Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, BEBAN KERJA,

DAN PERSONALITY TYPES TERHADAP BURNOUT


PADA KARYAWAN PT. AEROFOOD ACS

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Rinal Andriansyah

NIM : 43115110345

Program Studi Manajemen


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2018
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Rinal Andriansyah

Nim : 43115110345

Program study : S1 Manajemen

Menyatakan bahwa proposal skripsi ini murni hasil karya sendiri apabila

saya mengutip dari hasil karya orang lain, maka saya mencantumkan

sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenakan

sanksi pembatalan skripsi ini apabila terbukti dengan tindakan plagiat

(penjiplakan).

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 19 Desember 2018

RINAL ANDRIANSYAH

4311511034

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Beban Kerja, dan Personality Types

Terhadap Burnout Pada Karyawan PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten

”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program

Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana.

Penulis menyadari sebagai manusia biasa dalam penelitian ini tidak lepas

dari kesalahan dan kekurangan akibat keterbatasan pengetahuan serta pengalaman.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan yang

sangat berarti dari berbagai pihak, khususnya Bapak Mochamad Soelton Ibrahem,

S.Psi., MM., CHRMP., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan saran, waktu, bimbingan, semangat, pengetahuan dan nasehat-

nasehat yang sangat bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis. Oleh karena

itu, pada kesempatan kali ini penulis hanturkan Alhamdulillah atas kekuatan Allah

SWT yang telah mencurahkan anugerahnya dan ingin berterima kasih pada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Prof. Dr. Ngadino Surip, MS. selaku Rektor Universitas Mercu Buana.

2. Dr. Harnovinsah, Ak., M.Si., CA., CIPSAS., CSRS., CMA, CIBA, CBV

selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana.

3. Bapak Dudi Permana., Ph.D selaku Ketua Program Studi Manajemen S1

Universitas Mercu Buana.

ii
4. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan moral,

dukungan materil, serta memberikan banyak inspirasi yang tiada henti-

hentinya kepada penulis. Sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

tepat waktu.

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Mercu Buana yang telah memberikan segenap ilmunya.

6. Seluruh Pegawai PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten.

7. Untuk teman-teman manajemen angkatan 2015 yang telah memberikan

dukungan yang sangat luar biasa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan

bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini

bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya. Akhir kata dengan segala ketulusan dan kerendahan

diri, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kelemahan dalam skripsi ini.

Jakarta, September 2018

Rinal Andriansyah

iii
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI .................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 12
D. Kontribusi Penelitian .............................................................................. 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL DAN


PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka ....................................................................................... 13


1. Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................... 13
2. Kecerdasan Emosional ................................................................... 19
3. Beban Kerja .................................................................................... 24
4. Personality Types ........................................................................... 28
5. Burnout ........................................................................................... 33
6. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 37
B. Rerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis ............................ 42
1. Rerangka Konseptual ..................................................................... 42
2. Pengembangan Hipotesis ............................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 47


1. Waktu Penelitian ............................................................................ 47
2. Tempat Penelitian ........................................................................... 47
B. Desain Penelitian ................................................................................... 47

iv
C. Definisi dan Operasional Variabel ....................................................... 48
1. Devinisi Variabel........................................................................... 48
2. Operasional Variabel ..................................................................... 50
D. Skala Pengukuran ................................................................................. 53
E. Populasi dan Sampel ............................................................................ 53
1. Populasi Penelitian ........................................................................ 53
2. Sampel Penelitian .......................................................................... 54
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 55
1. Kuesioner ...................................................................................... 55
2. Study Pustaka ................................................................................ 55
G. Metode Analisis ................................................................................... 56
1. Analisis Statistik Deskriptif .......................................................... 57
2. Analisis Statistik Inferensial.......................................................... 57
H. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64

v
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Wati (2017), Perkembangan dunia bisnis saat ini terjadi dengan

begitu pesat.persaingan bisnis semakin ketat serta sumber daya ekonomi telah

memaksa organisasi maupun perusahaan bisnis untuk mampu bertahan dalam

situasi yang sulit. Perubahan stuktur pasar indonesia dalam perdagangan

bebas yang di latarbelakangi isu global pun membawa dampak sangat besar

terhadap iklim bisnis indonesia. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk

menghadapi persaingan tersebut adalah dengan cara meningkatkan daya

saing,baik dalam segi produk maupun kualitas produksi dalam satu

perusahaan. Perusahaan tidak cukup hanya dengan mempunyai modal besar

untuk mencapai tujuannya, tetapi harus dibantu oleh karyawannya.

Terlebih lagi saat ini sedang berlangsung Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) yang berdampak meningkatnya persaingan antar rekan kerja, dalam

persaingan produktifitas di dalam bekerja, bahkan telah menjadi persaingan

global, ketatnya persaingan akan meningkatkan stres pada karyawan yang

sedang bersaing secara global. Tingkatan beban pekerjaan yang terus

meningkat membuat karyawan akan semakin dekat dengan sindrom Burnout.

Menurut Pines & Maslach (dalam Prijayanti, 2015), burnout merupakan

sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental yang termasuk

didalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya konsentrasi

serta perilaku kerja yang negatif.

1
2

Beberapa survey telah dilakukan dalam penelitian yang dapat

menjelaskan bahwa fenomena ini dapat berdampak buruk, baik kepada

organisasi maupun kepada individu itu sendiri. Hal tersebut juga diperkuat

oleh pendapat dari Muchinsky (dalam Widjaja 2016), bahwa kecendrungan

burnout dapat dialami oleh karyawan yang berasal dari berbagai bidang bila

memang mendapat tekanan yang berlebihan dan menguras energi sehingga

mengalami frustrasi yang berkelanjutan. Caputo (dalam Putri, 2015),

membagi faktor-faktor penyebab burnout menjadi dua, yaitu eksternal dan

internal. Dimana faktor internal itu terdiri dari usia, jenis kelamin,

kepribadian, demografik, pendidikan dan status pernikahan selanjutnya, yaitu

faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan, beban kerja, konflik peran,

ambiguitas peran dan keterlibatan emosional dalam pelayanan. Hal tersebut

saling berkaitan satu sama lain dan sangat berpengaruh terhadap terjadinya

burnout di lingkungan kerja.

Menurut Maslach (dalam Adawiyah 2013), burnout berdampak bagi

individu, orang lain dan organisasi. Dampak pada individu terlibat adanya

gangguan fisik seperti sulit tidur, rentan terhadap penyakit, munculnya

gangguan psikosomatis maupun ganguan psikologis yang meliputi penilaian

yang buruk terhadap diri sendiri yang dapat mengarahkan terjadinya depresi.

Hasil penelitian Setyawati (dalam Romadhoni, Asnomy, dan Suryatni, 2015),

burnout atau kelelahan kerja merupakan fenomena yang kompleks yang

disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor

eksternal maupun internal. Faktor eksternal pengaruh terjadinya kelelahan


3

kerja yaitu lingkungan kerja yang tidak memadai, dan internal pengaruh

kelelahan kerja yaitu masalah psikososial.

Seiring dengan berjalannya apa yang dimaksud dengan burnout, PT.

