Anda di halaman 1dari 11

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spektrofotometri merupakan salah satu alat yang digunakan dalam praktikum
analisis instrumen, maka dari itu sebelum menggunakan alat dalam praktikum analisis
instrumen terlebih dahulu kita melakukan kalibrasi alat. Dimana, kalibrasi merupakan
bagian dari standarisasi dimana kita mengukur alat apakah alat tersebut sudah sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan atau tidak.
Setiap alat memberikan hasil pengukuran tapi kadang kala hasil pengukuran yang
diberikan tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Sebagaimana biasa
dalam pengamatan secara umum, hasil yang diperoleh pasti tidak dapat terlepas dari
faktor kesalahan. Nilai parameter sebenarnya yang akan ditentukan dari suatu
perhitungan analitik tersebut adalah ukuran ideal. Nilai tersebut ini hanya bisa diperoleh
jika semua penyebab kesalahan pengukuran dihilangkan. Faktor penyebab kesalahan ini
dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain adalah faktor bahan kimia, peralatan,
pemakai, dan kondisi pengukuran dan lain-lain. Salah satu cara yang dapat digunakan
untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran analitik ini adalah dengan proses
kalibrasi.
Adapun tujuan dari kalibrasi ini untuk mengurangi kesalahan – kesalahan yang
mungkin terjadi pada saat pengukuran serta untuk mendapatkan hasil yang akurat dari
penelitian ataupun percobaan yang dilakukan. Pengkalibrasian dapat dilakukan dengan
cara membandingkan dua data dengan menggunakan alat ukur yang berbeda yang
sudah memiliki standar nasional yang diketahui. Pada percobaan tentang kalibrasi, alat
ukur yang digunakan untuk membandingkan data adalah spektrofotometer dengan
melakukan tiga percobaan yaitu kalibrasi skala absorbansi, penentuan resolusi dan
sesatan sinar.
1.2 Maksud Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara kalibrasi dengan
menggunakan spektrofotometer.
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan cara kalibrasi dengan menggunakan
spektrofotometer.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum


Semua peralatan yang digunakan untuk pengujian dan atau kalibrasi, termasuk
peralatan untuk pengukuran subsider untuk kondisi lingkungan yang mempunyai
pengaruh signifikan pada akurasi atau keabsahan hasil pengujian, kalibrasi atau
pengambilan sampel harus dikalibrasi sebelum digunakan untuk memastikan bahwa
semua peralatan tersebut sesuai dengan tujuan dan memberikan hasil yang dapat
dipercaya. Bila akurasi pengukuran temperatur mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil pengujian, alat ukur temperatur untuk peralatan seperti inkubator,
waterbath, dan oven harus dikalibrasi (Hadi, 2005).
Konsistensi hasil pengujian dan atau kalibrasi dengan presisi dan akurasi yang
tinggi serta validitas dan ketertelusuran pengukuran dapat dicapai dan dijamin dengan
kalibrasi peralatan. Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan
antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh
bahan ukur, dengan nilai – nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang
diukur dalam kondisi tertentu (Hadi, 2005).
Untuk mengetahui sifat- sifat alat ukur, digunakan beberapa istilah teknis yang
perlu diketahui. Beberapa diantaranya aspek ketelitian, aspek kalibrasi alat. Hasil
pengukuran yang teliti dapat diperoleh dengan memilih alat ukur dan cara pengukuran
yang tepat. Dalam batas- batas tertentu, alat ukur dapat dianggap sudah baik. Akan
tetapi, alat ukur merupakan alat bantuan manusia sehingga walaupun alat ukur tersebut
dirancang dan dibuat dengan seksama, ketidaksempurnaannya tidak dapat dihilangkan
sama sekali. Ketidaksempurnaan alat ukur dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
pengukuran, yaitu perbedaan antara hasil pengukuran dengan harga yang dianggap
benar (Fauzi, 2008).
Sistem kalibrasi yang biasa ditemui melibatkan hal- hal berikut (Lindsay, 2007):
 Evaluasi peralatan untuk menentukan kapabilitasnya.
 Identifikasi kebutuhan kalibrasi
 Pemilihan standar untuk melaksanakan kalibrasi
 Penentuan frekuensi dan peraturan kalibrasi untuk menyesuaikan frekuensi
 Penentuan sistem untuk menjaga agar alat yang bersangkutan dikalbirasi sesuai
jadwal
Sama seperti pHmeter, untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian
spektrofotometer UV-Vis maka perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam
spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan menggunakan blangko: Setting nilai
absorbansi = 0 Setting nilai transmitansi = 100 % Penentuan kalibrasi dilakukan
denganikuti prosedur sebagai berikut (Tahir, 2008) :
 Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam
sampel) dengan kuvet yang sama.
 Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.
 Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam
panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit.
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan
membantu pemakai untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi (Tahir, 2008).
Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan
spektrofotometer adalah (Tahir, 2008) :
a. Serapan oleh pelarut Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan
yang berisi matrik selain komponen yang akan dianalisis.
b. Serapan oleh kuvet Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau
kuarsa. Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan
kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh
kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama
untuk tempat blangko dan sampel.
c. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah
atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai
dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau
pemekatan)
Cara memberi skala nilai pada waktu pembuatan alat ukur yang tidak tepat
sehingga setiap kali alat tersebut digunakan, ketidakpastian selalu muncul pada hasil
pengukuran. Contoh kesalahan kalibrasi adalah skala nilai pada alat ukur yang lebarnya
tidak sama. Kesalahan ini dapat diketahui dengan cara membandingkan alat tersebut
dengan alat lain yang standar. Alat standar meskipun buatan manusia dipandang tidak
mengandung kesalahan apapun (Ruwanto, 2006).
Semua alat ukur dan alat uji yang diidentifikasi sebagai bagian dari sistem mutu
harus dikalibrasi dan dipelihara secara tepat. Hal ini mencakup semua instrumen selama
proses yang diidentifikasi sebagai instrumen mutu yang penting dan juga alat uji yang
digunakan dalam laboratorium. Program pengawasan harus meliputi standarisasi atau
kalibrasi pereaksi, instrumen peralatan, alat ukur, dan alat pencatat pada interval waktu
yang sesuai, berdasarkan program tertulis yang telah ditetapkan yang mengandung
petunjuk, jadwal, batas ketelitian dan ketepatan yang spesifik, serta ketentuan mengenai
tindakan perbaikan bila batas ketelitian da ketepatan yang spesifik, serta ketentuan
mengenai tindakan perbaikan bila batas ketelitian dan atau/ ketepatan tidak terpenuhi.
Pereaksi instrumen, peralatan, alat ukur dan alat pencatat yang tidak memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan tidak boleh digunakan untuk membuktikan bahwa
produk memenuhi spesifikasi (Saidah, 2007).
2.2 Uraian Bahan
a. Air suling (Ditjen POM,1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Aquades
Rumus molekul : H2O
BM :18,02
Pemerian :Cairan jernih, tak berwarna, tak berasa dan tak
berbau
Penyimpanan : Dalam wad ah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
b. Asam Sulfat (Ditjen POM,1995)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
RS / BM : H2SO4 / 98,07
Pemerian : Cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna,bau
sangat tajam dan porosity.
Kelarutan : Bercampuran dengan air dan dengan etanol,
dengan menimbulkan panas.
Berat jenis : Lebih kurang 1,84
Kegunaan : Sebagai pelarut.
c. Kalium bikromat (Ditjen POM,1979)
Nama resmi : KALIUM BIKROMAT
RM / BM : K2Cr2O7 / 146,996 gr
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur : merah jingga
Kegunaan : sebagai pelarut
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%)P, dalam 13 bagian Aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan larut dalam larutan alkali
hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik , terlindung dari cahaya
d. Kalium klorida (FI Edisi III hal.329)
Nama resmi :KALII CHLORIDA
Nama lain :Kalium klorida
BM / RM :74,55 / KCl
Pemerian :Hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma,tidak
berwarna atau serbuk putih, tidak berbau, rasa asin,
mantap di udara
Kelarutan :Larut dalam 3 bagian air, sangat mudah larut dalam
air mendidih,praktis tidak larut dalam etanol mutlak
P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
e. n-heksana (Ditjen POM, 1979)
Nama remi : HEXAMINUMUM
Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 / 140,19
Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasamembakar, manis kemudian agak
pahit. Jika di panaskan dalam suhu ±260º menyublim
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol
(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian
kloroform P
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik

2.3 Prosedur Kerja (Tim Dosen, 2015)


a. Kalibrasi skala absorbansi : Dibuat larutan kalium bikromat 0,0065% dalam H 2SO4
0,005 M, kemudian dilakukan penentuan absorbansi larutan pada ‫( ג‬nm) 235, 237,
313, dan 350. Hitunglah nilai ∑1%
𝑛=1 masing – masing ‫ ג‬tersebut, sehingga diperoleh
hubungan antara ‫( ג‬nm) kalium bikromat dengan kisaran nilai ∑1%
𝑛=1 , seperti pada
table berikut ini :
‫( ג‬nm) nilai ∑𝟏%
𝒏=𝟏

235 122,9 -126,2


257 142,4 – 145,7
313 47,0 – 50,3
350 104,9 – 108,2

b. Penentuan resolusi (daya pisah) spektrofotometer : Dilakukan pengujian dengan


laturan toluene 0,02 % b/v dalam heksan, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi
pada ‫ ג‬269 nm dan 266 nm. Farmakope inggris mensyaratkan bahwa rasio antara
absorbansi larutan ini pada ‫ ג‬269 nm terhadap absorbansi pada ‫ ג‬266 nm harus > 1,5
c. Penentuan adanya sesatan sinar (stray radiation) : Dilakukan pengukuran nilai
absorbansi larutan KCI 1,2 % b/v dalam air terhadap blanko air pada panjang
gelombang 200 nm. Jika absorbansi larutan ini kurang dari 2,00 maka terjadi sesatan
sinar, sehingga spektrofotometer ini tidak bias digunakan atau perlu dilakukan
perbaikan.
BAB 3 METODE KERJA
3.1 Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah batang pengaduk, cawan,
erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, kertas timbang, spektrofotometer uv-vis, timbangan
analit, kuvet dan pipet volume.
3.2 Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu larutan kalium bikromat
0,0065%, H2SO4 0,005 M, toluena 0,02%, air, n – heksan dan kalium klorida 1,2%.
3.3 Cara Kerja
a. Kalibrasi skala absorbansi
Dibuat larutan kalium bikromat dalam konsentrasi 0,0065% dan dibuat larutan
blanko H2SO4 0,005 M, kemudian dilakukan penentuan absorbansi larutan pada ‫ג‬
(nm) 235, 237, 313, dan 350. Hitunglah nilai ∑1%
𝑛=1 masing – masing ‫ ג‬tersebut,
sehingga diperoleh hubungan antara ‫( ג‬nm) kalium bikromat dengan kisaran nilai
∑1%
𝑛=1 , seperti pada table berikut ini :
‫( ג‬nm) nilai ∑𝟏%
𝒏=𝟏

235 122,9 -126,2


257 142,4 – 145,7
313 47,0 – 50,3
350 104,9 – 108,2

b. Penentuan resolusi (daya pisah) spektrofotometer : Dilakukan pengujian dengan


laturan toluene 0,02 % b/v dalam heksan, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi
pada ‫ ג‬400 nm dan 410 nm. Farmakope inggris mensyaratkan bahwa rasio antara
absorbansi larutan ini pada ‫ ג‬terhadap absorbansi harus > 1,5.
c. Penentuan adanya sesatan sinar (stray radiation) : Dilakukan pengukuran nilai
absorbansi larutan KCI 1,2 % b/v dalam air terhadap blanko air pada panjang
gelombang 250 nm. Jika absorbansi larutan ini kurang dari 2,00 maka terjadi sesatan
sinar, sehingga spektrofotometer ini tidak bias digunakan atau perlu dilakukan
perbaikan.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Kalibrasi skala absorbansi
‫( ג‬nm) Range ∑𝟏%
𝟏 𝒄𝒎 Nilai Absorban ∑𝟏%
𝟏 𝒄𝒎 praktikum

235 122,9 – 126,2 0,860 137,30


257 142,4 – 145,7 1,033 158,92
313 47,0 – 50,3 0,355 54,615
350 104,9 – 108,2 0,768 118,154

