Anda di halaman 1dari 20

Tugas Individu

Mata Kuliah : Leadership And Sytem Learning


Dosen : Prof. Dr. drg. Zulkifli Abdullah. M.Kes

Menuntun Perubahan dengan Pendekatan Learning Organization


di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit (BTKLPP) Kelas I Makassar

Oleh:
Yohana P. / P1804215016

BAGIAN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................i


Daftar Isi .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ...................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Learning Organization ..................................................... 3
B. Komponen Learning Organization ................................................ 4
C. Karakteristik Learning Organization ............................................. 9
D. Hambatan Learning Organization .................................................. 10

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil .............................................................................................. 13
B. Pembahasan ................................................................................... 13

BAB IV.PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................. 17

Daftar Pustaka .................................................................................................. iii

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan good governance, diperlukan
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas,
terukur, dan sah sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan
bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebuah organisasi tentunya mengalami dinamika dan terkadang
terdapat masalah-masalah baik lingkup internal maupun eksternal. Demikian
halnya organisasi BTKLPP Kelas I Makassar, beberapa masalah yang terjadi
di dalam organisasi BTKLPP Kelas I Makassar seperti kurangnya partisipatif
staf, kurangnya kerjasama antar seksi, alur koordinasi yang kurang berjalan
baik, pemimpin yang kurang memberikan arahan pada stafnya, rapat yang
jarang dilakukakan sebagai sarana untuk berbagi pendapat sehingga terkadang
biasa terjadi konflik antar sesama anggota.
Masalah-masalah yang terjadi tersebut, mesti dilakukan problem
solving agar organisasi tidak menjadi statis dan mati namun harus dinamis
sesuai dengan perkembangan zaman. Sebab, pada hakikatnya tujuan normatif
organisasi adalah tumbuh, berkembang, memakmurkan angotanya dan
membuat citra baik, sedangkan tujuan strategik organisasi dalah pencapaian
visi, misi, nilai dan kebijakan.
BTKLPP Kelas I Makassar harus melakukan perubahan demi
pencapaiyan tujuan organisasi. Perlu penyadaran setiap anggota bahwa
mereka adalah satu kesatuan dari sistem. Perlu penguatan dan pengembangan
tiap pribadi yang kemudian saling berkolaborasi dalam bentuk tim building.
Olehnya itu, organisasi BTKLPP Kelas I Makassar perlu melakukan
transformasi dan salah satu stategi perubahan yang dapat dilakukan adalah
dengan Learning Organization (LO).

B. Rumusan Masalah
Organisasi pembelajaran merupakan strategi untuk menjaga
meningkatkan efektifitas dan peluang atau kesepakatan pengembangan
kompetensi dengan memanfatkan teknologiserta informasi (Munir, 2010). Hal
ini menjadikan setiap komponen di dalam organisasi diharapkan dapat
mengelola aliran atau siklus dari pengetahuan, teknologi, dan infoemasi ke
dalam mampu keluar organisasi yang cenderung sangat cepat. Nonaka &
Takenchi (1995), mengatakan bahwa perusahaan yang sukses adalah yang
konsisten menciptakan pengetahuan baru, membaginya ke seluruh organisasi,
dan semua orang tahu akan teknologi baru dan hasilmya.
BTKLPP Kelas I Makassar sebagai penyedia jasa telekomunikasi yang
banyak digunakan masyarakat, menyebabkan aspek sumber daya manusia
dalam perusahaan merupakan salah satu apek penting untuk penyediaan jasa
bagi konsumen. Sehubungan dengan pentingnya learning organization dalam
mendukung kompetensi sumber daya manusia suatu organisasi, perumusan
masalah dalam penelitian ini, adalah:
1. Bagaimana penerapan learning organization di BTKLPPKelas I Makassar?
2. Apa saja kendala yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan learning
organization?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
dalam melakukan perubahan dalam suatu organiasi BTKLPP Kelas I Makassar
dengan pendekatan learning organization.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Learning organization


