Anda di halaman 1dari 4

Dalton Silaban, Kiking Ritarwan, dan Rusli Dhanu

Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak: Ensefalitis Toksoplasmosis merupakan manifestasi utama pada penderita HIV-AIDS.


Manifestasi sistemik lainnya, retinitis dan peneumonitis jarang ditemukan. Toxoplasma gondii
merupakan parasit intraseluler yang menyebabkan infeksi asimptomatik pada manusia sehat. Pada
penderita HIV-AIDS terjadinya ensefalitis toksoplasmosis lebih sering disebabkan reaktivasi dari
infeksi laten yang sudah ada sebelumnya dibanding infeksi yang baru didapat. Diagnosis ensefalitis
toksoplasmosis didasarkan pada gambaran klinis neurologis, pemeriksaan neuroimaging, serologis
dan biopsi. Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak. Biopsi terutama dianjurkan untuk
kasus-kasus dengan pemeriksaan imajing yang tidak jelas atau pada keadaan terapi presumtif yang
menunjukkan kegagalan. Penatalaksanaan ensefalitis toksoplasmosis pada penderita HIV-AIDS
adalah pemberian anti toksoplasmosis dan sebagai terapi standar adalah pirimetamin dan
sulfadiazin.
Kata kunci: ensefalitis toksoplasmosis, toxoplasma gondii, HIV-AIDS

Abstract: Toxoplasmosis encephalitis is the main manifestation in HIV-AIDS patients. Other


sistemic manifestations, retinitis and pneumonitis are rare. Toxoplasma gondii is an intracellular
paracite that can cause asymptomatic infection on healthy humans. In HIV-AIDS patients,
toxoplasmosis encephalitis is more often caused by reactivation of laten infection that is already
exist before, compare to newly aquired infection. The diagnosis of toxoplasmosis is based on
clinical neurologic feature, neuroimaging, serologic and biopsy examination. The defenite
diagnosis is made by brain biopsy. Biopsy is specially recomennded on cases with unclear imaging
examination or on condition where presumtive therapy showed failure. The management of
toxoplasmosis encephalitis in HIV-AIDS patients is administration of anti toxoplasmosis, and as
standard therapy is primethamine and sulphadiazine.
Keywords: toxoplasmosis encephalitis, toxoplasma gondii, sulphadiazine

PENDAHULUAN dengan jumlah total 7098 dengan jumlah


4
Aquired Immune Deficiency Syndrome kematian 1028 penderita.
(AIDS) pertama kali diidentifikasi pada tahun Berdasarkan data kasus HIV-AIDS dari
1981, dan Human Immunodeficiency Virus Dinas Kesehatan Sumatera Utara menunjukkan
(HIV) telah diketahui sebagai penyebab pada peningkatan yang signifikan. Dari jumlah kasus
tahun 1984. Pada bulan Desember 2002, World HIV-AIDS di bulan Juli 286 penderita meningkat
Health Organization (WHO) memperkirakan pada bulan Oktober menjadi 301 penderita
bahwa 42 juta penduduk hidup dengan HIV. dengan perincian 177 HIV positif dan 124 AIDS.
Dalam tahun 2002, dtemukan 5 juta penderita Peningkatan penemuan kasus juga meningkat
baru yang terinfeksi HIV dan 3,1 juta meninggal di RSU. H. Adam Malik Medan sampai bulan
1
dunia. Oktober 2005 ditemukan 132 kasus
5
Kasus pertama HIV/AIDS di Indonesia HIV/AIDS.
2,3
ditemukan pada tahun 1987 di Bali. Secara Keterlibatan sistim saraf pada infeksi HIV
kumulatif pengidap infeksi dan kasus HIV- dapat terjadi secara langsung karena virus
AIDS 1 April 1987 sampai 30 September tersebut dan tidak langsung akibat infeksi
2005, terdiri dari 4065 HIV dan 4186 AIDS oportunistik immunocompromised. Studi di
negara barat melaporkan komplikasi pada

151 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008


Dalton Silaban dkk. Ensefalitis Toksoplasmosis pada Penderita HIV-AIDS

sistim saraf terjadi pada 30-70% penderita Pemeriksaan neurologis dijumpai


HIV, bahkan terdapat laporan neuropatologik sensorium apatis, tanda peninggian tekanan
yang mendapat kelainan pada 90 spesimen intrakranial, dari saraf kranial dijumpai pupil
post mortem dari penderita HIV yang di anisokor, refleks cahaya (+) menurun pada
6
periksa. mata kiri, mata kiri tidak bisa dibuka, dan
Infeksi oportunistik terhadap sistim saraf digerakkan. Sudut mulut kesan tertarik ke kiri.
pada AIDS bisa oleh patogen viral atau non Hipertonus, kekuatan motorik sulit dinilai
viral. Infeksi non viral tersering adalah kesan parese ke empat ekstremitas didapati
ensefalitis toksolasmosis (ET) yang disebabkan peninggian refleks biceps, APR/KPR. Refleks
7
oleh Toxoplasma gondii (T.gondii). patologis Babinski kiri dan kanan (+).
Secara klinik ET dijumpai pada 30-40 % Pemeriksaan laboratorium darah
penderita AIDS, dimana penyakit ini lebih dijumpai Hb 11, 7 gr/dl. LED 45 mm/jam.
sering disebabkan reaktivasi dari infeksi laten Pemeriksaan test narkoba (-), pemeriksaan
yang sudah ada sebelumnya dibanding infeksi Imuno-Serologi HIV Test: Positif 20,21. Ig M
6,8
yang baru di dapat. Anti Toksoplasma Negatif 0,0, Ig G Anti
Toksoplasma Positif >300 UI/mL.
LAPORAN KASUS Pemeriksaan penunjang lain pada foto
Seorang pria (RN) usia 37 tahun, suku thorax dijumpai infltrat pada paru kanan
Tionghoa, Budha, belum menikah, tidak ada tengah. Pada Head CT Scan dijumpai kesan
pekerjaan, alamat Jalan Pahlawan Gg. Sesama sesuai gambaran ensefalitis. Pasien diberi
No. 26 Binjai. Datang ke RS. H. Adam Malik terapi dengan injeksi Ceftriaxon 2 gr/12 jam/
Medan, dengan keluhan penurunan kesadaran IV, injeksi deksamethason 2 ampul bolus
yang dialami penderita sejak 1 minggu kemudian di-taffering off, Fansidar 3 X tab
sebelum masuk rumah sakit, berlangsung 1, Klindamisin 4 X 300 mg, Asam folat 3 X
perlahan-lahan. Keadaan ini disertai demam tab 1.
turun naik dan mencret-mencret yang sudah
berlangsung 3 minggu. DISKUSI KASUS
Riwayat sakit kepala sudah dialami T. gondii merupakan parasit intraselluler
penderita sejak 1 bulan yang lalu, pada yang menyebabkan infeksi asimptomatik pada
seluruh kepala, hilang timbul dan sejak 1 80% manusia sehat, tetapi menjadi berbahaya
minggu ini semakin memberat dan tidak pada penderita HIV-AIDS. ET merupakan
hilang lagi dengan obat-obat sakit kepala. manifestasi utama toksoplasmosis pada penderita
8, 9, 10
Riwayat jalan terseret dijumpai pada sisi HIV-AIDS.
tubuh sebelah kanan sudah berlangsung sejak Pada kasus ini dilaporkan seorang
1 bulan yang lalu. Riwayat kejang ditemukan penderita Pria, RN, 37 tahun, Tionghoa,
satu minggu sebelum masuk rumah sakit didiagnosa ET dengan HIV-AIDS berdasarkan
seluruh tubuh menghentak-hentak frekwensi anamnese, pemeriksaan fisik, neurologis dan
2 kali per hari, berlangsung kira-kira 5 menit, pemeriksaan penunjang serologis dan imajing.
muntah menyembur ditemukan. Ada 4 kategori prosedur diagnostik dalam
Riwayat pemakaian narkoba dijumpai mendiagnosa ET. Pemeriksaan neuroradiologi,
11
sejak 8 tahun yang lalu, dengan menggunakan histologi, serologi, dan PCR based assays.
jarum suntik. Pada kasus ini pasien datang dengan
Riwayat perilaku seksual bebas tidak keluhan penurunan kesadaran yang
jelas. Riwayat batuk-batuk sudah. Dialami berlangsung perlahan-lahan. Keadanan ini
penderita sejak 2 minggu belakangan ini. disertai nyeri kepala pada seluruh kepala yang
Riwayat penurunan berat badan drastis semakin memberat sejak 1 minggu ini dan
dijumpai. tidak hilang dengan obat-obatan, muntah
Dari pemeriksaan fisik dijumpai menyembur juga ditemukan. Hal ini
sensorium apatis, tekanan darah 100/60 menunjukkan adanya peninggian tekanan
mmHg, nadi 88 X/menit, pernafasan 28 intrakranial. Keadaan-keadaan ini umumnya
X/menit dan temperatur febris. Pemeriksaan muncul pada pasien-pasien dengan kelainan
fisik paru dijumpai ronkhi basah pada kedua non fokal yang biasanya berkembang dari
lapangan paru.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008 152


Laporan Kasus

tanda neurologik fokal sebagai akibat proses 300 UI/ml. Meskipun sebenarnya pemeriksaan
1
infeksi yang progresif. kadar CD4 sangat diperlukan, dimana
Riwayat pemakaian narkoba jarum suntik biasanya nilai CD4 dibawah 100 sel/μL untuk
6.9
ditemukan pada pasien ini yang mungkin ET sebagai diagnosa presumtif.
sebagai penularan HIV. Diagnosa banding dengan SOL (limfoma
Pada pemeriksaan neurologis pada pasien SSP, abses, tumor) dibuat karena gambaran
ditemukan simptom dan tanda neurologis klinis, radiologis yang menyerupai ET.
fokal berupa hemiparese dupleks, kranial Limfoma SSP merupakan neoplasma yang
nerve palsi, seizure. AIDS dengan lazim dijumpai pada penderita HIV-AIDS.
toksoplasmosis SSP dijumpai defisit neurologis Pemeriksaan SPECT, PET, dan MR
dalam 50-89 % dari pasien, seizure dalam 15-25 % spektroskopi dapat digunakan untuk
9
pasien, perubahan status mental dan peninggian membedakan lesi ET dengan limfoma SSP.
12
tekanan intrakranial. Toksoplasmosis harus selalu Diagnosa banding dengan stroke iskemik
dipertimbangkan pada penderita AIDS bila dibuat, karena AIDS sendiri merupkan faktor
risiko untuk terjadinya stroke iskemik, adanya
ditemukan defisit neurologis fokal terutama
defisit neurologis fokal. Meskipun dapat
jika ditemukan seizure, nyeri kepala dan
12 disingkirkan dengan onsetnya yang perlahan-
demam.
lahan, dan tidak adanya riwayat penyakit
Pemeriksaan laboratorium didapatkan
metabolik.
hasil imunoserologi HIV test positif 20,21
Penanganan kasus ini dilakukan melalui
(ELISA). Pemeriksaan serologis ini memiliki diagnosis presumtif dengan memberikan
13
sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 98%. terapi anti toksoplasmosis. European
Pemeriksaan serologis lainnya yang dijumpai Federation of Neurological Societes (EFNS)
pada pasien ini adalah Ig M anti toksoplasma mengeluarkan paduan tatalaksana yaitu secara
dengan hasil negatif 0,0 dan Ig G anti praktis pada semua penderita HIV-AIDS
Toksoplasma positif > 300 IU / ml. Di RSCM dengan massa intrakranial dapat diberikan
titer Ig G anti Toksoplasma yang dianggap terapi empiris anti toksoplasmosis selama 2
6
positif bila lebih besar dari 300 IU/ml. minggu, walaupun serologisnya negatif atau
Pemeriksaan head CT scan tanpa kontras lesinya tunggal. Bila tidak terdapat perbaikan
pada pasien ini menunjukkan lesi hipodens klinis ataupun radiologis berulang dianjurkan
yang luas sesuai gambaran ensefalitis. Hasil ini biopsi.
9

