Anda di halaman 1dari 40

PENGAPLIKASIAN EVIDANCE BASED PRACTICE

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Metodologi Penelitian

TIM DOSEN
Nur Intan H. H. K, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun:
Erna Sari AK.1.16.017
Ghina Nur Maulida AK.1.16.022
Habib M Iqbal AK.1.16.023
Lala Dwi Apriliana AK.1.16.028
Lisna Widiyanti AK.1.16.031
Lisnasari AK.1.16.032
Selma Yusriyyah AK.1.16.046
Sri Nuryanti AK.1.16.050

Kelas A, Kelompok 5

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Pengaplikasian evidence based practice” yang
merupakan salah satutugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat


beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.

Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Pengaplikasian Evidence Based Practice” mendapat ridho dari Allah
SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Amiin....

Bandung, Mei 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan
1.1.Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3.Tujuan Penulisan..................................................................................... 2

BAB II Tinjaun Teori


2.1.. Konsep Teori Evidence Based Practice................................................. 3
2.2.. Pengaplikasian Evidence Based Practice...............................................15

BAB III Penutup


3.1.Kesimpulan.............................................................................................. 35
3.2.Saran........................................................................................................ 35

Daftar Pustaka................................................................................................ 36
Lampiran Jurnal.............................................................................................37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat
digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence
atau fakta. Selama ini, khususnya dalam keperawatan, seringkali ditemui
praktik-praktik atau intervensi yang berdasarkan “biasanya juga begitu”.
Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan alkohol bath masih sering
digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh petugas
kesehatan, dengan asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat,
sedangkan penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penggunaan kompres
hangat dan teknik tepid sponge meningkatkan efektifitas penggunaan kompres
dalam menurunkan suhu tubuh.
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal
yang sia-sia. Orang tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-
orang di dalamnya yang merubah diri mereka sendiri. Tetapi meningkatkan
kesadaran, dan masalah kesehatan di masyarakat, akan meningkatkan
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu pelayanan yang
paling efektif & efisien menjadi tuntutan sekaligus tantangan besar yang harus
di cari problem solving-nya.
Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar
scientific dalam pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang
diberikan dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya pendekatan evidence base
di Indonesia belum berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke dalam
praktek. Tidak dapat dipungkiri bahwa riset di Indonesia hanya untuk
kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya menjadi tumpukan kertas
semata.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah bagaimana Konsep Teori Evidence Based Practice? Serta
langkah Pengaplikasian Evidence Based Practice?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
matakuliah metodologi penelitian serta sebagai bahan untuk mengetahui dan
memahami tentang Konsep Teori Evidence Based Practice , dan Langkah-
langkah pengaplikasian Evidance Based Practice.

2
BAB II
TINAJUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Evidence Based Practice


A. Pengertian Evidence Based Practice
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan
membantu tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar
mampu memperoleh informasi terbaru yang dapat menjadi bahan untuk
membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga dapat
memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah
starategi untuk memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa
meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa menerapakan
EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP tersebut
dapatdipahami bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi
untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru berdasarkan
evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk membuat keputusan
klinis yang efektif dan meningkatkan skill dalam praktik klinis guna
meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
Oleh karena itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama
dalam institusi pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah
membuat keputusan berdasarkan evidence based serta mengintegrasikan
EBP kedalam kurikulum merupakan hal yang sangat penting.
Namun demikian fakta lain dilapangan menyatakan bahwa
pengetahuan, sikap, dan kemampuan serta kemauan mahasiswa
keperawatan dalam mengaplikasikan evidence based practice masih
dalam level moderate atau menengah. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan konsep pendidikan keperawatan yang bertujuan untuk
mempersiapkan lulusan yang mempunyai kompetensi dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang berkualitas. Meskipun
mahasiswa keperawatan atau perawat menunjukkan sikap yang positif

3
dalam mengaplikasikan evidence based namun kemampuan dalam
mencari literatur ilmiah masih sangat kurang. Beberapa literatur
menunjukkan bahwa evidence based practice masih merupakan hal
baru bagi perawat. oleh karena itu pengintegrasian evidence based
kedalam kurikulum sarjana keperawatan dan pembelajaran mengenai
bagaimana mengintegrasikan evidence based kedalam praktek sangatlah
penting (Ashktorab et al., 2015).
Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum
undergraduate juga dijelaskan didalam (Sin & Bleques, 2017)
menyatakan bahwa pembelajaran evidence based practice pada
undergraduate student merupakan tahap awal dalam menyiapkan peran
mereka sebagai registered nurses (RN). Namun dalam penerapannya,
ada beberapa konsep yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan
evidence based practice. Evidence based practice atauevidence based
nursing yang muncul dari konsep evidence based medicinememiliki
konsep yang sama dan memiliki makna yang lebih luas dari RU atau
research utilization(Levin & Feldman, 2012).

B. Tujuan Evidance Based Practice


Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di
dalam praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas
perawatan dan memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan
yang diberikan. Selain itu juga, dengan dimaksimalkannya kualitas
perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama
perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan
(Madarshahian et al., 2012). Dalam rutinititas sehari-hari para tenaga
kesehatan profesional tidak hanya perawat namun juga ahli farmasi,
dokter, dan tenaga kesehatan profesional lainnya sering kali mencari
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memilih atau
membandingkan treatment terbaik yang akan diberikan kepada
pasien/klien, misalnya saja pada pasien post operasi bedah akan muncul