Aerofood ACS adalah salah satu perusahaan catering yang sudah lama

beroperasi di indonesia. Fokus utama perusahaan ini adalah sebagai penyedia

catering bagi in flight service dan industrial service. Seiring dengan

meningkatnya pemesanan catering dari pihak maskapai yang membuat

kesibukan dalam perusahaan ini semakin meningkat untuk memenuhi semua

pesanan. Penelitian ini memfokuskan pada karyawan yang ada di PT. Aerofood

ACS dengan meneliti adanya indikasi sindrome burnout. Dari survei awal yang

dilakukan penulis diperoleh data di PT. Aerofood ACS yang menunjukan

tingkat burnout karyawan yang relatif tinggi seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1

Data burnout Karyawan Bulan Januari – Juni 2018

Jumlah Jumlah karyawan Jumlah karyawan


Bulan Pegawai yang keluar yang masuk

Januari 476 6 0

Februari 473 5 3

Maret 470 0 2

April 467 3 0

Mei 468 4 1

Juni 469 0 5

Total 18 11

Sumber : Data Absensi PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten. 2018


4

Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa tingkat burnout karyawan yang cukup

menonjol di tahun 2018 dari bulan Januari hingga bulan Juni. Data menunjukan

bahwa setiap bulannya jumlah karyawan yang keluar tidak konsisten dan

cenderung mengalami peningkatan maka dapat dikatakan terjadi masalah yang di

pengaruhi tingkat burnout. Karyawan yang dimaksud yakni karyawan dalam

berbagai bagian dan departemen, yang lebih cenderung terindentifikasi gejala

burnout adalah departemen production dan operation, dikarenakan jumlah

produksi dan pengoperasian produksi ke semua maskapai begitu banyak sehingga

karyawan di departemen tersebut mengalami kelelahan dalam bekerja. Masalah

tingkat absensi pada PT. Aerofood ACS juga perlu mendapat perhatian, seperti

karyawan yang ijin, sakit, mangkir dan telat. Menurut data yang penulis himpun

berdasarkan absensi karyawan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Tingkat Absensi Karyawan

Divisi Production
TAHUN 2018
Bulan Karyawan Ijin % Sakit % Mangkir % Telat %

Januari 97 24 0,9 46 1,8 10 0,3 23 0,9


Februari 95 21 0,9 37 1,6 0 0 27 1,2
Maret 92 16 0,6 51 2,1 9 0,3 16 0,6
April 90 13 0,5 31 1,3 7 0,3 14 0,6
Mei 90 22 0,9 46 2,0 11 0,4 11 0,4
Juni 93 32 1,4 58 2,5 12 0,5 18 0,7
Total 128 269 49 109
Sumber : Data Absensi PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten. 2018

Tabel 1.3
5

Tingkat Absensi Karyawan

Divisi Operation
TAHUN 2018
Bulan Karyawan Ijin % Sakit % Mangkir % Telat %

Januari 111 21 0,7 42 1,5 2 0,0 13 0,5


Februari 108 27 0,1 33 1,3 0 0 10 0,4
Maret 110 32 1,2 19 0,7 2 0,0 9 0,3
April 109 11 0,4 33 1,2 4 0,1 6 0,2
Mei 105 34 1,2 14 0,5 1 0,0 12 0,4
Juni 109 28 1,1 38 1,3 4 0,1 17 0,6
Total 153 179 13 77
Sumber : Data Absensi PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten. 2018

Perhitungan Ukuran Tingkat Ketidakhadiran menurut Simamora (2007) :

Tingkat Ketidakhadiran = X 100

Dari data tabel 1.1, 1.2 dan 1.3 dapat dilihat bahwa tingkat absensi dari

departemen yang ada di dalam PT. Aerofood ACS membuktikan adanya

masalah yang signifikan terjadinya sindrom burnout yang terjadi karena

kelelahan dalam bekerja, indikasi yang terjadi adanya sindrome burnout dapat

diketahui bahwa PT. Aerofood ACS memproduksi catering penerbangan untuk

memenuhi permintaan di setiap maskapai tercatat kurang lebih 30.000 porsi di

setiap harinya dalam 24 jam nonstop, jumlah produksi itupun belum

dibandingkan dengan waktu-waktu tertentu seperti di bulan ramadhan dan di

penghujung tahun

Dalam mengatasi masalah yang ada lalu terjadi berdampaknya sindrom

burnout kecerdasan emosional sangat diperlukan oleh pegawai agar dapat

mengatasi tingkat sindrom burnout. Kecerdasan emosional dapat mengatasi


6

masalah karena dapat mengatur emosi diri sendiri sehingga mudah

menyelesaikan masalah.kecerdasan emosi sangat berpengaruh dilingkungan

kerja, karena kecerdasan emosional memungkinkan pegawai untuk mengelola

emosinya dengan baik sehingga membawa pegawai tersebut bekerja secara

tepat dan efektif untuk mencapai tujuan perusahaan.

Rahmawati dalam Wiguna (2014), Kecerdasan emosional adalah

kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,

memotivasi diri sendiri serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri

juga pada hubungan dengan orang lain. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa

kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai

kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan berkomunikasi dilingkungan

masyarakat. Oleh karena itu kecerdasan emosional dapat mempengaruhi

hubungan antara gaya pemahaman Good Governance.

Berdasarkan hasil penelitian Soelton dan Oktapriatna (2017), individu

yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi ketika menghadapi stres

dan konflik yang menekan, maka individu tersebut mampu mengenali

perubahan emosi dan penyebabnya. Ia mampu menggali emosi tersebut secara

obyektif, sehingga dirinya tidak larut kedalam emosi. Dalam penelitiannya,

Adawiyah (2013), menyatakan bahwa seorang guru yang memiliki kecerdasan

emosional akan mampu mengelola emosinya, sehingga memungkinkan dia

untuk lebih bertindak rasional dan tidak mengalami burnout.

Di dalam perusahaan beban kerja juga sangat berpengaruh dengan

terjadinya burnout, beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus di
7

perhatikan di setiap perusahaan,karena beban kerja berpengaruh terhadap

karyawan dalam meningkatkan produktivitas dan merasakan kenyamanan

dalam bekerja. Menurut Suma’mur (dalam Kusumaningrum, 2016), beban

kerja adalah kemampuan kerja suatu tenaga kerja yang beda dari satu dengan

yang lainnya, juga sangat tergantung dengan tingkat keteampilan, kesehatan

jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh yang berbeda dari

yang bersangkutan.

Robbins (dalam Purwati, 2016), Menyatakan bahwa positif negatifnya

beban kerja merupakan masalah persepsi. Persepsi didefinisikan sebagai suatu

proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera

mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Mansoor dalam

(Paramitadewi, 2017), menyebutkan bahwa beban kerja telah diukur oleh

konflik yang berada di tempat kerja. Pada tuntutan tugas dalam keadaan

rendah, maka pegawai akan mampu melaksanakan tugas secara mudah

dengsn beban kerja yang randah dan kinerja tetap ada pada tingkat optimal.

Keyakinan bahwa seseorang mempunyai jaringan yang kuat bisa

menjadi faktor protektif terkuat terhadap pengaruh negatif pada kondisi

mental dan fisik seorang individu dari pada dukungan yang sebenarnya

diterima dari orang lain, yang terkadang bisa menjadi tidak relevan dengan

harapan. Dengan kata lain, faktor kepribadianlah yang dapat mempengaruhi

perkembangan burnout. Juga pada kenyataannya kepribadian (personality

types) banyak sekali permasalahan yang di dapat di perusahaan juga


8

berdampak terjadinya burnout, banyak peneliti yang mengangkat tentang

sumber daya manusia seperti pembahasan diatas.

Menurut Robin dan Judge (dalam Purwanti dan Nurhayati, 2016), dalam

penelitiannya menyatakan kepribadian dibagi menjadi dua tipe, yaitu

kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B. Secara garis besar tipe kepribadian

A dijelaskan sebagai kepribadian yang memiliki sifat yang ambisius, selalu

menuntut kesempurnaan dalam pencapaiannya sehingga mereka tak dapat

mengatasi waktu untuk bersantai dan menikmati waktu luang untuk

berkumpul ataupun liburan dengan sanak saudara. Tipe kepribadian ini

memiliki kecendrungan untuk mengalami tingkat stres yang lebih tinggi,

sebab mereka menempatkan diri mereka sendiri pada suatu tekanan waktu

dengan menciptakan suatu batas waktu tertentu untuk kehidupan mereka.

Sedangkan kepribadian tipe B adalah kebalikannya tipe kepribadian A.

