Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Daging
Daging merupakan salah satu hasil ternak yang sangat penting dalam pemenuhan
kebutuhan pangan manusia, khususnya sebagai sumber protein hewani. Sejauh ini penyediaan
daging di Indonesia masih belum cukup memadahi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Daging merupakan bahan pangan yang bernutrisi tinggi, kandungan gizi yang tinggi tersebut
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme
(Susanto, 2014).
Daging merupakan salah satu bahan makanan yang sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat, karena di dalam daging mengandung nilai gizi yang tinggi,
seperti protein, lemak, karbohidrat, dan air. Nilai gizi yang tinggi yang dimiliki daging
merupakan media yang baik bagi aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga daging merupakan bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan yang
diakibatkan oleh aktivitas mikrobia dan proses enzimatis yang berlanjut. Jika tidak segera
mendapatkan penanganan tertentu maka dalam waktu sehari pada suhu kamar setelah
pemotongan, daging mengalami kerusakan. Untuk mencegah kerusakan daging maka perlu
dilakukan suatu pengawetan, seperti pengawetan di suhu beku (Sarassati, 2015).
Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang menjadi andalan sumber
protein hewani dan sangat menunjang untuk memenuhi kebutuhan dasar bahan pangan di
Indonesia. Daging terbagi ke dalam dua jenis, yaitu daging ternak besar seperti sapi dan
kerbau, maupun daging ternak kecil seperti domba, kambing, dan babi. Meski dengan adanya
berbagai ragam jenis daging, produk utama penjualan komoditi peternakan adalah daging
sapi potong (Gunawan, 2011).
Daging segar adalah daging yang baru disembelih tanpa perlakuan apapun (SNI,
1999). Ciri-ciri daging segar yang baik (LIPTAN, 2001) antara lain : (1) warna merah cerah
dan mengkilat, daging yang mulai rusak berwarna coklat kehijauan, kuning dan akhirnya
tidak berwarna. (2) bau khas daging segar tidak masam/busuk. (3) tekstur kenyal, padat dan
tidak kaku, bila ditekan dengan tangan maka bekas pijatan cepat kembali ke posisi semula. (4)
penampakaannya tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya
(Susanto, 2014).

2.2 Ciri-ciri Daging Pada Beberapa Hewan


2.2.1 Ciri-ciri Daging Sapi
a. Daging Sapi Muda
Warna pada umumnya agak pucat, kelabu putih sampai merah pucat
dan menjadi tua. Terdiri dari serabut – serabut halus, konsistensi daging agak
lembek, bau dan rasa berbeda dengan daging sapi dewasa.
b. Daging Sapi Dewasa
Warna daging merah terang, berserabut halus dengan sedikit lemak,
konsistensi liat / kenyal, memiliki bau dan rasa daging aromatis, bersih tidak
ada darah, dan permukaan dagingnya mengkilat.

2.2.2. Ciri-ciri Daging Kambing


Warna daging merah muda pucat, lemak pada daging menyerupai lemak
domba warna yang berwarna putih. Bau daging kambing lebih anyir seperti bau pada
domba terutama pada kambiing jantan mempunyai bau yang lebih menyengat
daripada bau daging kambing betina.

2.2.3. Ciri-ciri Daging Domba


Daging terdiri dari serabut halus, warna daging umumnya merah muda,
konsistensi daging cukup tinggi, memiliki banyak kandungan lemak di otot, bau
sangat khas seperti bau pada domba, lemak daging berwarna putih.

2.2.4. Ciri-ciri Daging Kuda


Warna daging merah kehitaman hingga kecoklatan, karena pengaruh udara
berubah menjadi biru, serabut otot besar dan panjang, konsistensi padat, diantara
serabut tidak ditemukan lemak, bau dan rasa daging sedikit manis, lemak daging
berwarna kuning emas dengan konsistensi lembek.

2.2.5. Mengenal Ciri-ciri Daging Babi


Warna daging pucat sehingga merah muda, serabut halus dengan konsistensi
padat dan berbau spesifik.Otot pungung yang mengandung lemak umumnya kelihatan
kelabu putih, pada umur tua daging berwarna lebih tua, sedikit lemak dan serabut
kasar.

2.2.6. Ciri-ciri Daging Babi Hutan


Warna daging umumnya merah gelap, serabut otot besar, permukaan daging
berminyak,, umumnya dagig memiliki bau yang apek, banyak terdapat lemak di otot,
bau daging sangat khas dengan lemak dagiing berwarna putih.

2.2.7. Ciri-ciri daging Kerbau


Pada umumnya liat karena disembelih pada umur tua, mempunyai serabut otot
kasar dan lemaknya putih daging memppunyai rasa yang hampir sama dengan daging
sapi, warna daging merah tua / gelap.
2.2.8. Ciri-ciri daging Ayam
Warna daging putih pucat, bagian otot dada dan otot paha lebih kenyal, bau
daging agak amis sampai tidak berbau.

2.3 Kriteria Daging yang Baik


Menurut Badan Standarisasi Nasional, sesuai dengan SNI 3932:2008, daging sapi
dengan mutu baik adalah daging yang bertekstur halus, bebas dari perubahan warna seperti
memar ataupun freeze burn, konformasinya cenderung cekung, dengan ketebalan lemak
dibawah 12mm. Bila ditinjau dari warnanya, warna daging yang baik adalah merah terang
dan warna lemak daging yang baik adalah putih.
Namun kebalikanya, daging yang bermutu buruk adalah daging dengan tekstur kasar
serta mengalami perubahan warna seperti memar atau freeze burn, konformasinya cenderung
cembung, dengan ketebalan lemak diatas 22mm. Dan jika dilihat dari warnanya, warna
daging yang kurang baik adalah merah gelap dan warna lemak daging yang kurang baik
adalah kuning.
Jika dilihat dari cemaran mikrobiologisnya, daging tidak boleh tercemari mikroba
lebih dari 1x10^5 cfu/g. Cemaran bakteri koliform ataupun Staphylococcus aureus tidak
boleh lebih dari 1x10^2 cfu/g. Cemaran Escherechia coli tidak boleh lebih dari 1x10^1 cfu/g.
Selain itu, setiap 25g dagingya harus menunjukkan hasil negatif terhadap pemeriksaan bakteri
Salmonella sp.
2.4 pH Normal Daging Sebelum dan Sesudah Pemotongan
Nilai pH daging pada ternak sapi yang masih hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral).
Apabila hewan telah dipotong maka pH ultimat daging yang normal berkisar antara 5,4- 5,8
pada 6 jam postmortem dan warna daging akan menjadi merah cerah. Hal ini dikarenakan
adanya proses glikolisis setelah ternak dipotong berpengaruh pada nilai pH. Semakin lama
waktu postmortem akan terjadi penurunan pH yang semakin rendah akibat proses konversi
otot menjadi daging pada jarak waktu postmortem tertentu.

