Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS

SINDROM STEVENS JOHNSON

Disusun Oleh:
Elistia Tripuspita
FK Ukrida /112017001

Moderator :
dr. Murniati, B, Sp.KK

Dipresentasikan tanggal:
11 Januari 2019

KEPANITERAAN DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 7 Januari 2019 – 9 February 2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Sindrom Stevens Johnson

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

JAKARTA

Telah dipresentasikan tanggal 11 Januari 2019

Disusun oleh:

Elistia Tripuspita

11201001

Jakarta, 14 Januari 2019


Moderator

dr. Murniati B, Sp.KK

2
BAB I
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Z
Umur/Tanggal lahir : 55 Tahun/20/03/1964
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pangkat/golongan : Tidak ada
Alamat : Jl. Menteng Jaya RT 014/008 Jakarta Pusat
Status perkawinan : Menikah

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Januari 2019, pukul 15.00 WIB.

Keluhan Utama
Timbul luka melepuh di seluruh badan setelah diberikan pengobatan asma berupa suntikan

Riwayat Perjalanan Penyakit

Os dirawat di Rs Agung 1 bulan yang lalu karena penyakit asmanya dan diberikan pengobatan
asma dalam bentuk suntikan, kemudian 2 minggu setelahnya timbul bintik kemerahan, dan
Sejak 3 hari sebelum masuk RSPAD pasien mengatakan seluruh badan melepuh, awalnya
timbul bentol berisi air pada bagian dada kemudian melebar diseluruh badan terasa perih, gatal
dan panas pada bagian luka. Tampak luka pada bagian wajah, pada bibir, badan, lengan, kaki,
bibir dan kelamin. Pada punggung tangan tampak lenting berisi cairan. Demam (-), Nyeri
kepala (-), Nyeri pada saat menelan disangkal. Pasien masih dapat makan dan minum, BAB
dan BAK dalam batas normal. Penyakit menular seksual disangkal. Setelah dilakukan
perawatan di RSPAD, pasien mengeluhkan rasa pedih dan gatal pada luka sudah berkurang
dibandingkan sebelumnya, tidak ada munculnya lesi baru.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Asma (+).

Riwayat Alergi : Belum diketahui

3
Riwayat Pernah dirawat : 1 bulan yang lalu di rawat di Rs Agung dengan penyakit asma lalu
diberikan obat dalam bentuk injeksi

Riwayat Penyakit Keluarga.

Pada Ibu pasien menderita Diabetes Mellitus

III. STATUS GENERALIS

Kesadaran : Kompos mentis


GCS : E=4 M=6 V=5
Keadaan Umum : Baik
Status gizi : BB/TB = 50 kg/145 cm = 23,78 kg/m2 = Berat badan normal
Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 98 x /menit
Pernapasan : 21 x /menit
Suhu : 36,7 C
Kepala : Normocephali, rambut merata hitam bersinar, ketombe (-)
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
THT : Normotia, normosepta, tinnitus (-), otalgia (-), nyeri tekan tragus (+)
Gigi dan Mulut : caries dentis (-), ulkus di bibir (+)
Thorax
Paru : normovesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : normoperistaltik, supel

Ekstremitas : akral hangat, edema, (-)

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS


Lokasi :
 Regio Generalisata
Effloresensi primer : Tampak bulla
Effloresensi sekunder: Tampak krusta, erosi,eksoriasi,dan skuama
 Regio labium oris
Effloresensi sekunder : Tampak erosi, krusta, dan skuama
 Regio Labium mayora : Tampak erosi

4
 Gambar pemeriksaan pada tanggal 8 januari 2018 pukul 15.00 WIB

Gambar 1. Tampak erosi dengan ukuran numular berbentuk bulat dengan susunan
anular dan tampak skuama dengan ukuran lentikular tidak teratur dengan susunan arsinar
pada regional frontalis wajah

Gambar 2. Tampak eksoriasi dengan ukuran plakat bentuk tidak teratur dengan susunan
polisiklik generalisata dan tampak skuama dengan ukuran numular bentuk bulat dengan
susunan annular pada kedua punggung tangan secara generalisata

5
Gambar 3. Tampak eksoriasi dengan ukuran plakat bentuk tidak teratur dengan susunan
polisiklik,tampak skuama dengan ukuran numular bentuk bulat dengan susunan annular
dan tampak erosi ukuran plakat bentuk tidak teratur dengan susunan polisiklik secara
generalisata.

