Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas
napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia <
2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1
tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5
paru yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan
awal masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer
atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik
11
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru
(jaringan alveoli).
penyebab pneumonia. Hanya biakan dari spesimen pungsi atau aspirasi paru serta
merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab
pneumonia pada balita akan tetapi pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian
Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi
dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi di negara berkembang. Jenis jenis bakteri ini ditemukan pada dua
pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari
spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus (Fein, dkk, 2006). Berikut beberapa agent penyebab
terjadinya pneumonia.
2.2.1 Bakteri
1. Streptococcus pneumonia
sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai
Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia
meningitis, dan proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan
kira-kira 75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus
bakteremia pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23
toksin yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang
mencegah atau menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum
terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe spesifik, serum
tersebut akan kehilangan daya pelindungnya. Hewan atau manusia yang diimunisasi
pneumokokus itu dan mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk tipe
polisakarida tersebut.
Pada suatu saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa pneumokokus
virulen, selaput mukosa pernapasan normal harus mempunyai imunitas alami yang
cairan edema fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit,
ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini mencapai aliran darah melalui drainase
getah bening paru-paru. Dinding alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel-
sel mononukleus secara aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun
diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di dalam sel.
semua kasus pneumonia oleh bakteri. Penyakit ini adalah endemik dengan jumlah
1996).
2. Hemophylus influenza
atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada
dan orang dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes
influenzae pada flora normal saluran napas bagian atas tidak bersimpai.
Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada orang tua atau orang
yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau pneumonia akibat
tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran napas manusia. Simpai
bersifat antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus
meningitis. Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun
klinik lebih jarang terjadi. Hemophylus influenzae tipe b masuk melalui saluran
pernapasan. Tipe lain jarang menimbulkan penyakit. Mungkin terjadi perluasan lokal
yang mengenai sinus-sinus atau telinga tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan
pneumokokus merupakan dua bakteri penyebab paling sering pada otitis media
bakterial dan sinusitis akut. Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa ke
selaput otak atau, jarang, dapat menetap dalam sendi-sendi dan menyebabkan artritis
Bayi di bawah umur 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum yang
diperoleh dari ibunya. Selama masa ini infeksi Hemophylus influenzae jarang terjadi,
tetapi kemudian antibodi ini akan hilang. Anak-anak senng mendapatkan infeksi
sering dari meningitis bakterial pada anak-anak dari umur 5 bulan sampai 5 tahun).
mencapai 90%. Influenzae tipe b dapat dicegah dengan pemberian vaksin konjugat
diimunisasi dengan vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe 6 dengan satu dari
dua pembawa dengan dosis boster yang diperlukan sesuai anjuran standard. Anak-
imunogenik pada anak-anak yang lebih muda). Vaksin tidak mencegah timbulnya
influenzae pada anak-anak. Kontak dengan pasien yang menderita infeksi klinik
Hemophylus influenzae memberi risiko kecil bagi orang dewasa, tetapi member risiko
nyata bagi saudara kandung yang nonimun dan anak-anak nonimun lain yang berusia
2.2.2 Virus
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas pada balita,
gangguan ini bias memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bias berat dan kadang
2.2.3 Mikoplasma
pada manusia. Mikoplasma tidak bias diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
2.2.4 Protozoa
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru
(Misnadiarly, 2008).
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas sama
dengan di saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
ditemukan jenis mikroorganisme yang berbeda. Pneumonia terjadi jika mekanisme
memiliki tiga bentuk transmisi primer yaitu aspirasi secret yang berisi
yang infeksius dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan
Virus dan bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat
menginfeksi paru-paru jika dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara
lewat batuk atau bersin. Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah,
bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang
meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian
ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada
umur, jenis kelamin serta tingkat sosial ekonomi. Kejadian kematian pneumonia pada
balita berdasarkan SKRT (2001) urutan penyakit menular penyebab kematian pada
bayi adalah pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara
proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%),
diare (19,2%), infeksi pernafasan akut (7,5%), malaria (7%) serta campak (5,2%).
balita kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar
10 penyakit terbesar yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan
kemiskinan dan akses pelayanan kesehatan. Lebih 98% kematian balita akibat
balita. Menurut Depkes (2004), dibagi menjadi faktor balita, faktor ibu dan faktor
pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak
mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak
umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosioekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat
tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, dan menderita penyakit kronis. (Depkes RI,
a. Umur
Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak
berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok
lubang saluran pernafasan yang relatif masih sempit. Menurut Daulaire (1991), risiko
untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak berumur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak dibawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas yang masih sempit.
b. Jenis kelamin
ISPA) dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan
dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan
tubuh antara anak laki-laki dan perempuan. Dari penelitian di Indramayu yang
dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak
(Sutrisna, 1993).
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada
balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu pencegahan
pemberian imunisasi. Sekitar 43,1% - 76,6% kematian akibat ISPA yang berkembang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis, dan Campak. Bila anak
perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Sebagian besar kematian
ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Maka peningkatan cakupan
campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah. Dari
kematian karena pneumonia balita diamati sejak tahun 1939 sampai 1996
cara. Pertama, vaksinasi membantu mencegah anak dari infeksi yang berkembang
sebagai komplikasi dari penyakit (misalnya, campak dan pertusis). Tiga vaksin yang
memiliki potensi untuk mengurangi kematian anak dari pneumonia adalah vaksin
campak, Hib, dan vaksin pneumokokus. Imunisasi DPT merupakan salah satu
imunisasi yang efektif untuk mengurangi faktor yang meningkatkan kematian akibat
ISPA (UNICEF, WHO 2006). Menurut Susi (2011), balita yang tidak mendapatkan
disbanding balita yang mendapatkan imunisasi DPT dan hasil uji statistic menyatakan
ada hubungan yang bermakna antara riwayat imunisasi DPT pada balita dengan
vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Pemberian kapsul
vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, sejak anak
berusia enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-
11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan.
anak dengan Xerophtalamin ringan memiliki risiko dua kali menderita ISPA,
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya pneumonia.
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Sutrisna, 1993).
2004). Sjenileila Boer (2002) menjelaskan bahwa status gizi mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian pneumonia dengan nilai OR: 3,194 (95% CI: 1,585-
6,433).
Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga
memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita untuk menghadapi patogen yang masuk
ke dalam tubuh. Pemberian ASI eksklusif terutama pada bulan pertama kehidupan
bayi dapat mengurangi insiden dan keparahan penyakit infeksi. Sehingga pemberian
ASI secara Eksklusif selama 6 bulan dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan
virus. Hasil penelitian Naim (2001) di Jawa Barat menjelaskan anak usia 4 bulan – 24
bulan yang tidak mendapat ASI Eksklusif menunjukkan hubungan yang bermakna
terhadap terjadinya pneumonia dan memiliki risiko terjadinya pneumonia 4,76 kali
disbanding anak umur 4 bulan-24 bulan yang diberi ASI eksklusif ditunjukkan
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian
yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Hal ini terutama
terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran sebagai akibat dari pembentukan zat anti
kekebalan yang kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi
berat badan lahir rendah memilki risiko 1,9 kali untuk terkena pneumonia
dibandingkan dengan bayi yang mempunyai riwayat berat badan normal namun efek
tersebut secara statistic tidak bermakna hal ini ditunjukkan dengan nilai OR= 1,9
i. Riwayat Asma
peningkatan risiko terkena radang paru-paru sebagai komplikasi dari influenza. Bayi
dan anak-anak kurang dari lima tahun berisiko lebih tinggi mengalami pneumonia
sebagai komplikasi dari influenza saat dirawat di rumah sakit. Bayi usia 6 bulan-2
tahun dengan asma mempunyai risiko dua kali lebih tinggi menderita pneumonia.
a. Pendidikan Ibu
yaitu sasaran pendidikan dan keluaran yaitu suatu bentuk perilaku atau kemauan baru.
keputusan dan bekerja. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu, semakin
mudah pula ia menerima pesan-pesan kesehatan dan semakin tinggi pula tingkat
anak balitanya. Hasil penelitian Hananto (2004) menjelaskan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada anak balita
dimana ibu yang berpendidikan rendah mempunyai risiko 2 kali anak balitanya
b. Pekerjaan Ibu
harinya. Hal ini memiliki kecenderungan menyita waktu dan perhatian ibu terhadap
pekerjaan ibu akan berisiko terhadap kemungkinan risiko balita terkena pneumonia.
c. Sosial Ekonomi
besar untuk mencukupi makanan untuk bayi dan balitanya sehingga anak akan
mempunyai daya tahan yang lebih baik untuk menangkal ISPA/pneumonia.
Disamping itu, tingkat pendapatan yang tinggi juga akan memberikan peluang yang
lebih besar untuk mempunyai perumahan yang lebih memenuhi syarat sehingga lebih
Hananto (2004) menjelaskan bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan
kejadian pneumonia dengan nilai p=0,0005 dengan nilai OR 2,39 yang artinya anak
balita yang berasal dari keluarga status ekonomi rendah mempunyai risiko 2,39 kali
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah didapat ada hubungan
antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA balita yang
orang tuanya merokok mempunyai risiko 4,63 kali lebih besar terkena penyakit ISPA
dibandingkan dengan balita yang orang tuanya tidak merokok (Suhandayani, 2007).
silia, menghancurkan sel epitel bersilia yang akan diubah menjadi sel skuamosa dan
merokok juga dapat menambah pengeluaran rumah tangga yang tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia balita. Dikatakan bahwa balita
yang dekat dengan sarana kesehatan mempunyai efek perlindungan yang lebih tinggi
pneumonia yang terjadi infeksi diluar rumah sakit, seperti rumah jompo, home
pneumonia yang terjadi lebih 48 jam atau lebih setelah penderita dirawat di
rumah sakit baik di ruang perawatan umum maupun di ICU tetapi tidak
3. Pneumonia virus
(immunocompromised)
Kriteria yang digunakan dalam tata laksana penderita ISPA adalah balita
1. Pemeriksaan
4. Pengobatan
2.5.4. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Ditjen PP dan PL (2005)
Pada balita klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan untuk golongan umur <
pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan
yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke adalam (severe chest
indrawing)
b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan kuat
3 yaitu:
a. Pneumonia berat: bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat anak
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta)
pada balita usia 2 bulan sampai 5 tahun yang memiliki batuk atau kesukaran bernafas,
diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran
bernafas disertai dengan peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat sesuai umur).
Panduan WHO dalam menentukan seorang anak menderita nafas cepat dapat
lain: batuk nonproduktif, ingus (nasal discharge), suara nafas lemah, pemanfaatan
otot bantu nafas, demam, cyanosis (kebiru-biruan), Thorax Photo menunjukkan
infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri otot, sesak nafas, menggigil,
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit
kepala.
penting dalam pengendalian pneumonia dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
kesehatan adalah ibu dan pengasuh balita sebagai sasaran primer sedangkan sasaran
perencana, pengelola program serta sektor lain yang terkait. Tujuan dari promosi
Menurut WHO (2010), WHO dan UNICEF pada tahun 2009 membuat
rencana aksi global Global Action Plan For The Prevention (GAPP) untuk
mengobati pneumonia pada anak dengan tindakan yang meliputi 1) melindungi anak
anak sakit memiliki akses ke perawatan yang tepat baik dari petugas kesehatan
berbasis masyarakat atau di fasilitas kesehatan jika penyakitnya bertambah berat dan
2. Perbaikan gizi keluarga untuk mengurangi malnutrisi sebagai salah satu faktor
3. Peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dengan berat rendah melalui upaya
disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan
lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu
dan agent. Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru,
dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian tentang etiologi
komponen penyebab penyakit yaitu penjamu, agen dan lingkungan seperti gambar 2.3
HOST ENVIRONMENT
penyakit.
1. Host
agent. Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah faktor balita
(umur, jenis kelamin, status imunisasi campak, imunisasi DPT, status pemberian
vitamin A, riwayat menderita campak, status gizi balita, pemberian ASI Eksklusif,
2. Agent
dan Hemophylus influenza, dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada
3. Environment
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian agent
ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi faktor lingkungan (pendidikan
dipengaruhi secara simultan oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu
sama lain.
pelayanan kesehatan.
KETURUNAN
PERILAKU
adalah:
1. Keturunan
Faktor yang sulit untuk diintervensi karena bersifat bawaan dari orang tua.
Penyakit yang dapat diturunkan orang tua dan dapat menjadi faktor risiko infeksi
2. Pelayanan Kesehatan
Dari hasil penelitian Djaja (2001), menjelaskan bahwa ibu dengan pendidikan
tinggi akan lebih sadar membawa anaknya berobat ke fasilitas kesehatan, tetapi ibu
dengan pendidikan rendah akan lebih memilih anaknya untuk berobat ke dukun dan
mengobati sendiri.
3. Perilaku
Menurut Depkes RI (2001), semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh
anggota keluarga semakin besar risiko terhadap kejadian ISPA, khususnya jika
4. Lingkungan
Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi faktor
Kerangka konsep dalam peneltian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3. berikut
ini :
Faktor Balita:
a. Status imunisasi campak
b. Status Imunisasi DPT
c. Status pemberian vitamin A
d. Status gizi balita
e. Pemberian ASI Eksklusif
f. Berat badan lahir
g. Riwayat Asma
Faktor Lingkungan:
a. Pendidikan Ibu Pneumonia Balita
b. Pekerjaan Ibu
c. Sosial ekonomi
Faktor Perilaku:
Kebiasaan Merokok
Dari gambar 2.3 di atas, dapat diketahui bahwa penyakit pneumonia dapat
disebabkan oleh beberapa faktor risiko yaitu faktor manusia dan perilakunya, faktor
lingkungan dan faktor agen. Pada penelitian ini variabel dependen adalah kejadian
pneumonia balita sedangkan variabel independennya adalah berdasarkan faktor balita,