Perhitungan :
𝐴
∑1%
𝑛=1 =
𝑏.𝑐
8,860
∑1%
𝑛=1 = 1 x 0,0065 =137,30  235
1,033
∑1%
𝑛=1 = 1 x 0,0065 =158,92  257
0,355
∑1%
𝑛=1 = 1 x 0,0065 = 54,615 313
0,768
∑1%
𝑛=1 = 1 x 0,0065 =118,154  350

b. Penentuan skala resolusi


‫( ג‬nm) Absorban
269 -0,44
266 -0,420

c. sesatan sinar
‫( ג‬nm) Absorban
200 2,051

4.2 Pembahasan
Seperti yang kita ketahui kalibrasi suatu alat sebelum digunakan sangatlah
penting karena akan mempengaruhi hasil dari pengamatan ataupun penelitian yang
dilakukan. Kalibrasi digunakan untuk mengurangi kesalahan – kesalahan yang mungkin
terjadi pada saat pengukuran serta untuk mendapatkan hasil yang akurat. Dimana
kalibrasi itu sendiri merupakan standarisasi untuk menentukan apakah alat itu sudah
memenuhi standar ataupun tidak.
Pada praktikum kalibrasi ini kita melakukan tiga percobaan yaitu kalibrasi skala
absorbansi, penentuan resolusi dan sesatan sinar. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan pada percobaan kalibrasi skala absorbansi diperoleh nilai abosorban pada
panjang gelombang 235 yaitu 8,860 pada panjang gelombang 257 yaitu 1,033 pada
panjang gelombang 313 yaitu 0,355 dan yang terakhir pada panjang gelombang 350
yaitu 0,768 dan untuk menentukan apakah nilai absorban yang didapatkan memenuhi
𝐴
range ∑1%
𝑛=1 atau tidak dilakukan perhitungan ∑1%
𝑛=1 = dan didapatkan hasil
𝑏.𝑐

pada panjang gelombang 235 yaitu 137,30; pada panjang gelombang 257 yaitu 158,92;
pada panjang gelombang 313 yaitu 54,615 dan yang terakhir pada panjang gelombang
350 yaitu 118,154. Ini menandakan bahwa kalibrasi skala absorbansi yang dilakukan
tidak memenuhi range jadi alat yang digunakan tidak begitu baik.
Pada percobaan penentuan resolusi didapatkan nilai absorban pada panjang
gelombang 269 yaitu -0,44 dan pada panjang gelombang 266 yaitu 0,420. Dimana
didapatkan perbandingan antara absorban bernilai negatif yang menandakan bahwa
hasil yang diperoleh tidak baik karena tidak sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh
farmakope inggris bahwa absorbansinya lebih besar dari 1,5.
Pada percobaan terakhir yaitu sesatan sinar yang menggunakan KCl dengan
blanko air pada panjang gelombang 200nm dan didapatkan nilai absorban dari KCl yaitu
2,051 yang menandakan tidak terjadi sesatan sinar karena nilai absorbansinya lebih dari
2,00 yang menandakan bahwa spektrofotometer yang digunakan baik.
Adapun factor kesalahan yang mungkin saja terjadi dalam pengerjaan adalah
penggunaan blanko yang rusak.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kalibrasi dengan melakukan tiga percobaan dapat
disimpulkan bahwa alat spektrofotometer perlu dilakukan perbaikan karena hasil yang
didapatkan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.

5.2 Saran
Sebaiknya dilaboratorium disediakan fasilitas kalibrasi meliputi bahan dan
peralatan pendukung, serta menyiapkan prosedur kalibrasi dan standarisasi bagi
praktikan maupun peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM., 1979., Farmakope Indonesia Edisi III., Depkes RI : Jakarta.


Fauzi, Ahmad., 2008., Fisika., Gravindo Media Pratama : Jakarta.
Hadi, Anwar., 2005.,Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC17025: 2005 Gramedia : Jakarta.
Lindsay, Evans., 2007., Pengantar Six Sigma. Penerbit Salemba Empat : Jakarta.
Saidah, Rina., 2007., Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan bahan bahan terkait
vol 2., EGC : Jakarta
Tahir, Iqmal., 2008., Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi Pada
Penggunaan Phmeter Dan Spektrofotometer Uv-Vis UGM : Yogyakarta.
Tim Dosen Kimia Farmasi., 2015., Penuntun Praktikum Analisis Instrumen., UMI : Makassar.
Ruwanto, Bambang., 2006., Asas- asas Fisika., PT. Ghalia Indonesia : Jakarta.

LAMPIRAN

1. Foto

Pembuatan H2SO4

Mengkalibrasikan alat spektrofotometer

2. Lembar Kerja

Anda mungkin juga menyukai