Tipe kepribadian yang mempengaruhi orientasi umum kearah

pencapaian tujuan, pemilihan alternatif, tindakan terhadap resiko, dan reaksi

dibawah tekanan, Kristianti (dalam Saputri, 2015). Tipe kepribadian

kemungkinan dapat menyebabkan persepsi dan sikap yang berbeda dalam

menanggapi disetiap perilaku etis auditor. Pekerjaan auditor yang penuh

dengan tuntutan dan tekanan yang terus menerus dirasakan akan

menyebabkan stres pada individu yang merasa tertantang dan terbebani

karena melebihi daya penyesuaian dirinya yang kemudian akan memengaruhi

perilaku individu.
9

Tabel 1.4

Pra Survey Kuesioner

HASIL PRA
NO PERTANYAAN SURVEI
YA TIDAK
Kepribadian
Mudah bagi saya untuk mengekspresikan
1 15 5
rasa tidak suka saya kepada teman kerja saya
Saya tertarik melakukan aktifitas dalam
2 6 14
waktu yang bersamaan
Saya tidak suka kegiatan yang penuh dengan
3 13 7
tantangan
Kepemimpinan
Pemimpin saya selalu memberikan semangat
4 14 6
dalam bekerja
Beban kerja
Saya mengerjakan banyak pekerjaan setiap
5 15 5
harinya yang harus segera diselesaikan
Apakah anda senang jika banyaknya
6 pekerjaan yang anda lakukan guna 8 12
menunjang pengetahuan anda
Dukungan organisasi
Apakah anda merasakan perhatian atau
7 penghargaan dari perusahaan secara 18 2
memadai
Kecerdasan Emosional
Saya sulit bekerja sama dengan rekan kerja
8 saya yang tidak sesuai dengan cara kerja 15 5
saya
Saya merasa tergesa-gesa untuk memutuskan 16 4
9
suatu hal akrena dorongan emosi semata
Organizational citizenship behavior
Apakah karyawan disini bekerja dengan
10 lebih mementingkan diri sendiri dari pada 7 13
rekan kerja yang lain
Apakah karyawan disini saling tolong
11 15 5
menolong dalam bekerja
Sumber : Pra Survei PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten. 2018
10

Tabel 1.5

Pra Survey Kuesioner

HASIL PRA
NO PERTANYAAN SURVEI
YA TIDAK
Konflik pekerjaan
Apakah anda merasa ada masalah dengan
12 3 17
rekan kerja yang lain
Turnover
Saya ingin terus bekerja di perusahaan
13 16 4
tempat saya bekerja saat ini
Saya tidak pernah berfikir untuk keluar dari
14 17 3
perusahaan tempat saya bekerja
Kinerja
Saya memperoleh pengakuan atau pujian
15 ketika dapat menyelesaikan pekerjaan 18 2
dengan baik
Saya merasa bahwa terdapat kebiasaan-
16 kebiasaan yang mendorong para karyawan 15 5
untuk bekerja dengan baik
Saya merasa memiliki kemampuan yang
17 17 3
cukup untuk melaksanakan pekerjaan
Kepuasan kerja
Saya merasa puas dapat bekerja di
18 12 8
perusahaan tempat saya bekerja sekarang ini
Saya merasa puas dengan kesempatan untuk
19 memperoleh kesempatan promosi di 16 4
perusahaan saya bekerja
Burnout
Saya merasa mudah kelelahan dan emosi
20 16 4
dengan pekerjaan saya
Saya merasa sangat bersemangat dalam
21 melakukan semua pekerjaan saya dalam 2 18
menghadapi banyaknya pesanan
Sumber : Pra Survei PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten. 2018

Dari hasil pra survei sebanyak 20 orang karyawan didapati adanya

indikasi adanya kecerdasan emosional, beban kerja, dan personality types

terhadap burnout karyawan PT. Aerofood ACS – Tangerang, Banten.


11

Menurut hasil pra survei, faktor yang paling bermasalah ada pada faktor

Burnout. Kecerdasan Emosional, Beban Kerja dan Personality Types.

Penyebab dari semua itu adalah kurangnya rasa peduli terhadap setiap

permasalahannya yang terjadi pada bawahannya. Banyaknya faktor yang

mempengaruhi Burnout. Sehubungan dengan fungsi manajemen manapun,

aktivitas manajemen sumber daya manusia harus dievaluasi dan

dikembangkan, sehingga mereka dapat memberikan loyalitas pada kinerja

organisasi dan individu ditempat kerja.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengangkatnya

sebagai tema penelitian. Penulis telah memutuskan untuk mengambil judul “

Pengaruh Kecerdasan Emosional, Beban Kerja dan Personality Types

Terhadap Burnout Pada Karyawan PT. Aerofood ACS – Tangerang,

Banten“ Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi tambahan kajian

pengetahuan mengenai fenomena Burnout, yang kemungkinan dapat

dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, beban kerja dan personality types.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan masalah diatas maka perumusan masalah yang

diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap Burnout pada

karyawan PT. Aerofood ACS.

2. Apakan beban kerja berpengaruh terhadap Burnout pada karyawan PT.

Aerofood ACS.
12

3. Apakah ada personality types berpengaruh terhadap Burnout pada

karyawan PT. Aerofood ACS.

C. Tujuan Dan Kontribusi Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap

burnout pada karyawan PT. Aerofood ACS.

b. Untuk mengetahui pengaruh beban kerja terhadap burnout pada

karyawan PT. Aerofood ACS.

c. Untuk mengrtahuii pengaruh personality typees terhadap burnout

pada karyawan PT. Aerofood ACS.

2. Kontribusi Penelitian

a. Kontribusi Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

sebagai bekal dalam penerapan ilmu yang telah diperoleh di

bangku kuliah dalam dunia kerja yang sesungguhnya.

2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar study

perbandingan dan refrensi bagi penelitian yang sejenis.

b. Kontribusi praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan

kerja,kepuasan kerja dan stres kerja yang lebih baik lagi.

2. Sebagai bahan evaluasi agar dapat ditindak lanjuti oleh

perusahaan PT. Aerofood ACS.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mangkunegara (2015), manajemen sumber daya manusia

merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa,

pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka

mencapai tujuan organisasi. Beberapa para ahli mengembangkan pengertian

manajemen sumber daya manusia, yaitu: Menurut Kasmir (2016) sumber

daya dapat diartikan sebagai proses pengelolaan manusia, melalui

perencanaan, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pemberian kompensasi, karier,

keselamatan dan kesehatan serta menjaga hubungan industri sampai

pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan perusahaan dan

peningkatan kesejahteraan stakeholder.

Mennurut Dessler (2015), manajemen sumber daya manusia adalah

proses untuk memperoleh, melatih, menilai, dan mengompensasi karyawan,

dan untuk mengurus relasi kerja mereka, kesehatan, dan keselamatan

mereka, serta hal-hal yang berhubungan dengan keadilan. Sedangkan Noe

(2013), manajemen sumber daya manusia merupakan bagaimana

mempengaruhi perilaku, sikap dan kinerja karyawan melalui kebijakan dan

sistem yang dimiliki perusahaan. Menurut Daft (2010),

13
14

“management is attainment of organizational goals in an effective and

efficient manner through planning, organizing, leading, and controlling

organizational resources”. pendapat tersebut kurang lebih memiliki arti bahwa

manajemen merupakan pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif

dan efisien dengan cara perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengawasan sumber daya organisasi.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan manajemen sumber daya

manusia memiliki satu tujuan yaitu memanusiakan manusia dan memberikan

kesejahteraan secara profesional ddan adil sesuai porsi masing-masing

karyawan. Hal ini menjelaskan bahwa manusia memiliki peran penting dalam

mencapai tujuan perusahaan.

b. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Handoko (dalam Almasri, 2016), tujuan dari sumber daya manusia

adalah untuk meningkatkan kontribusi sumber daya manusia (karyawan) terhadap

organisasi dalam rangka mencapai produktivitas organisasi yang bersangkutan.

Sedangkan Weather dan Davis (dalam Almasri, 2016), menyatakan bahwa tujuan

manajemen sumber daya manusia itu meliputi beberapa tujuan, antara lain :

1) Tujuan kemasyarakatan (societal objective), setiap organisasi apapun

tujuannya, harus mengingat akibat bagi kepentingan masyarakat umum,

disamping itu ada aspek etika dan atau moral dari produk yang dihasilkan

suatu organisasi (Susilo Martoyo, 2000), Suatu organisasi yang berada

ditengah-tengah masyarakat diharapkan membawa manfaat atau keuntungan

bagi masyarakat. Oleh sebab itu, semua organisasi mempunyai tanggung


15

jawab mengelola sumber daya manusianya agar tidak mempunyai dampak

negatif terhadap masyarakat (Soekidjo Notoatmojo, 2003).

