Anda di halaman 1dari 8

AKUNTANSI SUKU OSING (STUDI PENDAHULUAN ETNOGRAFI)

Khusnul Prasetyo
Anak Agung Gde Satia Utama
Dian

Abstract
Osing is one of the many ethnic in Java which is stayed in Banyuwangi, East Java. As a community
Osing had life as usual as other community who have worked and used their income for daily necessary
and investment. They used a simple accounting for helped arrange their income. This research using
ethnographic for analyze an accounting Osing ethnic.
Keywords : Accounting, Osing, ethnographic, Banyuwangi

1. PENDAHULUAN

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di ujung timur provinsi Jawa Timur yang
memiliki keanekaragaman budaya maupun potensi sumber daya alam. Sebagai salah satu kabupaten
dengan luas wilayah di Jawa Timur, Banyuwangi dikelilingi gugusan gunung berapi seperti Raung,
Merapi dan Ijen sehingga memiliki wilayah yang sangat subur untuk pertanian dan perkebunan. Selain
itu, sumber daya alam lain yang sangat berpotensi adalah biota laut dan pertambangan belerang di
kaawasan Gunung Ijen.
Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh Banyuwangi tidak terdapat oleh daerah lain
disekitarnya. Selain perpaduan masyarakat Jawa, Madura dan Bali, Banyuwangi memiliki penduduk
asli Banyuwangi yang telah mendiami Banyuwangi sebelum adanya imigran dari suku lain yang
mendiami Banyuwangi. Suku Osing atau disebut Suku Using dalam pengucapannya merupakan
penduduk asli yang tinggal di Banyuwangi atau juga disebut sebagai "wong Blambangan" dan
merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Menurut Sensus
Badan Pusat Statistik 2010 suku Osing merupakan salah satu sub suku Jawa.
Komunitas suku Osing ini menyebar di desa-desa pertanian subur di bagian tengah dan timur
Banyuwangi yang secara administratif merupakan kecamatan-kecamatan Giri, Kabat, Glagah,
Rogojampi, Sempu, Singojuruh, Songgon, Cluring, Banyuwangi Kota, Genteng, dan Srono. Di tiga
kecamatan terakhir, mereka telah bercampur dengan penduduk non-Osing, migran berasal dari bagian
barat Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Sebagian besar mata pencaharian suku Osing adalah
petani, pedagang dan pegawai di bidang formal.
Sebagai masyarakat dan makhluk sosial yang bekerja sehingga mendapatkan penghasilan setiap
hari, suku Osing menggunakan pendapatannya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan investasi.
Sesuai dengan kaidah akuntansi setiap penghasilan harus balance dengan penggunaan untuk
pembiayaan, belanja dan investasi. Akuntansi adalah salah satu bidang Ilmu Ekonomi yang di dalamnya
terkandung disiplin ilmu yang lain seperti matematika, manajemen dan perencanaan.
Akuntansi dapat berfungsi sebagai media untuk laporan keuangan dalam input, proses, maupun
output yang akan menjadi pedoman dalam bertindak bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil
akuntansi adalah perwakilan dari keadaan yang sebenarnya sehingga harus dapat dipertahankan
objektivitasnya dengan berdasarkan pada bukti transaksi dan pedoman formal akuntansi. Dalam sikus
bisnis diperlukan akuntansi dalam pengelolaan bisnisnya, seperti pepatah “what get measured, get
managed” yang berarti kita ingin mengelola sesuatu dengan baik maka kita harus dapat mengukurnya.
Paradigma bahwa akuntansi adalah bisnis masih sulit dilepaskan. Akuntansi tidak hanya berlaku untuk
bisnis formal bagi perusahaan besar tetapi juga berlaku untuk individu seperti dalam pengaturan
keuangan rumah tangga, pengaturan mahasiswa terhadap keuangan bulanan dan pengaturan keuangan
informal lainnya dengan format yang berbeda (Sitorus&Triyuwono: 2015).
Selain itu perbedaan paradigma yang mendasar adalah akuntansi di keuangan dalam lingkup yang
kecil seringkali berbeda dengan akuntansi dalam siklus bisnis. Beberapa pengaruh lingkungan dan
budaya sangat berpengaruh terhadap penyusunan keuangan tersebut. Untuk itulah penelitian ini akan
akan meneliti tentang akuntansi suku osing dilihat dari sisi etnografi.
Maksud dari definisi etnografi tersebut adalah deskripsi sistem budaya atau aspek budaya
berdasarkan penelitian lapangan di mana peneliti terlibat langsung dalam aktivitas sehari-hari dari
komunitas yang diteliti dengan tujuan untuk menggambarkan konteks sosial, hubungan dan proses yang
relevan dengan masalah yang sedang dikaji. Penelitian etnografi juga menitikberatkan pada penelaah
pola dalam konteks perilaku, kepercayaan dan bahasa yang berbasis kelompok dimana anggotanya
berinteraksi dari waktu ke waktu (Suman: 2012). Penelitian etnografi dapat juga dimanfaatkan dalam
mengeksplorasi dan mendeskripsikan kehidupan akuntansi di tengah-tengah interaksi sosial
kemasyarakatan. Penelitian etnografi bukan sekedar mengamati tingkah laku manusia tetapi juga
memaknai tingkah laku tersebut yang dapat dibingkai dalam kehidupan keilmuan akuntansi.
(Mursy,et.al: 2014)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan meneliti tentang bagaimana
kelompok suku Osing menerapkan akuntansi dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari proses hingga
output dan tingkat kesesuaian dengan metode akuntansi.