tidak banyak membantu untuk menegakkan Diagnosis defenitif pada penderita ini
diagnosa ET sebab tidak dilakukan kontras. hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
Pemeriksaan imajing pada pasien ET histopatologi jaringan otak, atau
memperlihatkan lesi otak multipel dengan ditemukannya DNA toksoplasma melalui
cincin atau penyengatan homogen dan disertai metode PCR.
6
edema vasogenik pada jaringan disekitarnya. Prognosis pasien ini adalah jelek dimana
Ensefalitis toksoplasmosis jarang muncul penderita meninggal setelah dirawat selama 2
dengan lesi tunggal atau tanpa lesi. MRI lebih minggu. ET yang berat sering terjadi pada
sensitif dibanding CT scan, sehingga teknik ini penderita immunocompromised, dan sering
13
lebih disukai, khususnya pada pasien-pasien menimbulkan kematian.
tanpa gangguan neurologik fokal. Pasien-
pasien dengan hanya satu lesi atau tidak KESIMPULAN
tampak pada CT scan harus dilakukan MRI 1. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
untuk menentukan apakah lebih dari satu lesi anamnese, gambaran klinis, pemeriksaan
muncul.
14,15 neurologi, pemeriksaan penunjang/
Pada saat masuk rumah sakit pasien serologis.
didiagnosa banding dengan ensefalitis HIV, 2. Diagnosa pada pasien ini adalah diagnosa
SOL (abses serebri, limfoma, tumor) dan presumtif mengingat pemeriksaan
stroke berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan histopatologi dan PCR tidak dilakukan.
radiologis, pemeriksaan laboratorium. 3. Dengan semakin banyaknya kasus infeksi
Diagnosa banding dengan HIV HIV, maka komplikasi yang mengenai SSP
disingkirkan dengan pemeriksaan serologis akan lebih sering dijumpai dalam praktek
ditemukannya IgG anti toksoplasma positif > klinis.

153 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008


Dalton Silaban dkk. Ensefalitis Toksoplasmosis pada Penderita HIV-AIDS

SARAN 7. Saanin S. Sindroma Imunodefisiensi


1. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang didapat (AIDS). Available
ulang Head CT Scan kontrast, CD4, from:http://www.angelfire.com/nc/neuro
untuk keperluan diagnostik dan evaluasi surgery/AIDS.html
pengobatan.
8. Cabre P, Smadja D, Cable A, Newton
2. Perlu dilakukan biopsi histopatologi/PCR
CRJC. Neurological aspects of Tropical
untuk diagnosa pasti pada kasus ini.
disease: HTLV-1 and HIV infections of
3. Untuk para klinisi perlu dipertimbangkan
the CNS in tropical areas. J. Neurol.
jika terdapat lesi massa intraserebral pada
Neurosurg.Psychiatry 2000; 68:550-57.
penderita HIV-AIDS, sebaiknya toksoplasma
serebri menjadi salah satu diagnosa 9. Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z,
banding. editors. Infeksi oportunistik pada AIDS.
Jakarta: Balai penerbit Fakultas
Kedokteran UI; 2005.
KEPUSTAKAAN 10. Gilroy J. Basic Neurology. 3
nd
ed. New
1. Luft B J, Sivadas R. Toxoplasmosis. In: York: Mc Graw-Hill; 2000.
Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM,
editorss. Infections of The Central 11. Chaison RE, Bishai W. The Management
Nervous System.
rd
3 ed.Philadelphia: of Pneumocytis carinii, toxoplasmosis,
Lippincott Williams & Wilkins; and HSV Infections in patients With HIV
2004.p.755-76. Disease. Available from:https://profreg.
medscape.com/px/getlogin
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Nasional Perawatan, dukungan dan 12. Chaison RE, Bishai W. The Management
pengobatan bagi ODHA.Jakarta: of Pneumocytis carinii, toxoplasmosis,
Direktorat Jenderal Pemberantasan and HSV Infections in patients With HIV
Penyakit Menular & Penyehatan Disease. Available from:https://profreg.
Lingkungan DepKes RI;2003. medscape.com/px/getlogin
3. Djauzi S, Djoerban.Penatalaksanaan 13. Britton CB. Merrit,s Neurology.
HIV/AIDS di Pelayanan Kesehatan In:Rowland LP, editors.Aquired
th
Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; Immunodeficiency Syndrome.10 ed.
2002. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2000.p.163-79.
4. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Statistik
Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Available 14. Subauste CS. Toxoplasmosis and HIV.
from:http://www.lp3y.org/content/AIDS/ HIV In Site Knowledge Base Chapter.
sti.htm UCSF Center for HIV Information.
January 2004. Available from:
5. Harian Analisa. Sumut Peringkat ke-6 http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-
Penyebaran HIV-AIDS. Medan: Harian 05-04-03
Analisa 1 Desember 2005; halaman 1
kol 2-5. 15. Sze G, Lee HS. Cranial MRI and CT. In:
Lee HS, Rao KCVG, Zimmerman
6. Jofisal J. Komplikasi Neurologik HIV RA.Infectious diseases.4
th
Ed.
Aspek Patofisiologi. Diagnostik dan Philadhelphia: McGraw- Hill; 1999.p.
Terapi Neurona 2004; 21(4): 17-23. 453-516.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008 154

Anda mungkin juga menyukai