalsium klorida dalam wadah tertutup. Pengawetan yang lebih
ideal adalah pendinginan secara cepat suspensi virus dalam nitrogen cair.
9. Nitrogen cair
Penyimpanan mikroorganisme pada suhu yang sangat rendah, -190°C
hingga - 196°C, di dalam tabung berisi nitrogen cair (juga merupakan suatu
kriopreservasi) adalah cara pengawetan yang terbaik untuk kebanyakan jamur dan
bakteri. Kultur, jaringan tanaman atau suspensi spora, diberi perlakuan dengan
krioprotektan (cryoprotectant), misalnya gliserol 10%. Untuk bakteri, mula-mula
kultur bakteri disuspensikan dalam medium nutrien ekstrak daging, kemudian
dipindahkan secara aseptik ke dalam ampul steril dan dibekukan hingga suhu yang
sangat rendah di dalam uap nitrogen cair. Laju pendinginan sangat kritis, dan
menghidupkan lagi yang terbaik dapat dicapai jika dilakukan secara perlahan-lahan.
Pada suhu yang sangat rendah, metabolisme ditekan. Apabila mikroorganisme
dapat bertahan hidup pada pembekuan awal, maka seharusnya ia mampu hidup
untuk jangka waktu tak terbatas. Teknik ini membutuhkan peralatan yang mahal
serta sumber nitrogen cair yang dapat diandalkan.
C.2. Hama
1. Pelemasan
a. Pelemasan dilakukan apabila serangga yang diawetkan sudah kering,
Serangga yang kering akan rapuh dan mudah putus bila dibuat preparat.
b. Pelemasan dapat dilakukan dengan cara :
 Spesimen ditempatkan dalam botol bermulut lebar yang berisi pasir basah,
untuk mencegah timbulnya jamur dapat diteteskan sedikit phenol atau etil
acetat. Tutup botol rapat-rapat dan biarkan 1- 2 hari maka spesimen akan
menjadi lemas.
 Spesimen dimasukkan dalam botol, kemudian mulut botol ditempatkan
beberapa lembar kertas tisue yang dibasahi dengan air, setelah itu botol
ditutup dan biarkan beberapa waktu sampai spesimen lemas.
 Memasukkan spesimen dalam panci penanak nasi (dandang) yang telah
dipanaskan beberapa waktu sehingga banyak uap airnya, tunggu beberapa sat
sampai spesimen menjadi lemas.
 Menyuntikkan air ke dalam torak dengan jarum suntik, terutama bagi
lepidoptera yang disimpan dalam sampul-sampul kertas. Sesudah disuntik
spesimen dikembalikan lagi ke amplop selama 5 – 20 menit.
2. Pembersihan spesimen
a. Pembersihan spesimen diperlukan apabila serangga diperoleh dari lumpur atau
tanah yang mana material tersebut menempel pada tubuh spesimen.
b. Spesimen yang kotor dimasukkan dalam alkohol atau dalam air yang telah
ditambah sedikit deterjen.
c. Debu, serabut, sisik-sisik lepidoptera dapat dibersihkan dengan memakai kuas
yang dicelupkan dalam eter, kloroform, aseton atau cairan pembersin lain.
3. Penusukan (Pinning)
Serangga yang berbadan cukup keras dan berukuran cukup besar dapat
diawetkan dengan penusukan agar bentuknya relatif tetap saat keringnya. Serangga
ditusuk dengan jarum serangga yang tahan karat (lihat gambar 1.)
4. Menyusun serangga kecil
a. Disusun pada suatu lembaran kertas kecil berbentuk segitiga dengan panjang 8
mm dan lebar 3 – 4 mm (carding).
b. Jarum ditusukkan menembus pangkal kertas dan serangga dilem/dilekatkan
pada ujungnya dengan posisi bagian tubuh dapat diidentifikasi dengan jelas.
c. Posisi yang baik dan benar adalah apabila kepala serangga jauh dari jarum.
Serangga bertubuh pipih biasanya disusun dengan posisi dorsal (tengkurap di
ujung kertas, sedangkan yang tidak bertubuh pipih disusun dengan posisi
miring (lateral).
d. Serangga yang sangat kecil ditempatkan dalam gelas benda yang cekung.
5. Cara membentangkan sayap serangga
Serangga dapat dibentangkan sayapnya pada spreading board atau spanblok
yang terbuat dari kayu yang lunak atau lapisan kardus. Proses pembentangan sayap
adalah sebagai berikut :
a. Letakkan spesimen dengan posisi tengkurap
b. Bentangkan sayap pada posisi standart, untuk memudahkannya gunakan
secarik kertas dan jarum untuk menahan posisi sayap dan biarkan beberapa
waktu hingga sayap kering dengan posisi tersebut (lihat gambar 2.)
6. Mengawetkan serangga dalam cairan
Larva, nimfa, dan serangga yang berbadan lunak diawetkan dalam bentuk
cair agar tubuhnya tidak mengkerut. Cairan pengawet yang baik adalah etil alkohol
70 – 80
%. Larva dapat dibunuh dengan air panas atau cairan pembunuh larva ( 1 bagian
kerosene, 7-10 bagian etil alkohol 95%, 2 bagian asam asetat glasial, 1 bagian
dioksan).
7. Mengatur dan Merawat Koleksi
a. Pemberian label
 Ditulis pada dua lembar kecil yang diletakkan pada jarum di bawah spesimen,
untuk spesimen yang disusun dalam gelas benda keterangan diletakkan
dikertas label yang ditempelkan di samping spesimen, spesimen yang
diawetkan secara cair keterangan ditempelkan pada botol penyimpan.
 Label pada spesimen yang ditusuk jarum dibut dari kertas putih agak tebal
(kertas manila) dengan ukuran 0,64 x 1,92 cm.
 Keterangan ditulis dengan pensil atau tinta yang tahan air.
 Keterangan meliputi :
………………………sp
Tanggal
Kolektor

Lokasi
Ketinggian
Inang
b. Mengatur ketinggian koleksi
 Diseragamkan dengan pinning blok dari kayu yang lunak berbentuk empat
persegi panjang dan didalamnya dibuat tiga lubang dengan kedalaman yang
berbeda atau dibuat sistem tangga.
 Semua spesimen spesimen diperlakukan sama agar koleksi yang kita buat
ketinggiannya seragam
c. Kotak penyimpan serangga
 Serangga yang telah diatur dengan jarum serangga disimpan dalam kotak
serangga ( dari kayu atau karton tebal) yang didasarnya diberi bahan lunak
untuk memudahkan menancapkan jarum, sebagai dasar biasanya digunakan
gabus atau stereoform yang dilem kuat pada dasar kotak.
 Kotak serangga perlu diberi naphthalene untuk menghindari serangan
kumbang dermestidae, semut atau serangga lain.

D. PELAPORAN

Pada pengawetan pathogen tanaman, specimen pathogen yang sudah


diawetkan perlu dikulturkan untuk mempertahankan specimen tanpa perubahan
morfologi, fisiologi dan genetic untuk waktu yang lama. Seperti yang diungkapkan
oleh Soekirno (2008) bahwa tujuan utama dari penyimpanan kultur jamur atau
bakteri ialah mempertahankannya dalam keadaan dapat hidup tanpa perubahan
morfologi, fisiologi atau genetik untuk jangka waktu selama yang diperlukan.
Kultur perlu dipertahankan untuk dapat hidup sekurang-kurangnya selama
penelitian dan seringkali untuk jangka waktu tak terbatas, khususnya jika kultur itu
berasal dari bahan tipe atau telah terdaftar di dalam suatu publikasi. Tanpa kultur
yang telah diidentifikasi, terutama bakteri, tidaklah mungkin untuk melakukan
taksonomi perbandingan guna mengklasifikasi dan memberi nama takson baru.
Sedangkan menurut Suyitno (2004) bahwa kulturisasi pada dasarnya
merupakan usaha budidaya. Carapraktis menyediakan objek mikroskopis adalah
melakukan budidaya atau kulturisasi. Cara ini sangat menolong bila kita ingin
mengamati hewan mikroskopis. Misal, Amoeba, Paramaecium, Colpidium, Stentor
dan Vorticella. Hewan-hewan tersebut dapat dicari di lingkungan perairan seperti
kolam atau sungai. Namun untuk menemukan langsung amatlah sulit. Untuk
itukulturisasi akan sangat membantu.

E. DAFTAR PUSTAKA
R, Maya (2015, 19 April). Laporan Pratikum Klinik Tanaman. Dikutip 17 Juni
2019. https ://www.academia.edu/12884991/ Laporan_Praktikum_
Klinik_Tanaman

Anda mungkin juga menyukai