Tugas Perpajakan 1
Tugas Perpajakan 1
OLEH :
KELOMPOK 1
• Nur Farida 1610247132
• Oetari Andri Prakoso 1610247134
• Refinia Widiastuty 1610247135
• Yeni Sapridawati 1610247130
• Yutri Nurmalasari 1610247138
Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan nikmat yang tiada
terkira bagi kami. Sehingga dengan nikmat dan rahmat-Nya kami mampu untuk menyelesaikan
makalah sebagai tugas kelompok dalam mata kuliah “Manajemen Perpajakan”.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak, yang telah memberikan tugas tersebut
sehingga kami menjadi semakin mengerti tentang mata kuliah “Manajemen Perpajakan”, khususnya
pada materi “Pemilihan Badan Usaha dalam Bentuk PT, CV, dan Perseorangan”. Selanjutnya,
terimakasih kepada teman-teman dari kelompok lain yang telah berkenan mempelajari hasil dari
tugas kami.
Sekian dari kami semoga bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua orang umumnya.
Tim Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha, perpajakan mempunyai ketentuan mengenai
penghasilan yang diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam UU
PPh.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai
PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu
dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan
bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.
Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan
sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan
penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha
adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati
oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga
penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai
keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
Selain itu dalam memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin besar
omzet/penghasilan yang didapat maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi
itulah menyebabkan terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari pajak atau
meringankan beban pajak pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
Sehingga perencanaan perpajakan (tax planning) dapat digunaan oleh badan usaha tersebut dalam
melakukan kewajiban perpajakannya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal pertama yang harus
diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk menentukan bentuk usaha apa yang dapat
memberikan kontribusi profit paling besar dengan tingkat risiko yang paling rendah. Terkait
ketentuan perpajakan yang berlaku, investor/pengusaha juga harus menentukan bentuk usaha
yang mana yang memberikan kontribusi profit yang paling besar namun dengan beban pajak yang
paling kecil, dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja untuk
mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
Pohan (Zain, 2003:97) memberikan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan bentuk usaha, diantaranya:
1. bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu
2. pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun
penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya
3. kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan
4. adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit
investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
5. kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas
penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
6. liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Secara umum terdapat empat bentuk usaha yang legal, yaitu:
1. partnership yang berupa persekutuan perdata (maatschap), persekutuan komanditer
(commanditaire vennootschap = CV), dan firma;
2. perseroan terbatas (PT)
3. koperasi, asosiasi, yayasan, dan badan usaha lain
4. usaha orang pribadi/individual basis
Fokus penjelasan tulisan ini hanya akan menekankan pada pemilihan badan usaha berbentuk
usaha orang pribadi (individual basis), CV dan PT. Dan disini kita hanya mendiskusikan masalah
pemilihan bentuk usaha dilihat dari aspek perpajakannya. Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat
dipertimbangkan investor, itu semua akan bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung.
5
2.1 USAHA ORANG PRIBADI/ PERSEORANGAN
Warga Negara Indonesia diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha selama tidak
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk melakukan usaha secara pribadi,
seseorang tidak memerlukan izin khusus dalam pendiriannya, karena bukan berupa badan usaha
atau badan hukum. Usaha perseorangan ini bisa dijalankan dengan membuat usaha dagang (UD)
atau usaha lainnya, tanpa harus memiliki nama usaha. Contoh usaha yang dijalankan pun bisa
beragam, dari berdagang, manufaktur skala kecil, jasa, dsb.
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan seluruhnya
akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan tersebut akan dikenai pajak
sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang diperoleh di atas
Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan sebesar 30%.
Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya dihitung berdasarkan
pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya
pemisahan harta usaha dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya
perorangan. Namun demikian untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus
dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan
biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya pemisahan antara
harta usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan kewajiban mendaftar NPWP hanya
melekat pada diri perorangannya. Begitu pula dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan, seperti biaya gaji
pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi perorangan yang omzet setahunnya belum
melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, sehingga keuntungan
dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya kerugian usaha.