2. KAJIAN LITERATUR
2.1 Suku Osing
Sejarah Suku Osing diawali pada akhir masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Perang
saudara dan pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam terutama Kesultanan Malaka mempercepat jatuhnya
Majapahit. Setelah jatuhnya Majapahit, orang-orang majapahit mengungsi ke beberapa tempat, yaitu
lereng Gunung Bromo (Suku Tengger), Blambangan (Suku Osing) dan Bali. Kedekatan sejarah ini
terlihat dari corak kehidupan Suku Osing yang masih menyiratkan budaya Majapahit. Kerajaan
Blambangan, yang didirikan oleh masyarakat osing, adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu.
Kata "Osing" dalam bahasa Osing sendiri bisa diartikan "tidak", sehingga ada anekdot yang
mengkisahkan tentang keberadaan orang Osing itu sendiri, ketika orang asing bertanya kepada orang
banyuwangi bahwa kalian orang Bali atau orang Jawa? mereka menjawab dengan kata "Osing" yang
artinya tidak keduanya.
Dalam sejarahnya Kerajaan Mataram Islam tidak pernah menancapkan kekuasaanya atas Kerajaan
Blambangan, hal inilah yang menyebabkan kebudayaan masyarakat Osing mempunyai perbedaan yang
cukup signifikan dibandingkan dengan Suku Jawa. Suku Osing mempunyai kedekatan yang cukup
besar dengan masyarakat Bali, hal ini sangat terlihat dari kesenian tradisional Gandrung yang
mempunyai kemiripan ,dan mempunyai sejarah sendiri.
Suku Osing mempunyai Bahasa Osing yang merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno
seperti halnya Bahasa Bali. Bahasa Osing berbeda dengan Bahasa Jawa maupun bahasa Bali sehingga
bahasa Osing bukan merupakan dialek dari kedua bahasa tersebut. Sedangkan profesi utama Suku Osing
adalah petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang dan pegawai di bidang formal seperti
karyawan, guru dan pegawai pemda.
Berbeda dengan Suku Bali dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal kasta seperti
halnya Suku Bali, hal ini banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh sebagian besar
penduduknya. Sehingga suku Osing merupakan suku khas Banyuwangi yang mendiami Banyuwangi
sejak jaman sejarah kuno.
2.2 Akuntansi