Gambar 5. Tampak erosi dengan ukuran plakat berbentuk bulat dengan susunan anular
dan tampak skuama dengan ukuran numular berbentuk bulat dengan susunan annular
simetris pada regional pedis.

6
 Gambar Pemeriksaan Awal saat pasien datang ke rumah sakit

Gambar 6. Tampak skuama ukuran plakat bentuk tidak teratur susunan annular pada
regional dahi dan tampak ulkus di pinggir labium oris.

Gambar 7.Tampak erosi dengan ukuran plakat berbentuk tidak teratur dengan
susunan polisiklik dan tampak bulla dengan ukuran numular berbentuk bulat dengan
susunan annular simetris pada kedua tangan.

7
Gambar 8. Tampak erosi dengan ukuran plakat berbentuk tidak teratur dengan susunan
polisiklik pada bagian punggung secara generalisata

Gambar 9. Tampak erosi dan ekskoriasi dengan ukuran plakat berbentuk tidak teratur
susunan polisiklik generalisata pada bagian perut

8
Gambar 10. Tampak erosi dengan ukuran plakat berbentuk tidak teratur dengan susunan
polisiklik secara generalisata

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 29 Desember 2018 pukul
Pemeriksaan 12:02 wib
Hematologi lengkap yang tidak normal :

Hematologi Lengkap : Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan


Hb 10,7 g/dl 12,0-16.0 g/dl
Ht 30% 37-47%
Eritrosit 3,6 4,3-6,0 juta/ml
Leukosit 19080 /ml 4800-10800 /ml
Trombosit 438000 /ml 150000-400000 /ml
Hitung jenis :
Eosinofil 0% 1-3%
Neutrofil 88% 50-70%
Limfosit 8% 20-40%
Kimia Klinik :
Albumin 2,1 g/dl 3,5-5,0 g/dl
Ureum 126 mg/dl 20-50 g/dl
Kreatinin 3,9 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl
GDS 256 mg/dl 70-140 mg/dl
Natrium 124 mmol/L 135-147 mmol/L
Klorida (cl) 92 mmol/L 95-105 mmol/L

AGD
PH : 7,544 (7,37-7,45)
pCo2 17,1 (33-44 mmhg)
pO2 145,3 (71-104 mmhg)

9
2. Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax AP pada tanggal 29 desember 2018
Kesan :
- Infiltrat minimal di perihilar kiri, DD/Pneumonia
- Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung

VI. RESUME
Pasien perempuan, Ny Z, usia 55 tahun dengan keluhan badan melepuh, awalnya
timbul bentol berisi air kemudian melebar diseluruh tubuh terasa perih, gatal dan panas
pada bagian luka. Tampak luka pada bagian wajah, pada bibir, badan, kedua kaki, dan
kedua lengan tangan. Pada punggung tangan tampak lenting berisi cairan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, pasien compos mentis. Status generalis
pemeriksaan fisik dalam batas normal, pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah
lengkap didapatkan Hb, Ht, dan eritrosit menurun. Leukositosis, trombositopenia, kadar
albumin menurun, kadar ureum dan kreatinine meningkat, dan kadar gula darah sewaktu
meningkat. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan keadaan jantung pasien tidak ada
kelainan dan pada paru-paru terdapat infiltrate minimal di perihiler kiri. Pada status
dermatologikus, tampak bulla, krusta, erosi, skuama pada regio generalisata

VII. DIAGNOSIS KERJA


Sindrom Stevens Johnson

VIII. DIAGOSIS BANDING


Nekrolisis Epidermal Toksik

X. PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa :
 Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi / personal hyginie
 Menggunakan pakaian yang tipis
 Mobilisasi

10
Medika mentosa :
Sistemik :
 IVFD RL 20 tpm
 Dexametason 5mg/12 jam/ IV
 Inj Ranitidine 50 mg/12 jam/ IV
 Inj Gentamisin 80 mg/24 jam IV
 Cetirizine 10 mg/24 jam oral
Topikal :
 Kompres Nacl 0,9 %
 Kenalog in orabase (pada area bibir)
 Mupirocin cream (pada bagian luka)