6
Kelemahan Perseorangan yaitu Keterbatasa dalam mendapatkan modal
Dalam menghitung besarnya pajak penghasilan, usaha perorangan wajib melakukan pembukuan
atau hanya melakukan pencatatan dengan Norma Penghitungan jika peredaran brutonya kurang
dari Rp. 1.800.000.000 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
7
Terkait dengan ketentuan perpajakan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam
memilih bentuk usaha Perseorangan adalah:
8
menggunakan bentuk orang pribadi, yang cukup dilakukan dengan mencaatat peredaran bruto
setialp bulan tanpa harus membuat laporan keuangan.
Wajib pajak pribadi yang memiliki omset diatas 4.800.000.000 wajib melakukan
pembukuan, jika wajib pajak tersebut tidak menyelenggarakan pembukuan dengan benar
maka penghasilan netonya akan dihitung dengan norma khusus dan dikenakan sanki kenaikan
sebesar 50% dari PPh yang kurang atau tidak dibayar.
4. Pertimbangan kewajiban pemungutan pajak
Wajib pajak badan yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja, dan
otomotif ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan produknya. Namun
pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak dikenakan kepada wajib pajak perorangan yang
mempunyai industri diatas.
5. Pertimbangan Pertanggung-jawaban Utang Pajak
Aktiva yang dimiliki oleh wajib pajak perseorangan tidak terpisahkan dengan aktiva dari
kegitan usahanya, sehingga keuntungan yang didapat dari semua kegiatan usaha dalam
bentuk perseorangan itu akan diakuinya sendiri. Sebaliknya untuk kerugian, semua kesulitan
dalam kegiatan usaha dari bentuk perseorangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi
wajib pajak. Berbeda halnya dengan badan usaha yang harus memisahkan aktiva yang dimiliki
oleh pemilik dan aktiva yang dimiliki perusahaan berbentuk badan usaha dimana keuntungan
maupun kerugian akan diakui sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati baik yang
dimasukkan kedalam anggaran dasar atau tidak.
Namun dalam ketentuan perpajakan ada beberapa tanggung jawab bagi badan usaha
yang tidak dapat dipisahkan dengan tanggung jawab pemiliknya yaitu utang pajak. Harta
pemilik modal badan usaha merupakan barang yang dapat disita apabila terdapat utang pajak
dari wajib pajak badan yang tidak dibayar walaupun telah dilakukan tindakan surat paksa oleh
juru sita pajak Negara.
Jika seseorang ingim memutuskan untuk menanamkan modal pada badan usaha atau
berusaha sendiri melalui bentuk perseorangan, selain mempertimbangkan kemungkinan
besarnya laba yang akan diterima juga harus mempertimbangkan seandainya terjadi kerugian
atau mempunyai utang pajak.
Penanggung utang pajak tetap harus dilakukan walaupun pemilik modal badan usaha
tersebut bersifat pasif. Kalau terjadi perrmasalahan dengan utang pajak, hartanya dapat dimint
untuk membayar utng pjak dari badan usah dimmana dia menanamkan modalnya.
9
Contoh
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Selama tahun 2015 laporan
laba/rugi usaha tuan Anas tersebut adalah:
Peredaran usaha Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp700.000.000,-
Maka penghitungan besarnya PPh terutang Tuan Anas selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Laba Usaha Rp700.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) * Rp67.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp632.500.000,-
PPh Terutang
5% x Rp50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000,- Rp134.750.000,-
25% x Rp250.000.000,- = Rp62.500.000,-
30% x Rp132.500.000,- = Rp39.750.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha 19,3%
*) 54.000.000 + 4.500.000 + (2×4.500.000) = Rp67.500.000
Dari analisis di atas, ada beberapa hal penting yang perlu di catat :
1. Beban pajak yang ditanggung investor melalui persekutuan ternyata lebih kecil dibandingkan
daripada usaha berbentuk PT
2. Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingkat efisiensi pajak yang jauh lebih besar dari
pada bentuk badan usaha lainnya. Namun kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan
atas dasar pertimbangan ini semata, harus memperhatikan pertimbangan lainnya.
3. Pemihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan oeh
para investor untuk meminimalkan beban pajak. Namun demikian faktor pajak bukan satu-
satunya pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis. Masih banyak variabel lain yang
harus diperhatikan investor.