4
pertanyaan apakah teknik pernapasan relaksasi itu lebih baik untuk
menurunkan kecemasan dibandingkan dengan cognitive behaviour
theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif jika dibandingkan
dengan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri pasien ibu partum kala
1 (Mooney, 2012).
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based
bertujuan untuk menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan klinis yang muncul dan kemudian
mengaplikasikan bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan guna
meningkatkan kualitas perawatan pasien tanpa menggunakan bukti-
bukti terbaik, praktek keperawatan akan sangat tertinggal dan seringkali
berdampak kerugian untuk pasien. Contohnya saja education kepada
ibu untuk menempatkan bayinya pada saat tidur dengan posisi pronasi
dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk
mencegah aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan evidence
based menyatakan bahwa posisi pronasi pada bayi akan dapat
mengakibatkan resiko kematian bayi secara tiba-tiba SIDS (Melnyk &
Fineout, 2011).
Oleh karena itu, pengintegrasian evidence based practice kedalam
kurikulum pendidikan keperawatan sangatlah penting. Tujuan utama
mengajarkan evidence based practice dalam pendidikan keperawatan
pada level undergraduate student adalah menyiapkan perawat
profesional yang mempunyai kemampuan dalam memberikan
pelayanan keperawatan yang berkualitas berdasarkan evidence based
(Ashktorab, 2015).Pentingnya pelaksanaan EBP pada institusi
pendidikan yang merupakan cikal bakal atau pondasi utama
dibentuknya perawat profesional membutuhkan banyak strategi untuk
bisa meningkatkan knowledge dan skill serta pemahaman terhadap
kasus real dilapangan. Diantaranya adalah pengguanaan virtual based
patients scenario dalam kegiatan problem based learning tutorial yang
akan bisa memberikan gambaran real terhadap kondisi pasien dengan

5
teknologi virtual guna meningkatkan knowledge dan critical thinking
mahasiswa.
Namun demikian untuk mengintegrasikan dan
mengimplementasikan evidence based kedalam praktik ada banyak hal
yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh seorang tenaga
kesehatan yang profesional yaitu apakah evidence terbaru mempunyai
konsep yang relevan dengan kondisi dilapangan dan apakah faktor yang
mungkin menjadi hambatan dalam pelaksanaan evidence based tersebut
dan berapa biaya yang mungkin perlu disiapkan seperti misalnya
kebijakan pimpinan, pendidikan perawat dan sumberdaya yang ahli
dalam menerapkan dan mengajarkan EBP, sehingga tidak semua
evidence bisa diterapkan dalam membuat keputusan atau mengubah
praktek (Salminen et al., 2014).

C. Komponen Kunci Evidence Based Practice


Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang diyakini
kebenarannya. Evidence atau bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal
evidence dan internal evidence. Bukti eksternal didapatkan dari
penelitian yang sangat ketat dan dengan proses atau metode penelitian
ilmiah. Pertanyaan yang sangat penting dalam mengimplementasikan
bukti eksternal yang didapatkan dari penelitian adalah apakah temuan
atau hasil yang didapatkan didalam penelitian tersebut dapat
diimplementasikan kedalam dunia nyata atau dunia praktek dan apakah
seorang dokter atau klinisi akan mampu mencapai hasil yang sama
dengan yang dihasilkan dalam penelitian tersebut. Berbeda dengan
bukti eksternal bukti internal merupakan hasil dari insiatif praktek
seperti manajemen hasil dan proyek perbaikan kualitas (Melnyk &
Fineout, 2011).
Dalam (Grove et al., 2012) EBP dijelaskan bahwa clinical
expertise yang merupakan komponen dari bukti internal adalah
merupakan pengetahuan dan skill tenaga kesehatan yang profesional

6
dan ahli dalam memberikan pelayanan. Hal atau kriteria yang paling
menunjukkan seorang perawat ahli klinis atau clinical expertise adalah
pengalaman kerja yang sudah cukup lama, tingkat pendidikan, literatur
klinis yang dimiliki serta pemahamannnya terhadap research.
Sedangkan patient preference adalah pilihan pasien, kebutuhan pasien
harapan, nilai, hubungan atau ikatan, dan tingkat keyakinannya
terhadap budaya. Melalui proses EBP, pasien dan keluarganya akan ikut
aktif berperan dalam mengatur dan memilih pelayanan kesehatan yang
akan diberikan. Kebutuhan pasien bisa dilakukan dalam bentuk
tindakan pencegahan, health promotion, pengobatan penyakit kronis
ataupun akut, serta proses rehabilitasi. Beberapa komponen dari EBP
dan dijadikan alat yang akan menerjemahkan bukti kedalam praktek
dan berintegrasi dengan bukti internal untuk meningkatkan kualitas
pelayanan.

Meskipun evidence atau bukti yang dianggap paling kuat adalah


penelitian systematic riview’s dari penelitian-penelitian RCT namun
penelitian deskriptif ataupun kualitatif yang berasal dari opini leader

7
juga bisa dijadikan landasan untuk membuat keputusan klinis
jikamemang penelitian sejenis RCT tidak tersedia. Begitu juga dengan
teori-teori, pilihan atau nilai pasien untuk membuat keputusan klinis
guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Klinisi sering
kali bertanya bagaimana bukti dan jenis bukti yang bisa dibutuhkan
sampai bisa merubah praktek. Level dan kualitas evidenceatau bukti
bisa dijadikan dasar dan meningkatkan kepercayaan diri seorang klinisi
untuk merubah praktek (Dicenso et al., 2014)

D. Model-Model Evidence Based Practice


Dalam memindahkan evidence kedalam praktek guna
meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety)
dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis dan berbagai model EBP
dapat membantu perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
mengembangkan konsep melalui pendekatan yang sistematis dan jelas,
alokasi waktu dan sumber yang jelas, sumber daya yang terlibat, serta
mencegah impelementasi yang tidak runut dan lengkap dalam sebuah
organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Namun demikian, beberapa
model memiliki keunggulannya masing-masing sehingga setiap institusi
dapat memilih model yang sesuai dengan kondisi organisasi. Beberapa
model yang sering digunakan dalam mengimplementasikan evidence
based practiceadalah Iowa model (2001), stetler model (2001), ACE
STAR model (2004), john hopkinsevidence-based practice
model(2007), rosswurm dan larrabee’s model, serta evidence based
practice model for stuff nurse (2008).
Beberapa karakteristik tiap-tiap model yang dapat dijadikan
landasan dalam menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA
model dalam EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri
khas dari model ini adalah adanya konsep “triggers” dalam pelaksanaan
EBP. Trigers adalah masalah klinis ataupun informasi yang berasal dari