Learning organization atau organisasi pembelajar adalah organisasi
yang terus menerus belajar meningkatkan kemampuannya untuk dapat
bertahan dan berkembang menuju pencapaian visi bersamanya dalam
lingkungan yang terus berubah. Learning organization merupakan organisasi
dimana orang secara terus menerus memperluas kapasitas menciptakan hasil
yang sung-sungguh mereka inginkan, dimana pola berfikir baru dan ekspansif
ditumbuhkan, dimana aspirasi kolektif dibiarkan bebas dan dimana orang
secara terus menerus berupaya belajar bersama. (Senge, 1996).
Menurut Beck dalam Dharma, 2001, dalam Nur & Januarti 20110,
,mendefinisikan learning organization sebagai : “system of action, actors,
symbols, and processes that enables an organization to transform information
into valued knowledge, which in turn increase its long-run adaptive capacity”.
Definisi tentang Organisasi Pembelajar juga dikemukakan oleh Pedler,
Boydell dan Burgoyne (1988). Dengan mendasarkan pada proses kajian
literatur, wawancara dan investigasi lain maka organisasi pembelajaran
didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari
seluruh anggotanya dan secara terus menerus untuk dapat mentransformasi
diri.

Menurut Pedler, dkk dalam Dale, 2003, dalam Nur & Januarti 20110,
suatu organisasi pembelajar adalah organisasi yang; 1) mempunyai suasana
dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan
mengembangkan potensi penuh mereka, 2) memperluas budaya belajar ini
sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan, 3)
menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat
kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses transformasi organisasi secara
terus menerus. Tujuan proses transformasi sebagai aktivitas sentral, adalah
agar organisasi mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah
baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu
memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif.
B. Komponen Learning Organization
Menurut Senge (1996) dalam Zulkifli (2012), Learning Organization
terdiri dari 5 disiplin yaitu:
a. Personal Mastery: penguasaan pengetahuan dan keterampilan pada tingkat
pribadi sebagai suatu “panggilan” untuk diterapkan didalam pekerjaannya.
b. Mental Model: cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya,
yang mempengaruhi sikap dan perilakunya di dalam organisasi, khususnya
yang menyangkut manusia, kerja, kerjasama, dan penggunaan hasil kerja.
c. Shared Vision: cara pandang bersama tentang posisi organisasi yang
hendak dicapai di masa depan yang jauh.
d. Team Learning: cara belajar bersama para anggota organisasi melalui
keterbukaan untuk berpendapat dan berbeda pendapat.
e. Systems Thinking: cara berfikir yang mengutamakan keseluruhan sistem
ketimbang diri dan subsistem sendiri.

Senge (1990) berpendapat bahwa learning organization dapat berjalan


dengan baik bila adanya kesiapan organisasi menjalankan kelima hal yang di
dalam buku Senge yang berjudul The Fifth Discipline: The Art and Practice of
the Learning Organization. Kelima Dimensi learning Organization tersebut
terdiri dari:
1. Systems thinking (Pemikiran Sistem).
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerjasama untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit antara lain ada yang disebut
divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat
ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara
sinergik. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergik ini
hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan
unit lain, dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja
pada unit lainnya. Seringkali dalam organisasi orang hanya memahami apa
yang dia kerjakan dan tidak memahami dampak dari pekerjaan dia pada
unit lainnya. Selain itu seringkali timbul fanatisme seakan-akan hanya unit
dia sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak
berperan sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral. Kerugian
akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu
dengan lainnya. Pemborosan biaya, tenaga dan waktu. Terlepas dari
adanya perasaan bahwa unit diri sendiri adalah unit yang paling penting,
tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota perusahaan
tidak memahami konteks keseluruhan dari organisasi.
Kini semakin banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa
batas (borderless organization), atau kalaupun masih menggunakan
struktur organisasi berbasis fungsi, kini fungsi-fungsi yang terkait dengan
proses yang sama dibuat saling melintas batas fungsi. Organisasi yang
demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross-functional
organization.Organisasi yang demikian ini akan membuat proses
pembelajaran lebih cepat karena masing-masing orang dari fungsi yang
berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalamannya.
Semua orang mesti belajar bagaimana cara menyikapi segalanya secara
holistik sistemik. Jantung berpikir sistem adalah kesadaran akan
keterkaitan dirinya dalam tim, keterkaitan tim dengan organisasi,
keterkaitan organisasi dengan lingkungan yang lebih luas lagi.
2. Personal Mastery (Penguasan personal).
Individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk
membawa keberhasilan organisasi. Oleh karena itu individu tidak boleh
berhenti belajar. Dia harus memiliki visi (mimpi) pribadi, harus kreatif,
dan harus komit pada kebenaran. Bagi Senge, ini merupakan ’disiplin
untuk terus menerus memperjelas dan memperdalam … visi personal,
memfokuskan…energi, mengembangkan kesabaran, dan menilai realitas
secara obyektif. Hal ini merupakan landasan penting bagi organisasi
pembelajar ’fondasi spiritual’ organisasi pembelajar.
Organisasi pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi
yang tinggi agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya
perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang
berbasis kekuatan fisik (tenaga otot) ke paradigma yang berbasis
pengetahuan (tenaga otak). Selain itu kecepatan perubahan tipe pekerjaan,
telah menyebabkan banyak pekerjaan yang tidak diperlukan lagi oleh
organisasi karena digantikan oleh tipe pekerjaan baru, atau digantikan
oleh pekerjaan yang menuntut penggunaan teknologi. Bilamana pekerja
tidak mau belajar hal baru, maka dia akan kehilangan pekerjaan. Selain itu
banyak pekerjaan yang ditambahkan pada satu pekerjaan (job-
enlargement), atau job rotation (mutasi karyawan) agar memudahkan
karyawan untuk memahami kegiatan di unit kerja yang lain demi
terwujudnya sinergi. Oleh karena itu karyawan harus belajar hal-hal baru.
Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua pekerja di
sebuah organisasi harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk
meningkatkan kompetensi dirinya dengan terus belajar. Kompetensi
dirinya bukan semata-mata di bidang pengetahuan, tetapi kemampuan
berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan saling
mengapresiasi pekerjaan orang lain. Organisasi lintas fungsi seperti yang
telah dibicarakan di atas akan mempercepat proses pembelajaran individu
di dalam organisasi.
3. Mental Model (Model mental).
Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat
dipengaruhi oleh asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam
organisasi, berlaku pula kesimpulan yang diambil mengenai ’how things
work’ di dalam organisasi. Hal ini disebut dengan mental model, yang
dapat terjadi tidak hanya pada level individual tetapi juga kelompok dan
organisasi.
Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat.
Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-
kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang
dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan,
dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi.
Hal ini menyangkut pembelajaran bagaimana cara menggali gambaran
internal dunia, untuk membawanya ke permukaan dan secara tekun
menelitinya dengan cermat’. Respon atau perilaku kita atas lingkungan
dipengaruhi oleh asumsi yang ada dalam pikiran kita tentang pekerjaan
dan organisasi. Kognitif. Persoalannya muncul ketika mental kita terbatas
atau bahkan tidak berfungsi, sehingga menghalangi perkembangan
organisasi. Dalam organisasi pembelajar model mental menjadi tidak
terbatas, melainkan bebas dan selalu bisa berubah. Jika organisasi ingin
berubah menjadi organisasi pembelajar maka semua orang mesti bisa
mengatasi ketakutan-ketakutan atau kecemasan-kecemasan untuk berpikir.
4. Shared Vision (Membangun visi bersama).
Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar
belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan
sangat sulit bagi organsasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak
memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang karyawan,
organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara
satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan
yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama
diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit
yang ada dalam organisasi.
Ini menyangkut bagaimana setiap orang berbagi visi bersama tentang masa
depan. Tujuan, nilai, misi akan sangat berdampak pada perilaku dalam
organisasi, jika di-shave dan dipahami bersama, dan dimiliki oleh semua
anggota organisasi. Gambaran masa depan organisasi merupakan juga
mimpi-mimpi indah kelompok dan individu. Visi bersama akan
menghasilkan komitmen yang kokoh dari individu ketimbang visi yang
hanya datang dari atas. Kepemimpinan merupakan kunci dalam
menciptakan dan mengkomunikasikan visi tersebut. Namun, Senge
memandang kepemimpinan lebih sebagai yang penciptaan struktur atau
aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan total seseorang.
Pemimpin menciptakan visi namun rela membiarkan visi tersebut
dirumuskan-ulang oleh orang lain.
5. Team Learning (Pembelajaran tim).
Tim-tim, dan bukan perseorangan, merupakan kunci sukses organisasi
masa depan dan semua individu mesti belajar bagaimana cara belajar
(learn how to learn) dalam konteks tim. Tim senantiasa ada dalam setiap
organisasi. Sebutannya bermacam-macam: departemen, unit, divisi,
panitia, dan lain sebagainya. Seringkali seorang individu harus mampu
menempatkan dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama,
berdialog, saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu
melihat dirinya sebagai satu unit yang tidak bisa dari unit lain, dan tidak
bergantung.
Kini makin banyak organisasi berbasis team, karena rancangan organisasi
dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan
organisasi untuk mensinergikan kegiatan team ini ditentukan oleh adanya
visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperi yang telah
dibicarakan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi
wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu team, maka
pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti.
Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau
berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu semangat
belajar dalam team, cerita sukses atau gagal suatu team harus disampaikan
pada team yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim
menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam
menambah modal intelektualnya.

C. Karakteristik Learning Organization


Menurut penelitian Marquardt dan Reynolds (1994) dalam Nur dan Tami
(2010), Pada dasarnya learning organization memiliki karakteristik atau cirri-
ciri sebagai berikut:
- Memandang ketidakpastian sebagai kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang
- Menciptakan pengetauan baru dnegan menggunakan informasi yang
objektif, pengertian yang sujektif, simol-simbol dan asumsi-asumsi
- Menyambut dengan hangat kehadiran berbagai perubahan
- Mendorong rasa tanggung jawab mulai pada tingkatan pegawai rendah
- Mendorong para manajer untuk menjadi pemimbing, mentor, dan
fasilitator dari learning process
- Memiliki budaya umpan balik dan keterukaan
- Memiliki pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap organisasi
berikut sistem, proses dan keteraitan antar unsurnya.
- Visi, tujuan, dan niai-nilai organisasi telah mendarah daging di kalangan
pegawai.
- Pegambilan keputusan terdesentralisasi dan para pegawai diberi
kewenangan untuk mengambil suatu keputusan.
- Memiliki pemimpin-pemimpin yang mengambil resiko dan bereksperimen
dengan penuh perhitungan
- Memiliki sistem untuk berbagi pengetahuan dan menggunakannya dalam
kegiatan usaha.
- Berorientsi pada pelanggan (customer driven)
- Peduli dengan masyarakat sekitar
- Mengaitkan pengembangan diri pegawai dengan pengembangan organisasi
secara keseluruhan
- Memiliki jaringan-jaringan (networks) yang berfungsi di dalam organisasi
- Memiliki jaringan-jaringan dengan lingkungan dunia usaha
- Memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman.
- Mempu bertahan dari tekanan-tekanan birokratis dan tekanan-tekanan
tertentu lainnya.
- Mengakomodasi dan menghargai inisiatif pegawai
- Rasa saling percaya telah tertanam dalam organisasi
- Melakukan pembaharuan secara berkesinambungan.
- Mengakomodasi, mendorong, dan menghargai segala bentuk kerja
kelompok.
- Mendayagunakan kelompok kerja lintas fungsional
- Mendayagunakan kempuan belajar yang ada.
- Memandang organisasi sebagai suatu organism yang hidup dan terus
berkembang
- Memandang kejadian yang tidak diharapkan sebagai kesempatan untuk
belajar.
Pedler dalam Nur dan Tami (2010) mengatakan bahwa karakteristik
learning organization yang menonjol adalah : (1) memiliki iklim dimana
setiap anggota didorong untuk senantiasa belajar dan mengembangkan seluruh
potensi mereka. (2) memperluas budaya belajar agar diadopsi juga oleh para
pelanggan, pemasok, dan stake holder lainnya yang signifikan bagi organisasi.
(3) menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat
kebjakan bisnis ; dan (4) merupakan organisasi yang ada di dalam suatu proses
tranformasi organisasi yang kontinyu.

D. Hambatan Learning organization


Senge dalam Zulkifli (2012), terdapat tujuh penyakit yang
menghambat pembelajaran (learning disabilities) yaitu:
a. I am my position : kebiasaan melihat masalah dari sudut kepentingan
sendiri ketimbang keseluruhan kepentingan didalam satu sistem. Semua
boleh berubah, kecuali posisiku. Perilaku melihat masalah dari sudut
pandang sendiri; tidak melihat kepentingan menyeluruh yang lebih besar.
b. The enemy is out three: kebiasaan melihat kesalahan pada pihak lain,
diluar diri sendiri, sebagai “kambing hitam”.
c. The illusion of taking charge: kebiasaan sibuk bekerja tanpa mencari akar
sebab dari masalah untuk memecahkan pada skala yang lebih luas.
d. The fixation on events: kebiasaan melihat masalah pada peristiwa masa
kini saja, ketimbang pada sebabnya yang berada jauh di belakang, dan
dampaknya ke masa depan yang panjang.
e. The parable of the boiled frog: kebiasaan menyesuaikan diri dengan
sebab-sebab masalah yang kecil hingga sebab-sebab tersebut menumpuk,
membesar, dan melumpuhkan kemampuan diri untuk mengatasinya.
f. The delusion of learning from experience: kebiasaan untuk hanya belajar
dari pengalaman sendiri, bukan dari pengalaman pihak yang terkena
dampak sesuatu keputusan.
g. The myth oh the management team: kebiasaan membentuk kelompok kerja
untuk menangani sesuatu masalah dimana para anggotanya secara sempit
hanya memperhatikan kepentingan diri dan satuan organisasinya, bukan
kepentingan keseluruhan organisasi yang menjangkau jauh kemasa depan.
Kaplan dan Norton (1996) dalam Joko (2007), menyatakan bahwa
organisasi perlu membangun infrastruktur yang mampu menopang
pertumbuhan dan learning untuk jangka panjang. Tiga sumber penting untuk
mencapai pertumbuhan dan learning yaitu kemampuan pegawai, kemampuan
sistem informasi dan motivasi, pemberdayaan dan penjajaran (alignment).
Selanjutnya Senge (1990) menjelaskan bahwa agar learning dapat terwujud
maka learning perlu diberikan fasilitas. Fasilitas ini berupa ide penuntun,
teori, metode dan peralatan, serta inovasi dalam infrastruktur. Espejo (1996),
menekankan pentingnya struktur organisasi yang baik yang memungkinkan
terbangunnya sistem komunikasi yang efektif. Selanjutnya individu dapat
melakukan learning secara mandiri dalam organisasi (Espejo, 1996).
Kemampuan learning yang tinggi pada level individu tidak otomatis
akan menghasilkan learning organization yang tinggi pula, tergantung dari
faktor organisasional yang melingkupinya. Faktor tersebut adalah struktur
organisasi dan leadership (Espejo, 1996 dalam Joko, 2007).
Dari berbagai model LO dan pengertian tentang LO, dapat
disimpulkan bahwa learning hanya akan dapat berjalan dengan baik jika
organisasi fungsional dirubah menjadi bentuk tim kerja. Perubahan struktur ini
ditujukan untuk menciptakan iklim learning dalam organisasi. Di samping itu
manajemen perlu pula memberikan peluang agar learning dapat terjadi,
sehingga akan mendorong terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota
organisasi. Learning akan terjadi jika ada consensus. Sebaliknya tim dengan
tingkat kohesivitas antara anggotanya terlalu tinggi learning juga sulit terjadi.
Learning yang efektif mempersyaratkan adanya keberagaman mental model
diantara para anggota tim (Heijden,1996 dalam Joko, 2007).
Di samping ada faktor yang berpengaruh terhadap LO, ada pula faktor-
faktor yang menghambat LO. Menurut Thomas (1997) dalam Joko (2007),
hambatan terhadap munculnya LO antara lain adalah tidak tersedianya waktu
untuk berdialog, kecenderungan organisasi yang hanya mengumpulkan
informasi dan tidak menggunakannya, kecenderungan untuk memaksimalkan
penggunaan tenaga manusia ketimbang “mengembangkan dan
menumbuhkannya”, dan seringkali tindakan yang diambil hanyalah ketika
terjadi krisis, bukan mengembangkan suatu tindakan preventif.
Sementara itu Marquardt dan Reynolds (1994) menyatakan bahwa
hambatan terhadap LO adalah birokrasi, iklim kompetisi, pengendalian,
komunikasi yang buruk, penggunaan sumberdaya, hierarki yang ketat, dan
ukuran organisasi. Dalam organisasi publik hambatan yang dihadapi dalam
penerapan LO adalah birokratisasi dan profesionalisasi (Willcocks & Harrow,
1992 dalam Joko, 2007).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Dari berbagai literature yang disajikan pada telaah kepustakaan, maka
dapat di tarik kesimpulan bahwa LO dapat dijadikan suatu strategi untuk
menyediakan iklim belajar bagi para anggotanya baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok untuk mengembangkan kemampuan organisasi dan
dalam memecahkan masalah pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Menururt Joko (2007), komponen yang paling mendasar dari learning
organization adalah sytems thinking. Dengan sytems thinking maka orang
memiliki kemampuan melihat suatu peristiwa secara menyeluruh. Sytems
thinking akan mendasari terbentuknya mental model dan mendorong orang
untuk tercapainya personal mastery. Mental model dan personal mastery
secara bersam-sama menjadi landasan terbentuknya shared vision. Sahred
vison menjadi dasar pengembangan team learning pada level individu.
Kemudian shared vision dan team learning merupakan learning pada level
kelompok. Learnng pada level kelompok akan berjalan baik jika masing-
masing anggota yang terlibat memiliki sytem thinking yang mendukung.
Learning pada level kelompok dan individu dapat dicapai apabila difasilitasi
oleh biro yang efektif dan kepemimpinan yang mendukung terjadinya
learning.
B. Pembahasan
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
(BTKLPP) Kelas I Makassar merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) bidang
teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Kementerian Kesehatan RI sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 2349/Menkes/PER/XI/2011 tanggal 22
November 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelasana Teknis di
Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit. Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan dimana BTKL-PPM Kelas I Makassar dengan
wilayah layanan meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat.
a. Tugas Pokok dan Fungsi
Dalam melaksanaan kegiatan BTKLPP Kelas I Makassar mempunyai
tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Surveilans Epidemiolog
2. Pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
3. Pelaksanaan Laboratorium Rujukan
4. Pelaksanaan Pengembangan Model dan Teknologi Tepat Guna
5. Pelaksanaan Uji Kendali Mutu dan Kalibrasi
6. Pelaksanaan Penilaian dan respon cepat, kewaspadaan dini
Penanggulangan KLB/wabah dan bencana
7. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
8. Pelaksanaan Kajian dan pengembangan teknologi Pengendalian
Penyakit, kesehatan lingkungan dan kesehatan matra
9. Pelaksanaan Ketatausahaan dan kerumahtanggaan BTKLPP Kelas I
Makassar.
Perluasan Jejaring kerja dan Kemitraan dengan lintas sektor,
perguruan tinggi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan
kesehatan di wilayah layanan.
b. Visi dan Misi
1) Visi.
Menjadi sentra regional pengendalian penyakit dan faktor resiko
berbasis Laboratorium.
2) Misi
- Mengendalikan dampak kesehatan lingkungan dan faktor resiko
dengan menerapkan Surveilans Epidemiologi dan ADKL
- Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dalam upaya
kesiapsiagaan serta respon cepat dan fasilitasi dalam
penanggulangan wabah/KLB, bencana.
- Menyelenggarakan pelayanan Laboratorium dan penerapan TTG
yang bermutu dan profesional.
- Meningkatkan jejaring kerja Surveilans Epidemiologi dan
Kerjasama Kemitraan
- Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM
- Meningkatkan manajemen dan pemerintah yang baik

Untuk membuat BTKLPP Kelas I Makassar menjadi organisasi


pembelajar maka diperlukan adanya pemberdayaan SDM dari setiap staf.
Untuk memberdayakan staf dalam organisasi maka perlu dilakukan upaya
pembelajaran yang intensif sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan nilai
tambah yang mereka miliki sehingga terjadi penguatan personal mastery.
Disisi lain mereka akan berani mengambil keputusan dan berani menanggung
risiko secara mandiri dan bertanggung jawab dalam melakasanakan kegiatan
serta mamapu menyelesaikan masalah yang dihadapi sebab sudah terbentuk
mental model pada diri mereka. Mereka akan terbiasa dengan sikap
mempertanyakan dan memprakarsai perubahan. Untuk itu diperlukan
harmonisasi internal dengan menciptakan dan menjaga konflik yang sehat
agar tercipta sinergi dan solusi-solusi yang lebih baik melalui penerapan
dialektika dan pola pikir konseptual sytem thinking. Staf selayaknya dianggap
sebagai asset yang sangat berharga bagi organisasi. Olehnya itu organisasi
terus berusaha memberikan fasilitas untuk menunjang pembelajaran para staf
agar kompetensi staf terus meningkat sesuai yang diinginkan organisasi.
Kemudian dilakukan share vision dimana pengetahuan yang diperoleh dari
pembelajaran tersebut disebarluaskan kepada staf lainnya sehingga terciptalah
komitment bersama dan terjadilah pembelajaran tim atau tim learning.
Dalam sebuah organisasi kita juga perlu tahu bahwa terdapat hambatan
dalam penrapan learning organization antara lain (Senge, 1996 dalam
Zulkifli, 2012): I am my position, kebiasaan melihat masalah dari sudut
kepentingan sendiri ketimbang keseluruhan kepentingan didalam satu sistem.
The enemy is out three, kebiasaan melihat kesalahan pada pihak lain, diluar
diri sendiri, sebagai “kambing hitam”. The illusion of taking charge, kebiasaan
sibuk bekerja tanpa mencari akar sebab dari masalah untuk memecahkan pada
skala yang lebih luas. The fixation on events, kebiasaan melihat masalah pada
peristiwa masa kini saja, ketimbang pada sebabnya yang berada jauh di
belakang, dan dampaknya ke masa depan yang panjang. The parable of the
boiled frog, kebiasaan menyesuaikan diri dengan sebab-sebab masalah yang
kecil hingga sebab-sebab tersebut menumpuk, membesar, dan melumpuhkan
kemampuan diri untuk mengatasinya. The delusion of learning from
experience: kebiasaan untuk hanya belajar dari pengalaman sendiri, bukan dari
pengalaman pihak yang terkena dampak sesuatu keputusan. The myth oh the
management team, kebiasaan membentuk kelompok kerja untuk menangani
sesuatu masalah dimana para stafnya secara sempit hanya memperhatikan
kepentingan diri dan satuan organisasinya, bukan kepentingan keseluruhan
organisasi yang menjangkau jauh kemasa depan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk melakukan perubahan dalam organisasi BTKLPP Kelas I
Makassar maka perlu dilakukan learning organization. Learning organization
dapat dijadikan suatu strategi untuk menyediakan iklim belajar bagi para
stafnya baik sebagai individu maupun sebagai kelompok untuk
mengembangkan kemampuan organisasi dan dalam memecahkan masalah
pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Terdapat 5 disiplin sebagai komponen dari learning organization yaitu
personal mastery, mental model, share vision, team learning dan sytem
thinking. Dan terdapat faktor penghambat dalam learning organization yaitu: I
am my position, the enemy is out three, the illusion of taking charge, the
fixation on event, the parable of the boiled frog, the delusion of learning from
experience, the myth oh the management team.

B. Saran
Setiap organisasi perlu menerapkan learning organization untuk
mewujudkan organisasi yang terus berkembang mengikuti perubahan zaman,
demi tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Joko, Agus Purwanto. 2007. Kajian Learning Organization pada Organization

Nur, Rina Oktaviana dan Januarti Tami. Learning Organization. Studi Kasus:
Penerapan Learning Organization pada PT Unilever Indonesia. Makalah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 2349/Menkes/PER/XI/2011 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelasana Teknis di Bidang Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.

Prima, Sari Fitriza. 2012. Penerapan Learning Organization di PT. XL Axiata


TBK. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Publik. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 3, Nomor 1.

Senge, M Peter. 1996. Fith Dicipline. Jakarta: Bina Aksara

Zulkifli. Surveilans Pertumbuhan Anak Melalui Pendekatan Learning


Organization. Yogyakarta: Pustaka timur

Anda mungkin juga menyukai