Anda di halaman 1dari 20

ASKEP RDS

(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM)

OLEH: KELOMPOK I

1. M. SOFYANDI
2. NURUL AULIANA
3. SRI ARLIZA FEBRIANI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami


menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “ASKEP
RDS” Rangkuman ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun penuh dengan
kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan
Makalah ini membuat tentang ”ASKEP RDS” yang sangat berguna bagi
masyarakat. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail
yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon
saran dan kritiknya. Terimaksih

Mataram, 20 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah.......................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Konsep dasar penyakit............................................................. 3
A. Definisi............................................................................ 3
B. Etiologi............................................................................ 3
C. Manifestasi klinis............................................................ 4
D. Patofisiologi.................................................................... 4
E. WOC................................................................................ 6
F. Pemeriksaan Penunjang................................................... 7
G. Komplikasi...................................................................... 7
H. Patalaksanaan.................................................................. 8
2.2 Konsep asuhan keperawatan............................................ 11
A. Pengkajian..................................................................... 11
B. Diagnose keperawatan.................................................. 12
C. Intervensi keperawatan................................................. 13
BAB III PENUTUP.................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan................................................................................. 17
3.2 Saran............................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL)
termasuk Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau Idiopatic Respiratory Distress
Syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature. Sindrom gawat nafas pada
neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory distress syndrome,
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperkapnea. Sindrom ini
dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu,
tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam
paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson-Mikity
(Ngastiyah, 1999).
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome) pada anak
merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari
semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya.
Penyakit ini terjadi pada bayi prematur, insidennya berbanding terbalik dengan
umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi yang umur
kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu,
sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu (http://repository.usu.ac.id).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan RDS ?
2. Apa etiologic dari RDS ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari RDS ?
4. Bagaimana patofisiologis dari RDS?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang RDS?
6. Apa saja komplikasi dari RDS ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari RDS ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari RDS
2. Untuk mengetahui etiologic dari RDS
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari RDS
4. Untuk mengetahui patofisiologis dari RDS
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang RDS
6. Untuk mengetahui komplikasi dari RDS
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari RDS

1
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang
(Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris
disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory
grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat
inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan
udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya
kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena
adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang
menunjukkan sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit
membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity
(Ngastiyah, 2005).
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-
paru. Namun terdapat faktor predisposisi, diantaranya :
1. Bayi dari ibu diabetes
2. Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3. Kehamilan multijanin
4. Persalinan SC
5. Persalinan cepat
6. Asfiksia
7. Stress dingin
8. Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS
C. MANIFESTASI KLINIS
Sering disertai riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada
akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejala adanya:
1. Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
2. Pernapasan capat/hiperpnu atau dispnu dengan frekuensi pernapasan lebih
dari 60x/menit
3. Retraksi intercostal, epigastrum atau suprasternal pada inspirasi

3
4. Sianosis
5. Grunting (terdengar seperti suara rintihan pada saat ekspirasi)
6. Takikardia (170x/menit)
D. PATOFISIOLOGI
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu Kesehatan
Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga
ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan
parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas
menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai
akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi
ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmomary
vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paaru
normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya
menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga
menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari
kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin

4
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat
sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika
tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini,
terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi
surfaktan.

5
Bayi lahir prematur

Inadekuat Surfaktan Lapisan lemak belum


Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang hipoksia Termoregulasi:
hipotermia
Peningkatan usaha Cedera paru
Nafas Pembentukan membran
Edema hialin
Takipnea
Pertukaran gas Mengendap di alveoli
Pola nafas terganggu
tidak efektif

Refleks hisap Penguapan meningkat


menurun
Resiko kekurangan
Intake tidak volume cairan
adekuat

Kekurangan nutrisi

6
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress
Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam


Basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia


dapat menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi


Jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
1. Ruptur Alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular. Perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): Merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.

7
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2. Retinopathy Prematur: Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%
bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat. Penatalaksanaan secara
umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
1) Pantau selalu tanda vital
2) Jaga patensi jalan nafas
3) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
1) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
2) Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan


kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen
spesifik atau menajemen lanjut:
1. Gangguan nafas ringan: Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami
gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut
“Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah
bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan
napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
b. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

8
c. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
d. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
e. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
2. Gangguan nafas sedang
a. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
b. Bayi jangan diberi minum
c. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
1) Suhu aksiler <> 39˚C
2) Air ketuban bercampur mekonium
3) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
1) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
seposis
2) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
f. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
g. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O2
secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara pemberian minum
h. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi
dapat dipulangkan
3. Penatalaksanaan medis: Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut
penyakit RDS adalah:

9
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
c. Fenobarbital
d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
e. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan)

10
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien: Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir,
alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal: Menderita penyakit seperti diabetes mellitus,
kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan,
stress fetal atau intrapartus.
b. Status infant saat lahir: Prematur, umur kehamilan, apgar score
(apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
3. Data dasar pengkajian
a. Cardiovaskuler
1) Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
2) Murmur sistolik
3) Denyut jantung DBN
b. Integumen
1) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
2) Pitting edema pada tangan dan kaki
3) Mottling
c. Neurologis
1) Immobilitas, kelemahan
2) Penurunan suhu tubuh
d. Pulmonary
1) Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/mnt)
2) Nafas grunting
3) Pernapasan cuping hidung
4) Pernapasan dangkal
5) Retraksi suprasternal dan substernal\
6) Sianosis
7) Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e. Status behavioral
1) Letargi

4. Analisa data

No Data focus Etiologic Problem Diagnose


keperawatan
1 DS: dispnea Bayi lahir premature Pola napas tidak Pola nafas tidak
DO: pernapasan Inadekuat surfaktan
efektif efektif b.d
Alveolus kolaps
cuping hidung,
Ventilasi berkurang imaturitas
tekanan ekspirasi Peningkatan usaha napas
neurologis
Takipnea
inspirasi
Pola napas tidak efektif (defisiensi
menurun, eksursi

11
dada berubahj surfaktan dan
ketidakstabilan
alveolar)

2 DS: pusing, dan Bayi lahir premature Gangguan Gangguan


Inadekuat surfaktan
pengelihatan pertukaran gas pertukaran gas
Alveolus kolaps
kabur Ventilasi berkurang b.d perubahan
DO: kesadaran Hipoksia
membran kapiler-
Cedera paru
menurun, gelisan
Edema alveolar
atau menangis, Gangguan pertukaran gas
napas cuping
hidung, pola
napas abnormal

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas neurologis (defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar)
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi


(NIC)
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Airway management
a. Buka jalan napas, gunakan
b.d imaturitas keperawatan selama... x kali 24
chin lift atau jaw thrust bila
neurologis (defisiensi jam, klien akan :
1. Pengembangan dada simetris perlu
surfaktan dan
2. Irama pernapasan teratur b. Posisikan pasien untuk
ketidakstabilan 3. Bernapas mudah
memaksimalkan ventilasi
4. Tidak ada suara nafas
alveolar) c. Identivikasi pasien perlunya
tambahan
pemasangan alat jalan napas
buatan
d. Pasang mayo bila parlu
e. Lakukan fisiotrapi dada jika
perlu
f. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
g. Auskultasi suara napas, catat

12
adanya suara tambahan
h. Lakuakan suction pada
mayo
i. Berikan bronkodilator bila
perlu
j. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
k. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
l. Monitor respirasi dan status
O2
2. Oxygen therapy
a. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
b. Pertahankan jalan napas
yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Observasi adanya tanda-
tanda hivoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
3. Vital sign monitoring
a. Monitor TTV
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TTV sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan

13
abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Gangguan pertukaran 1. Menunjukan perbaikan 1. Airway Management
a. Buka jalan nafas, gunakan
gas b.d perubahan ventilasi dan oksigenisasi
teknik chin lift atau jaw
membran kapiler- jaringan adekuat dengan
thrust bila perlu
alveolar GDA dalam rentang
b. Posisikan pasien untuk
normal.
memaksimalkan ventilasi
2. Bebas dari gejala distres
c. Identifikasi pasien perlunya
pernafasan.
pemasangan alat jalan nafas
buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila
perlu
j. Berikan pelembab udara
k. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
l. Monitor respirasi dan status
O2
2. Respiratory Monitoring
a. Monitor rata-rata
kedalaman, irama dan usaha
respirasi

14
b. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola nafas
beradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot
diafragma (gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan/ tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan atau respiratory distress syndrome adalah
perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi
dan Yuliani, 2001). Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang
disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut
untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005). Manifestasi dari
RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar
5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500
gram (lemons et al,2001).
3.2 Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

16
DAFTAR PUSTAKA
Wijayaningsih Kartika Sari. 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Cv. Trans Info
Media
Rab Tarbani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Cv. Trans Info Media
Djitowiyono Sugeng. 2011. Asuhan Keperawatan Neonates Dan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika
Marni. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing

17

Anda mungkin juga menyukai