10
2.2 PERSEKUTUAN KOMANDITER (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP = CV)
CV merupakan salah satu bentuk partnership yang paling umum di Indonesia. CV merupakan
suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang
atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak
sebagai pemimpin. Dalam pendiriannya, CV cukup didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, namun tidak perlu disahkan oleh Kementerian
Hukum dan HAM.
Atau Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk usaha yang
didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. Atas bentuk
usaha tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham mempunyai
perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.
Kelebihan dan kekurangan bentuk usaha CV, sebagaimana diuraikan Santoso dan Rahayu,
(2013:91) antara lain:
Kelebihan
1. relatiif mudah dalam proses pendiriannya
2. kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi
3. cenderung lebih mudah memperoleh kredit
4. dari segi kepemimpinan, CV relatif lebih baik
5. lebih fleksibel karena bagi sekutu pasif akan lebih mudah untuk menginvestasikan maupun
mencairkan kembali modalnya
6. tidak ada ketentuan memakai nama CV seperti halnya dengan PT
7. Anggaran dasar tidak perlu mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM
11
Kekurangan:
1. kelangsungan hidup tidak menentu karena banyak tergantung dari sekutu aktif yang bertindak
sebagai sekutu pemimpin CV
2. tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas dapat berpengaruh terhadap semangat
untuk memajukan perusahaan
3. kewajiban sekutu yang tidak terbatas
4. perlindungan hukumnya masih dianggap minim
Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk mendaftarkan
NPWP yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha merupakan
penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan dilaporkan oleh CV atau Firma sebagai
Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan seorang investor dari penanaman modal di CV atau Firma
adalah penghasilan berupa pembagian laba. Jika seorang investor juga aktif menjalankan usaha,
investor dapat saja menerima tambahan penghasilan lain berupa gaji dan tunjangan-tunjangan
lainnya.
Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan dari CV atau Firma kepada
pemilik tidak dianggap sebagai terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak tidak mengakui
adanya pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma. Sebaliknya penerimaan berupa
gaji oleh pemilik tidak dianggap sebagai adanya penghasilan bagi si pemilik. Demikian juga atas
pembagian laba yang diterima oleh pemilik.
Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan CV atau Firma diperlakukan
sebagai satu kesatuan dalam penghitungan PPh atas keuntungan usaha. Satu kesatuan dalam hal
ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV atau Firma hanya akan dikenai PPh satu
kali yaitu di CV atau Firma.
Dengan demikian antara CV dengan usaha perorangan memiliki persamaan perlakuan
perpajakan yaitu keuntungan usaha sama-sama diperlakukan sebagai satu kesatuan dengan
penghasilan pemiliknya. Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan dikenai pajak di sisi
perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha CV dikenai pajak di sisi CV sebagai WP
badan.
Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan pengurangan biaya berupa
gaji pemilik dan pembagian keuntungannya. Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki
keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak. Sebagaimana
dijelaskan di atas, tarif pajak bagi CV adalah 28% sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi adalah
30%. Dengan demikian dengan membentuk CV dapat timbul penghematan pajak sebesar 2%.
12
Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan
dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak
Atas keuntungan CV dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 undang-
undang Pajak Penghasilan (sama dengan PT). Pembagian keuntungan kepada pemegang saham
(pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya CV, tidak dipotong PPh pasal 23 dan bagi yang
menerima bukan sebagai obyek pajak. Dengan kata lain, Pajak penghasilan hanya dikenakan pada
Perusahaan (Badan) saja dan tidak ada double taxation.
13
Contoh
CV Aurora bergerak dalam usaha perdagangan besar, laba rugi tahun 2015 menunjukkan informasi
sebagai berikut:
Peredaran usaha Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi (tidak termasuk gaji para sekutu) Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp700.000.000,-
14
pemegang saham yang merangkap juga sebagai pengurus yang ikut aktif menjalankan roda usaha
sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa gaji.