2.5 Studi Kasus: Penyebab Perubahan Kadar pH pada Daging


Mega sedang melakukan penelitian mengenai kaitan proses pemotongan dengan laju
penurunan pH daging. Beberapa sampel yang diperiksa Mega diketahui terjadi penurunan pH
normal, penurunan pH cepat, dan penurunan pH lambat. Apa yang kira kira dapat
menyebabkan hal tersebut dapat terjadi?
Jawab :
Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging. Proses
penurunan pH pada daging dimulai dari pemotongan hewan (hewan telah mati), maka
terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan
lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya
pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam
jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah
proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain
dihasilkan energi maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi
di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot (Nurwanto et al.,
2003).Hal ini dikarenakan habisnya cadangan glikogen dalam daging secara bertahap
sehingga akan menurunkan pH daging secara bertahap pada saat dilakukan pengukuran nilai
pH daging. Glikogen dalam daging tersebut mengalami glikolisis secara anaerob yang
menghasilkan asam laktat secara bertahap yang akan menyebabkan pH daging semakin
menurun. Nilai pH daging yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging
(Besung et al., 2013). Setelah cadangan glikogen dalam daging habis, maka tidak ada lagi
glikogen yang dipecah menjadi asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan pH daging secara
berangsur naik dikarenakan dalam daging terjadi proses autolisis dan dekomposisi protein
oleh mikroba yang terdapat pada daging tersebut.
Faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya penurunan pH di bagi menjadi dua
yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas spesies, jenis otot, glikogen otot, dan variabilitas
diantara ternak. Sedangkan faktor ekstrinsik antara lain temperatur lingkungan, perlakuan
pemotongan, proses pemotongan dan stres sebelum pemotongan (Soeparno, 2005). Nilai pH
yang cenderung masih di atas pH normal pada saat rigor mortis sudah terbentuk, dianggap
mengalami dark cutting beef (DCB) dengan batasan 5,8-6,2 sebagai DCB sedang dan lebih
dari 6,2 sebagai DCB berat (Abustam dan Ali, 2016).
Nilai pH daging yang normal akan menurun dari 6,5 sampai pH ultimat yaitu 5,5
(Subagyo et al., 2015). Sedangkan pH daging yang mengalami DFD, penurunan nilai pH
daging hanya sedikit, hal ini dikarenakan cadangan glikogen otot sudah habis sebelum
pemotongan.
Pada saat pemotongan, terjadi perubahan glikogen yang cepat menjadi asam laktat
sehingga pH daging menjadi rendah. Hal ini juga mengacu pada pendapat Lawrie (1995),
bahwa pada hewan dengan tingkat stres yang tinggi, kondisi stres akan memicu penurunan
pH yang cepat pada kondisi kandungan glikogen yang cukup menyebabkan pH akhir menjadi
sangat rendah sehingga protein terdenaturasi dan dihasilkan daging PSE (Pale Soft and
Exudative). Daging PSE akan menurunkan rendemen proses (cooking loss besar), daya ikat
dan daya iris rendah.
pada saat pemotongan hanya sedikit glikogen yang dirubah menjadi asam laktat
sehingga pH daging tetap tinggi. Hal tersebut sesuai pendapat dari Smith et al., (1978) dan
Judge et al., (1989) yaitu stres sebelum pemotongan, iklim, tingkah laku agresif diantara
ternak sapi atau gerakan yang berlebihan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH
yang tinggi (lebih besar dari 5,3). Kualitas daging dipengaruhi oleh nilai pH daging. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Lukman (2010) bahwa daging dengan Ph akhir yang tinggi
(penurunan pH yang lambat) akan menghasilkan daging Dark Firm and Dry (DFD).
Sedangkan daging dengan pH akhir rendah (penurunan pH yang cepat) akan menghasilkan
daging PSE.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Daging merupakan salah satu hasil ternak yang sangat penting dalam pemenuhan
kebutuhan pangan manusia, khususnya sebagai sumber protein hewani. Dari setiap spesies
hewan memiliki ciri daging yang berbeda. Daging yang paling sering dan paling banyak
dikonsumsi manusia adalah daging sapi. Menurut Badan Standarisasi Nasional, sesuai dengan
SNI 3932:2008, daging sapi dengan mutu baik adalah daging yang bertekstur halus, bebas
dari perubahan warna seperti memar ataupun freeze burn, konformasinya cenderung cekung,
dengan ketebalan lemak dibawah 12mm. Bila ditinjau dari warnanya, warna daging yang baik
adalah merah terang dan warna lemak daging yang baik adalah putih.
Nilai pH daging pada ternak sapi yang masih hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral).
Penurunan nilai pH akan terjadi setelah hewan ternak sapi disembelih (post mortem) yaitu
pada saat jantung berhenti memompa darah, sehingga janngan otot dan jaringan Iainnya tidak
lagi mendapat pasokan darah. Proses glikolisis setelah ternak dipotong berpengaruh pada
nilai pH. Semakin lama waktu postmortem akan terjadi penurunan pH yang semakin rendah
akibat proses konversi otot menjadi daging pada jarak waktu postmortem tertentu. Ada 3
macam penurunan pH, yaitu terjadi penurunan pH normal, penurunan pH cepat, dan
penurunan pH lambat. Faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya penurunan pH di bagi
menjadi dua yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas spesies, jenis otot, glikogen otot, dan
variabilitas diantara ternak. Sedangkan faktor ekstrinsik antara lain temperatur lingkungan,
perlakuan pemotongan, proses pemotongan dan stres sebelum pemotongan.
Daftar Pustaka
Abustam E, Ali HM. 2016. Peningkatan Sifat Fungsional Daging Sapi Bali (M. Longisismus
Dorsi) Melalui Penambahan Asap Cair Pascamerta Dan Waktu Rigor. Bul Vet
Udayana 8(1): 93-98
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas Dan Daging Sapi . Bogor : Badan
Standarisasi Nasional
Besung INK, Wulandari NMDA, Swacita IBN. 2013. Pengaruh Rempah-Rempah Dan Lama
Penyimpanan Daging Babi Terhadap Angka Lempeng Total Bakteri. Bul Vet
Udayana 6(1): 29-34
Gunawan, lia. 2011. Analisa Perbandingan Kualitas Daging Sapi Impor dan Daginng Sapi
Lokal. Universitas Kristen Putra. Jakarta

Lawrie, R. A. 1995. Meat Science 5th Edition. Pergamon Press, New York.

Lukman. 2010. Sifat Fisik dan Palatabilitas Bakso Daging Sapi dan Daging Kerbau pada
Lama Postmortem yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nurwanto, Septianingrum, Surhatayi. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak.
Semarang: Universitas Diponegoro

Sarassati, Thea, dkk. 2015. Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang
Disimpan Pada Suhu 19º. Indonesia Medicus Veterinus, Juni 2015 (4)(3): 178-185

Sarjito, 2010, Sifat Fisik Daging Sapi, Kerbau Dan Domba Pada Lama Postmortem Yang
Berbeda. Bogor : Fakultas Peternakan. Institut pertanian bogor

Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science.
2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts

Subagyo WC, Suwiti NK, Suarsana IN. 2015. Karakteristik Protein Daging Sapi Bali Dan
Wagyu Setelah Direbus. Bul Vet Udayana 7(1): 17-25.

Susanto, Edy. 2014. Standar Penanganan Pasca Panen Daging Segar. Jurnal Ternak, Vol. 5.
No. 1. Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai