Analisa Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dalam air limbah secara
spektrofotometri
Oleh :
2. Aguna Triyarso
i
HALAMAN PENGESAHAN 1
Judul : Analisa Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dalam air limbah secara
spektrofotometri & Analisa Logam Cu dengan Metode Aas (Atomic
Absorbance Spectrometry)
Mengetahui,
ii
HALAMAN PENGESAHAN 2
Judul : Analisa Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dalam air limbah secara
spektrofotometri & Analisa Logam Cu dengan Metode Aas (Atomic
Absorbance Spectrometry)
Pada tanggal :
NIP.197908172005021001 NIP.198312312006042001
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Hidup hanya sekali jangan sia-siakan hidup dengan hal-hal yang tidak ada gunanya.
2. Halangan adalah penyemangat untuk meraih semua kesuksesan.
3. Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
4. Nasehat yang baik terkadang menyakitkan.
5. Kejujuran adalah harga mutlak dalam setiap perbuatanku.
6. Hari esok harus lebih baik dari hari sekarang.
7. Asal kemauan pasti ada jalan terbentang luas.
8. Perbuatanku harus didasari ilmu.
9. Berfikir sebelum bertindak.
PERSEMBAHAN
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Laporan Hasil Praktek Kerja Industri
(PRAKERIN) ini dapat diselesaikan seperti yang direncanakan sebelumnya.
Laporan Praktek Kerja Industri ini ditulis dalam upaya guna memenuhi Tugas
Akhir Praktek Kerja Industri, dan lebih dari itu sesungguhnya laporan ini merupakan
rangkuman dari proses pembelajaran selama berada di DU/DI. Dalam Laporan Praktek
Kerja Industri ini masih banyak terdapat kekuragan dan kesalahan.Walau demikian
semoga memberi pengetahuan bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam penulisan laporan ini tidak lepas dari hambatan dan rintangan, akan tetapi
berkat bantuan dari berbagai pihak, maka segala macam hambatan dapat teratasi, untuk
itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :
1. Drs. Condro Budi Susetyo, M.Pd Selaku kepala sekolah SMK Negeri 3 Kendal.
2. Yoga Alit Pamungkas, S.Si Selaku pembimbing sekolah dalam Praktek Kerja Industri
ini.
3. Dr. Ali Murtopo Simbolon, ST, S.Si, MM Selaku kepala Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaraan Indsutri (BBTPPI) Semarang.
4. Ibu eni Susana .,S.T Selaku pembimbing Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencema-
raan Indsutri (BBTPPI) Semarang dalam Praktek Kerja Industri ini.
5. Kedua orang tua, terima kasih atas kasih sayang, perhatian dan dukungannya. Doa ibu
dan ayah memberikan kekuatan untuk meraih cita-cita dihari esok.
6. Teman-teman yang selalu mendukung untuk tidak menyerah.
7. Semua pihak yang selalu berdoa untuk keberhasilan penulis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya.
Kami juga menyadari bahwa laporan masih jauh dari sempurna walaupun kami
telah berusaha dengan semaksimal mungkin dan daya upaya yang ada pada kami.
Semoga laporan Praktek Kerja Industri ini dapat member manfaat bagi semua
pihak, penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
3.12 Kegiatan Pemasaran………………………………………………………… . 25
3.13 Klien BBTPPI………………………………………………………………… 25
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Prinsip…………………………………………………………………….... 27
4.2 Bahan dan Alat…………………………………………………………...... 27
4.2.1Bahan………………………………………………………………… 27
4.2.2Peralatan…………………………………………………………….... 28
4.3.1.Persiapan Contoh Uji…………...………………………...………... 28
4.3.2.Pengawetan Contoh Uji……………..……………………………... 28
4.5 Prosedur…………………………………………………………………... 29
4.5.1 Proses digestion.................................................................................. 29
4.5.2Pembuatan kurva kalibrasi………………………..………………… 29
4.5.3 Pengukuran contoh uji...…………………………………...……...... 30
4.6 Perhitungan………………………………………………………………….. 30
4.7 Pengendalian mutu…………………………………………………………... 31
4.8. Rekomendasi………………………………………………………………... 31
4.9 Pelaporan…………………………………………………………………….. 31
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Praktek Kerja Industri (Prakerin) adalah suatu benntuk penyelenggaraan kegiatan dari
sekolah yang memadukan secara sistematik dan singkron antara program pendidikan di sekolah
dan program pengusahaan yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja untuk
mencapai suatu tingkat keahlian profesional. Dimana keahlian professional tersebut hanya dapat
dibentuk melalui tiga unsur pertama yaitu ilmu pengetahuan, teknik dan kiat.
Ilmu pengetahuan dan teknik dapat dipelajari dalam kegiatan disekolah, akan tetapi hal
itu dapat dikuasai melalui proses pengerjaan langsung pada bidang profesi itu sendiri. Pendidi-
kan Sistem Ganda (PSG) dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang profesional
dibidangnya.Melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG) diharapkan dapat menciptakan tenaga
kerja yang profesional.Dimana para siswa yang dapat melaksanakan pendidikan tersebut di-
harapkan dapat menerapkan ilmu yang didapat dan sekaligus mempelajari pada dunia industri.
Tanpa diadakannya Pendidikan Sistem Ganda (PSG), kita tidak akan bisa langsung terjun ke
dunia industri dikarenakan kita belum mengetahui situasi dan kondisi lingkungan kerja.
1. Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional yaitu untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi perannya dimasa
yang akan datang.
2. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah yang bertujuan
meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan, social, budaya, alam sekitar,dan meningkatkan
pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi
dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) serta kebudayaan.
3. Peraturan pemerintah No. 39 tahun 1992 tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan
Nasional.
4. Keputusan Menteri No. 0490/1993 tentang Kurikulum SMK yang berisi bahwa “Dalam
melaksanakan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu pendidikan di dalam
sekolah dan pendidikan di luar sekolah”.
5. Didalam lampiran keputusan MENDIKBUD tentang kurikulum 1994 SMKT yaitu dalam
dokumen landasan, disebutkan bahwa peningkatan mutu dan relevasi Pendidikan Menen-
gah Kejuruan dirahkan untuk mengembangkan suatu system yang utuh dan mantap se-
hingga terdapat kesinambungan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
1
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktek kerja industri ini yaitu analisa cod pada air dan air
limbah secara spektofotometri,meliputi bagaimana cara analisa cod dan berapa hasil jumlah
oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasin zat organik pada air dan air limbah secara
kimia dengan metode Spektrofotometri close refluk.
1.3Batasan Masalah
1.4Tujuan
Secara umum Praktek Kerja Industri bertujuan untuk member gambaran kepada
siswa-siswi pada saat bekerja, baik itu disuatu perusahaan ataupun disuatu lembaga instansi.
Sedangkan secara khususnya antara lain :
1. Dapat menambah dan mengembangkan potensi ilmu pengetahuan bagi siswa-siswi.
2. Melatih ketrampilan yang dimiliki siswa-siswi sehingga dapat bekerja dengan baik.
3. Melahirkan sikap bertanggung jawab, disiplin, sikap mental, etika yang baik serta dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
4. Menambah kreatifitas siswa-siswi agar dapat mengembangkan bakat yang terdapat dalam
dirinya
5. Memberikan motivasi sehingga siswa-siswi bersemangat dalam meraih cita-cita mereka.
6. Melatih siswa-siswi agar dapat membuat suatu laporan yang terperinci dari apa saja yang
mereka kerjakan selama praktek Kerja Industri.
2
1.5 Manfaat
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Limbah
Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang
terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber
domestik (perkantoran dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur
dengan air tanah, air permukaan atau air hujan. Air tanah, air permukaan dan air hujan pada kon-
disi tertentu masuk sebagai komponen limbah cair, karena pada keadaan sistem saluran pengum-
pulan limbah cair sudah rusak atau retak, air alam itu dapat menyatu dengan komponen limbah
cair yang lainnya dan harus diperhitungkan upaya penanganannya.
a. Aktivitas Manusia
Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebu-
tuhan hidup manusia yang sangat beragam pula.
Sangat banyak aktivitas rumah tangga yang menghasilkan limbah cair, antara lain
mmencuci pakaian, mencuci alat makan/minum, memasak makanan dan minuman, mandi,
mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya. Semakin banyak jenis
aktivitas dilakukan, semakin besar volume limbah cair yang dihasilkan.
4
3. Aktivitas Bidang Perdagangan
Aktivitas bidang perdagangan mempunyai variasi yang sangat luas.variasi itu ditinjau
dari berbagai aspek, yaitu jenis komoditas yang diperdagangkan, lingkup wilayah pemasaran,
kemampuan permodalan, bentuk badan/organisasi, jenis kegiatan, dan sebagainya. Kegiatan da-
lam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair yaitu pengepelan lantai gedung, pencu-
cian alat makan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian ken-
daraan, dan sebagainya.
Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindus-
trian dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/ diproses, jenis barang atau
bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/jenis proes produksi yang diterapkan, ke-
mampuan modal, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.
Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk
mengaliri lahan pertanian. Secara alami dan dalam kondisi normal, limbah cair pertanian
sebenarnya tidak menimbullkan dampak negatif pada lingkungan, namun dengan digunakannya
pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan, sering menimbulkan dampak negatif
pada keseimbangan ekosistem air pada badan air penerima.
b. Aktivitas Alam
Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut air larian.
Air larian yang jumlahnya berlebih sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi
dan dalam waktu yang lama dapat menyebabklan terjadinya banjir. Atas dasar itu air hujan atau
air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem limbah cair, agar dapat dihindari hal-
hal yang tidak diinginkan akibat air hujan, baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan
masyarakat. (Sugiharto. 1987)
5
2.2 COD (Chemical oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah
jumlah oksigen (mg O2) yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat
dalam 1 liter sampel air, di mana K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat yang organik
secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Prinsip dari COD yaitu zat-zat organik dalam sampel dioksidasi dengan campuran
mendidih asam sulfat-perak sulfat dan kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam
suatu refluks selama 2 jam dengan suhu 1500C. Adapun penambahan K2Cr2O7 berfungsi
sebagai sumber oksigen (oksidator). Serbuk HgSO4 berperan untuk membuat reaksi menjadi
kompleks dan mengikat Cl-, karena Cl- dapat mereduksi Chromium dan dapat mengganggu
analisa COD. H2SO4-Ag2SO4 bertindak sebagai katalisator yakni mempercepat reaksi.
Metode refluks terbuka cenderung digunakan untuk berbagai macam limbah dengan
jumlah yang cukup besar. Pada refluks terbuka, sampel akan dianalisis dengan
menggunakan peralatan terbuka (berkontak langsung dengan udara). Selanjutnya, sisa hasil
refluks tersebut akan dititrasi.
Metode closerefluks secara spektrofotometri ini dapat digunakan untuk menguji kadar
COD dalam air dan air limbah dengan terjadinya reduksi Cr2O7- secara spektrofotometri.
Pada kisaran nilai COD 100 mg/L hingga 900 mg/L, pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 600 nm, sementara bila nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L,
pengukuran dapat dilakukan pada panjang gelombang 420 nm. Selain itu, metode ini hanya
dapat digunakan untuk contoh uji (sampel) dengan kadar kloridakurang dari 2000 mg/L.
6
Di dalam laboratorium Air dan Air Limbah BBTPPI Semarang, analisa COD yang
telah biasa digunakan yaitu metode open refluks secara titrimetri, dan belum rutin
dilaksanakan analisa COD dengan metode close refluks secara spektrofotometri sehingga
dengan mempertimbangkan kondisi laboratorium yang telah memiliki peralatan
spektrofotometri dan juga hasil buangan (limbah) analisa ini yang relatif ekonomis, maka
penulis berniat untuk melakukan analisa kimia parameter COD dengan metode close refluks
secara spektrofotometri pada contoh uji / sampel air limbah.
2.3 Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995: 26). Spektrofotometer terdiri
atas spektrometer dan fotometer.Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditranmisikan atau yang diabsorpsi.Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat
untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding
(Khopkar, 1990: 216).
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfarm yang bersifat
monokromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan
filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis
menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu
kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi
tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang
dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh detektor. Detektor kemudian
akan menghitung chaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel.
Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel
sehingga akan diketahui konsentrasi dalam sampel secara kuantitatif ( Triyati, 1985).
7
2.3.3 Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolf-
ram.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kacaatau kuvet
kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakansel kuarsa karena gelas tid-
ak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.Peranan detektor
penerima adalah memberikan respon terhadapcahaya pada berbagai panjang gelombang
(Khopkar, 1990: 216).
Kelebihan
Kekurangan
Absorbsi dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan adanya zat pengganggu dan kebersihan
dari kuvet
Hanya dapat dipakai pada daerah ultra violet yang panjang gelombang >185 nm
Pemakaian hanya pada gugus fungsional yang mengandung elektron valensi dengan
energy eksitasi rendah
8
2.4 Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer (Beer`s law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan kon-
sentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan men-
gukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
𝐴 = 𝜀. 𝑏. 𝑐 .............................................(1)
A= absorbansi (serapan)
c = konsentrasi (M)
𝐴 = 𝜀. 𝑏. 𝑐 .............................................(2)
A= absorbansi (serapan)
c = konsentrasi (gram/100ml)
Menurut Dachriyanus (2004), Hukum Lambert-Beer terbatas karena sifat kimia dan faktor
instrumen. Penyebab non linearitas ini adalah:
Deviasi koefisien ekstingsi pada konsentrasi tinggi (>0,01 M), yang disebabkan oleh in-
teraksi elektrostatik antara molekul karena jaraknya yang terlalu dekat.
Radiasi non-monokromatik; deviasi bisa digunakan dengan menggunakan bagian datar pada
absorban yaitu pada panjang gelombang maksimum.
Kehilangan cahaya.
9
2.5 Jaminan Mutu Pengujian
Di dalam suatu analisa tertentu, kinerja yang akan diuji adalah keselektifan, seperti uji
akurasi (ketepatan) dan presisi (kecermatan). Dua hal ini merupakan hal yang seharusnya dil-
akukan dalam suatu analisa tertentu.Suatu analisa yang presisi (cermat) belum menjadi jaminan
bahwa analisa tersebut dikatakan tepat (akurat).Begitu juga sebaliknya, suatu analisa yang tepat
(akurat) belum tentu presisi.
Bandingkan hasil uji dengan nilai benar/batas keberterimaan yang telah tersedia pada
masing-masing CRM/SRM/IRM tersebut.
Cara Kerja :
Ukur konsentrasi sebuah sampel dengan menggunakan metode uji yang telah
ditetapkan.
Tambahkan analit yang konsentrasi akhirnya adalah 2 atau 3 kali dari konsentrasi
sampel pada hasil pengukuran diatas dengan volume sekecil mungkin. Larutan pen-
gencer adalah dari sampel itu sendiri. Ukur contoh spike diatas
Hitung kandungan analit dalam bahan tersebut.
Hitung recoverynya dengan rumus sebagai berikut :
𝑋𝑎 − 𝑋𝑏
𝑅% = × 100%
𝑋𝑐
Keterangan :
R = Recovery (%)
Xa = Konsentrasi setelah ditambah spike (mg/L)
Xb = Konsentrasi tanpa spike (mg/L)
Xc = Konsentrasi spike (mg/L).
10
Bandingkan %R terhitung dengan batas keberterimaan yang telah ditetapkan dalam
analisa yang diacu. Jika dalam analisa belum mencantumkan batas keberterimaann-
ya, maka perlu ditetapkan oleh manajer teknik atau menggunakan kisaran R= 85 -
115%
2.5.2 Presisi
Ketelitian atau presisi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan kecocokan hasil
dari suatu pengukuran berulang dari suatu sampel yang diukur.Presisi dapat pula dinyatakan
sebagai kedapatan ulang. Suatu pengukuran akan memberikan ketelitian atau presisi yang ba-
gus tetapi belum tentu memberikan ketepatan atau akurasi yang baik, misalnya bila pada pen-
gukuran terjadi kesalahan sistematik. Sebaliknya, presisi secara relatif memberikan harga
yang jelek, namun akurasinya diantara sekian banyak pengukuran beberapa diantaranya
memberikan harga yang tetap.
Tingkat presisi bisa dilihat dari nilai RPD (Relative Percent Different) maupun RSD
(Relative Standard Deviation).Penentuan nilai RPD diterapkan untuk percobaan duplo (pen-
gulangan dua kali).
Nilai RPD yang didapatkan dibandingkan dengan tabel Horwitz.Jika nilainya masih
dibawah tetapan tabel Horwitz, maka masih dalam rentang keberterimaan(Riyanto,2014).
11
2.6 Tembaga (Cu)
Tembaga adalah logam merah-muda yang lunak, dapat ditempa, liat. Ia melebur pada
1038 . Karena potensial electrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+),ia
tak larut daalm asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa
terlarut sedikit. Dalam table periodik unsur – unsur kimia, tembaga menempati posisi dengan
nomor atom (NA)29 dan mempunyai bobot atau berat atom (BA)63,546. Unsur tembaga di
alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam
bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral. Selain itu, tembaga
(Cu) juga terdapat dalam makanan.Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, kacang-
kacangan, sereal, dan coklat.Air juga mengandung tembaga dan jumlahnya bergantung pada
jenis pipa yang digunakan sebagai sumber air.
Dalam badan perairan laut, tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion
seperti CuCO3-, CuOH+. Pada batuan mineral atau lapisan tanah, tembaga dapat ditemukan
dalam bentuk – bentuk seperti :
1. Chalcocote (Cu2S)
2. Covellite (CuS)
3. Chalcopyrite (CuFeS2)
4. Bornite (Cu5FeS4)
5. Enargite [Cu3(AsSb)S4]
Tembaga di alam memiliki tingkat oksidasi +1 dan +2. Tembaga dengan bilangan
oksidasi +2 merupakan tembaga yang sering ditemukan sedangkan tembaga dengan bilangan
oksidasi +1 jarang ditemukan, karena senyawaan tembaga ini hanya stabil jika dalam bentuk
senyawa kompleks. Selain dua keadaan oksidasi tersebut dikenal pula tembaga dengan
bilangan oksidasi +3 tetapi jarang digunakan, misalnya K3CuF6
12
Tabel. Range pH optimum pada ektraksi logam
A. Metode standar yang di gunakan untuk menguji air limbah di balai besar
teknologi pencegahan pencemaran industri menggunakan metode standar APHA
AWWA 3030,3111 B,C 2012. Dimana di dalam metode standar tersebut sudah di
jelaskan cara kerja penggunaan dan langkah-langkahnya.
1. Penyaringan
2. Ekstraksi
13
2.6.1 Metode Ekstraksi
A. Ekstraksi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem
ion berasosiasi
Berlangsung jika terdapat pembentukan khelat (struktur cincin). Contoh:
D. Ekstraksi sinergis
Adanya efek saling memperluat yang berakibat pada penambahan ekstraksi dengan
memanfaatkan pelarut pengekstraksi (Khopkar,1990).
P+V=C+2
Pada ekstraksi pelarut mempunyai P = 2 yaitu fase air dan organik, C = 1 yaitu zat
terlarut di dalam pelarut dan fase air pada temperatur dan tekanan tetap sehingga V = 1.
Jadi didapatkan:
2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2
(Khopkar, 1990).
Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur
sedemikan rupa, sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah
konstanta pada suatu temperatur tertentu:
[A1]
= tetapan
[A2]
14
F. Mekanisme Ekstraksi
G. Back Ekstraksi
Metode back ekstraksi merupakan metode alternatif yang digunakan untuk sampel air.
AAS nyala (Flame-AAS) masih digunakan secara luas oleh laboratorium-laboratorium di
Indonesia untuk mengukur konsentrasi logam dalam air. Pada studi ini logam-logam berat
seperti Pb, Cd, dan Ni dari air air laut diukur menggunakan metode back ekstraksi ini. Agen
pengkhelat yang digunakan yaitu APDC dalam pelarut MIBK (Koesmawati, dkk, 2007).
I. Absorpsi
Suatu berkas radiasi elektromagnetik bila dilewatkan melalui sampel kimia sebagian
akan terabsorbsi. Energi elektromagnetik ditransfer ke atom atau molekul dalam sampel, berarti
partikel dipromosikan dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu ke
tingkat tereksitasi. Pada temperatur kamar, biasanya berada pada tingkat dasar. Absorpsi
meliputi transisi dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Khopkar, 1990).
15
2.6.2 Penyaringan
Metode ini di lakaukan jika sample tidak memiliki kandungan salinitas tinggi atau kadar
garam yang tinggi dalam air sample tersebut. cara pengerjaannya hanya melalui proses
penyarinagan air sample dan penambahan HNO3. Penambahan HNO3 ini bertujuan untuk
mengasamkan larutan dan memurnikan larutan sample karna HNO3 merupakan pelarut
universal, yang mampu melarutkan sebagian besar kandungan logam dan unsur-unsur kimia
non logam. Metode ini berdasarkan APHA AWWA 3030B 2012 dan sample harus dikerjakan
sebelum enam bulan.
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Transisi elektronik
suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi
suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1990).
Kelebihan AAS:
1. Spesifik;
3. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur;
16
5. Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh; dan
Kelemahan AAS:
2. Jika ada zat pengganggu (kadae salinitas) sampel yang tinggi maka harus dilakukan
ekstraksi (Khopkar, 1990).
2. Sumber energi
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala atau tungku. Untuk mengubah unsur
logam menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar
terkendali dengan singkat dan hati-hati agar atomisasi sempurna. Ionisasi harus dihindari dan
dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Bahan bakar dan gas oksidator dimasukan dalam
kamar pencampur kemudian dilewatkan melalui bayfle menuju ke pembakar. Nyala akan
dihasilkan sampai dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui
bayfle. Tapi hal ini tak sesempurna ini, karena kadang kala nyala tersedot balik ke dalam kamar
pencampur sehingga dihasilkan ledakan (Khokar,1990).
17
D. Interferensi Ionisasi (Ionization Interference)
Penyebab interferensi ini terjadi karena ionisasi atom gas, temperatur nyala mempunyai
cukup energi untuk menyebabkan elektron lepas dari atom membentuk ion. Akibatnya, atom-
atom pada keadaan dasar berkurang sehingga mengurangi sensitifitas (Djunaidi, 2018).
18
BAB III
BBTPPI berlokasi di pusat kota Semarang, dengan menempati tanah seluas 3.637
m2, dengan tiga buah gedung berlantai tiga yang saling berhubungan satu sama lain, dengan
total luas lantai 5.230 m2. Gedung tersebut berfungsi sebagai ruang laboratorium pengujian
dan laboratorium kalibrasi, serta ruang kerja, ruang rapat dan aula serta fasilitas pendukung
seperti perpustakaan, mushola, gudang, tempat parkir dan lain sebagainya.
Berdasarkan design dan lay-out yang ada, tampaknya gedung BBTPPI tidak di-
peruntukkan sejak awal sebagai laboratorium yang mendukung pengelolaan lingkungan
hidup, baik berkaitan dengan pengawasan atau pemantauan kualitas lingkungan, penelitian
di bidang lingkungan maupun pembuktian kasus pencemaran lingkungan hidup. Hal ini
sesuai dengan fakta yang ada bahwa sejak pertama kali didirikan pada tahun 1962 dengan
nama “Perwakilan Balai Penelitian Kimia Bogor” memiliki tugas pokok dan fungsi untuk
melakukan penelitian kimia. Setelah melalui perjalanan panjang, pada tahun 2002 sebagai
Unit Pelayanan Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dengan nama Balai
Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan atau disingkat Baristand Indag Semarang.
Berdasarakan SK Menteri Perindustrian No.47/M-IND/Per/6/2006 tanggal 26 Juni 2006
ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
dengan nama Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri.
Utilisasi ruang gedung BBTPPI dinilai sudah ‘fully occupied’, yang digunakan untuk
berbagai keperluan, baik ruang kantor, ruang rapat dan pertemuan, maupun untuk laborato-
rium. Dari segi kapasitas lahan, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan perluasan
atau pembangunan bangunan baru pada tapak lahan yang ada saat ini, karena praktis tidak
ada lahan kosong kecuali lahan parkir kendaraan, dan bangunan gedung langsung berbatasan
dengan pemukiman penduduk.Adapun sejarah singkat perjalanan BBTPPI, sebagaimana
diuraikan di bawah ini.
19
3.2.Sejarah Singkat BBTPPI
20
Tata Kerja Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaraan Industri Semarang:
1 Dalam melaksanakan tugas, Kepala BBTPPI, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala
Sub Bagian, Kepala Seksi, dan Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan BBTPPI
wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan inter-
nal maupun instansi lain diluar BBTPPI sesuai dengan bidang tugasnya.
2 Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta ber-
tanggung jawab kepada atasan masing-masing dengan menyampaikan laporan berka-
la tepat pada waktunya.
3 Setiap laporan yang diterima oleh Kepala BBTPPI wajib diolah dan dipergunakan se-
bagai bahan untuk menyusun laporan lebih lanjut serta untuk memberikan petunjuk
kepada bawahan.
4 Dalam menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan
kepada satuan-satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan
kerja.
5 Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BBTPPI
dibantu oleh pimpinan satuan organisasi di lingkungan BBTPPI dibantu oleh pimpi-
nan satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada
bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat bekala.
21
lengkapan, pemeliharaan dan perawatan gedung, peralatan kantor dan laborato-
rium, serta urusan kepegawaian.
2. Bidang Pengembangan Jasa Teknik
22
4. Bidang Penilaian Kesesuaian
23
6. Bidang Penilaian Kesesuaian
24
3.5. Lembaga Sertifikasi yang Berada di Lingkup BBTPPI
KE B I JAKA N MUT U
LSPro BBTPPI Semarang mensyaratkan kepada pemohon untuk tidak mengedarkan produk dan
mencantumkan tanda SNI pada produk sebelum mengnapatkan sertifikat produk penggunaan
tanda SNI dari LSPro BBTPPI Semarang Pemohon yang telahmemenuhi persyaratan sertifikat
akan mendapatkan sertifikat sesuai dengan lingkupnya dan berlaku selama 4 tahun .Klien yang
telah mendapatkan sertifikat akan dilakukan survailen atau pengawasan berkala minimal
1(satu)tahun sekali. Jika dalam kegiatan survalien terbukti tidak memelihara system manajemen
mutunya.perusahaan di beri kesempatan untuk memperbaikinya,Apabila masih tidak dapat me-
nyelesaikan,sertifikat dapat dibekukan atau di cabut
Kilien harus segera memberitahukan setiap ada perubahan system manajemen mutu atay peru-
bahan lain missal kepemilikan,personel dan peralatan
Kilien dapat memperluasmaupun mengurangi ruang lingkuo sertifikatnya setelah melalui proses
perluasan atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi.
proses sertifikasi dapat di hentikan atas berdasarkan prosedur LSPro BBTPPI Semarang.
25
3.6 Sistem Sertifikasi
Sistem Sertifikasi produk penggunaan tanda SNI di LSPro BBTPPI Semarang mengacu kepada
SNI-ISO/IEC 17065:2012 dan Peraturan Mentri terkait.
han Klien dapat mengajukan naik banding,keluhan dan perselisihan tentang hasil proses sertifi-
kasi dan akan diselesaikan sesuai prosedur.
1 . Han Klien yang telah mendapatkan sertifikat produk penggunaan tanda SNI wajib membu-
buhkan tanda SNI pada setiap barang,kemasan dan atau label hasil produksinya dan berhak un-
tuk mempublikasinya tanda SNI pada bahan publisitasnya
2.Logo LSPro BBTPPI Semarang dapat dicantumkan bersama sama tanda SNI seteah mendapat
ijin tertulis dari LSPro
26
2 2 . S N I 7555.4: 2009 K a yu dan p roduk ka yu – Ba gi an 4 : Mej a b el aj ar un-
t uk S ekol ah Dasar
2 3 . S N I 7555.6: 2010 K a yu dan p roduk ka yu – Ba gi an 6 : Lem ari pakai an
2 4 . S N I 7555.9: 2010 K a yu dan p roduk ka yu – Ba gi an 9 : Mej a k ant or
2 5 . S N I 7555.11: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 11 : Mej a bel aj ar
unt uk S ekol ah Mene ngah P e rt am a
2 6 . S N I 7555.12: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 12 : Ku r si bel aj ar
unt uk sekol ah m ene ngah p ert am a
2 7 . S N I 7555.13: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 13 : Ku r si kul i ah
t unggal
2 8 . S N I 7555.14: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 14 : Mej a bel aj ar
unt uk S ekol ah Mene ngah At as
2 9 . S N I 7555.15: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 15 : Ku r si bel aj ar
unt uk sekol ah m ene ngah at as
3 0 . S N I 7555.19: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 19 : Ku r si bel aj ar
unt uk sekol ah dasar
3 1 . S N I 7555.20: 2011 K a yu d an produk k a yu – Ba gi an 20 : Ku r si sofa
3 2 . S N I. 0032: 2011 Al u m uni um S ul fat
3 3 . S N I. 0085: 2009 S en g Oksi da
3 4 . S N I 3553: 2015 Ai r Mi neral
3 5 . S N I 6241: 2015 Ai r D em i neral
3 6 . S N I 16 -2629 -1992 Lem ari B aj a Berod a u nt uk P asi en
3 7 . S N I 12 -0150 -1987 Lem ari Arsi p da ri Baj a unt uk Kant or
Suatu LSSM BBTPPI Semarang (BISQA) adalah lembaga sertifikasi system manajemen mutu
yang telah diakreditasi (diakui) oleh komite Akreditasi Nasional-Badan Standardisasi Nasional
(KAN-BSN) dalam memberikan sertifikat ISO 9001.
Dengan telah masuknya KAN-BSN ke dalam keanggotaan pacific accredition cooperation (pac)
dan International accredition forum,inc.(IAF Inc.) maka serfitikat yang dikeluarkan oleh LSSM
BBTPPI Semarang (BISQA) di akui oleh negara-negara anggota PAC atau pun IAF.
LSSM BBTPPI Semarang (BISQA) Juga sebagai anggota dari Asosiasi Lembaga Sertifikasi in-
donesia (ALSI).
Dalam kegiatan sertifikasi system manajemen mutu, LLLSM BBTPPI Semarang (BISQA)
memiliki komitmen terhadap ketidakberpihakan,mengelola konfllik kepentingan dan menjamin
objektivitas.
27
Lingkup Akreditasi
1. Produk m akanan, mi numan dan t embakau (03)
2. Tekstil dan produk t ekstil (04)
3. Ka yu dan produk kayu (06)
4. Bahan kimia, produk kimia dan serat (12)
5. Obat -obat an (13)
6. Produk karet dan produk pl astik (14)
7. Konstruksi (28)
8. Jasa Keuangan, Real Estat e , Pen yewaan (32)
9. Kesehat an dan Tugas Sosial (38)
2. LSSML-BRISEMA
Suatu lembaga mandiri yang juga berada di lingkungan BBTPPI Semarang ini mempunyai
ruang lingkup yang menangani masalah sertifikasi sistem mutu lingkungan yang mengacu pada
Standar Internasional mengenai perusahaan/industri yang ramah lingkungan.
Perusahaan yang telah mempunyai ISO 14000 artinya perusahaan tersebut dari produksi
sampai masalah pengolahan limbah telah memenui syarat/standar internasional, sehingga bu-
angan akhir di limbah tidak merugikan masyarakat.
28
3.7. Visi BBTPPI
Visi BBTPPI merupakan gambaran masa depan BBTPPI yang berisikan cita dan citra“Menjadi
Pusat unggulan (center of excellence) untuk litbang teknologi dan layanan teknis di bidang
Industri Hijau”
Visi tersebut mengandung arti bahwa Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran In-
dustri akan menjadi institusi yang mampu menangani jasa kebutuhan industri secara professional
yang didukung oleh litbang yang handal seiring dengan permintaan pasar yang terus berkem-
bang. Semakin mandiri dan termuka berarti peran BBTPPI semakin berkembang dan mampu
menghasilkan inovasi-inovasi baru di bidang teknologi pencegahan pencemaraan industri tanpa
ketergantungan kepada pihak lain sehingga akan menjadi rujukan bagi lembaga lain yang sejenis.
Unggul di bidang teknologi pencegahan pencemaraan industri merupakan kopetensi inti yang
hendak dikuasai dan menjadi ciri keunggulan teknologi yang dimiliki BBTPPI.
Guna mencapai visi tersebut di atas, Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran In-
dustri harus menjelaskan peranan serta kegiatan pokoknya yang dapat menunjang visinya dalam
bentuk rumusan misi.
Misi BBTPPI merupakan tugas atau peran yang diemban oleh Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri sesuai Visi yang ditetapkan, meliputi :
2. .memberikan jasa layanan teknis dalam mendukung pengembangan industry hijau dan
al Indonesia.
29
3.9.Tugas Pokok dan Fungsi BBTPPI
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 47/M-
IND/PER/6/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri, tugas pokok BBTPPI adalah melaksanakan kegiatan penelitian,
pengembangan, kerjasama, standardisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi, dan pengem-
bangan kompetensi dalam teknologi pencegahan pencemaran industri sesuai kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri.
Dalam m-==elaksanakan tugas pokok di atas, BBTPPI menyelenggarakan fungsi :
a. pelaksanaan penelitian dan pengembangan dalam bidang teknologi bahan baku,
bahan pembantu, proses, produk, peralatan, dan pencegahan pencemaran industri;
b. pelaksanaan rancang bangun dan perekayasaan peralatan proses, alih teknologi
dan konsultansi untuk membantu pengembangan industri guna meminimalisasi
dan mencegah terjadi pencemaran akibat aktivitas industri;
c. pelaksanaan layanan teknis pengujian mutu bahan baku, bahan pembantu, produk
akhir, hasil ikutan dan limbah industri serta sertifikasi dan kalibrasi;
d. pelaksanaan pemasaran, kerjasama, pengembangan dan pemanfaatan teknologi in-
formasi;
e. Melaksanakan layanan administrasi kepada semua unsure di lingkungan BBTPPI,
serta penyusunan laporan dan evaluasi hasil-hasil kegiatan yang telah dil-
aksanakan.
BBTPPI dalam melaksanakan tupoksinya maupun melakukan bisnis selalu berpe-
doman pada visi dan misi yang menentukan arah, tujuan, dan sasaran pengembangan in-
stitusi dan peningkatan kompetensi dimasa mendatang.Oleh karena itu BBTPPI harus
mempunyai visi dan misi yang jelas.
2.Profesional
3.Inovatif
4.Produktif
5.Kompetitif
30
3.11. Aspek Layanan
BBTPPI memiliki beberapa jasa pelayanan teknis (JPT) yang terdiri dari : Ker-
jasama Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Pelatihan Teknik Operasional (SDM
Industri), Pengujian Bahan dan Produk, Konsultasi Keteknikan, Standardisasi dan
Pengawasan Mutu Produk, Kalibrasi PeralatanMesin dan Laboratorium, Sertifikasi (Sis-
tem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen, Lingkungan dan Produk), Rancang
Bangunan Rekayasa Industri (RBPI), Penanganan Pencemaraan, dan JPT lainnya (Audi-
et Energi).
Pengembangan jasa layanan teknis tersebut dilakukan secara bertahap, mengikuti
perkembangan dan kebutuhan dari industri terkait pelestarian lingkungan. Pengujian ba-
han dan produk merupakan jasa layanan yang telah dikembangkan sejak awal berdirinya
lembaga ini, dan kemampuan pengujian ini terus dikembangkan sampai saat ini, sehingga
menjadi laboratorium terakreditasi untuk pengujian Standar Nasional Indonesia (SNI)
wajib maupun pengujian pencemaran industri guna memenuhi persyaratan untuk permo-
honan sertifikasi produk, pembinaan dan pengawasan pencemaran industri, import,dan
sebagainya.
Selain melakukan pengujian, Balai juga melakukan penelitian dan pengembangan
yang memfokuskan kepada teknologi pencegahan pencemaran industri, yang kegiatannya
secara lebih intensif dilakukan sejak awal tahun 2006, bersamaan dengan ditetapkannya
menjadi Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. Berbagai penelitian te-
lah dilakukan mencakup : pengembangan proses produksi, efisiensi, dan kualitas produk;
penelitian untuk mengatasi masalah teknologi produk dan proses yang dialami oleh in-
dustri; pembuatan prototipe dan perekayasaan peralatan dan permesinan pencegahan
pencemaran industri; pengembangan produk baru yang dilakukan dengan menggunakan
anggaran APBN maupun kerjasama penelitian dengan lembaga litbang sejenis baik di da-
lam maupun di luar negeri.
Pengalaman melakukan penelitian ini selanjutnya digunakan untuk mengem-
bangkan kemampuan untuk memberikan jasa layanan untuk pelatihan, konsultasi dan
rancang bangun dan perekayasaan, yang terus berkembang.
31
3.13. Klien
N No. SNI Nama Perus- Alamat Perus- Jenis Merek Tipe Ser- SPPT SNI
o ahaan ahaan/Pabrik Produk tifikasi Tang- Tang-
gal gal
Terbit Be-
rakhir
1 01 – PT. AMANAH PADANG AMDK AMIA, 5 5-Mar- 3-Mar-
3553 – INSANIL- AQEZ, AR- 19 20
2006 LAHIA THA,
PRIM-A.
9 Maret 3 MaRET
2017 2020
3553:20 CLUB. VI- 12-
15 AND, Nov-17
VALUE
PLUS, IN-
DOMARET
2 3553:20 PT. AMBARAWA AMDK JAVA, VIT 5 27- 3-Feb-
15 BAYUADJI Sep-17 20
NUSANTARA
INDUSTRIES
SUKABEL
A, CEVA
3 3553:20 PT. TIRTA KAB SEMA- AMDK KAYLEA 5 4-Jan- 8-Nov-
15 KARUNIA RANG 19 20
ABADI
perubahan 17-
Okt-18
5 3553:20 PT. TUNAS KENDAL AMDK ARMIO, 5 21- 27-
15 RINNAI ARMIYO, Nov-17 Nov-20
PERKASA ARMITO
SAN- 14-Des- peru-
FORD 18 bahan
6241:20 SUKA,
15 SINARMU,
SULI 5
6 3553:20 PT. GU- KARANGAN- AMDK UTRA 5 25-Jun- 11-
15 WATIRTA YAR 18 Apr-21
SEJAHTERA
Sumber : bbtppi.kemenperin.go.id
No . Na m a Kl ie n Ala m a t R ua ng Li ng k up No m o r Ta ng g a l Ta ng g a l Be-
Se rt ifik a s i Se rt ifik a t Terb it ra k h i r
1 P T . Ch e mic al I nd us - P as ur ua n Ma n u fa ct ure o f 191024 1 3 /0 9 /2 0 1 8 1 2 /0 9 /2 0 2 1
tr y T o n g go r ej o so d i u m c yc la -
ma te
2 P T . S wab i n a G atr a Gr e si k Ma n u fa ct ure o f 191023 2 9 /0 3 /2 0 1 8 2 8 /0 3 /2 0 2 1
b o ttl ed d r i n ki n g
wa t er
3 P T . Ab ad i K i mi a S ur ab a ya Ma n u fa ct ure o f 191046 0 3 /0 4 /2 0 1 7 0 2 /0 4 /2 0 2 0
al u mi n i u m s u l -
fa te
4 P T . I nd o T ir ta J a ya Kab . Se - Ma n u fa ct ure o f 191090 2 6 /0 9 /2 0 1 8 2 5 /0 9 /2 0 2 1
Ab ad i ma r a n g b o ttl ed d r i n ki n g
wa t er
5 P T . Agr i mit r a Uta ma P ad an g Ma n u fa ct ure o f 191036 2 6 /0 9 /2 0 1 8 2 5 /0 9 /2 0 2 1
P ersad a b o ttl ed d r i n ki n g
wa t er
6 CV . T ir ta Ma k m u r Kab . Se - Ma n u fa ct ure o f 191091 1 0 /0 8 /2 0 1 7 0 9 /0 8 /2 0 2 0
ma r a n g b o ttl ed d r i n ki n g
wa t er
Sumber : bbtppi.kemenperin.go.id
Data pada tabel diatas, merupakan beberapa daftar pelanggan yang mem-
pergunakan jasa BBTPPI.Peran BBTPPI disini adalah sebagai Lembaga sertifikasi
produk yang memberikan sertifikasi kepada industri sesuai ruang lingkupnya untuk
memperoleh SPPT SNI dalam memenuhi standar mutu produk perusahaan.
33
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Uji kadar logam Cu pada limbah air denganMetode Aas (Atomic Absorbance
Spectrometry)
4.1 Prinsip
Prinsip : Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh
Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan
dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 420 nm dan Cr3+kuat mengabsorpsi pada panjang ge-
lombang 600 nm.
Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan Cr3+ ditentukan pada panjang
gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran
terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L
penurunan konsentrasi Cr2O72- ditentukan pada panjang gelombang 420 nm.
34
4.2 Bahan dan Alat
4.2.2 Peralatan
1. spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700 nm);
2. kuvet;
3. digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat dengan ukuran 16 mm x
100 mm; 20 mm x 150 mm atau 25 mm x 150 mm bertutup ulir. Atau alternatif lain,
gunakan ampul borosilikat dengan kapasitas 10 mL (diameter 19 mm sampai dengan 20
mm);
35
4. pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block); CATATAN Jangan
menggunakan oven.
5. buret;
6. labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan 1000,0 mL;
7. pipet volumetrik 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL dan 25,0 mL;
8. gelas piala;
9. magnetic stirrer
10. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
a) Homogenkan contoh uji. Contoh uji dihaluskan dengan blender apabila mengandung
padatan tersuspensi.
b) Cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20% sebelum digunakan.
Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan
menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam pendingin pada
kisaran suhu 2 – 6 0C dengan waktu simpan maksimum selama 7 hari.
Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 blangko dan minimal 3 kadar yang
berbeda secara proporsional yang berada pada rentang pengukuran.
4.5 Prosedur
4.5.1 proses digestion
a. pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion solution dan tam-
bahkan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam tabung atau ampul, sep-
erti yang dinyatakan dalam tabel berikut:
36
Larutan
Contoh Uji Digestion Solution Total Volume
Digestion vessel Pereaksi Asam
(mL) (mL) (mL)
Sulfat (mL)
Tabung Kultur
Standar Ampul :
Tabel 1 – Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel
b. tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen;
c. letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 °C, lakukan
refluks selama 2 jam.CATATAN Selalu gunakan pelindung wajah dan sarung tan-
gan untuk melindungi dari panas dan kemungkinan menyebabkan ledakan tinggi pa-
da suhu 150 °C.
1. hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan
alat untuk pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada 600 nm atau 420 nm;
2. ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap kadar
COD;
3. buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3.7.1 .b) di atas dan tentukan persamaan gar-
is lurusnya;
4. jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan ulangi
langkah pada butir 3.7.1 a) sampai dengan c) hingga diperoleh nilai koefisien r ≥
0,995.
4.5.3.1 Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L
1. dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk
mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup con-
toh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;
37
2. biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar
jernih;
3. ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (600 nm);
4. hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;
5. lakukan analisa duplo.
4.5.3.2Untuk contoh uji COD lebih kecil dari atau sama dengan 90 mg/L
a) dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk
mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup con-
toh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;
b) biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar
jernih;
c) gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;
d) ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (420
nm);
e) hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;
f) lakukan analisa duplo.
CATATAN Apabila kadar contoh uji berada di atas kisaran pengukuran, lakukan pengenc-
eran.
4.6 Perhitungan
Nilai COD sebagai mg O2/L:
Kadar COD (mg O2/L) = C x f
Keterangan:
C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L); f adalah faktor
pengenceran.
- Masukkan hasil pembacaan serapan contoh uji ke dalam regresi linier yang diperoleh dari
kurva kalibrasi.
- Nilai COD adalah hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva kalibrasi.
38
a) Gunakan bahan kimia pro analisa (pa)
b) Gunakan alat gelas bebas kontaminasi
c) Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.
d) Dikerjakan oleh analis yang kompeten.
e) Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui jangka waktu penyimpanan
maksimum 7 hari.
f) Perhitungan koefisien korelasi regresi linier (r) lebih besar atau sama dengan 0,995
dengan intersept lebih kecil atau sama dengan batas deteksi.
g) Lakukan analisis blanko dengan frekuensi 5% sampai dengan 10% per batch untuk
jumlah contoh uji kurang dari 10 sebagai kontrol kontaminasi.
h) Lakukan analisis duplo dengan frekuensi 5% sampai dengan 10% per batch untuk jumlah
contoh uji kurang dari 10 sebagai kontrol ketelitian analisis.
i) Lakukan kontrol akurasi dengan larutan baku KHP dengan frekuensi 5% - 10% per batch.
Kisaran % Recovery adalah 85% - 115%.
Bahan
Sodium klorida (NaCl)
MgSO4.7H2O
NaHCO3.H2O
Larutan standar Pb
Akuades
HNO3 4%
39
Alat
Instrumen AAS
Labu ukur
Gelas beker
Erlenmeyer
Neraca analitik
Pipet volume
Pipet tetes
Gelas sample
bola hisap
pipet ukur
Pada proses penelitian dilakukan beberapa prosedur seperti pembuatan larutan deret
standar,penyaringan sample dan di asamkan menggunakan HNO3 1 mL, ekstraks
backekstraksi, dan analisis dengan instrumen AAS.
Sehingga akan didapat delapan larutan deret standar dengan konsentrasi 100 ppm;10
ppm; 2 ppm; 1 ppm; 0,5 ppm; 0,2 ppm; 0,1 ppm ; dan 0,05 ppm
Keterangan:
Sehingga didapatkan larutan sampel dengan konsentrasi 1 ppm untuk proses ekstraksi.
Ambil 250 mL larutan kerja, pindahkanke dalam corong pemisah 500 mL. Tambahkan
2,5 mL larutan Ammonium pyrrolidine dithiocarbamate (APDC) dan kocok selama 30 detik .
Tambahkan 2,5 mL Metil Isobutil Keton (MIBK)dan kocok secara kuat selama 30 detik.
Diamkan sampai lapisan air dan organiknya terpisah, kemudian ambil lapisan
organiknya.Selanjutnya larutan di tambahkan 50 mL HNO3 4% Kedalam corong pisah yang
berisi lapisan organik dan kocok selama 30 detik .Diamkan sampai lapisan air dan organiknya
terpisah kemudian ambil lapisan airnya.
V1.N1 = V2.N2
V1 = 40 mL
40 mL larutan standar Pb 10 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 200 mL.Tambahkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas, kemudian homogenkan dan baca dengan AAS.
41
BAB V
Analisa kimia parameter COD dengan refluks tertutup secara spektrofotometri pada sampel
air dan air limbah dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar nilai COD yang dimiliki oleh
sampel air maupun air limbah tersebut, dimana parameter COD merupakan parameter yang
menunjukkan banyaknya senyawa organik yang dapat dioksidasi pada limbah cair.
Dalam analisa ini, oksidator yang digunakan adalah Kalium Dikromat atau K2Cr2O7.Prinsip
dari analisa COD ini adalah senyawa organik maupun anorganik (terutama senyawa organik)
dalam contoh uji dioksidasi oleh ion Cr2O72- dalam refluks tertutup sehingga menghasilkan ion
Cr3+. Jumlah oksidan yang diperlukan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (miligram oksigen /
liter) yang diukur secara spektrofotometri UV-Vis. Untuk nilai COD berkisar antara 100 – 900
mg/L, kenaikan Cr3+ dapat ditentukan pada panjang gelombang 600 nm (pada COD dengan nilai
yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian).
Sedangkan pada contoh uji dengan angka COD berkisar kurang dari atau sama dengan 90
mg/L, penurunan konsentrasi Cr2O72- dapat ditentukan pada panjang gelombang 420 nm.Oleh
42
karena itu, pengukuran nilai COD menggunakan 2 panjang gelombang yang berbeda (420 nm
untuk konsentrasi COD rendah, 600 nm untuk konsentrasi COD tinggi). Pada pengukuran
dengan panjang gelombang 600 nm, larutan referensi yang digunakan adalah air akuades, dengan
larutan blanko yang digunakan adalah campuran dari 2,5 mL larutan akuades, 1,5 mL larutan
K2Cr2O7 (High Digestion Solution), dan 3,5 mL pereaksi asam sulfat. Kemudian, untuk larutan
kerja ini dibuat dari campuran seperti blanko, namun untuk akuadesnya digantikan oleh larutan
KHP dengan masing-masing konsentrasinya sebesar (100; 250; 500; 700; 900) mg/L. Sedangkan
pada pengukuran dengan panjang gelombang 420 nm, larutan referensi yang digunakan adalah
air akuades, dengan larutan blanko yang digunakan adalah campuran dari 2,5 mL larutan aku-
ades, 1,5 mL larutan K2Cr2O7 (Low Digestion Solution), dan 3,5 mL pereaksi asam sulfat.
Kemudian, untuk larutan kerja ini dibuat dari campuran seperti blanko, namun untuk akuadesnya
digantikan oleh larutan KHP dengan masing-masing konsentrasinya sebesar (10; 25; 50; 70; 90)
mg/L. Begitu pula untuk pembuatan larutan campuran antara sampel, kalium dikromat (baik un-
tuk yang High and Low Digestion Solution), dan pereaksi asam sulfat.Selanjutnya dilakukan
proses refluks secara tertutup terhadap semua larutan campuran yang telah dipersiapkan selama 2
jam dalam suhu 150 0C, kecuali untuk larutan blanko yang menggunakan High Digestion Solu-
tion tidak perlu dilakukan proses refluks.
Proses refluks atau pemanasan pada alat termoblock berfungsi untuk mempercepat proses
reaksi redoks antara sampel dengan K2Cr2O7. Reaksi yang terjadi adalah :
Setelah proses refluks selesai, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar COD melalui
spektrofotometer terhadap seluruh larutan campuran yang telah dipersiapkan.
43
Sample ID Type konsentrasi Asorbansi
Standard Table
0.22
0.2
0.175
0.15
y = 0.0003x + 0.0049
0.1 0.087 R² = 0.9956
0.05
0.033
0 0
0 200 400 600 800 1000
konsentrasi (mg/l)
Metode ini ditentukan dengan pengukuran absorbansi 6 larutan standar KHP dengan
konsentrasi tinggi yang ditentukan berdasarkan SNI6989.2:2009, yaitu 100 – 900 mg/L.
Berdasarkan gambar V.1, didapatkan nilai Correlation Coefficien (r) sebesar 0,99508. Nilai
tersebut menunjukan titik-titik hasil penelitian yang berbentuk linear pada rentang konsen-
trasi yang diuji. Karena kurva standar di atas memenuhi syarat keberterimaan linieritas yaitu
r lebih besar atau sama dengan0,995. persamaan regresi linear yang dihasilkan yaitu y =
0,000x + 0,004.
44
6 Std6 standard 90 0.015
Selanjutnya, hasil pembacaan kurva kalibrasi standar dengan konsentrasi rendah adalah
sebagai berikut :
Standard Table
0.1
0.08
0.073
0.06
y = -0.0015x + 0.1532 0.046
0.04
R² = 0.9988
0.02 0.015
0
0 20 40
konsentrasi 60
(mg/l) 80 100
Kurva di atas diperoleh dari pengukuran 6 larutan standar KHP dengan konsentrasi
rendah, yakni konsentrasi 0 – 90 mg/L. Berdasarkan gambar tersebut, didapatkan nilai Corre-
lation Coefficien (r) sebesar 0,998. Karena kurva standar di atas memenuhi syarat keberter-
imaan linieritas yaitu r lebih besar atau sama dengan 0,995. persamaan regresi linear yang
dihasilkan yaitu y = -0,001x + 0,153.
Nilai slope merupakan ukuran sensitifitas dari suatu metode pengujian, dimana semakin
besar nilai slope, maka metode pengujian memberikan sensitifitas lebih tinggi atau respon in-
strumen yang cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi yang ada.Idealnya,intercept (a)
adalah nol, namun kenyataannya pada data ditemukan respon instrumen, hal ini disebabkan
karena adanya gangguan (noise) ataupun kontaminasi.
Tingkat presisi atau ketelitian adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan kecocokan
hasil dari suatu pengukuran berulang dari suatu sampel yang diukur.Presisi dapat pula dinya-
takan sebagai kedapatan ulang.Dalam analisis ini, dilakukan pengulangan analisis dua kali (du-
plo) untuk mengetahui ketelitian/ presisi dari pengukuran kadar amonia dalam sampelair
limbah.Ketepatan biasanyadinyatakan sebagai persen perolehan kembali atau recovery, yang
45
merupakanrasio antara hasil kadar yang diperoleh dengan kadar sebenarnya (Fifield &Kealey
2000).Ketepatan pada percobaan ini diukur dengan menghitung perolehan kembali (PK)
menggunakan metode penambahan standar.
Adapun hasil pembacaan spektrofotometer pada beberapa sampel dengan kadar COD
yang tinggi sebagai berikut :
𝑋1 + 𝑋2 227.533 + 228.701
𝑋 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 = = = 228.177
2 2
Prosentase RPD :
𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
% 𝑅𝑃𝐷 = × 100%
𝑋 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎
228.701 − 227.533
= × 100%
228.177
=0,51188332 %
𝐴−𝐵
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100%
𝐶
706.844 − 283.786
= × 100% = 105,5 %
400
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, ketelitian perhitungan kadar COD dengan konsentrasi
tinggi dalam beberapa sampel tersebut ditentukan dengan menggunakan % Recovery dan %
RPD. Kedua nilai ini merupakan standar pengujian yang diberlakukan oleh laboratorium air dan
air limbah di BBTPPI Semarang. Nilai RPD yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
Tabel Horwitz. Dalam penghitungan tabel Horwitz memenuhi persamaan = 0,67 x ( 2(1-0,5 log C))
dimana nilai c memiliki satuan fraksi, sehinggadiperoleh nilai % RPD sebesar 0,5118 % dengan
nilai Horwitz yang didapatkan sebesar 4,73412. Nilai RPD yang diperoleh dari perhitungan
46
dianggap baik dan dapat diterima bila berada dibawah nilai Tabel Horwitz.Sedangkan nilai
Recovery dihasilkan sebesar 105,9958% dan telah masuk pada rentang prosentase antara 85-
115%, Hal ini menunjukkan bahwa analisa yang dilakukan memiliki ketelitian dan ketepatan
yang baik (memenuhi jaminan mutu pengujian internal.
47
diperoleh dari perhitungan dianggap baik dan dapat diterima bila berada dibawah nilai Tabel
Horwitz. Sedangkan nilai Recovery SPIKE CIS.II.1 dihasilkan sebesar 96,135 % dan telah
masuk pada rentang prosentase antara 85-115%, Hal ini menunjukkan bahwa analisa yang
dilakukan memiliki ketelitian dan ketepatan yang baik (memenuhi jaminan mutu pengujian
internal laboratorium BBTPPI dan memenuhi batas berketrimaan).
Kurva Kalibrasi Cu
0.3000
y = 0.1518x - 7E-05
0.2500 R² = 0.9999
Absorbansi
0.2000
0.1500
0.1000
0.0500
0.0000
0.000 0.250 0.500 0.750 1.000 1.250 1.500 1.750 2.000
Konsentrasi Cu (Mg/L)
Berdasarkan pengukuran larutan standar logam Cu, didapatkan kurva kalibrasi pada
gambar 5.1.2. bahwa larutan standar logam Cu yang telah diukur mempunyai persamaan
y = 0,1518x - 7E - 05 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999.\
Cu:
Sample Cu: Flamecont Cu: Flame Cont
Flamecont
ID Abs. Actual Actual
Conc. Conc. Unit
UD.II.56 0,0005 0,0008 ppm
UD.II.63 -0,0009 -0,0011 ppm
UD.II.64 -0,0006 -0,0007 ppm
UD.II.65 -0,0009 -0,0054 ppm
UD.II.66 -0,0004 -0,0022 ppm
49
UD.II.67 -0,0006 -0,0035 ppm
MS.II.36 -0,0022 -0,014 ppm
LS.II.1 -0,0022 -0,014 ppm
RN.II.27 -0,0022 -0,014 ppm
RN.II.28 -0,0023 -0,0147 ppm
RN.II.29 -0,0029 -0,0186 ppm
AN.III.6 0,0002 -0,0015 ppm
ES.III.5 -0,0003 -0,0015 ppm
ES.III.6 0,0005 -0,0038 ppm
RC.III.10 -0,0004 -0,0022 ppm
ES.III.9 -0,0008 -0,0048 ppm
ES.III.10 -0,0001 -0,0002 ppm
RN.III.23 -0,0005 -0,0028 ppm
RN.III.24 -0,0011 -0,0068 ppm
AN.III.2 -0,0014 -0,0087 ppm
AN.III.3 -0,001 -0,0061 ppm
NV.II.9 -0,0018 -0,0114 ppm
NV.II.10 -0,0021 -0,0134 ppm
SAMP.X 0,0196 -0,1296 ppm
SAMP.X-2 0,0192 -0,127 ppm
SAMP.Y 0,0309 -0,204 ppm
SAMP.Y-2 0,0311 0,2054 ppm
SAMP.Y+0,5
0,1118 0,737 ppm
SPK
5.4 PEMBAHASAN
Pada analisis ini larutan standar Cu diperoleh dari pengenceran larutan induk 1000 ppm
untuk mendapatkan larutan standar Cu dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,2; 0,5; 1,0; 2,0; dan 5,0
ppm. Dengan menggunakan persamaan V1.N1=V2.N2.
Larutan standar tersebut selanjutnya diaspirasikan ke dalam AAS dan didapatkan nilai
absorbansinya, kemudian kurva kalibrasi (Konsentrasi vs. Absorbansi) dapat dibuat, serta
didapatkan nilai koefisien korelasi (r). Jika nilai regresi tersebut mendekati 1 (di Lab. Pengujian
50
BBTPPI nilai r minimum adalah 0,995) maka dapat dikatakan bahwa hasil pembuatan larutan
standar memiliki tingkat keakuratan yang cukup baik, karena data regresi yang dihasilkam
sudah mendekati data sebenarnya (selisih yang cukup kecil dengan data sebenarnya).
Preparasi logam Cu matriks air laut ini dilakukan dengan membuat larutan yang
diketahui konsentrasinya. Pengujian ini menggunakan sampel 1 ppm dari larutan induk 1000
ppm melalui pengenceran bertahap menjadi 100 ppm, 10 ppm dan 1 ppm dengan aquades
menggunakan persamaan V1.N1=V2.N2.
Berdasarkan hasil pembacaan larutan standar pada proses ekstraksi metode standar
APHA AWWA WEF dan metode back extraction, konsentrasi larutan standar pada metode
standar APHA AWWA WEF yang terbaca oleh AAS tidak mendekati nilai sebenarnya,
sedangkan konsentrasi larutan standar pada metode back extraction yang terbaca oleh AAS
mendekati nilai sebenarnya.
Hasil yang didapatkan dari analisa ini karena pada proses ekstraksi metode standar
APHA AWWA WEF menggunakan lapisan organiknya untuk dianalisis. Efek dari zat organik
sangat besar, hal ini disebabkan oleh naiknya efisiensi nebulise (pengabutan); penurunan
tegangan permukaan larutan sehingga menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil sehingga
51
menambah jumlah sampel yang mencapai nyala. Selain itu, penguapan zat yang lebih cepat
mungkin juga berkontribusi terhadap efek tersebut. Dampaknya akan menurunkan temperatur
nyala dan menambah kemungkinan interferensi kimia (chemical interference) sehingga zat
organik tersebut akan mengganggu atau mengontaminasi zat analit yang ingin diuji (Djunaidi,
2008). Sedangkan, metode back extraction menggunakan lapisan air untuk dianalisis. Lapisan
air ini sudah terbebas dari pengotor dan zat organik, hanya terdapat zat analit yang akan diuji.
Sehingga konsentrasi yang terbaca oleh AAS pada metode ini mendekati nilai yang sebenarnya.
Sehingga akan didapat delapan larutan deret standar dengan konsentrasi 100
ppm;10 ppm; 2 ppm; 1 ppm; 0,5 ppm; 0,2 ppm; 0,1 ppm ; dan 0,05 ppm.
Keterangan:
52
V2: Volume akhir
Pembuatan standar larutan Cu ini juga harus di buat dengan teliti seperti saat
menepatkan dengan aquadest + HNO3 jangan samapai kelebihan dari tanda batas labu,
pengambilan larutanpun mempengaruhi hasil yang di dapet saat di cek menggunakan
alat Atomic Absorbance Spectrometry (AAS) nantinya
BAB VI
PENUTUPAN
53
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Analisa COD dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni metode refluks terbuka dan refluks
tertutup. Refluks tertutup dibedakan menjadi 2 cara, yakni secara titrimetri dan
kolorimetri (spektrofotometri).
6.1.2 Untuk analisa COD dengan refluks tertutup memberikan keuntungan tersendiri, dimana
limbah hasil proses analisa ini dalam jumlah volume relatif lebih sedikit daripada open
refluks, dan juga penggunaan suhu 1500C relatif konstan saat proses refluks tertutup.
6.1.3 Dalam analisa yang telah dilakukan oleh penulis, diperoleh jaminan mutu yang baik
dari sisi akurasi maupun presisi, dengan rincian berikut:
% Recovery yang diperoleh untuk sampel dengan konsentrasi tinggi sebesar 𝟏𝟎𝟓, 𝟓 %,
dan untuk sampel dengan konsentrasi rendah sebesar 𝟗𝟔, 𝟏𝟑𝟓%. Kedua nilai tersebut
telah memenuhi syarat keberterimaan % Recovery yang berada pada kisaran 85% -
115%.
% RPD yang diperoleh untuk sampel dengan konsentrasi tinggi sebesar 0,51188332 %
dengan tabel Horwitz senilai 4,73412, sementara untuk sampel dengan konsentrasi
COD rendah diperoleh % RPD sebesar 2,834% dengan tabel Horwitz senilai 6,1003.
Kedua nilai tersebut memenuhi syarat keberterimaan % RPD, di mana semua % RPD
tersebut berada di bawah nilai tabel Horwitz masing-masing.
Tembaga adalah logam merah-muda yang lunak, dapat ditempa, liat. Ia melebur pada
1038 . Karena potensial electrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan
Cu/Cu2+),ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan
adanya oksigen ia bisa terlarut sedikit.
6.2 Saran
6.2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di laboratorium (K3) harus ditingkatkan, sehingga
dapat bekerja dengan aman dan nyaman.
6.2.2 Presisidalam preparasi sampel dan pembuatan standar harus selalu diperhatikan untuk
menunjang hasil analisa.
6.2.3 Kalibrasi terhadap alat rutin dilakukan agar menunjang hasil pengujian.
54
DAFTAR PUSTAKA
Alaerst, G dan Santika, SS. 1987. Metode penelitian Air. Usaha Nasional : Surabaya
bbtppi.kemenperin.go.id
Dachriyanus, Dr. 2004. “Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi”. Padang:
Andalas University Press.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air. Kanisius. Yogyakarta.
EMEA. 1995. The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products. ICH Topic Q 2
B. Validation of Analytical Procedures : Methodology. Diakses pada tanggal 20
Desember 2014 pukul 21.30 WIB. http:www.pharma
contract.ch/support/pdf_support/Q2a.pdf
Eugene W.Rice,Rodger B Baird,Andrew D.Eaton,Lenore S.Clesceri 2012, Standard Methods For
the Examination of Wather and Wastewater 22ND EDITION 5220A,B,C,D.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Housecroft,C.E & Sharpe, A.G.2005. Inorganic Chemistry, second edition. Pearson Prentice
Hall : London
Huheey, J.E., Keiter, E.A, & R.L. Keiter. 1993. Inorganic Chemistry Principles of Structure and
Reactivity, 5th ed. Harper Collins Collage, USA
Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu, 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Khopkar,S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. Penerbit Universitas Indone-
sia.Hal.216-217.
Permen LH Nomor 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air
Riyanto. 2014. “Validasi dan Verifikasi Metode Uji”. Yogyakarta: Depublis.
SNI 6989.2. 2009. Air dan Air Limbah : Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical
Oksigen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup secara Spektrofotometri.
55
DAFTAR LAMPIRAN
1,5ml K2Cr2O
3,5ml H2SO4+Ag2SO4
56
K2Cr207+H2SO4+Ag2SO4+2,5ml Sample
57