Kelebihan dan kelemahan PT sebagaimana diuraikan oleh Santoso dan Rahayu (2013:100-
101) adalah sebagai berikut :
Kelebihan
1. kewajiban dan tanggung jawab terbatas
2. masa hidup abadi
3. efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan pengurus
4. modal dapat diperoleh dengan menjual saham
Kekurangan
1. kerumitan perizinan dan organisasi
2. besarnya biaya pengorganisasian perusahaan
3. bidang usaha PT relative susah diubah karena harus mengubah akta pendirian dan sulit
mengubah investasi yang telah ditanamkan
4. hubungan antarperorangan lebih formal dan terkesan kaku
Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib Pajak
yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta baik berupa sumber
daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah terjadi arus mengalirnya
penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh pemegang saham dianggap sebagai
penghasilan yang akan dikenai pajak. Sebaliknya karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak,
maka di sisi perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan usaha
atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas keuntungan atau laba usaha akan
dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau laba tersebut dibagi kepada para pemegang saham
akan dikenai pajak lagi di pemegang saham (perorangan).
15
bentuk dividen, dikenai PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan Pasal 17 ayat (2c)
sebesar 10%
5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan komisaris dapat dibiayakan oleh
PT
6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau Pasal 31E UU PPh.
Pembagian dividen kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya
perusahaan, dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dan sebagai kredit pajak bagi
pihak yang dipotong (tidak final). Dengan demikian terdapat double taxation.
Contoh
PT Angkasa bergerak sebagai distributor mainan anak yang terbuat dari bahan yang aman dan
berkualitas. Laba/rugi PT Angkasa tahun 2015 menunjukkan informasi sebagai berikut:
Peredaran usaha Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp700.000.000,-
Pada saat laba usaha dibagikan kepada para pemegang saham, dikenai PPh atas dividen sebesar
10%, yaitu:
Laba usaha yang akan dibagikan sebagai dividen Rp525.000.000,-
PPh atas dividen (Pasal 17 ayat(2c) UU PPh Rp52.500.000,-
16
Sehingga total pajak terutang oleh PT dan persentasenya terhadap peredaran usaha dapat dihitung
sebagai berikut:
Jumlah PPh terutang Rp227.500.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha 32,5%
17
Gaji dari pemilik CV yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai
pembagaian keuntungan, tentu saja pengakuan penghasilannya diakui oleh pemilik CV tersebut,
sedangkan untuk PT selain harus diakui oleh orang pribadi pemilik PT, Penghasilan tersebut
pajaknya sudah dihitung pada saat pembayaran gaji.
Contoh:
Tuan A adalah pemilik CV. Maksi y bang modalnya tidak terbagi atas saham. Ia sekaligus
sebagai direkturnya dan mendapat gaji Rp. 400.000.000 untuk setahun. Bagaimana erbandinngan
PPh terutang perusahaan itu menggunakan bentuk PT. Penghasilan kena pajak CV. Maksi adalah
Rp. 500.000.000,- setelah memperhitungkan gaji Tuan A tersebut.
Besarnya PPh terutang dihitung sebagai CV dan sebagai PT adalah sebagai berikut:
Keterangan Bentuk PT Bentuk CV Selisih
Penghasilan Bersih 500.000.000 500.000.000 0
Koreksi Gaji 0 400.000.000 400.000.000
Penghasilan Kena Pajak 500.000.000 900.000.000 400.000.000
PPh terhutang 95.000.000 215.000.000 120.000.000
Dari perhitungan diatas tampak bahwa PPh terutang bentuk usaha CV lebih Besar dibandingkan
dengan bentuk usaha PT.
2. Perlakuan keuntungan
Keuntungan yang didapat oleh badan udaha, apabila dibagikan kepada pemegang saham
berupa deviden akan terutang PPh. Namun bagi wajib pajak berbentuk CV akan modalnya tidak
dibagikan atas saham maka atas deviden yang dibagikan tidak terutang PPh. Sedangkan bagi PT
yang sahamnya dimiliki oleh badan usaha termasuk koperasi yang aktif atas pembagian
devidennya tidak dipotong PPh.