Akuntansi adalah salah satu bidang Ilmu Ekonomi yang di dalamnya terkandung disiplin ilmu
yang lain seperti matematika, manajemen dan perencanaan. Dalam ilmu akuntansi bidang ilmu yang
lebih sering digunakan adalah tentang pembuatan laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan
informasi keuangan yang disajikan dan disiapkan oleh manajemen dari suatu perusahaan kepada pihak
internal dan eksternal yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha yang merupakan salah
satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Laporan keuangan terdiri dari (Yadiati, 2007):
1. Neraca (balance sheet), yang menggambarkan posisi keuangan dari kesatuan usaha yang
merupakan keseimbangan antara aktiva (asset), utang dan modal pada suatu tanggal
tertentu.
2. Laporan laba rugi (income statement), merupakan ringkasan dari seluruh pendapatan dan
beban dari kesatuan usaha untuk satu periode tertentu
3. Laporan arus kas (cash flow statement), berisi seluruh penerimaan dan pengeluaran kas
yang berasal dari aktivitas operasional, investasi dan pendanaan dari kesatuan usaha untuk
satu periode tertentu
Siklus akuntansi bisa juga di sebut sebagai alur pencatatan pembukuan, karena siklus ini seperti
sebuah musim. Ada awal musim dan ada akhir musim kemudian awal lagi dan kemudian akhir lagi dan
seterusnya.

2.3 Etnografi
Etnografi atau ethnography, dalam bahasa Latin: etnos berarti bangsa, dan grafein yang berarti
melukis atau menggambar; sehingga etnografi berarti melukiskan atau menggambarkan kehidupan
suatu masyarakat atau bangsa. Etnografi merupakan pekerjaan antropolog dalam mendiskripsikan dan
menganalisis kebudayaan, yang tujuan utamanya adalah memahami padangan (pengetahuan) dan
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari (kelakuan) guna mendapatkan pandangan menganai
“dunia”masyarakat yang diteliti. Selain itu, etnografi dapat berperan menuntun ikatan budaya dalam
ilmu sosial sehingga dapat mendeskripsikan secara detail teori-teori penduduk asli (Spradley, 2007).

Prosedur pelaksanaan Etnografi adalah (Suman, 2012):


1. Penilitian ditujukan untuk menjelaskan bagaimana bekerjanya sutau kelompok dengan budaya
tertentu yang digunakan untuk mengeksplorasi kepercayaan, bahasa perilaku, dan isu seperti
resistensi dan dominasi.
2. Kelompok yang dipelajari adalah kelompok yang telah terbentuk lama, sehingga bahasa
perilaku dan sikap telah membaur dalam pola hidup di masyarakat.
3. Menentukan tema budaya atau isu yang dipelajari dalam target kelompok yang ada. Sehingga
diperlukan analisis tentang budaya bersama yang diterapkan dalam kelompok.
4. Mengumpulkan informasi lapangan dan data lapangan dengan observasi, survey, kunjungan,
metode audiovisual, spatial mapping. Kemudian mengidentifkasi kumpulan atau pola sebagai
bagian dari hasil analisis.
Etnografi merupakan komponen penelitian yang fundamental dalam disiplin akademis antropologi
(budaya), sehingga etnografi merupakan ciri khas dalam antropologi (Atkinson&Hammersley dalam
Denzim&Lincoln, 2012). Antropolog aliran kognitif berpendirian bahwa setiap masyarakat mempunyai
sistem yang unik dalam mempersepsi dan mengorganisasi fenomena material, seperti benda-benda,
kejadian-kejadian, kelakuan, dan emosi. Oleh karena itu kajian antropologi bukanlah fenomena material
tersebut, melainkan cara fenomena material tersebut diorganisasikan dalan pikiran (kognisi) manusia.
Dengan demikian kebudayaan itu ada dalam pikiran manusia, yang bentuknya adalah organisasi pikiran
tentang fenomena material tersebut. Tugas etnografer (peneliti etnografi) adalah menemukan dan
menggambarkan organisasi pikiran tersebut (Spradley, 2007).

3. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan
pertimbangan karena berhadapan dengan kenyataan ganda yang menyajikan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dan informan, dan metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan banyak penajaman pengaruh bersama dengan pola-pola nilai yang dihadapi. Penelitian kualitatif
tidak memiliki metode yang murni miliknya sehingga memanfaatkan semiotika, analisis naratif,
fonemis bahkan statistika. Metode dan pendekatan yang digunakan bisa berbagai macam mulai dari
fenomenologi, hermeneutika, feminisme, dekonstruksionisme, etnometodologi, psikoanalisis,
etnografi, observasi partisipatif (Denzim&Lincoln, 2012).
Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian kualitatif oleh karena
itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir sehingga
menekankan sifat yang dibangun secara sosial dan hubungan erat antara peneliti dan subyek yang
diteliti. Penelitian ini akan menggunakan metode etnografi dengan pendekatan etnometodologis.
Perspektif etnometodologis lebih menekankan pada penekanan aturan, nilai, prinsip sebagai sarana
berlogika sebagai tujuan untuk menjelaskan bagaimana setiap anggota mengenali, menjelaskan,
menguraikan dan mempertimbangkan aturan mereka sehari-hari. Pendekatan ini tidak hanya menggali
informasi lewat wawancara atau kuisioner tetapi mengandalkan percakapan secara alami untuk
menjelaskan interaksi sehari-hari dalam tatanan sosial (Holstein&Gubrium dalam Denzim&Lincoln,
2012).
Fokus penelitian kualitatif tidak dirumuskan dan ditulis dalam format yang kaku. Fokus penelitian
dalam penelitian kualitatif berguna dalam memberikan arah selama proses penelitian, utamanya pada
saat pengumpulan data, yaitu untuk membedakan data yang relevan dengan tujuan penelitian. Fokus
penelitian selalu disempurnakan selama proses penelitian bahkan memungkinkan dirubah pada saat
berada di lapangan (Suyanto&Sutinah, 2007). Fokus penelitian ini adalah bagaimana suku Osing di
Kabupaten Banyuwangi yang bekerja di sektor formal dan sektor informal menerapkan akuntansi dalam
kehidupan sehari-hari.
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Banyuwangi dalam jangka waktu enam bulan
sejak penyusunan proposal dilakukan. Tahapan penelitian ini meliputi :
1. Observasi lapangan dan survey awal lokasi penelitian untuk menentukan subyek responden
yang akan diteliti dan di observasi
2. Penentuan materi dan daftar pertanyaan untuk responden sebagai subyek penelitian dan sampel
penelitian
3. Penelitian lapangan dan wawancara mendalam responden terhadap topic penelitian
Sedangkan subyek responden penelitian ini menggunakan sumber informasi dari:
1. Suku Osing yang bekerja di sektor formal meliputi pegawai
pemerintah dan swasta
2. Suku Osing yang bekerja di sektor informal meliputi buruh tani, pedagang dan lainnya
Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses
penelitian. Prosedur penelitian tidak distandarisasi dan bersifat fleksibel. Metode pengumpulan data
yang dikenal dalam penelitian kualitatif adalah (Suyanto&Sutinah, 2007) :
a. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan dapat bervariasi mulai dari yang sangat terstruktur dengan catatan rinci mengenai
tingkah laku sampai dengan deskripsi yang paling kabur tentang kejadian dan tingkah laku
b. Wawancara mendalam (In-depth interview)
Teknik pengumpulan data berdasarkan percakapan secara intensif dengan suatu tujuan.
c. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) merupakan diskusi kelompok yang mampu menghasilkan
solusi dan memunculkan permasalahan-permasalahan di tingkat kelompok

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kegiatan Ekonomi Suku Osing

Osing Community is the largest population in Banyuwangi. The egalitarian character


becomes the very dominant feature in osing community. It appears in osing language that
knows no level like javanese and balinese language (Taufik Kurrohman, 2015)

4.1.1. Pertanian Suku Osing

Sebagian besar masyuarakat osing bekerja pada sektor pertanian. Dalam pelaksanaannya
mereka masih menjunjung tinggi nilai – nilai budaya. Seperti contohnya adalahmereka
menghindari melakukan pekerjaan pada hari – hari na’as, yang sering mereka sebut na’as
jati ngarang. Selain itu masyarakat Osing juga melakukan beberapa ritual dalam melakukan
kegiatan pertanian, seperti :

a. Selamatan kerawu saat sebelum tanam


b. Selamatan metik, atau upah – upah sebelum panen.