8
luar organisasi. Ada 3 kunci dalam membuat keputusan yaitu adanya
penyebab mendasar timbulnya masalah atau pengetahuan terkait dengan
kebijakan institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat, dan
pertimbangan mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan
kedalam praktek sehingga dalam model tidak semua jenis masalah
dapat diangkat dan menjadi topik prioritas organisasi(Melnyk &
Fineout, 2011).
Sedangkan john hopkin’s model mempunyai 3 domain prioritas
masalah yaitu praktek keperawatan, penelitian, dan pendidikan. Dalam
pelaksanaannya model ini terdapat beberapa tahapan yaitu menyusun
practice question yang menggunakan pico approach, menentukan
evidence dengan penjelasan mengenai tiap level yang jelas dan
translation yang lebih sistematis dengan model lainnya serta memiliki
lingkup yang lebih luas. Sedangkan ACE star model merupakan model
transformasi pengetahuan berdasarkan research. Evidence non research
tidak digunakan dalam model ini. Untuk stetler’s model merupakan
model yang tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada
perubahan oleh individu perawat. Model ini menyusun masalah
berdasarkan data internal (quality improvement dan operasional) dan
data eksternal yang berasal dari penelitian. Model ini menjadi panduan
preseptor dalam mendidik perawat baru. Dalam pelaksanaanya, untuk
mahasiswa sarjana dan master sangat disarankan menggunakan model
jhon hopkin, sedangkan untuk mahasiswa undergraduate disarankan
menggunkan ACE star model dengan proses yang lebih sederhana dan
sama dengan proses keperawatan (Schneider& Whitehead, 2013).
Dalam (Ashktorab et all., 2015) menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang akan mendukung penerapan evidence based
practice oleh mahasiswa kepearawatan, diantaranya adalah intention
(niat), pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa keperawatan. Dari
ketiga faktor tersebut sikap mahasiswa dalam menerapkan EBP
merupakan faktor yang sangat menunjang penerapan EBP. Untuk

9
mewujudkan hal tersebut pendidikan tentang EBP merupakan upaya
yang harus dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa
ataupun sikap mahasiswa yang akan menjadi penunjang dalam
penerapannya pada praktik klinis. Sedangkan didalam (Ryan, 2016)
dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan EBP
dalam mahasiswa keperawatan berkaitan dengan faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terkait erat dengan intention atau
sikap serta pengetahuan mahasiswa sedangkan faktor ekstrinsik erat
kaitannya dengan organizational atau institutional support seperti
kemampuan fasilitator atau mentorship dalam memberikan arahan guna
mentransformasi evidence kedalam praktek, ketersedian fasilitias yang
mendukung serta dukungan lingkungan.

E. Langkah-Langkah dalam Proses Evidence Based Practice


Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau
langkah dalam proses EBP. Tujuh langkah dalam evidence based
practice (EBP) dimulai dengan semangat untuk melakukan
penyelidikan atau pencarian (inquiry) personal. Budaya EBP dan
lingkungan merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap
mempertahankan timbulnya pertanyaan-pertanyaan klinis yang kritis
dalam praktek keseharian. Langkah-langkah dalam proses evidance
based practice adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)
2. Mengajukan pertanyaan PICOT(question)
3. Mencari bukti-bukti terbaik
4. Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang
ditemukan
5. Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien
untuk membuat keputusan klinis terbaik
6. Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7. Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)

10
Jika diuraikan 7 langkah dalam proses evidence based practice
adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry).
Inquiry adalah semangat untuk melakukan penyelidikan
yaitu sikap kritis untuk selalu bertanya terhadap fenomena-
fenomena serta kejadian-kejadian yang terjadi saat praktek
dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam
melakukan perawatan kepada pasien. Namun demikian, tanpa
adanya budaya yang mendukung, semangat untuk menyelidiki
atau meneliti baik dalam lingkup individu ataupun institusi tidak
akan bisa berhasil dan dipertahankan. Elemen kunci dalam
membangun budaya EBP adalah semangat untuk melakukan
penyelidikan dimana semua profesional kesehatan didorong untuk
memepertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan pada
saat ini, sebuah pilosofi, misi, dan sistem promosi klinis dengan
mengintegrasikan evidence based practice, mentor yang memiliki
pemahaman mengenai evidence based practice, mampu
membimbing orang lain, dan mampu mengatasi tantangan atau
hambatan yang mungkin terjadi, ketersediaan infrastruktur yang
mendukung untuk mencari informasi atau lieratur seperti
komputer dan laptop, dukungan dari administrasi dan
kepemimpinan, serta motivasi dan konsistensi individu itu sendiri
dalam menerapkan evidence based practice (Tilson et al, 2011).
2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question.
Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari jawaban
untuk pertanyaan klinis yang muncul, maka diperlukan strategi
yang efektif yaitu dengan membuat format PICO. P adalah pasien,
populasi atau masalah baik itu umur, gender, ras atapun penyakit
seperti hepatitis dll. I adalah intervensi baik itu meliputi treatment
di klinis ataupun pendidikan dan administratif. Selain itu juga
intervensi juga dapat berupa perjalanan penyakit ataupun perilaku

11
beresiko seperti merokok. C atau comparison merupakan
intervensi pembanding bisa dalam bentuk terapi, faktor resiko,
placebo ataupun nonintervensi. Sedangkan O atau outcome adalah
hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup, patient safety,
menurunkan biaya ataupun meningkatkan kepuasan pasien.
(Bostwick et al., 2013) menyatakan bahwa pada langkah
selanjutnya membuat pertanyaan klinis dengan menggunakan
format PICOT yaitu P(Patient atau populasi), I(Intervention atau
tindakan atau pokok persoalan yang menarik), C(Comparison
intervention atau intervensi yang dibandidngkan), O(Outcome
atau hasil) serta T(Time frame atau kerangka waktu).
3) Mencari bukti-bukti terbaik.
Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan
picot digunakan untuk memulai pencarian bukti terbaik. Bukti
terbaik adalah dilihat dari tipe dan tingkatan penelitian.
Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau
bukti terbaik adalah metaanalysis dan systematic riview.
Systematic riview adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian
yang memakai metode kuantitatif. Sedangkan meta-analysis
adalah ringkasan dari banyak penelitian yang menampilkan
dampak dari intervensi dari berbagai studi. Namun jika meta
analisis dan systematic riview tidak tersedia maka evidence pada
tingkatan selanjutnya bisa digunakan seperti RCT. Evidence
tersebut dapat ditemukan pada beberapa data base seperti
CINAHL, MEDLINE, PUBMED, NEJM dan COHRANE
LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011).
4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang
ditemukan
Setelah menemukan evidence atau bukti yang terbaik,
sebelum di implementasikan ke institusi atau praktek klinis, hal
yang perlu kita lakukan adalah melakukan appraisal atau

12
penilaian terhadap evidence tersebut. Untuk melakukan penilaian
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah
(Polit & Beck, 2013) :
a) Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal
tersebut? (apakah tepat atau rigorous dan reliable atau handal)
b) What is magnitude of effect? (seberapa penting dampaknya?)
c) How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat perkiraan
efeknya?
d) Apakah evidence memiliki efek samping ataukah keuntungan?
e) Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk
mengaplikasikan bukti?
f) Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang
ada di klinis?