Dari pertimbangan itu apabila wajib pajak mendirikan usaha dalam bentuk perseroan terbatas
CV maka lebih menguntungkan kalau modalnya tidak dijual bebas dalam bentuk saham. Demikian
pula apabila bentuk usahanya berupa Perseroan Terbatas, maka pemegang saham cenderung
berupa badan usaha yang jumlahnya tidak banyak tetapi modalnya rata-rata 25 %
18
Contoh:
Keseluruhan laba bersih CV. Maksi yang telah menjadi laba ditahan sebesar Rp.
500.000.000,- dibagi sebagai deviden kepada pemegang anggotanya.
Bagaimana perbandingan PPh terhutang atas deviden yang dibagikan oleh CV. Maksi
disbanding kalau CV. Maksi sebagai PT. dan yang menerima deviden adalah sama yaitu Tuan A.
Dari perhitungan tersebut tampak besarnya PPh terutang atas deviden jauh lebih tinggi kalau
berbentuk PT
Walaupun masing-masing bentuk usaha tersebut di atas mempunyai karakter yang berbeda-
beda beserta keunggulan dan kelemahannya, penulis akan mencoba memberikan perbandingan
atas beban pajak untuk masing-masing bentuk usaha. Supaya perbandingan beban pajak ini dapat
dilakukan secara obyektif, penulis mencoba memberikan asumsi-asumsi pendapatan, pembebanan
biaya dan pembagian keuntungan yang sama untuk masing-masing bentuk usaha tersebut, seperti
yang ada di tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1: Perbandingan Beban Pajak Penghasilan untuk Penjualan Rp. 1,5 Miliar
Perorangan Dgn
Perorangan Dgn Norma
Keterangan PT CV
Pembukuan Penghitungan
*1)
Penjualan 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Beban Usaha *2) 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000 0
Laba Usaha 300.000.000 300.000.000 300.000.000 450.000.000
PTKP *3) 0 0 18.000.000 18.000.000
Penghasilan Kena Pajak 300.000.000 300.000.000 282.000.000 432.000.000
PPh Terutang 75.000.000 75.000.000 40.500.000 78.000.000
Laba Sesudah PPh 225.000.000 225.000.000 241.500.000 354.000.000
PPh 23 Atas Dividen *4) 33.750.000 – – –
Total Beban Pajak 108.750.000 75.000.000 40.500.000 78.000.000
Persentase Beban Pajak
48,33% 33,33% 16,77% 22,03%
terhadap Laba Usaha
19
Asumsi:
*1) Norma Penghitungan Untuk Pedagang Eceran 30% dari Peredaran Bruto
*2) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*3) PTKP K/3 = Rp. 18.000.000
*4) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen, dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15%
Dari Tabel 1 di atas, terlibat bahwa total Beban PPh Terutang terendah adalah usaha
perorangan dengan pembukuan sebesar Rp. 40.500.000, sedangkan total Beban PPh Terutang
terbesar adalah pada usaha perorangan dengan Norma penghitungan sebesar Rp. 78.000.000. Hal
ini terjadi karena secara umum Norma Penghitungan menetapkan margin keuntungan usaha yang
lebih besar (30%) daripada keuntungan usaha sebenarnya (20% dengan pembukuan). Pada
prakteknya, usaha perorangan/orang pribadi mengalami dilemma, jika menggunakan Pencatatan
peredaran bruto (yang mudah/sederhana) dengan Norma penghitungan, Persentase keuntungan
yang sebenarnya masih jauh lebih kecil daripada % Keuntungan yang diterapkan dalam Norma
penghitungan. Sebaliknya, jika mau melakukan pembukuan, masih sulit dan membutuhkan biaya
yang cukup besar.
Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari
CV ataupun perorangan, karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen
yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan
obyek pajak). Maka motivasi sesorang untuk lebih memilih bentuk usaha PT dari pada CV adalah
factor-faktor lain selain factor pajak.
20
Perorangan Dgn
Keterangan PT CV
Pembukuan
Penjualan 3.000.000.000 3.000.000.000 3.000.000.000
Beban Usaha *a) 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000
Laba Usaha 1.800.000.000 1.800.000.000 1.800.000.000
PTKP *b) 0 0 18.000.000
Penghasilan Kena Pajak 1.800.000.000 1.800.000.000 1.782.000.000
PPh Terutang 450.000.000 450.000.000 479.600.000
Laba Sesudah PPh 1.350.000.000 1.350.000.000 1.302.400.000
PPh 23 Atas Dividen *c) 202.500.000 0 0
Total Beban Pajak 652.500.000 450.000.000 479.600.000
Persentase Beban Pajak
48,33% 33,33% 36,82%
terhadap Laba Usaha
Asumsi :
*a) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*b) PTKP K/3 = Rp. 18.000.000
*c) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen dengan tarif 15%
Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa total beban pajak penghasilan terkecil adalah CV sebesar
Rp. 450.000.000, diikuti Usaha Perorangan Rp. 479.600.000 dan yang terbesar adalah PT sebesar
Rp. 652.500.000. Dengan demikian perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha
perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan tarif PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff maximum 25%) dan
orang pribadi (dengan tariff maximum 30%).
PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT atas dividen yang dibagikan sebesar 15% adalah tidak
final, sehingga besarnya tariff efektif akan tergantung pada besarnya penghasilan pemegang
saham (sebagai perorangan). Contoh: jika penghasilan kena pajak pemegang saham (perorangan)
diluar dividen ini sudah mencapai Rp. 200.000.000, maka tariff efektif atas dividen ini menjadi 35%
sehingga total beban pajak atas PT menjadi lebih besar lagi.
21
BAB III
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang akan dihadapi oleh
seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha perorangan, badan usaha yang modalnya
tidak terbagi atas saham seperti CV atau Firma atau PT ternyata menunjukkan bahwa pilihan
bentuk usaha yang tidak terbagi atas saham memiliki keuntungan pajak tersendiri. Keuntungan
tersebut jika dibandingkan dengan usaha perorangan adalah pengenaan tarif pajak tertinggi yang
lebih rendah dibandingkan tarif pajak tertinggi perorangan. Jika dibandingkan dengan bentuk PT
maka keuntungan CV atau Firma adalah tidak dikenakannya pajak ganda (double tax) atas
pembagian laba atau dividen.
Kajian di atas tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan khususnya PPh dengan
kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih memberikan hasil yang sama bagi seorang investor.
Secara lebih mendalam tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha tidaklah sesederhana itu.
Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek tanggung jawab pemegang saham,
aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank, dan lain sebagainya. Namun demikian sudut
pandang aspek pajak ini setidaknya dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam
memilih bentuk usaha.
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk Badan
Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Di Indonesia kita
mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ), Koperasi dan
Swasta. Bentuk badan usaha swastadapat dibagi kedalam beberapa macam : Perseorangan,
Firma, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Yayasan Pilihan bentuk badan
usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perseroan
Kommanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi). Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total
beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV, karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang
harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak
dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Sedangkan (seperti ilustrasib tabel 2) perbedaan besarnya
total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya
Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tariff PPh pasal 17
untuk badan (dengan tariff maximum 30%) dan orang pribadi (dengan tariff maximum 35%).
22
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak bukanlah satu-satunya alasan
dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat
memberikan penghematan pajak.
5.2 Saran
Pajak bukanlah satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk
usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak. Sehingga dalam melakukan
penghematan tersebut bisa dengan cara perencanaan pajak agar kewajiban perbajakan dapat
dilakukan oleh wajib pajak dengan baik.
23
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang undang nomor
16 tahun 2009
Undang-undang republic Indonesia nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang
undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
Santoso, imam dan ning rahayu (2013. Corporate tax management, mengulas upaya pergelolaan
pajak perusahaan secara konseprual-praktikal. Ortax
Nasikhudin. (2016. Artikel. Mengulas tentang memilih badan usaha yang tepat bagi perencanaan
pajak. Ortax
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=85
https://books.google.co.id/books?id=9nAeg3xbW48C&pg=PA3&lpg=PA3&dq=pemilihan+bentuk+us
aha+dalam+tax+planning&source=bl&ots=Q6MaQk1OSd&sig=kLsmTTQr59cOMO2eq8nWJE
30Z0k&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjr4v3EoanWAhUHTo8KHb3iDYUQ6AEIYjAJ#v=onepage&
q=pemilihan%20bentuk%20usaha%20dalam%20tax%20planning&f=true
24
25