Theraphy anjuran dari bagian konsul Mata :


 Cendo Eye fresh 6x1 gtt ods
 Chloramphenicol eye ointment

Theraphy anjuran dari bagain konsul THT :


 Wound toilet
 Gentamisin + betametason pada kedua telinga

XI. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Dubia at Malam
 Quo ad functionam : Dubia at Malam
 Quo ad sanationam : Dubia at Malam

11
Tinjauan Pustaka
DEFINISI

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) dan nekrosis epidermal toksik (NET) merupakan reaksi
mukokutan akut yang mengancam nyawa, ditandai dengan nekrosis epidermis yang luas
sehinggaa terlepas. Kedua penyakit ini mirip dengan gejala klinis dan histopatologis, faktor
risiko, penyebab, patogenesisnya sehingga saat ini digolongkan dalam proses yang identik,
hanya dibedakan berdasarkan keparahan saja. Pada SSJ, terdapat epidemolisis sebesar <10%,
luas permukaan badan (LPB), Sedangkan pada NET >30%. Keterlibatan 10-30%, LPB disebut
sebagai overlap SSJ-NET.

Sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik dianggap sebagai identitas penyakit
yang sama dengan penyebab dan mekanisme umum yang merupakan reaksi kulit yang parah
yang dibedakan dengan tingkat keparahan dan tingkat pelepasan kulit

Reaksi obat kulit adalah jenis yang paling umum dari reaksi obat yang merugikan. Reaksi-
reaksi ini, mulai dari erupsi pruritus sederhana hingga peristiwa yang berpotensi mengancam
jiwa, merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas iatrogenik. Pada penderita
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) reaksi obat kulit yang serius dapat berpotensi mengancam
jiwa. Meskipun kemajuan manajemen SJS sudah baik yaitu melalui deteksi dini, rawat inap
segera, dan penghentian agen yang menyinggung, prevalensi cacat permanen yang terkait
dengan SJS tetap tidak berubah. Penanganan dini dengan menggunakan intravenous
immunoglobulins (IVIg) dapat menghambat laju mekanisme SJS tetapi perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang seberapa efektif pengobatan tersebut. Peningkatan pengenalan
dini penyakit ini dan pencegahan gejala sisa permanen adalah rekomendasi terbaik yang dapat
diberikan saat ini.

EPIDEMIOLOGI

SSJ-NET merupakan penyakit yang jarang secara umum insidens SSJ adaalh 1-6
kasus/juta/penduduk/tahun. Angka kematian NET adalah 25-35%,sedangkan angka kematian
SSJ adalah 5%-12% . Penyakit ini dapat terjadi pada usia, terjadi peningkatan risiko pada usia
di atas 40 tahun. Perempuan lebih sering terkena ibandingkan laki-laki dengan perbandingan
1,5 : 1. Data dari ruang rawat inap RSCM menujukkan bahwa selama tahun 2010-2013 terdaoat
57 kasus dengan rincian SSJ 47,4%, overlap SSJ-NET 19,3% dan NET 33,3%.

12
ETIOPATOGENESIS

Mekanisme pasti terjadinya SSJ-NET belum sepenuhnya diketahui. Pda lesi SSJ-NET terjadi
reaksi sitotoksik terhadap kertainosit sehingga mengakibatkan apoptosis luas. Reaksi
sitotoksik yang terjadi melibatkan sel NK dan sel Limfosit T CD8+ yang spesifik terhadap obat
penyebab. Berbagai sitokin terlibat dalam patogenesis penyakit ini,yaitu : IL-6, TNF-a, IFN-y,
IL-18,Fas-L,granulisin,perforin,granzim-B. Sebagian besar SSJ-NET disebabkan karena alergi
obat. Berbagai obat dilaporkan merupakn peenyebab SSJ-NET. Obat-obat yang sering
menyebabkan SSJ- NET adalah sulfonamida, anti-konvulsan aromatik,alopurinol,anti-
inflamasi non steroid dan nevirapin. Pada beberapa obat tertentu, misalnya karbamazepin dan
alupurinol, faktor genetik yaitu sistem HLA berperan pada proses terjadninya SSJ-NET. Infeksi
juga dapat menjadi penyebab SSJ-NET, namun tidak sebanyak pada kasus eritema multiforme,
misalnya infeksi virus dan mycoplasma.

GAMBARAN KLINIS

Gejala SSJ-NET timbul dalam waktu 8 minggu setelah awal pajanan obat. Sebelum terjadi lesi
kulit dapat timbul gejala non spesifik misalnya demam, sakit kepala, batuk/pilek dan malaise
selama 1-3 hari. Lesi kulit tersebar secara simetris pada wajah, badan, dan bagian proksimal
ekstremitas berupa makula eritematosa atau purpurik dapat pula dijumpai lesi target. Dengan
bertambahnya waktu lesi kulit meluas dan berkembang menjadi nekrotik sehingga terjadi bula
kendur dengan tanda nikolsky positif. Keparahan dan diagnosis bergantung pada luasnya
permukaan tubuh yang mengalami epidermolisis. Lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi
biasanya dijumpai minimal pada dua lokasi,yaitu mulut dan konjungtiva,dapat juga ditemukan
erosi di mukosa genital. Keterlibatan organ dalam juga terjadi. Bastuji-Garun dkk (2000)
mengajukan cara menilai prognosis SSJ-NET berdasarkan Scorten yang memberikan nilai 1
umtuk hal-hal berikut : usia >40 tahun,denyut jantung >120/menit, terdapat kanker atau
keganansan hematologik,epidermolisis >10% LPB, kadar urea serum >10 mM./L (>28 mg/dL),
kadar bikarbonat serum <20 mEq/L, kadar gula darah sewaktu >14mM/L (>252mg/dL). Nilai
SCORTEN ini dianjurkan untuk dievaluasi pada hari ke 1 dan ke 3.

Nekrolisis epidermis toksik, gangguan akut, ditandai oleh makula eritematosa yang luas dan
lesi targetoid; nekrosis epidermal ketebalan penuh, setidaknya secara fokal; dan keterlibatan
lebih dari 30% permukaan kulit. Umumnya, selaput lendir juga terlibat. Hampir semua kasus
nekrolisis epidermal toksik diinduksi oleh obat-obatan, dan angka kematian dapat mendekati

13
40%. Manifestasi sindrom Stevens-Johnson termasuk makula purpura dan lesi targetoid;
nekrosis epidermis ketebalan penuh, meskipun dengan detasemen permukaan kulit yang lebih
sedikit; dan keterlibatan membran mukosa. Seperti halnya nekrolisis epidermal toksik, obat-
obatan adalah agen penghasut yang penting. Jika obat adalah agen penyebab, gejala dapat
muncul dalam 4-28 hari setelah paparan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan laboratoriun yang penting untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan
histopatologis kulit dapat menyigkirkan diagnosis banding, dan umumnya diperlukan untuk
kepentingan medikolegal. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk evaluasi keparahan
penyakit untuk tatalaksana pasien. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah darah tepi
lengkap,analisa gas darah, kadar elektrolit,albumin,dan protein darah,fungsi ginjal,fungsi
hepar,gula darah sewaktu dan foto rontgen paru. Selama perawatan, perlu diwaspadai tanda-
tanda sepsis secara klinis dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis
sepsis.

DIAGNOSIS KLINIS

Dasar diagnosis SSJ-NET adalah anamnesi yang teliti tentang kronologis penyakit disertai
hubungan waktu yang jelas dengan konsumsi obat tersangka, dan gambaran klinis lesi kulit dan
mukosa. Diagnosis SSJ ditegakkan bila epidermolisis >30% LPB dan overlap SSJ-NET bila
epidermolisis 10-30% LPB.