2) Tujuan organisasi (organization objective), untuk mengenal bahwa

manajemen sumber daya manusia itu ada (exist), perlu memberikan

kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.

Manajemen sumber daya manusia bukanlah suatu tujuan dan akhir suatu

proses, melainkan suatu pengangkatan atau alat untuk membantu tercapainya

suatu tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu, suatu unit atau

bagian manajemen sumber daya manusia di suatu organisasi diadakan untuk

melayani bagian-bagian lain organisasi tersebut.

3) Tujuan fungsional (functional objective), secara fungsional manajemen

sumber daya manusia adalah untuk memelihara (maintain) kontribusi bagian-

bagian lain agar mereka (sumber daya manusia dalam tiap bagian)

melaksanakan tugasnya secara optimal.

4) Tujuan pribadi (personal objective), kepentingan personal atau individual

dalam organisasi juga harus diperhatikan oleh setiap manajer, terutama

sumber daya manusia, dan harus diarahkan dengan tujuan organisasi secara

keseluruhan (overall, organization objective). Dengan demikian, tujuan

personal atau individual setiap anggota organisasi harus diarahkan pula untuk

tercapainya tujuan organisasi. Untuk itu, motivasi pemeliharaan maupun

pengembangan individu-individu dalam organisasi perlu senantiasa

diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik.


16

c. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Kegiatan pengelolaan sumbe daya manusia haruslah dilakukan melalui

proses yang benar, agar kegiatan pengelolaan manajemen sumber daya

manusia dapat berjalan dengan jalurnya dengan tujuan memudahkan

pengelolaannya. Disamping itu dengan mengikuti proses pengelolaan yang

benar maka pencapaian tujuan akan mudah tercapai. Proses pengelolaan

tersebut dikenal sebagai fungsi-fungsi sumber daya manusia.

Kasmir (2016), menyebutkan fungsi-fungsi sumber daya manusia

terdiri dari :

1) Analisis Jabatan (Job Analysis)

Kegiatan dari analisis jabatan adalah mengumpulkan berbagai

informasi untuk kebutuhan suatu pekerjaan. Analisis jabatan disusun

sesuai dengan jabatan yang adadi dalam struktur organisasi perusahaan.

Analisis jabatan merupakan fungsi utama dalam manajemen sumber

daya manusia rekrutmen dan seleksi.

2) Perencanaan Sumber Daya Manusia (Human Resources Planing)

Setelah analisis jabatan disusun maka langkah selanjutnya adalah

menempatkan orang dalam jabatan yang telah di sediakan. Langkah ini

merupakan upaya untuk merencanakan jumlah dan kualitas sumber

daya manusia yang harus disediakan, baik sekarang maupun dimasa

yang akan datang. Langkah ini merupakan fungsi kedua yang dikenal

sebagai perencanaan sumber daya manusia.

3) Penarikan pegawai (Recruitment)


17

Langkah ini dilakukan setelah perencanaan tenaga kerja, sehingga di

ketahui berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan serta

kualifikasinya. Recruitment dapat diperoleh melalui berbagai media

massa, referensi atau surat-surat yang masuk

4) Seleksi (Selection)

Proses seleksi dapat dimulai dari seleksi surat-surat lamaran, yaitu

dengan melihat dokumen yang ada pada surat lamaran. Tujuan seleksi

adalah memperoleh tenaga yang sesuai dengan kualifikasi yang telah

ditetapkan. Seleksi dilakukan melalui tes wawancara, tes tertulis,

sampai dengan tes kesehatan.

5) Petatihan dan pengembangan (Training and Development)

Setelah lolos seleksi, karyawan yang baru diterima sebagai calon

karyawan harus melalui tahap orientasi dan pendidikan terlebih dahulu

sebelum ditempatkan bekerja. Tujuan di adakannya pelatihan adalah

membiasakan karyawan baru dalam bekerja di lingkungan barunya.

Khususnya bagi karyawan lama perlu dilakukan pengembangan diri

pada karyawan, baik melalui pendidikan, promosi dan rotasi pekerjaan.

6) Evaluasi kinerja (Performence Evaluation)

Selama bekerja karyawan harus di evaluasi kinerja masing-masing,

penilaian kinerja dapat dilakukan melalui hasil kerja atau kinerja.

Kinerja yang di peroleh hasil kerja apakah sudah mencapai standar

yang di tentukan perusahaan atau belum.

7) Kompensasi (Compensation)
18

Kompensasi merupakan balas jasa yang di peroleh seseorang atas

pekerjaan yang sudah dilakukan. Hasil evaluasi kinerja yang diperoleh

karyawan digunakan untuk menentukan jumlah kompensasi yang akan

diperolehnya.

8) Jenjang karir (Career Path)

Karier merupakan perjalanan kerja seseorang selama dia bekerja, karir

diberikan melalui perencanaan karier bagi seluruh karyawan yang

dilakukan secara transparan dan jelas. Karier dapat meningkat

(promosi), diturunkan (demosi) atau di rotasi (dipindahkan pada jabatan

yang sama).

9) Keselamatan dan kesehatan (Safety and Health)

Keselamatan dan kesehatan merupakan fungsi MSDM yang juga

penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Keselamatan

berhubungan terutama dengan keselamatan selama aktivitas karyawan

saat bekerja. Dalam menjalankan aktivitasnya, karyawan harus

mengutamakan kesselamatan dirinya dan juga keselamatan harta (aset)

perusahaan.

10) Hubungan industrial (Industrial Relation)

Hubungan ini di gunakan untuk menjembatani kepentingan dan

keinginan kedua pihak antara karyawan dan manajemen. Dalam hal ini

jika tetap terjadi perselisihan antar pekerja dengan manajemen maka

harus diselesaikan oleh berbagai pihak yang berkepentingan termasuk

pemerintah, melalui hubungan industrial. Salah satu tujuan hubungan


19

ini adalah untuk menyeimbangan di setiap hak dan kewajiban masing-

masing pihak.

11) Pemutusan Hubungan Kerja (Sepaaration)

Pemutusan hubungan kerja ini bisa di sebabkan dengan berbagai alasan

seperti, pensiun, permintaan pengunduran diri atas alasan pribadi tanpa

ada paksaan dan pemecatan karena melakukan kesalahan.

2. Kecerdasan emosional

a. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan memantau dan

mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan

perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga

emotional intelligency sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan

menghasilkan kinerja yang menonjol dalam pekerjaan, Sam’ani (dalam

Sularso 2014). Sedangkan yang dikatakan Daniel Goleman (dalam Solihah

2016), kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri

dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar

beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan

berdoa.

Menurut Muarif (2015), kecerdasan emosional merupakan

kompetensi yang membuat individu mampu merasakan, kemudian sadar,

mengerti dan mengontrol emosi sendiri, sadar dan mengerti emosi yang
20

dirasakan orang lain kemudian menggunakan pengetahuan ini untuk

membantu pengembangan diri menjadi lebih sukses.

b. Macam-macam emosi

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi,

antara lain Descrates, menurutnya emosi terbagi atas : Desire (hasrat), Hate

(benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy

(kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi

yaitu : Fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman

(dalam Wahyuningsih 2014), mengemukakan beberapa macam emosi yang

tidak berbeda jauh dengan tokoh di atas, yaitu :

1) Amarah : beringas, mengamuk, benci jengkel, kesal hati

2) Kessedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis,

mengasihi diri, putus asa.

3) Rasa Takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut

sekali, waspada, tidak tenang, ngeri.

4) Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur,

bangga.

5) Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan,

kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan.

6) Terkejut : terkesiap, terkejut

7) Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

8) Malu : malu hati, kesal


21

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman

paada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi

itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap

stimulus yang ada.

c. Ciri-ciri kecerdasan emosi tinggi

Menurut Mitch Anthony (dalam Solihah 2016) terdapat tujuh kebiasaan

seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, yaitu :

1) Memberi label perasaan diri sendiri bukan memberi label orang lain

atau situasi.

2) Mempertimbangkan perasaan orang lain ketika hendak mengemukakan

pendapat.

3) Bertanggung jawab atas perasaan diri sendiri.

4) Menghormati perasaan, pikiran dan pendapat orang lain.

5) Memberikan pembenaran kepada perasaan dan rasa takut yang dialami

orang lain.

6) Mengetahui makna dari emosi yang dialami oleh diri sendiri.

7) Tidak menggurui orang lain.

8) Dapat mengontrol emosi kedalam hal yang positif

d. Faktor-faktor kecerdasan emosional

Menurut Daniel Goleman (dalam Solihah 2016), kecerdasan emosi

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

1) Lingkungan Keluarga
22

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari

emosi. Dimana kecerdasan emosi pada anak dapat diajarkan melalui

ekspresi, kemudian seiring berjalannya waktu anak akan mengerti

emosi apa yang sedang dirasakan. Peristiwa yang terjadi pada anak-

anak tersebut akan melekat hingga dewasa sehingga ketika kecerdasan

emosi semakin dipupuk akan bermanfaat bagi kehidupan di kemudian

hari.

2) Lingkungan Non-Keluarga

Lingkungan Non-Keluarga yang dimaksud disini adalah lingkungan

masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang seiring

perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran di lingkungan non-

keluarga biasanya terjadi ketika anak bersosialisasi baik dengan teman

sebaya maupun orang yang lebih dewasa. Disana anak akan berlatih

bagaimana cara menghadapi orang lain dan cara mengontrol diri sendiri

saat mengalami suatu perasaan yang disebabkan oleh orang lain. Semua

ini akan menjadi sebuah pengalaman dalam hidupnya yang akan

membantu perkembangan kecerdasan emosi pada anak.

e. Dimensi dan Indikator Kecerdasan Emosional

Menurut Wong, et al (dalam Rinaldo 2018), mengukur kecerdasan

emosional dalam empat dimensi, yaitu ;

1) Kesadaran diri
23

Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan individu untuk

memahami emosinya secara mendalam dan mengekspresikan emosi

secara alamiah. Seseorang yang memilki skor tinggi pada dimensi ini

akan mengetahui dan memahami emosinya dengan baik dibandingkan

dengan sebagian besar orang lain.

2) Empati

Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk

merasakan dan memahami emosi orang-orang di sekitarnya. Seseorang

yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan lebih sensitif pada

emosi orang lain dan baik dalam memprediksi respon emosi orang lain.

3) Manajemen diri

Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan seeorang untuk mengatur

emosinya, mampu memulihkan stres psikologi lebih cepat. Seseorang

yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan mampu kembali

normal dari kekcewaan yang telah melanda kehidupannya.

4) Motivasi diri

Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk

menggunakan emosinya sebagai aktifitas kontruktif dan kinerja diri.

Seseorang yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan menjaga

emosinya tetap positif disetiap waktu. Mereka akan menggunakan

emosinya sebagai motivasi untuk menciptakan kinerja yang tinggi, baik

di tempat kerja maupun di kehidupan pribadinya.


24

3. Beban Kerja

a. Pengertian Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan kerja suatu tenaga kerja yang beda

dari satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung pada tingkat

keterampilan, kesehatan jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan

ukuran tubuh yang berbeda dari yang bersangkutan, Kusumaningrum

(dalam Ardhanti 2017). Sedangkan menurut Mulyasa (dalam Ningsih

2017), beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan

dalam jangka waktu tertentu. Memperkirakan beban kerja dari masing-

masing satuan organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau

berdasarkan kemampuan.

Rovanita (2017), beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah

kegiatan yang harus di selesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang

jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan

sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan

efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang

dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan ,

teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya.

b. Faktor-Faktor Beban Kerja

Menurut Kusumaningrum (dalam Ardhanti 2017), menyatakan bahwa

beban kerja di pengaruhi dengan faktor-faktor sebagai berikut:

1) Faktor eksternal yaitu beban kerja yang berasal dari dalam tubuh

pekerja, seperti ;
25

a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun

kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi

kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental

seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan,

tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat,

kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur

organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan

kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja

psikologis.

2) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut

strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif

maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis

kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor

psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

c. Dampak-dampak beban kerja

Menurut Vanker (dalam Ari 2014) memberikan pendapat tentang dampak

dari beban kerja, yaitu :

1) Tidak ada waktu luang untuk bersantai dan bersenang-senang

2) Langkah kerja lebih cepat dan perasaan terburu-buru sepanjang waktu


26

3) Masalah pribadi (minum-minuman beralkhohol, merokok, makan

berlebihan, menggunakan narkoba)

4) Depresi dan kelelahan

5) Kesulitan tidur

6) Menurunnya moral dan harga diri

d. Efek Beban Kerja

Menurut Manuaba (dalam Setiawan 2016) beban kerja yang terlalu

berlebihan akan menimbulkan efek berupa kelelahan baik fisik maupun

mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan

pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu

sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan

menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutis

sehari hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan

kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial

membahayakan dan menurunkan kinerja karyawan. Bertambahnya target

yang harus dicapai perusahaan, bertambah pula beban karyawannya apabila

beban kerja terus menerus bertambah .

e. Dimensi dan indikator Beban Kerja

Hart dan Staveland (dalam prijayanti 2015), membagi beban kerja

fisik dan mental menjadi enam dimensi, ukuran beban kerja fisik meliputi

physical demand, dan effort. Dan ukuran beban kerja mental meliputi

mental demand, temporal demand, performance dan frustration level yaitu:


27

1) Physical demand, yaitu besarnya efektivitas fisik yang dibutuhkan

dalam melakukan tugas (contoh : mendorong, menarik, memutar,

mengontrol, menjalankan dll).

2) Effort, yaitu usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental yang

dibutuhkan untuk mencapai level performans karyawan.

3) Mental demand, yaitu besarnya aktivitas mental dan perseptual yang

dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Pekerjaan tersebut

mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, dan longgar atau ketat.

4) Temporal demand, yaitu jumlah tekan yang berkaitan dengan waktu

yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Pekerjaan perlahan

atau santai atau cepat, dan melelahkan.

5) Frustation level, yaitu seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung,

terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan

kepuasan diri yang dirasakan.

6) Performance, yaitu seberapa besar keberhasilan seseorang didalam

pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

4. Personality Types

a. Pengertian Personality Types

Menurut Eysenck (dalam Gamayanti 2012), sebagai salah satu tokoh

psikologi pada saat itu, merumuskan bahwa kepribadian adalah suatu

keseluruhan dari pola-pola tingkah laku yang tampil (terlihat) maupun

tersembunyi (potensial) dalam diri individu yang ditentukan oleh faktor

hereditas dan lingkungan.


28

Menurut Kobasa (dalam Zulaiman 2014), menjelaskan kepribadian

merupakan serangkaian sifat yang memiliki fungsi sebagai sumber

perlawanan saat individu menemui suatu masalah. Dengan adanya individu

yang memiliki kepribadian yang tangguh karena kepribadian yang tangguh

menentukan reaksi yang ditimbulkan agar individu yang tahan banting akan

bekerja keras karena menikmati pekerjaan yang dilakukan dan sangat

antusias menyongsong masa depan karena perubahan-perubahan dalam

kehidupan dianggap suatu tantangan yang sangat berguna.

Berdasarkan definisi dari Allport, Kretch dan Crutchfield, serta

Heuken (dalam Kuntjojo 2009), dapat disimpulkan pokok-pokok pengertian

kepribadian sebagai berikut.

1) Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri dari

aspek psikis, seperti : inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita, dst. Serta

aspek fisik seperti : bentuk tubuh, kesehatan jasmani, dst.

2) Kesatuan dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan lingkungannya

yang mengalami perubahan secara terus-menerus, dan terwujudlah pola

tingkah laku yang khas dan unik.

3) Kepribadian berbentuk dinamis, artinya selalu mengalami perubahan,

tetapi dalam perubahan tersebut terdapat pola-pola yang bersifat tetap.

4) Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin di

capai oleh individu.

b. Karakteristik Personality Types


29

Menurut Hurlock (dalam Fiernaningsih 2017) mengemukakan bahwa

karakteristik penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (healty

personality) ditandai dengan:

1) Mampu menilai diri sendiri secara realistik.