Sedangkan kriteria penilaian evidence menurut (Bernadette


& Ellen, 2011) yaitu:
a) Validity.
Evidence atau penelitian tersebut dikatakan valid
adalah jika penelitian tersebut menggunakan metode
penelitian yang tepat. Contohnya adalah apakah variabel
pengganggu dan bias dikontrol dengan baik, bagaimana
bagaimana proses random pada kelompok kontrol dan
intervensi, equal atau tidak.
b) Reliability
Reliabel maksudnya adalah konsistensi hasil yang
mungkin didapatkan dalam membuat keputusan klinis
dengan mengimplementasikan evidence tersebut, apakah
intervensi tersebut dapat dikerjakan serta seberapa besar
dampak dari intervensi yang mungkin didapatkan.

13
c) Applicability
Applicable maksudnya adalah kemungkinan hasilnya
bisa di implementasikan dan bisa membantu kondisi pasien.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan mempertimbangkan
apakah subjek penelitiannya sama, keuntungan dan resiko
dari intervensi tersebut dan keinginan pasien (patient
preference) dengan intervensi tersebut.
Namun demikian dalam (Hande et al., 2017)
dijelaskan bahwa critical appraisal merupakan proses yang
sangat kompleks. Level atau tingkat critical appraisal
sangat dipengaruhi oleh kedalaman dan pemahaman
individu dalam menilai evidence. Tingkat critical appraisal
pada mahasiswa sarjana adalah identifikasi tahapan yang
ada dalam proses penelitian kuantitatif. Namun pada
beberapa program sarjana, ada juga yang mengidentifikasi
tidak hanya kuantitatif namun juga proses penelitian
kualitatif. Sedangkan pada master student, tingkatan critical
apraisalnya tidak lagi pada tahap identifikasi, namun harus
bisa menunjukkan dan menyimpulkan kekuatan dan
kelemahan, tingkat kepercayaan evidence serta pelajaran
yang dapat diambil dari pengetahuan dan praktek.

5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien


untuk membuat keputusan klinis terbaik
Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk meng-
implementasikan EBP ke dalam praktik klinis kita harus bisa
mengintegrasikan bukti penelitian dengan informasi lainnya.
Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang
kita miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh
pasien. Selain itu juga, menambahkan penelitian kualitatif
mengenai pengalaman atau perspektif klien bisa menjadi dasar

14
untuk mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan intervensi
terbaru (Polit & Beck, 2013). Setelah mempertimbangkan
beberapa hal tersebut maka langkah selanjutnya adalah
menggunakan berbagai informasi tersebut untuk membuat
keputusan klinis yang tepat dan efektif untuk pasien. Tingkat
keberhasilan pelaksanaan EBP proses sangat dipengaruhi oleh
evidence yang digunakan serta tingkat kecakapan dalam melalui
setiap proses dalam EBP (Polit & Beck, 2008).
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat perlu
dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif evidence yang telah
diterapkan, apakah perubahan yang terjadi sudah sesuai dengan
hasil yang diharapkan dan apakah evidence tersebut berdampak
pada peningkatan kualitas kesehatan pasien (Melnyk & Fineout,
2011).
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)
Langkah terakhir dalam evidence based practice adalah
menyebarluaskan hasil. Jika evidence yang didapatkan terbukti
mampu menimbulkan perubahan dan memberikan hasil yang
positif maka hal tersebut tentu sangat perlu dan penting untuk
dibagi (Polit & Beck, 2013)

2.2 Pengaplikasian Evidence Based Practice


A. Langkah 0 : Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)
Sebelum memulai tahapan yang sebenarnya di dalam Evidance
Based Practice, peneliti harus menumbuhkan niat dan semangat dalam
penelitian sesuai dengan ketertarikan dari peneliti, sehingga proses
penelitian berjalan sesuai dengan prosedurnya. Kajian yang akan diteliti
harus berdasarkan fenomena dengan cara bertanya, mencari serta
mengobservasi fenomena yang sedang trend atau yang sedang banyak

15
terjadi di masyarakat, di RS agar peneliti mendapatkan jawaban dari
sebuah fenomena yang di teliti.
Dari sebuah proses penelitian, peneliti harus mengembangkan sikap
yang taat mengikuti prosedur dalam melakukan penelitian.

B. Langkah 1 : Pertanyaan PICOT


Sebelum mencari bukti terbaik, peneliti harus mengajukan
pertanyaan PICOT sesuai dengan fenomena yang akan diteliti.
P : Mahasiswa Tingkat akhir
I : Terapi Tertawa
C:-
O : Penurunan tingkat Stress dan kecemasan
T:-
Pada mahasiswa tingkat akhir (Populasi), bagaimana terapi tertawa
(Intervensi) dapat menurunkan tingkat stress dan kecemasan
(Outcome/hasil)?

C. Langkah 2 : Mencari bukti terbaik


1. Jurnal terkait Terapi Tertawa pada mahasiswa tingkat akhir
1) Hasil Pencarian Jurnal
Pencarian jurnal dilakukan secara online pada mesin
pencarian Google Scholar dengan menggunakan keyword
“Mahasiswa Tingkat Akhir, Terapi Tertawa, tingkat stress dan
kecemasan”.
Hasil pencarian jurnal yang didapat adalah dan jurnal
yang diambil sebanyak 5 jurnal dengan kriteria inklusi dan
ekslusi pencarian jurnal yang diinginkan diantaranya :
Kriteria Inklusi :
1. Jurnal yang dipublikasikan dalam rentang waktu 2014-
2019

16
2. Jurnal yang diambil adalah jurnal yang membahas terapi
tertawa untuk menurunkan tingkat stress dan kecemasan
pada mahasiswa tingkat akhir
3. Jurnal yang diambil adalah terapi tertawa untuk
menurunkan tingkat stress dan kecemasan pada mahasiswa
tingkat akhir.

Kriteria Ekslusi :
1. Jurnal yang membahas terapi tertawa untuk menurunkan
tingkat nyeri.
2. Jurnal yang membahas terapi music terhadap tingkat stress
pada mahasiswa tingkat akhir

17
D. Langkah 3 : Penilaian Appraisal
1. Jurnal 1
No. Autor & Title Publisher Aim Study Design Participants Methods Main Results
(Judul) (Penerbit) (Tujuan) (Desain (Peserta) (Metode) (Hasil
Studi) Utama)
1. Autor : - Tujuan dari desain yang Peserta didik Analisa data Sehingga
Muhammad Akbar Salcha penelitian ini akan termasuk di dalam dapat
untuk digunakan dalamnya penelitian dikatakan
Title : membuktikan adalah quasy mahasiswa desain yang bahwa dengan
Pengaruh terapi tertawa ada pengaruh experiment. banyak akan melakukan
terhadap tingkat terapi tertawa mengalami digunakan terapi tertawa
kecemasan mahasiswa terhadap tingkat peristiwa yang adalah dapat
s1 keperawatan yang kecemasan pada mungkin menggunakan menurunkan
menghadapi ujian akhir mahasiswa S1 menimbulkan quasy tingkat
skripsi di stikes keperawatan kecemasan. experiment, kecemasan
Binagenerasipolewali yang Untuk jumlah secara berarti.
mandar menghadapi sempelnya ada
ujian skripsi di 20.
STIKes Binan

18
Generasi
Polewali
Mandar.

Kelebihan Kekurangan
Pengaruh terapi tertawa terhadap 1. Ada pengaruh terapi tertawa terhadap 1. Pada Jurnal ini tidak disebutkan SOP
tingkat kecemasan mahasiswa S1 tingkat ke cemasan mahasiswa. untuk terapi tertawa. Pada jurnal ini
keperawatan yang menghadapi ujian 2. Pada jurnal ini disebutkan metode dan hanya disebutkan durasi terapi
akhir skripsi di stikes design penelitian. tertawanya saja (5 -10) menit.
Binagenerasi polewali mandar 2. Terapi ini hanya dilakukan 1 hari
yaitu 19-20 mei 2016).

19
2. Jurnal 2
No. Autor & Title Publisher Aim Study Design Participants Methods Main Results
(Judul) (Penerbit) (Tujuan) (Desain Studi) (Peserta) (Metode) (Hasil Utama)
1. Autor : - Penelitian ini Penelitian ini Penelitin ini Peneliti ini Berdasarkan
Sri Nurhayati bertujuan untuk menggunakan dilkukan dilakukan hasil
Manabung mengetahui uji t dengan sample dengan penelitian
pengaruh terapi berpasangan. 18 responden metdode dapat
Title : tertawa terhadap yang diambil quasy disimpulkan
Pengaruh Terapi penutunan dengan cara experiment. bahwa ada
Tertawa Terhadap tingkat stress purposive Pre-test dan pengaruh
Tingkat Stress pada pada mahasiswa sampling. post test terapi tertawa
Mahasiswa yang yang sedang design. terhadap
sedang menyusu menyusun penurunan
sekripsi di Program skripsi. tingkat stress
Studi Ilmu pada
Keperawatan mahasiswa
Universitas Negri yang sedang
Gorontalo. menyusun
sekripsi

20
dengan nilai
signipikan p
Value yaitu
0,000 ( < 0,05)

Kelebihan Kekurangan
Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap 1. Pada penelitian ini terdapat analisis 1. Penelitian ini tidak di jelaskan SOP
Tingkat Stress pada Mahasiswa yang univariat dan analisis bivariat. atau langkah – langkah terapi
sedang menyusu sekripsi di Program 2. Berdasarkan penelitian ada pengaruh tertawa tapi hanya di sebutkan
Studi Ilmu Keperawatan Universitas terapi tertawa terhadap tingkat stress durasi 5-10 menit.
Negri Gorontalo. 3. metode dan desaint di cantumkan 2. Pada penelitian penulis kurang
dengan jelas meringkas isi dari penelitian
sehingga menyebabkan pembaca
kesulitan untuk mngerti dan
memahami.

21
3. Jurnal 3
Main Results
Autor & Title Publisher Aim Study Design Participants Methods
No. (Hasil
(Judul) (Penerbit) (Tujuan) (Desain Studi) (Peserta) (Metode)
Utama)
1. Autor : - Penelitian ini Desain Mahasiswa Penelitian ini Hasil
Wiyanna Mathofani bertujuan untuk penelitian yang menggunakan penelitian
S.dan Sri Eka mengetahui menggunakan mengalami metode quasy menujukan
Wahyuni terapi tertawa uji Wilcoxson. kecemasan experiment. adanya
terhadap program Jenis pre-post pengaruh
Title : kecemasan ekstensi. test design. terapi tertawa
Terapi Tertawa dan mahasiswa Jumlahnya 13 terhadap
Kecemasan Program program responden kecemasan
Ekstensi dalam ekstensi dalam mahasiswa
Menghadapi Skripsi menghadapi program
Di Falkutas Usu skripsi. ekstensi
dengan nilai
t= 0,010
(p<0,05

22
Kelebihan Kekurangan
Terapi Tertawa dan Kecemasan 1. Ada pengaruh terapi tertawa terhadap 1. Penelitian ini tidak di jelaskan
Program Ekstensi dalam responden kemudian metode penelitian SOP atau langkah – langkah
Menghadapi Skripsi Di Falkutas kecemasan dimodipikasi dengan terapi tertawa
Usu mengacu pada skala . 2. Tidak disebutkan juga waktu dan
2. HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). durasi di junal.
3. Kuisioner yang digunakan telah di
validkan

23
4. Jurnal 4
Study
Autor & Title Publisher Aim Design Participants Methods Main Results
No.
(Judul) (Penerbit) (Tujuan) (Desain (Peserta) (Metode) (Hasil Utama)
Studi)
1. Autor : UNISA Tujuan dari One Group Populasinya Penelitian ini Berdasarkan
Supardi dan Veni Digital penelitian ini Pre test-Post yaitu 60 orang menggunakan hasil penelitian
Fatmawati adalah untuk test design dengan sampel pendekatan dapat
mengetahui yang kuantitatif. disimpulkan
Title : pengaruh terapi digunakan Dengan bahwa terapi
Pengaruh Terapi tertawa terhadap adalah 26 metode yang tawa memiliki
Tertawa Terhadap penurunan sampel dengan digunakan Pre pengaruh
Penurunan Tingkat tingkat stress menggunakan Eksperimental terhadap
Stress dalam pada mahasiswa rumus pocock dengan penurunan
Menyusun Skripsi Fisioterapi sebagai rancangan One tingkat stres
pada Mahasiswa semester akhir. pertimbangan Group Pre test- dalam
Fisioterapi Semester dalam Post test. menyusun
Akhir di Universitas mengambil skripsi pada
‘Aisyiyah Yogyakarta. sampel dimana mahasiswa

24
perlakuan fisioterapi
terapi tertawa semester akhir
diberikan tiga di Universitas
kali selama ‘Aisyiyah
satu minggu Yogyakarta.
dengan
durasinya 20-
30 menit.

Kelebihan Kekurangan
Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap 1. Data yang diperoleh menggunakan 1. Penelitian ini tidak di jelaskan SOP
Penurunan Tingkat Stress dalam Percieved Stress Scale (PSS) atau langkah – langkah terapi
Menyusun Skripsi pada Mahasiswa 2. Pada jurnal disebutkan secara rinci tertawa.
Fisioterapi Semester Akhir di mengenai waktu, frekuensi pelaksanaan 2. Terdapat banyak kesalahan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. terapi tertawa. penulisan dalam isi jurnal.

25
5. Jurnal 5
No. Autor & Title Publisher Aim Study Design Participants Methods Main Results
(Judul) (Penerbit) (Tujuan) (Desain (Peserta) (Metode) (Hasil Utama)
Studi)
1. Autor : Jurnal Penelitian ini Alat ukur Subjek Peneliti Hasil
Sulfiani Juhamzah, psikologi bertujuan untuk yang penelitian menggunakan penelitian
Widyastuti, Ahmad Talenta, mengetahui digunakan berjumlah desain menunjukkan
Ridfah. Volume 4, pengaruh terapi adalah skala (N=10) yang eksperimen the bahwa nilai
No. 1 tawa terhadap stres merupakan one group Asymp. Sig.
Tittle : September penurunan akademik. angkatan 2015 pretest-posttest sebesar 0,000
Terapi Tertawa 2018 tingkat stress Reliabilitas yang masuk design using a maka 0,000 <
Terhadap penurunan pada mahasiswa. skala ukur dalam kategori double pretest 0,01, sehingga
Tingkat Stress dengan stres tinggi dan and posttest. ada pengaruh
Akademik pada menghitung sedang. terapi tawa
Mahasiswa Strata 1 koefisien Semuanya yang sangat
Cronbach berjumlh 26 signifikan
Alpha dengan responden untuk
nilai 0,822 yang diambil menurunkan
yang dengan teknik tingkat stres

26
menandakan purposive akademik pada
reliabilitas sampling. mahasiswa
tinggi. Strata 1
Penelitian ini
menggunakan
teknik analisis
data Friedman
Test yang
diolah dengan
SPSS version
22.

Kelebihan Kekurangan
Terapi Tertawa Terhadap penurunan 1. Peneliti menjelaskan SOP atau langkah- 1. Penelitian ini tidak di menjelaskan
Tingkat Stress Akademik pada langkah terapi tertawa dengan rinci waktu, frekuensi
Mahasiswa Strata 1 2. Metode yang digunakan dalam penelitian pelaksanaan terapi tertawa.
ini yaitu skala stress akademik yang 2. Terdapat banyak kesalahan penulisan
dibuat sendiri oleh peneliti dalam isi jurnal.

27
E. Langkah 4 : Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan
pilihan pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik.
Clinical Expertise
Hasil analisa jurnal dari lima jurnal yang diambil mengenai
pengaruh terapi tertawa terhadap tingkat stress dan kecemasan
mahasiswa tingkat akhir menunjukan terdapat penurunan tingkat strees
dan kecemasan setelah dilakukan terapi tertawa.
Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Potter & Perry (2011)
Saat proses tertawa berlangsung tubuh akan melepaskan hormon
endorfin dan enkephalin yang biasa disebut morfin alami tubuh ke
dalam sirkulasi darah sehingga akan menimbulkan perasaan aman dan
nyaman. Hormon ini mempengaruhi sistem limbik pada tubuh yang
merupakan pusat pengatur emosi yang menekan produksi hormon yang
mempengaruhi stres yaitu hormon adrenalin dan nonadrenalin

Pasien
Menurut responden yang telah melakukan terapi tertawa ia
mengungkapkan suka duka dalam terapi tertawa, berdasarkan
keterangan responden mereka dapat mengenal beberapa jenis tertawa
seperti tertawa ngakak sampai berdehem. Responden mengaku bahwa
stress sering muncul ketika banyaknya tuntutan-tuntutan yang berkaitan
dengan tugas akhir yang harus diselesaikan seperti banyaknya tugas
yang menumpuk, deadline tugas, tidak mampu untuk membagi waktu,
tugas yang sulit dikerjakan, sulitnya dan kurangnya referensi buku.
Ketika stress muncul biasanya klien mengaku akan mengalami gejala-
gejala seperti gejala emosional, gejala fisik, gejala perilaku, dan
kognitif. Stress juga dapat timbul akibat adanya tekanan yang
berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggung
oleh individu itu sendiri dalam mengerjakan tugas akhir seperti skripsi.
Setelah dilakukan terapi tertawa tingkat stress yang dialami mahasiswa
tingkat akhir menjadi berkurang.

28
F. Langkah 5 : Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan
berdasarkan bukti
Pelaksanaan evaluasi ini dilaksanakan sesuai dengan jurnal yang
diambil yaitu:
Metode
Penelitian ini menggunakan metode quasy eksperiment jenis
pre-post test design yaitu satu kelompok dilakukan test sebelum diberi
perlakuan, kemudian diintervensi dan diberikan test kembali setelah
intervensi. Sampel penelitian sebanyak 26 orang responden yang
diambil menggunakan teknik purposive sampling dengan memakai
kriteria inklusi yaitu; mahasiswa yang mengalami kecemasan dan tidak
memilki penyakit fisik berupa hernia, wasir parah, penyakit jantung
dengan sesak napas, pasien pascaoperasi, kehamilan, peranakan turun,
serangan influenza, pasien Tuberkulosis, komplikasi mata, dan
gangguan-gangguan lain yang dapat memberikan ketidaknyamanan
selama sesi tawa sebaiknya menghentikan keikutsertaannya dan
berkonsultasi ke dokter. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
berupa kuisioner dan modul terapi tertawa. Kuisioner ini dibuat untuk
mengukur tingkat kecemasan mahasiswa yang dimodifikasi dengan
mengacu pada skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dan
tingkat stres di ukur dengan mengunakan kuesioner Percieved stress
scale (PSS).
Skala dalam pengukuran ini mengunakan Skala Ordinal semakin
tinggi skor yang didapatkan seseorang menandakan seseorang tersebut
mengalami tingkat stres yang semakin berat. Adapun skor pada
instrument PSS yaitu: Stres ringan (total skor 1-14), Stres sedang (total
skor 15-26) dan Stres berat (total skor >26)
Prosedur
Pelaksanaan terapi tertawa disesuaikan dengan jurnal yang
diambil yaitu diberikan 3 kali selama satu minggu durasinya 15-20
menit sedangkan dalam satu putaran diberi waktu antara 1 – 2 menit.

29
1) Langkah Pertama
Pemanasan dengan cara tepuk tangan serentak sambil
mengucapkan “Ho ho ho…. Ha ha ha….” Tepuk tangan sangat
baik bagi peserta karena saraf yang berada ditelapak tangan akan
menciptakan rasa nyaman dan meningkatkan semangat peserta.
2) Langkah Kedua
Pernapasan dilakukan seperti pernapasan biasa yang
dilakukan semua cabang-cabang olahraga pada awal latihan dengan
melakukan pernapasan dengan mengambil napas melaui hidung,
lalu napas ditahan selama 15 detik dengan pernapasan perut.
Kemudian keluarkan perlahan-lahan melalui mulut. Hal ini
dilakukan lima kali berturut-turut.
3) Langkah Ketiga
Menutar bahu dari arah depan ke arah belakang. Kemudian
menganggukkan kepala ke bawah sampai ke dagu hampir
menyentuh dada, lalu mendongakkan kepala ke atas belakang. Lalu
menoleh ke kiri dan ke kanan. Lakukan secara perlahan.
Peregangan dimulai dengan memutar pingang ke arah kanan
kemudian tahan beberapa saat, lalu kembali ke posisi awal.
Peregangan ini dapat dilakukan dengan bagian tubuh lainnya.
Setiap gerakan ini dilakukan sebanyak lima kali.
4) Langkah Keempat
Tawa bersemangat. Tutor mengarahkan peserta untuk
melakukan tawa, “1, 2, 3... yang dilakukan bersama-sama dan
jangan ada yang tertawa lebih dulu”. Tangan diangkat ke atas
selebar bahu lalu diturunkan dan diangkat kembali ulangi beberapa
kali, angkat kepala mendongak ke belakang. Melakukan tawa ini
harus bersemangat. Jika tawa bersemangat berakhir maka sang
tutor harus tertawa, ho ho ho..... ha ha ha..... beberapa kali sambil
bertepuk tangan.

30
5) Langkah Kelima
Tawa sapaan. Tutor memberikan arahan agar peserta tawa
melakukan tawa sambil menyapa peserta lainya. Dalam melakukan
sesi ini mata peserta diharapkan saling memandang satu sama lain.
Peserta dianjurkan menyapa sambil tertawa pelan. Cara menyapa
ini sesuai dengan kebiasaan masing-masing peserta dianjurkan
menarik nafas secara pelan dan dalam.
6) Langkah Keenam
Tawa penghargaan. Peserta membuat lingkaran kecil
dengan menghubungkan ujung jari telunjuk dengan ujung ibu jari.
Kemudian tangan diarahkan ke depan dan ke belakang sambil
melihat peserta yang lain dengan memberikan tawa kepada yang
dituju. Mengikuti arahan dari tutor sambil mengatakan ho ho ho..
ha ha ha.. sambil bertepuk tangan. Setelah melakukan tawa ini
peserta dianjurkan menarik nafas secara pelan dan dalam.
7) Langkah Ketujuh
Tawa satu meter. Tangan kiri diarahkan ke samping lurus
dengan badan, sefangkan tangan kanan melakukan gerakan seperti
memanah, lalu tangan di tarik ke belakang seperti menarik anak
panah dan dilakukan dalam tiga gerakan, sambil mengatakan ae....
ae.....aeee... lalu tertawa lepas sambil merengangkan kedua tangan
dan kepala agak mendongak serta mengeluarkan tawa dari perut.
Gerakan ini dilakukan ke arah kiri lalu ke arah kanan, ulangi 2
hingga 4 kali dan peserta dianjurkan menarik nafas secara pelan
dan dalam.
8) Langkah Kedelapan
Tawa milk shake. Peserta membayang sedang memegang
gelas berisi susu, di tangan kiri dan di tangan kanan. Saat tutor
memberikan arahan lalu susu dituang dari gelas yang satu ke gelas
yang satunya sambil mengucapkan Aeee.... dan kembali dituang ke
gelas yang awal sambil mengucapkan aeeee..... Setelah selesai,