DIAGNOSIS BANDING

Berbagai penyakit kulit bulosa dapat menyerupai SSJ-NET, misalnya staphylococcal scalded
skin syndrome, generalizez bullous fixed pustulosis, graft versus host disease dan lupus
eritematosus bulosa. Pada keadaan-keadaan ini diperlukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
yang cermat kadang-kadang diperlukan pemeriksaan histopatologis kulit untuk memastikan
diagnosis.Gambaran klinis SSJ sering sulit dibedakan dengan eritema multiforme mayor. Pada
keadaan ini,anamnesis tentang obat sebaga penyebab,pemeriksaan klinis untuk menentukan
epidermolisis akan sangat membantu sebelum dibutuhkan pemeriksaan histopatologis

14
TATALAKSANA

SSJ-NET adalah penyakit yang mengancam nyawa yang membutuhkan tatalaksana yang
optimal berupa deteksi dini dan penghentian segera obat tersangka serta perawata suportif di
rumah sakit. Sangat disarankan untuk merawat SSJ-NET di ruang perawatan khusus.

Perawatan suportif mencakup mempertahan keseimbangan cairan,elektrolit,suhu lingkungan


yang optimal 28-30 C,nutrisis sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan asupan
makanan,perawatan kulit secara aseptik tanpa debriement,perawatan mata dan mukosa mulut.
Berbagai terapi spesifik telah dipakai untuk menangani penyakit ini namun belum diperoleh
hasil yang jelas karena sulitnya mengadakan uji klinis untuk penyakit yang jarag ini
Penggunaan kortikosteroid sistemik sampai saat ini hasilny masih sangat beragam sehingga
penggunaannya belum dianjurkan. Kebijakan yang dipakai di ruang rawat Ilmu Kesehatan
Kulut dan Kelamin RSCM adalah menggunakan kortikosteroid sistemik untuk setiap kasus
SSJ-NET, dengan hasil yang cukup baik dengan angka kematian pada periode 2010-2013
sebesar 10,5 %. Ivig,siklosporin A, siklofosfamid,plasmaferesis dn hemodialisis juga telah
digunakan di berbagai negara dengan hasil yang bervariasi.

PROGNOSIS

Dalam perjalanan penyakit, SSJ-NET dapat mengalami penyulit yang mengancam nyawa
berupa sepsis dan multiple organ failure. Prognosis SSJ-NET dapat diperkirakan berdasarkan
SCORTEN, seperti terlihat pada tael berikut.

Tabel 1. Angka Kematian Pasien SSJ-NET berdasarkan nilai SCORTEN

Nilai SCORTEN Angka Kematian (%)


0-1 3,2
2 12,1
3 35,8
4 58,3
5 90

Pada pasien yang mengalami penyembuhan re-epitelisasi terjadi dalam waktu rerata 3 minggu.
Gejala skar pada mata dan gangguan penglihatan. Kadang-kadag terjadi skar pada kulit,
gangguan pigmentasi dan gangguan pertumbuhan kuku

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, ed. Ke-
7, Jakarta:Fakultas Kedokteran UI, 2018.h.199
2. Valeyrie-Allanore L. Roujeau JC. Epidermal necrolysis (Stevens-Johnson
Syndrome and Toxic epidermal necrolysis) In: Goldsmith LA,Katz SI, Gilchrest
BA, paller AS, Leffel DJ, Wolff K. Editor Fitzpatricks dermatology in general
medicine. 8th ed. New York : McGraw Hill Companies;2012.p 439-48
3. James WD, Berger Tg, Elston DM, editor. Andrews’ disease of the skin. Clinical
dermatology. 10th ed. Canada : Saunders Elsevier 2006.p 129-30
4. French LE, Prins C. Erythema multiforme, Steven Johsons syndrome and toxic
epidermal necrolysis. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV.editor
Dermatology. 3rd ed. China : elsevier saunders;2012.p.319-33
5. Hazin, Ribhi, Ibrahimi, Omar A., Hazin, Moustafa I. and Kimyai-Asadi, Arash.
Stevens-Johnson syndrome: Pathogenesis, diagnosis, and management. In :
Annals of Medicine DermSurgery Associates, Houston, Texas, USA.
2008.p129-38.
6. Harr, T. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome. In:
Orphanet Journal of Rare Disease, Vol. 5, No. 39. 2011
7. Croom, D, L. 2015. Dermatologic Manifestation of
Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis.
http://emedicine.medscape.com/article/1124127-overview.
Diakses pada 09 Januari 2019)

16

Anda mungkin juga menyukai