Evaluasi dapat dilakukan dalam bentuk penilaian sumatif dan formatif (Partin,
R.L, 2009). Penilaian sumatif lebih kepada nilai akhir siswa, contohnya dalam ulangan
akhir semester. Sedangkan formatif lebih kepada pengamatan guru terhadap siswa yang
memiliki umpan balik, contohnya evaluasi dilakukan setiap proses belajar mengajar
atau penilaian kelas. Dr. E. Mulyasa M.pd dalam bukunya mengungkapkan bahwa salah
satu evaluasi pembelajaran yang dapat dilakukan adalah dengan penilaian kelas (2002,
hal. 103). Penilaian kelas lebih baik karena menjadi bentuk evaluasi guru terhadap
murid. Contohnya, saat proses pembelajaran dengan melihat respon murid melalui guru
memberikan pertanyaan atau soal. Ini dapat membantu guru mengetahui kemampuan,
perkembangan, dan kesulitan belajar yang dihadapi oleh murid. Evaluasi terhadap
pembelajaran yang benar bukan hanya mengacu pada prestasi akhir murid, tapi pada
proses yang dilakukan murid terhadap pembelajaran oleh gurunya.
Dalam 1 Samuel 16: 7, mengajarkan guru untuk meberikan evaluasi yang benar
dengan menilai kemampuan murid secara holistik, tidak hanya pengetahuan, tapi juga
termasuk aspek rohaninya. Guru seharusnya tidak menilai apa yang terlihat langsung di
akhirnya, tapi juga melihat proses yang dikerjakan murid. Melalui evaluasi
pembelajaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa manusia segambar dengan Allah,
maka akan memberikan dampak baik bagi murid dalam meresponi pembelajaran.
Sebagai calon guru Krisen, saya tergugah dengan topik ini karena evaluasi
pembelajaran oleh guru Kristen terhadap murid adalah salah satu bagian dalam kegiatan
pembelajaran yang penting. Dengan mengetahui kebenaran ini, saat saya memberikan
evalusi pembelajaran akan menilai bukan hanya melalui tugas-tugas maupun nilai tes
tertulis atau lisan. Namun juga dengan melihat proses yang ada, seperti sikap, sifat,
minat, bakat dan karakter murid di dalam kelas. Contohnya ketika saya membuat
peraturan tentang kedisiplinan masuk kelas dan melihat respon murid terhadap
pembelajaran saat itu. Melalui penilaian seperti ini saya dapat menegur murid yang
tidak taat peraturan dan memberikan rubrik penilaian untuk meningkatkan pembelajaran
di kelas.
Dalam Matius 7: 1, Tuhan menjelaskan bahwa bukan tugas seorang guru Kristen
untuk menghakimi jiwa seseorang. Jelasnya bahwa saya harus menerapkan kejujuran
menurut Alkitab bahwa manusia merupakan gambaran Allah. Sebagai contoh, saya
memberi nasehat dan evaluasi untuk meneguhkan pengertian murid tentang nilai dan
panggilan murid sekalipun Allah tidak memberikan talenta akademis tertinggi kepada
mereka. Memberikan penilaian yang benar untuk mendorong murid belajar lebih
sungguh-sungguh, bukan menghakimi mereka (Van Brummelen, 2009).
Partin, R.L. (2009). Kiat nyaman mengajar di dalam kelas. Jakarta: PT Indeks