Dalam hal pertanian, masyarakat osing dibagi kedalam dua golongan, yaitu pemilik lahan,
dan pekerja.

4.1.2. Perdagangan Suku Osing

Selain sektor pertanian, mata pencaharian yang serinmg dilakukan oleh suku Osing
adalah pada sektor perdagangan. Dalam hal perdagangan suku osing sudah jarang melakukan
ritual – ritual seperti halnya pada saat melakukan pertanian. Perdagangan yang dilakukan
suku osing adalah perdagangan kecil dan sederhana, seperti menjual buah, ayam, dan juga
olahan ringan.

4.1.3. Pekerjaan Sektor Formal Suku Osing

Sebagian kecil masyarakat suku osing bekerja pada sektor formal, baik negeri maupun
swasta. Mereka yang bekerja pada sektor ini sudah lebih modern, sehingga tidak ada ritual –
ritual yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti halnya pertanian.

4.2. Penerapn Teori Akuntansi dalam Suku Osing

4.2.1. Kerangka Kerja Konseptual (Conceptiual Famework)


Kerangka kerja konseptual adalah teori akuntansi yang terstruktur. Hal ini
dikarenakan struktur kerangka konseptual sama dengan teori akuntansi yang didasarkan pada
penalaran yang sifatnya logis, yang mana dapat digambarkan dalam bentuk hierarki dan
terdiri dari berbagai tingkat (Belkaoui, 1993).

Suku osing menerapkan teori konseptualnya dengan kepercayaan mereka, seperti


tidak boleh memulai suatu pekerjaan apapun pada hari na’as, hari selasa dan hari sabtu.
Selain itu konsep kerangka kerja yang diterapkan oleh suku osing adalah konsep teori
keagenan (Agency theory).

4.2.2. Peinsip kehati – hatian (konservatisme)

Konservatisme adalah sikap atau aliran dalam menghadapi ketidakpastian, untuk


menghasilkan suatu keputusan atas dasar munculnya hasil (outcome) yang terjelek dari
ketidakpastian tersebut (suwardjono, 2013).

Pengaplikasian prinsip ini terlihat pada kegiatan pertanian suku Osing, yaitu pada saat
pemilik lahan harus memilih hari yang baik untuk memulai menanam, maupun memanen
padi. Suku osing sangat menghindari hari selasa dan sabtu, juga hari na’as yang dipercaya
terjadi pada hari berikut :

Bulan (hitungan jawa) Hari na’as

Ramadhan, Syawal dan Dzulqa’dah Jum’at

Dzul hijjah, Muharram, Shaffar Sabtu dan Ahad

Rabi’ul awal, Rajab, Sya’ban Rabu dan Kamis

Rabi’ul Akhir, Jumadill Awal, Jumadil Akhir Senin dan Selasa

(na’as diatas, disebut na’as Jati Ngarang (Labib) )

Selain memilih hari baik, prinsip konservatisme juga nampak pada ritual – ritual yang
dilakukan saat sebelum tanam, maupun menjelang panen. Semua ritual ini dilakukan supaya
pertanian suku Osing selalu mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa.

4.2.3. Teori Keagenan (Agency Theory)

Menurut Anthony dan Govindrajan dalam Siagian (2011 : 10) Teori kegaenan adalah
hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk
melakukan tugas, untuk kepentimngan principal, termasuk pendelegasian otorisasi
pengambilan keputusan dari principal terhadap agent.
Teori keagenan dalam masyarakat osing, nampak pada kegiatan pertanian mereka.
Yaitu adanya penggolongan petani kedalam dua kelompok, yakni pemilik lahan (principal)
dan pekerja (agent). Dimana, para pekerja bertugas mengurus lahan milik principal (pemilik
lahan) untuk keuntungan pemilik lahan. Dan para pekerja akan mendapat balas jasa dari
pemilik lahan.

Balas jasa yang diterima oleh pekerja tidaklah secara periodik, melainkan diterima
pada saat setelah mereka melakukan pekerjaan – pekerjaan berikut :

a. Masa Tanam
Pekerjaan Keterangan
Ndaut Mencabut benih padi yang telah disemai,untuk kemudian
ditanam. Pekerjaan ini dilakukan oleh pekerja Pria.

Tandur Menanam benih padi. Pekerjaan ini dilakukan oleh pekerja


Perempuan dengan cara berjalan mundur.

Matun Mencabut atau membersihkan hama padi yang berupa


tanaman (gulma). Pekerjaan ini dilakukan oleh pekerja
perempuan.

b. Masa Panen
Pekerjaan Keterangan
Ngarit Memotong padi yang siap panen, dengan pisau yang mirip
clurit. Pekerjaan ini dilakukan oleh pekerja Pria.

Nepak Membawa hasil padi yang telah digiling, dan telah


dimasukkan kedalam karung seberat 50- 60 kg, dengan cara
dipikul. Pekerjaan ini dilakukan oleh pekerja Pria.

Gagas Memisahkan padi dan jerami yang baru keluar dari alat
penggiling, untuk selanjutnya dibawa (di tepak). Gagas ini
adalah bentuk gotong royong masyarakat suku osing. Gagas
dilakukan oleh para perempuan, mereka tidak dibayar dan
tidak pula dipekerjakan. Mereka datang hanya untuk
membantu pemilik tanah yang sedang panen. Biasanya
mereka mendapat upah berupa gabah yang dimasukkan dalam
gerabah yang mereka bawa.

4.2.4. Dasar Pencatatan Basis Kas (Cash Basis)

Basis kas adalah mengakui dan mencatat transaksi keuangan pada saat kas sudah
diterima atau dibayarkan (Bastian, 2005). Pengakuan pendapatan dalam metode basis kas
adalah saat kas sudah diterima. Sedangkan, pengakuan biaya adalah pada saat kas sudah
dibayarkan.

Dasar pencatatan basis kas digunakan oleh masyarakat suku Osing, baik dalam sektor
pertanian, perdagangan, maupun sektor formal. Karena mereka hanya mengakui pendapatan
saat sudah menerima kas, dan mengakui adanya biaya saat kas sudah dibayarkan. Sehingga
laba atau rugi yang dialami akam sesuai dengan jumlah kas yang mereka terima dan kas yang
mereka keluarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Denzin, N.K dan Lincoln, Y. 2009. Handbook of Qualitative Research. Pustaka Pelajar. Yoogyakarta

Mursy, A.L, Triyuwono, I dan Rosidi. 2014. Eksplorasi Makna Laba dengan Pendekatan Etnografi.
Jurnal Aplikasi Manajemen. 12(3): 503-511

Sitorus, J.H.E dan Triyuwono, I. 2015. Akuntansi ‘Sinamot’ (Studi Etnografi dalam Pernikahan Adat
Batak Toba). Konferensi Regional Akuntansi. April 2015, Malang, Indonesia, Hal 1-10

Spradley, J.P. 2007. Metode Etnografi (terj.). Edisi kedua. Tiara Wacana. Yogyakarta

Suyanto, B dan Sutinah. 2007. Metode Penlitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Cetakan-3.
Prenada Media Grup. Jakarta

Suman, A. 2012. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif. Insan Muamalah Publisher. Malang

Yadiati, W. 2007. Teori Akuntansi-Suatu Pengantar. Kencana. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai