Anda di halaman 1dari 10

1.

MERGER DAN AKUISISI

1.1 Pengertian Merger


Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-
merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-
merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham
di perusahaan yang baru (Brealey et al, 1999).

1.2 Pengertian Akuisisi


Akuisisi adalah pengambil alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau
aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada (Brealey et al, 1999). Akuisisi dalam
terminologi bisnis diartikan sebagai pengambil alihan kepemilikan atau pengendalian atas saham
atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa ini baik perusahaan
pengambil alih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Abdul
Moin, 2003).

1.4 Jenis Merger


Brigham et al (2003), membagi merger menjadi empat tipe, yaitu :
 Horizontal Merger, yaitu merger yang terjadi apabila satu perusahaan
menggabungkan diri dengan perusahaan lain dalam jenis bisnis yang sama
 Vertical Merger, yaitu merger yang terjadi apabila satu perusahaan diri dengan
perusahaan lain yang memiliki keterkaitan antara input-output maupun pemasaran.
dimana yang satu bertindak sebagai suplier bagi yang lainnya. Atau dapat dikatakan
fusi/merger vertikal ini terjadi apabila perusahaan bersatu dengan perusahaan lainnya,
yang mengerjakan lebih lanjut barang-barang yang dibuat oleh perusahaan yang
pertama.
 Congeneric Merger, yaitu merger yang terjadi apabila satu perusahaan
menggabungkan diri dengan perusahaan lain dalam jenis bisnis / industri yang sama,
tetapi tidak memproduksi produk yang sama maupun tidak ada keterkaitan supplier
 Conglomerate Merger, yaitu merger yang terjadi apabila satu perusahaan
menggabungkan diridengan perusahaan lain dalam jenis bisnis/industri yang berbeda

1.5 Alasan melakukan merger dan akuisisi


Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun
akuisisi, yaitu :
a. Sinergi
Sinergi yaitu cara untuk meningkatkan nilai dari perusahan gabungan. Jika perusahan A
& B bergabung membentuk perusahaan C , dan nilai C > A dan B secara terpisah maka
sinergi terjadi. Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi
(economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead
meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan
ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger
berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat
dihilangkan.
b. Meningkatkan dana, Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk
melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi
eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki
likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan
penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya
rendah.
c. Menambah keterampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi
pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat
mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan
teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen
atau teknologi yang ahli.
d. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat
melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan
kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi
pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari
perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan
dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
e. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham,
maupun diversifik9oasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan
tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan
merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau
mengurangi persaingan.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih
besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih
mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak
bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan
menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003).
h. Manajemen Tidak Efisien
Sering terjadi ketidakefisienan di dalam manajemen akibat penempatan yang ridak layak
dalam posisinya, umpamanya promosi yang tidak berdasarkan performa standar yang
bermutu, penempatan manajer yang tidak berdasarkan kualifikasi standar mutu atau
penenmpatan karena rekomendasi tanpa memperhatikan kriteria jabatan. Disisi lain, bisa
terjadi manajemen departemen A sangat efisien di dalam pengoperasiannya dibandingkan
manajemen B, keadaan seperti ini dimungkinkan dilakukan penggabungan departemen B
dengan departemen A, maka dapat dihasilkan efisiensi, akibat sebagai pengaruh efisiensi
yang telah ada sebelumnya di departemen A.
2. DIVESTASI

2.1 Pengertian Divestasi


Terdapat beberapa pengertian divestasi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya
divestasi adalah penjualan dari beberapa aset perusahaan untuk beberapa alasan strategis,
(Gitman 1994 dalam Simbolon 2013 ). Benson et al. (1984) dalam Simbolon (2013)
mengkategorikan divestasi sebagai sell-offs dan spinoffs. Sell-offs adalah menjual sebagian aset
dari perusahaan induk, seperti anak perusahaan, divisi, atau lini produk kepada perusahaan lain.
Sedangkan spin-offs terjadi ketika sebuah perusahaan mendistribusikan seluruh saham biasa
yang dimiliki pada sebuah anak cabang yang dikuasainya untuk shareholder aslinya. Rosenfeld
(1984) dalam Simbolon (2013) mendefinisikan divestasi sebagai sebuah langkah perubahan
portofolio aset perusahaan dengan cara melakukan sell-offs ataupun spin-offs aset yang tidak
diinginkan (bermanfaat lagi). Linn & Rozeft (1984) dalam Simbolon (2013) mendefinisikan sell-
offs sebagai penjualan sub bagian, divisi, atau lini bisnis oleh suatu perusahaan ke perusahaan
lain. Sell-offs merupakan bentuk sederhana dari divestiture, proses yang merupakan kontraksi
bagi perusahaan yang menjual namun menjadi alat untuk ekspansi bagi perusahaan yang
membelinya. Sudarsanam (1995) dalam Simbolon (2013) menyatakan bahwa divestasi
merupakan kebalikan dari pertumbuhan sebagai akibat akuisisi dengan cara menjual sebagian
bisnisnya untuk alasan yang berbeda-beda. Menurut Moin (2003) dalam Simbolon (2013)
pengertian divestasi adalah menjual sebagian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain
untuk mendapatkan dana segar dalam rangka menyehatkan 15 perusahaan secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Jeff Madura (2007) dalam Simbolon (2013) menyajikan pengertian divestasi
sebagai pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula
disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki perusahaan.
Dan menurut Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2008 tentang investasi, divestasi adalah
penjualan surat berharga dan atau kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan
kepada pihak lain. Apabila berbagai definisi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah dan
pandangan para ahli tersebut dianalisis, ternyata divestasi dikonstruksikan sebagai jual beli.
2.2 Alasan Melakukan Divestasi
Alasan yang melatarbelakangi suatu perusahaan melakukan divestasi dapat dibedakan dalam
dua kelompok (Moin 2004 dalam Simbolon 2013), yaitu:
a. Alasan internal perusahaan
 Kembali ke kompetensi inti (core business)
 Menghindari sinergi yang negative
 Melepas bisnis usaha yang non-profitable
 Perubahan strategi atau prioritas perusahaan
 Perusahaan mencari tambahan dana segar untuk keperluan tertentu
 Melepas unit bisnis untuk berdiri sendiri
b. Alasan eksternal perusahaan
 Paksaan pemerintah
 Permintaan kreditur
Menurut Jeff Madura (2007) dalam Simbolon (2013) terdapat 4 motif dilakukannya
divestasi:
1. Perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan merupakan bagian
dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat berfokus pada area
bisnis terbaik yang dapat dilakukannya.
2. Untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi
perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat
memperoleh uang.
3. Nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi (menjual bisnis tertentu mereka) lebih
tinggi dari nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai
aset likuidasi pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan
perusahaan pada saat sebelum melakukan divestasi. Hal ini memperkuat keinginan
perusahaan untuk menjual apa yang seharusnya bernilai berharga daripada terlikuidasi
pada saat sebelum divestasi.
4. Menciptakan stabilitas.

Ada 4 pertimbangan dalam melakukan divestasi dan spin-off (Gole dan Hilger, 2008 dalam
Simbolon 2013) yaitu:
1. Penjualan unit yang berjalan dengan baik, tetapi tidak strategis. Jelasnya, tampilan
keuangan yang kuat (superior) tidak sama dengan kesehatan strategis (strategic fit).
2. Penjualan unit yang tidak berjalan dengan baik (underperforming) yang merusak
pertumbuhan yang terkonsolidasi dan profitabilitas.
3. Penjualan unit yang sehat atau dapat memberikan keuntungan (profitable) untuk
memperoleh uang tunai.
4. Penjualan unit yang diterima oleh pasar yang menyebabkan salah perkiraan seluruh
perusahaan penjual.

Weston, Chung dan Hoag (1990) dalam Simbolon (2013) berpendapat bahwa kegiatan
akuisisi dan divestasi merupakan wujud badan usaha untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan ekonomi disekitarnya. Merger dan akuisisi, sebagaimana divestasi, merupakan salah
satu cara yang dapat ditempuh untuk menghadapi perubahan keadaaan politik dan ekonomi yang
terjadi. Divestasi juga dilakukan untuk memperbaiki keputusan investasi yang telah dilakukan
sebelumnya.

2.3 Klasifikasi Transaksi dalam Divestasi Paul J. Hilger (2008) dalam Simbolon (2013)
menyajikan 7 tipe transaksi dalam pelaksanaan divestasi. Ketujuh jenis transaksi itu
meliputi:

1. Sale of Assets
Sale of Assets disebut juga dengan penjualan aset. Penjualan aset merupakan transaksi
yang dilakukan antara pemilik aset dengan pembeli aset perusahaan.
2. Sale of Stock
Sale of stock disebut juga dengan penjualan saham. Penjualan saham biasanya
menimbulkan harga jual lebih rendah daripada harga jual aset karena segala jenis pajak
ditanggung oleh pembeli, tetapi pembeli menjadi pemilik badan hukum sepenuhnya.
3. Section 338 (h) Kode IRS
Memperbolehkan penjualan saham yang memenuhi ketentuan-ketentuannya
diperlakukan sebagai penjualan aset untuk tujuan pajak.
4. Section 368 Kode IRS
Memperbolehkan penjual melakukan transaksi bebas pajak, tetapi mengharuskan bahwa
hasil yang diterimanya dalam bentuk saham pembeli.
5. Equity Carve Out Ekuitas
Berusaha keras melibatkan penjualan non pajak dari suatu bagian ekuitas dari bisinis
subsider untuk memperoleh hasil uang kas publik.
6. Spin-offs
adalah pemisahan unit bisnis, divisi atau anak perusahaan dari perusahaaan induk
sehingga tercipta entitas bisnis yang baru dan independen.
7. Asset Swap
disebut juga dengan tukar-menukar aset. Tukar-menukar asset (asset swap) mencakup
pertukaran aset diantara penjual dan badan hukum lainnya.

James C Van Horne (1996) dalam Simbolon (2013) mengatakan bahwa divestasi dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain dengan:
a. Menjual bagian tertentu perusahaan (partial sell-offs) Dimana pemilik perusahaan
menjual bagian tertentu perusahaan kepada perusahaan lain. Sebaiknya bagian yang
dijual itu adalah bagian yang telah lama memberi beban keuangan yang tinggi terhadap
perusahaan.
b. Menjual anak perusahaan (corporate spin-offs) Corporate spin-offs dilakukan oleh grup
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan/ financial distress. Dalam
corporate spin-offs perusahaan menjual sebagian saham anak perusahaan mereka kepada
pihak ketiga. Corporate spin-offs juga dapat dilakukan dengan jalan memisahkan bagian
tertentu perseroan menjadi sebuah perusahaan lain yang independen.
c. Menjual saham biasa yang dimiliki oleh para pemegang saham kepada publik (equity
carve-outs) Equity carve-outs hampir sama dengan corporate spin-offs. Bedanya dalam
equity carve-outs saham anak perusahaan tidak ditawarkan kepada perusahaa lain secara
individual, melainkan ditawarkan kepada publik melalui bursa efek, equity carve-outs
juga disebut split-off intial public offering (IPOs).

Sudarsanam (1995 h.246) membagi divestasi kedalam beberapa bentuk divestasi, sebagai
berikut:
a. Intercorporate sell-off Transaksi divestasi yang terjadi antara dua perusahaan independen.
b. Spin-offs atau demerger Menjual saham anak perusahaan sebagai perusahaan yang
memiliki nilai tersendiri di pasar saham.
c. Equity Carve-Out Hampir sama dengan spin-off tetapi hanya menjual sebagian kecil
saham anak perusahaan tersebut sehingga perusahaan induk masih memiliki kendali atas
anak perusahaan tersebut.
d. Management Buy Out and Buy In (MBO/ MBI) Perusahaan induk menjual divisi atau
anak cabang kepada pemilik manajemen perusahaan, atau suatu perusahaan swasta yang
dibeli oleh pihak manajemen perusahaan.
CONTOH SOAL MERGER DAN AKUISISI
PT. A akan mengakuisisi PT. B dengan cara memberikan 1,5 saham PT. A untuk setiap lembar
saham PT. B. Neraca kedua perusahaan sebelum melakukan akuisisi adalah sebagai berikut
(dalam milyar rupiah, kecuali jumlah lembar saham dan harga pasar per lembar saham)

PT. B PT. A

Aktiva Lancar 25 100

Aktiva Tetap 35 150

Goodwill 0 10

Total 60 260

Kewajiban lancar 15 45

Hutang Jangka panjang 10 75

Ekuitas 35 140

Total 60 260

Jumlah lembar saham (dalam juta) 2 14

Harga Pasar saham (dalam rupiah) 17.500 14.000

Nilai pasar aktiva tetap PT. B yang wajar adalah Rp. 2 milyar lebih tinggi dari nilai bukunya.
Buatlah neraca PT. A setelah mengakuisisi PT. B, baik dengan cara “pembeliaan” atau “pooling
of interest”

Jawaban

Dengan rasio pertukaran 1,5 berarti

= 1,5 x 2.000.000 = 3.000.000

PT A harus menerbitkan 3 juta lembar saham baru @ Rp. 14.000. Dengan demikian maka nilai
perusahaan adalah

3 juta x Rp. 14.000 = Rp. 42 milyar

Nilai buku PT. B = 2 juta lembar x Rp. 17.500 = Rp. 35 miliar


Jumlah ini lebih besar Rp. 7 miliar dari nilai buku PT. B.

Ketika metode yang digunakan adalah Pooling Of Interest, maka dasar


penghitungan yang digunakan adalah nilai buku, dan jika metode yang digunakan
adalah Purchase atau pembelian maka dasar penghitungan yang digunakan adalah
nilai wajar/nilai pasar.

Dengan cara “pembeliaan”, aktiva tetap PT. B akan dicatat lebih besar Rp. 2 miliar (berdasarkan
nilai wajar), dan goodwill PT. A dicatat sebesar Rp. 5 miliar. Dengan cara pooling of interest
pencatatan ini tidak akan terjadi.

Neraca PT. A setelah akuisisi, baik dengan cara “pembeliaan” maupun “pooling of interest”,
akan nampak sebagai berikut.

Pembeliaan Pooling of interest

Aktiva Lancar 125 125

Aktiva Tetap 187 185

Goodwill 15 10

Total 327 320

Kerwajiban lancar 60 60

Hutang Jangka panjang 85 85

Ekuitas 182 175

Total 327 320

https://muamala.net/soal-manajemen-keuangan-lanjutan-merger-akuisisi/

Anda mungkin juga menyukai