31
anggota klub tertawa melakukan seperti minum susu. Hal ini
dilakukan sebanyak empat kali, setelah itu bertepuk tangan sambil
mengatakan, ho ho ho... ha ha dan peserta dianjurkan menarik
nafas secara pelan dan dalam.
9) Langkah Kesembilan
Tawa hening tanpa suara. Tawa ini dilakukan perlahan-
lahan dan tidak boleh menggunakan tenaga secara berlebihan,
karena dapat berbahaya karena perut mendapat tekanan lebih besar.
Perasaan lebih banyak berperan dari pada penggunaan tenaga
berlebihan. Tawa ini dianjurkan membuka mulut selebar-lebarnya
seperti tertawa lepas tapi tanpa suara, sekaligus saling memandang
satu sama lainnya dan membuat berbagai gerakan dengan telapak
tangan serta menggerak-gerakkan kepala dengan mimik-mimik
lucu. Saat melakukan tawa hening ini akan membuat otot pada
perut bergerak dengan cepat seperti melakukan gerak tawa lepas.
dan peserta dianjurkan menarik nafas secara pelan dan dalam.
10) Langkah Kesepuluh
Tawa bersenandung dengan bibir tertutup. Merupakan
gerakan tawa yang dilakukan dengan cara bersenandung karena
tertawa tanpa suara, hanya mengatupkan mulut dan bila dipaksakan
akan berdampak pada perut karena menambah tekanan diperut.
Saat melakukan langkah ini peserta akan bersenandung hmmmm....
dengan menutup mulut, sehingga terasa bergema dikepala. Saat
melakukan tawa ini peserta saling berhadapan dan membuat
ekspresi yang lucu sehingga membuat peserta lain tertawa.
Kemudian dianjurkan untuk kembali menarik napas dalam dan
pelan.
11) Langkah Kesebelas
Tawa ayunan. Peserta membuat formasi melingkar dan
mengikuti arahan dari tutor. Peserta mundur dua langkah menjauhi
lingkaran sambil tertawa,dan maju dua langkah untuk memperbesar

32
lingkaran sambil mengeluarkan mengatakan, ae ae aeeeee.....
Seluruh peserta kembali mengangkat tangan dan bersama–sama
tertawa lepas dan maju dua langkah sambil melambaikan tangan
masing-masing. Tahap selanjutnya, peserta kembali pada posisi
awal, dan mselanjutnya sambil bergerak maju ke tengah dan
mengucapan, Aee..... Ooo.... Eee-Uuu...... sekaligus tertawa lepas
dan lakukan sebanyak empat kali. Setelah selesai kembali menarik
napas dalam dan pelan.
12) Langkah Keduabelas
Tawa singa. Merupakan tawa yang bermanfaat yang akan
membuat otot-otot dia area wajah, lidah, menjadi lebih rileks dan
memperkuat kerongkongan serta dapat memperbaiki saluran dan
kelenjar tiroid, pada tawa ini peserta dapat menghilangkan perasaan
takut dan khawatir. Tawa ini membuka mulut lebar – lebar dengan
menjulurkan lidah ke luar semaksimal mungkin, membuka mata
selebar mungkin seperti melotot, pada saat inilah peserta tertawa
mengunakan tekanan dari perut. Setelah selesai peserta dianjurkan
menarik nafas secara dalam dan pelan.
13) Langkah Ketigabelas
Tawa ponsel. Peserta akan berada dalam dua kelompok
berbeda dan saling berhadapan seolah - olah seperti memegang
sebuah handphone. Kemudian tutor meminta peserta saling berjalan
berseberang sambil memegang handphone sambil tertawa dan
saling berpandangan dan setelah itu kembali ke posisi awal. Setelah
selesai peserta dianjurkan menarik nafas secara dalam dan pelan.
14) Langkah Keempatbelas
Tawa bantahan. Peserta dibagi menjadi dua kelompok yaitu
pria dan wanita yang akan bersaing dan dibatasi jarak, biasanya.
Dalam kelompok itu mereka saling berpandangan sekaligus tertawa
dan saling menuding dengan jari telunjuk kepada kelompok yang
dihadapannya. Gerakan ini sangat berpengaruh pada tawa karena

33
akan membuat peserta lebih tenang. Setelah selesai tarik napas
dalam dan pelan.
15) Langkah Kelimabelas
Tawa memaafkan. Perserta memegang cuping telinga
masing-masing sambil menyilangkan lengan dan berlutut sambil
tertawa. Muatan dari tawa ini adalah saling memaafkan jika ada
perselisihan. Setelah selesai tarik napas dalam dan pelan.
16) Langkah Keenambelas
Tawa bertahap. Disini tutor mengarahkan peserta
mendekatinya dengan tersenyum lebar kemudian secara bertahap
berubah menjadi tawa ringan, berlanjut menjadi tawa sedang dan
terakhir menjadi tertawa lepas penuh semngat. Tawa ini dilakukan
selama satu menit. Setelah selesai tarik napas dalam dan pelan agar
kembali segar dan tenang.
17) Langkah Ketujuhbelas
Tawa dari hati ke hati. Tawa ini adalah sesi terakhir dari
langkah terapi, semua peserta saling memegangang tangan peserta
lainnya sambil mendekati tutor dan bersama-sama tertawa dengan
saling bertatapan dengan perasaan lega. Peserta juga akan
bersalaman sehingga akan terjalin rasa keakraban yang mendalam.

G. Langkah 6 : Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)


Berdasarkan hasil praktik yang telah diuji bahwa terapi tertawa
dapat menurunkan tingkat strees dan kecemasan pada mahasiswa
tingkat akhir dengan data yang diperoleh yaitu, 10 orang mengalami
stress sedang dan 16 orang mengalami stress ringan dari data awal 8
orang mengalami stress dan kecemasan berat, 15 orang mengalami
stress dan kecemasan sedang dan 3 orang mengalami stress dan
kecemasan ringan.

34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan langkah dalam Evidence Based Practice di
atas, dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang secara garis besar
menentukan tercapainya pelaksanaan praktek keperawatan yang lebih baik
yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang terjadi di
kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap suatu kasus,
dan pengalaman pribadi yang bersumber dari klien. Dengan memperhatikan
factor-faktor tersebut, maka di harapkan pelaksanaan pemberian pelayanan
kesehatan khususnya pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan
terutama dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan atau keperawatan,
pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan klien atas
pelayanan yang diberikan.
Namun dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice ini
sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu
kurangnya pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan penerapan EBP.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai langkah-langkah
dalam Evidence Based Practice yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Holleman G, Eliens A, van Vliet M, Achterberg T. Promotion of evidence-based


practice by professional nursing association: literature review. Journal of
Advance Nursing 53(6), 702-709.

MacGuire JM. Putting nursing research findings into practice: research


utilization as an aspect of the management of change. Journal of Advanced
Nursing 1990:15, 614-620.

Ellen Fineout-Overholt RN, PhD and Linda Johnston RN, PhD. 2011. Teaching
EBP: Implementation of Evidence: Moving from Evidence to Action

DiCenso A, Cullum N, Ciliska D. Implementing evidence-based nursing: some


misconceptions. Evid Based Nurs 1998 1:38-39.

36
LAMPIRAN JURNAL

37

Anda mungkin juga menyukai