Individu yang kepribadiannya sehat mampu menilai diri apa adanya.

2) Mampu menilai situasi secara realistik

Individu yang menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialami

secara realistik dan mau menerimanya secara wajar.

3) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik.

Individu dapat menilai prestasinya dengan cara realistik dan

mereaksinya secara rasional, dan tidak akan sombong.

4) Menerima tanggung jawab.

Individu yang sehat adalah, dia mempunyai keyakinan terhadap

kemampuannya untuk menghadapi setiap masalah.

5) Kemandirian (autonomy)

Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir dan bertindak,

mampu mengambil keputusan serta menyesuaikan diri dengan norma

yang berlaku di dalam lingkungan.

6) Dapat mengontrol emosi.

Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapi

situasi frustasi, depresi atau stres secara positif.

c. Faktor-faktor Personality Types


30

Menurut Purwanto (dalam Mubarokah 2015), terdapat faktor-faktor

yang mempengaruhi personality types (kepribadian) antara lain:

1) Faktor Biologis

Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan jasmani,

atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik,

pencernaan, pernafasan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf,

tinggi badan, berat badan, dan sebagainya.

2) Faktor Sosial

Faktor Sosial yang dimaksud disini adalah masyarakat yakni manusia-

manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga

kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan,

bahasa, dan sebagainya.

3) Faktor Kebudayaan

Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing

orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana

seseorang itu dibesarkan.

Sedangkan menurut Pervin, et al (dalam Hardiyanti 2013), personality

types terdiri dari lima faktor. Terdapat bebeapa istilah untuk menjelaskan

kelima faktor tersebut. Namun disini kita akan menyebutnya dengan istilah-

istilah berikut :

a. Neuroticim (N)

b. Extraversion (E)

c. Opennes to New Experience (O)


31

d. Conscientiousness (C)

Neuroticim Berlawanan dengan emotional stability yang mencakup

perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan

tegang. Opennes to experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan

kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan

agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang

dilakukan seseorang dan kepada orang lain. Terakhir conscientiousness

menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan kemampuan mengendalikan

dorongan yang diperlukan dalam kehidupan sosial.

d. Dimensi dan indikator Personality Types

Adapun dimensi dan juga indikator kepribadian yang dikembangkan

dalam penelitian oleh Jhon dan Srivastava (dalam Utomo 2017), adalah

sebagai berikut :

a. Extraversion vs introversion

Orang yang memiliki pribadi extraversion cenderung lebih suka

berteman (sociable), memiliki ketegasan (forceful), penuh aktifitas

(energetic), suka berpetualang (adventure), memiliki emosi positif

(enthusiastic), dan ramah (outgoing).

b. Agreeableness vs antagonism

Orang yang memiliki pribadi agreeableness cenderung dapat

dipercaya, pemaaf, berterus terang, tidak egois (altruism), suka

memberi, renda hati, dan simpati pada orang lain.

c. Conscientiousness vs lack of direction


32

Orang yang memiliki pribadi conscientiousness cenderung tertata,

terorganisir, patuh, teliti, memiliki disiplin diri, dan penuh

pertimbangan. Tingginya conscientiousness akan membuat seseorang

menjadi terlalu pemilih, kompulsif terhadap kerapihan dan perilaku

suka.

d. Neuroticism vs emotional stability

Orang yang memiliki pribadi neuroticism cenderung pencemas, mudah

marah, depresi, pemalu, impulsif, kurangnya rasa semangat dalam

bekerja dan penuh kemalangan.

e. Opennes vs closedness to experience

Orang yang memiliki pribadi opennes cenderung banyak ide, fantasi,

menyukai keindahan, penuh perasaan, dan milik nilai dan semangat

dalam melakukan setiap pekerjaan.

5. Burnout

a. Pengertian Burnout

Pengertian burnout didefinisikan pada Dessler dalam (Nurvia 2013),

merupakan hasil dari sebiah reaksi terhadap harapan dan tujuan yang tidak

realistis terhadap pekerjaan yang dialamiserta tujuan jangka panjang yang

sulit di capai merupakan kecendrungan seseorang untuk bisa mengalami

burnout. Pengertian burnout merupakan keadaan dimana individu

mengalami kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi, karena stres

yang dialami dalam jangka waktu yang cukup lama dalam situasi yang

menuntut keterlibatan emosional yang cukup tinggi. Efek yang terjadi


33

akibat burnout adalah menurunnya motivasi terhadap kerja, sinisme,

timbulnya sikap negatif, frustasi, timbul perasaan ditolak oleh lingkungan,

gagal dan self esteem rendah, Mc Ghee ( dalam (Adawiyah 2013).

Pines dan Aronson (dalam Hardiyanti 2013), mendefinisikan

burnout sebagai bagian dari kelelahan fisik,kelelahan emosional dan

kelelahan mental akibat dari keterlibatan dari dalam tuntutan dan situasi

yang penuh dengan emosional dalam jangka waktu panjang. Oleh karna itu

perlu adanya reaksi dalam menghadapinya, karena jika tidak akan muncul

gangguan fisik maupun psikologis. Semakin tinggi nilai yang diperoleh

maka mengindikasikan bahwa tingkat burnout semakin tinggi, demikian

pula semakin rendahnya skor maka tingkat burnout semakin rendah.

b. Karakteristik Burnout

Menurut Hayati (2018), mengemukakan beberapa karakteristik burnout,

yaitu :

1) Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energi disertai keletihan.

2) Lari dari kenyataan : penderita burnout cenderung menghindar dari

tanggung jawab pekerjaannya serta sering membolos kerja.

3) Kebosanan dan sinisme : didasarkan dengan tugas yang kurang

menantang, dan mengakibatkan kejenuhan.

4) Tidak sabar dan mudah tersinggung : pederita burnout cenderung lebih

mudah marah dan tersinggung yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak

penting.
34

5) Merasa dirinya yang hanya dapat penyelesaikan permasalahan : merasa

sanggup menangani sesuatu, tidak membutuhkan bantuan sehingga

menjadi tinggi hati.

6) Merasa tidak di hargai : tidak dihargai di setiap ambisi yang tinggi

7) Mengalami disorientasi : kehilangan arah serta tujuan dalam hidupnya,

tidak tahu apa target pekerjaannya.

8) Curiga tanpa alasan : menjadi curiga terhadap orang lain karena

berkembangnya pendapat negatif dalam diri mereka yang membuatnya

mereka menjaga jarak dengan orang lain.

9) Depresi : kondisi emosional yang berkepanjangan, yang mewarnai

seluruh proses berfikir

c. Faktor-faktor yang menyebabkan burnout

Faktor yang dapat mempengaruhi burnout individu adalah faktor

situasional dan faktor individu, Marlach, dkk (dalam paramita 2012), faktor

situasional meliputi karakteristik pekerjaan , jenis pekerjaan dan

karakteristik organisasi, sedangkan faktor individu meliputi karakteristik

demografis, karakteristik kepribadian dan sikap terhadap pekerjaan.

Sedangkan menurut Setyowati (dalam Romadhoni, L., C., Asnomy T., &

Suryatni, M. 2015), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

burnout terdiri dari faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk

bekerja dan masalah psikososial mereka ataupun fisik mereka.

Menurut Khairani dan Ifdhil (2015), mengemukakan bahwa faktor

penyebab burnout adalah sebagai berikut :


35

a. Lack of Social Support (Kurangnya dukungan sosial)

b. Demographic Factors (Faktor demografis)

c. Self-Consep (Konsep diri)

d. Role Conflict and Role Ambiguity (Peran Konflik dan Peran

Ambiguitas)

e. Isolation (Isolasi)

d. Ciri-ciri Burnout

Menurut Pines dan Aronson (dalam Adawiyah 2013) ciri-ciri umum

burnout yaitu :

1) Sakit fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit pinggung,

tegang pada otot leher dan bahu, sering flu, susah tidur, rasa letih.

2) Kelelahan emosi dicirikan seperti rasa bosan, mudah tersinggung,

sinisme, suka marah, gelisah, putus asa, sedih, tertekan, dan tidak

berdaya.

3) Kelelahan mental dicirikan seperti acuh tak acuh pada lingkungan,

sikap negatif terhadap orang lain, konsep diri yang rendah, putus asa

dengan jalan hidup, dan merasa tidak berharga.

e. Dimensi dan Indikator burnout

Berikut akan dijelaskan dengan terperinci ketiga dimensi burnout

menurut Marlach (dalam Prijayanti 2015) yaitu :

1) Kelelahan emosional (Emotional Exhaustion)

Kelelahan emosional mengacu pada perasaan emosional yang terlalu

berat dan kehabisan sumber daya emosi seseorang. Sumber utama dari
36

kelelahan ini adalah beban kerja dan konflik pribadi di tempat kerja.

Orang-orang yang merasa kehilangan energy ini akan merasa kesulitan

dalam menghadapi hari lain atau kesulitan berhadapan dengan orang

lain. Komponen emitional exhaustion ini merupakan dimensi dasar dari

burnout.

2) Depersonalisasi (Depersonalization)

Mengacu pada sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan penerina

layanan, menjauhnya seseorang dari lingkungan sosial, dan cenderung

tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya,

kehilangan idealism. Perilaku tersebut adalah suatu upaya untuk

melindungi diri dari tuntutan emosional yang berlebihan.

3) Reduced personal accomplishment

Hal ini mengacu pada penilaian yang rendah terhadap kompetensi diri

dan pencapaian keberhasilan diri dalam pekerjaan, ditandai dengan

menurunnya self-efficacy yang telah dikaitkan dengan depresi dan

ketidak mampuan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan dapat diperburuk

oleh kurangnya dukungan sosial dan kesempatan untuk berkembang

secara profesional. Semua mengacu pada penilaian yang rendah

terhadap kompetensi diri dan pencapaian keberhasilan diri dalam

pekerjaan
37

6. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

NO Peneliti, Judul dan Metode Penelitian Variabel Hasil Penelitian


tahun penelitian Penelitian

Populasi : Berdasarkan hasil


100 orang perhitungan
Raden Adjeng penelitian
Robiatul Adawiyah Sampel: Variabel Bebas : diketahui terdapat
(2013) 90 orang Kecerdasan hubungan yang
1 Kecerdasan Emosi dan negatif antara
Emosional, Teknik Sampling: Dukungan Sosial kecerdaasan
Dukungan Sosial Random sampling emosional dan
dan Kecendrungan Variabel Terikat : dukungan sosial
Burnout Metode Analisis Data: Kecendrungan terhadap
Analisis regresi linear Burnout kecendrungan
berganda burnout.

Madeline S. Populasi : Berdasarkan hasil


Widjaja, Kartika S. 104 orang penelitian, terdapat
Sitorus, Karel K. Variabel Bebas : hubungan yang
Himawan (2016) Sampel: kecerdasan negatif. Dimana
Hubungan Antara 104 orang Emosional yang dimaksud
2 Kecerdasan adalah Semakin
Emosional Dengan Teknik Sampling: Variabel Terikat : tinggi
Kecendrungan Probability sampling, Kecendrungan kecendrungan
Burnout Pada purposive sampling Burnout burnout, maka
Karyawan Bagian semakin rendah
Pemasaran Metode Analisis Data: tingkat kecerdasan
Korelasi Pearson, Uji emosionalnya, dan
Kolmogorov-smirnov. sebaliknya.

Fadhila Avionela, Populasi : hasil penelitian


Nailul Fauziah 128 orang Variabel Bebas : terdapat hubungan
(2016) kecerdasan Emosi yang negatif antara
3 Hubungan Antara Sampel: kecerdasan emosi
Kecerdasan Emosi 64 orang Variabel Terikat : dengan burnout,
38

dengan Bunrout Burnout bahwa guru-guru


Pada Guru Teknik Sampling: bersertifikasi
Bersertifikasi Di Random sampling tersebut
SMA Negeri mengalami tingkat
Kecamatan Metode Analisis Data: burnout yang
Bojonegoro Analisis regresi rendah.
sederhana

Dalam hasil
Romy Lendra Populasi : penelitian adanya
Pratama, Akmal 78 orang pengaruh yang
Akmal, Ice Kamela Variabel Bebas : signifikan terhadap
(2018) Sampel: Beban Kerja, burnout. hasil
Pengaruh Beban 78 orang Work Family didapat bahwa
Kerja, Work Conflict Dan semakin tinggi
4 Family Conflict Teknik Sampling: Dukungan Sosial beban kerja,
Dan Dukungan accidental sampling semakin kuat
Sosial Terhadap Variabel Terikat : konflik di dalam
Burnout Pada Metode Analisis Data: Burnout bekerja dan
Anggota Satpol PP Analisis regresi linear semakin tinggi
Kota Padang berganda dan t-statistik dukungan sosial
akan mendorong
terjadinya burnout

Berdasarkan hasil
Populasi : penelitian terdapat
100 orang adanya hubungan
Variabel Bebas : positif yang sangat
Roro Vasthy Dwi Sampel: Persepsi Beban signifikan antara
5 Ardhanti (2017) 100 orang Kerja persepsi terhadap
Hubungan Antara beban kerja dengan
Persepsi Terhadap Teknik Sampling: Veriabel Terikat : burnout syndrome,
Beban Kerja Random sampling Burnout yang diartikan
Dengan Burnout semakin tinggi
Syndrome pada Metode Analisis Data: persepsi terhadap
perawat Analisis regresi linear beban kerja maka
berganda maka semakin
tinggi burnout.
39

Berdasarkan hasil
penelitian, secara
Lalu Ciptadi Populasi : Variabel Bebas : parsial variabel
Romadhoni, 110 orang Beban Kerja, beban kerja
Thatok Asmony, Lingkungan berpengaruh positif
Mukmin Suryatni Sampel: Kerja dan dan signifikan
(2015) 76 orang Dukungan Sosial terhadap burnout
6 Pengaruh Beban pustakawan di kota
Kerja, Lingkungan Teknik Sampling: Variabel Terikat : Mataram. Hal ini
Kerja dan Random sampling Burnout dapat dilihat dari
Dukungan Sosial nilai T table
Terhadap Burnout Metode Analisis Data: sebesar 8,342 lebih
Pustakawan Di Analisis regresi linear besar dari nilai T
Kota Mataram berganda table sebesar 1,993
dengan
probabilitas
signifikansi 0,000
< 0,05

Berdasarkan hasil
penelitian ini
adalah bahwa
Populasi : hipotesis mayor
200 orang diterima, yang
Arif Budi Utomo Variabel Bebas : artinya dukungan
(2017) Sampel: Dukungan Sosial sosial dan
7 Pengaruh 200 orang dan Kepribadian. kepribadian
Dukungan Sosial mempengaruhi
dan Kepribadian Teknik Sampling: Variabel Terikat : burnout, hasil yang
Terhadap Burnout Non-probability Burnout di dapatkan dalam
Pada Karyawan sampling penelitian ini
hanya sebesar 22%
Metode Analisis Data: yaitu variabel
Multiple Regression independen
Analysis mempengaruhi
variabel
dependennya.
40

Populasi :
51 orang
Garid Vina Variabel Bebas :
8 Anggraeni (2009) Sampel: Big Five Berdasarkan hasil
Pengaruh Big Five 51 orang Personality penelitian dapat
Personality ditarik kesimpulan
Terhadap Burnout Teknik Sampling: Variabel Terikat : bahwa personality
Pada Perawat Random sampling Burnout berpengaruh secara
Rumah Sakit Islam signifikan terhadap
Metode Analisis Data: burnout.
Analisis regresi linear
berganda

Berdasarkan hasil
penelitian type of
Populasi : personality A
Putra, Kamela dan 72 orang berpengaruh positif
Trianita (2016) Variabel Bebas : dan signifikan
Pengaruh Role Of Sampel: Role Of Conflict, terhadap burnout
Conflict, 72 orang Emotional pada karyawan PT.
10 Emotional Intellegence dan TPI Group di
Intellegence dan Teknik Sampling: Type Of dusun pangean
Type Of Random sampling Personality A kecamatan Ujung
Personality A Tanjung
Terhadap Burnout Metode Analisis Data: Variabel Terikat : Kabupaten Muaro
Pada Karyawan Analisis regresi linear Burnout Bungo. Temuan
PT. TPI Group berganda dan t-statistik diperoleh bahwa
individu
berkepribadian A
lebih gampang
untuk burnout.

Populasi : Dalam penelitian


Abdulamir Saiiari, 183 Subjects menunjukan
Motahareh Variabel Bebas : adanya hubungan
Moslehi, Rohollah Sampel: Emotional yang signifikan
Valizadeh (2011) 183 Subjects Intellegence antara kecerdasan
11 Relationship emosional dengan
Between Emotional Teknik Sampling: Variabel Terikat : burnout. juga ada
Intellegence And Random sampling Burnout hubungan antara
Burnout Syndrome Syndrome burnout dengan
In Sport Teacher Metode Analisis Data: komponen
41

Of Secondary Korelasi pearson kecerdasan


Schools coefisien dan analisis emosional
regresi

Populasi :
200 Subjects
Berdasarkan hasil
Reza Pishghadam Sampel: Variabel Bebas : penelitian adanya
dan Samaneh 147 orang Personality and hubungan yang
12 Sahebjam (2013) Emotional signifikan antara
Personality and Teknik Sampling: Intellegence personality types,
Emotional Random sampling dan kecerdasan
Intellegence In Variable Terikat : emosional terhadap
Teacher Burnout Metode Analisis Data: Burnout burnout
Analisis homogenitas
dan regresi linear
berganda

Populasi : Dalam haril


242 employees penelitian
Level Of Workload menunjukan
And Its Sampel: Variabel Bebas : adanya hubungan
Relationship With 200 employees Beban Kerja signifikan korelasi
13 Job Burnout antara beban kerja
Among Teknik Sampling: Variabel terikat : dengan burnout,
Admistrative Staff Random sampling Burnout oleh karna itu
tingkat beban kerja
Metode Analisis Data: yang rendah
SPSS, t-statistik diperlukan untuk
deskriptif dan uji pearson mencegah
terjadinya burnout

B. Rerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis

1. Rerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh arah penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan

antara Kecerdasan emosional, Beban Kerja dan Personality Types yang


42

mempengaruhi Burnout, maka kerangka konseptual dapat diambil dengan

jalur pemikiran yang tergambar dalam diagram struktur seperti pada

gambar dibawah ini :

Kecerdasan
Emosional
(X1)
H1

Beban Kerja Burnout


(X2) H2 (Y)

H3

Personality Types
(X3)

Gambar 2.1

Rerangka Konseptual

Keterangan:

1) Variabel bebas, yang nilainya tidak langsung terhadap nilai lain, variabel

diberikan simbol (X), antara lain:

X1 : Kecerdasan Emosional

X2 : Beban Kerja

X3 : Personality Types

2) Variabel terikat, varibel yang nilainya tergantung variabel lain, variabel

diberikan simbol (Y)

Y : Burnout
43

2. Pengembangan Hipotesis

a. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Burnout

Setiap karyawan dapat mengalami tekanan dalam bekerja yang

disebabkan oleh beberapa faktor, tetapi tidak setiap karyawan mengalami

kecendrungan burnout. hal ini terjadi karena setiap individu memiliki

karakteristik pribadi yang berbeda-beda, sehingga kemampuan yang

dimiliki seseorang untuk menanggapi tekanan juga berbeda-beda.

Corrigan, Holmes, dan Luchins (dalam Widjaja 2016). Salah satu

kemampuan tersebut adalah kecerdasan emosional yang dimiliki setiap

individu. Dengan adanya kecerdasan emosional, seseorang memiliki

regulasi diri untuk dapat mengontrol dirinya agar tidak dapat terpengaruh

beban kerja secara berlebihan yang mungkin dapat berkembang menjadi

kecendrungan burnout. Bagaimanapun, kondisi burnout muncul bukan

hanya dipengaruhi oleh kondisi organisasi, namun merupakan hasil

interaksi antara kondisi organisasi dengan karakteristik individu, misalnya

kondisi emosi. Ema (dalam Widjaja 2016).

Hasil penelitian menemukan bahwa pengaruh burnout pada

kecerdasan emosional signifikan, temuan ini sama dengan teori

Banughopan (dalam Imaniar dan Sularso 2016) mengenai para pekerja

yang terkena burnout akan mengalami kelelahan mental, kelelahan

emosional, kehilangan komitmen, dan mengalami penurunan motivasi diri

seiring dengan berjalannya waktu. Dalam penelitian Avionela dan

Fauziah (2016) menyimpulkan terdapat hubungan negatif antara


44

kecerdasan emosi dengan burnout. Semakin tinggi kecerdasan emosi yang

dimiliki individu maka tingkat burnout yang dialami semakin rendah.

Sedangkan apabila individu dengan kecerdasan emosi rendah maka tingkat

burnout semakin tinggi. Kecerdasan emosi mempengaruhi munculnya

burnout yang dialami individu. Begitupun hasil penelitian Rudyarwaty,

Wicaksono dan Priyatama (2018) dapat diambil kesimpulan bahwa

terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan

burnout pada pegawai kantor pelayanan pajak Sleman.

H1: Kecerdasan Emosional berpengaruh secara signifikan terhadap

Burnout Karyawan.

b. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Burnout

Beban kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap burnout.

Beban kerja dicirikan sebagai ssejumlah kegiatan, waktu, dan energi yang

harus di keluarkan seseorang baik fisik ataupun mental dengan

memberikan kapasitas mereka untuk memenuhi tuntutan tugas yang

diberikan. Manuaba (dalam Romadhoni dan Suryatni 2015) menyatakan

beban kerja dikatergorikan menjadi 2 yaitu 1. Beban kerja fisik dapat

berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat mendorong.

2. Sedangkan beban kerja psikologis atau mental dapat berupa sejauh

mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan

individu lainnya. Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan

Prijayanti (2015), menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh positif dan


45

signifikan terhadap burnout, yang berarti semakin tinggi beban kerja yang

diberikan maka semakin tinggi burnout yang dirasakan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hariyono (dalam Sari 2015), menunjukan terdapat hubungan yang

signifikan antara beban kerja terhadap burnout, bahwa beban kerja yang

tinggi dapat menyebabkan pekerja mengalami kejenuhan dan kelelahan

dalam bekerja. Menurut Pangastiti (dalam Ardhanti 2017), bahwa

tanggung jawab dan tuntutan pekerjaan yang banyak dapat berpotensi

menjadi stresor bagi karyawan. Stresor yang terjadi secara terus menerus

dan tidak mampu diadaptasi oleh individu akan menimbulkan beberapa

gejala yang disebut dengan burnout syndrome.

H2: Beban Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Burnout

Karyawan.

c. Pengaruh Personality Types Terhadap Burnout

Kepribadian merupakan faktor penting bagaimana seseorang

berfikir, merasakan dan bertindak. Beberapa pendekatan yang

dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu

pendekatan adalah pendekatan trait. Teori trait merupakan sebuah model

untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk

menggambarkan suatu kepribadian seperti yang diungkapkan oleh

Fieldman (dalam). Adanya pengaruh secara bersama-sama personality ini

sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Bakker et al. (2006), yang

menyatakan bahwa personality berpengaruh pada terjadinya burnout.


46

Pada penelitian Gusnita (2013), menemukan bahwa tipe

kepribadian berpengaruh signifikan terhadap burnout. Hasil yang di

peroleh menunjukan bahwa individu yang memiliki tipe kepribadian A

relatif rentan untuk merasakan burnout, mengingat individu dengan

kepribadian tipe A cenderung suka terburu-buru, terfokus pada hasil, tidak

mengenal waktu istirahat serta memiliki tingkat emosi yang tinggi. Pada

penelitian Utami dan Nahartyo (dalam Putra, Kamela dan Trianita 2016),

mengemukakan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap burnout.

keadaan tersebut terjadi karena adanya tipe kepribadian yang justru sangat

memungkinkan individu mengalami burnout yaitu tipe kepribadian A.

H3: Personality Types berpengaruh secara signifikan terhadap

Burnout Karyawan.

Anda mungkin juga menyukai