Anda di halaman 1dari 25

PAPER II

BRONKOSKOPI
Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam menjalani
kepaniteraanklinik senior di SMF Ilmu Kesehatan Paru
RSUD Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN
OLEH :
Reka Maulidar (71170891383)
Meuthia Yolanda Jayantri (71170891414)
Sri Rahayu (71170891405)
Ayunda Tresia (1410070100018)
Rosa Saputri (1410070100119)
Rizki Amira (214210132)
Joko Risman Sipayung (214210056)

DOKTER PEMBIMBING
dr. Ahmad Aswar Sp.

SMF ILMU PENYAKIT PARU


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Ahmad Aswar Sp.P

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paperini guna memenuhi
persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Paru RSUD
Dr. Pirngadi Medan yang berjudul “BRONKOSKOPI”.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada


pembimbing selama menjalani KKS di bagian ini yaitu dr.Ahmad Aswar,Sp.P
atas segala bimbingan dan arahannya dalam menjalani KKS dan dalam pembuatan
paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak kekurangannya, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
memperbaiki laporan kasus ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Desember 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3


2.1Definisi ............................................................................................................... 3
2.2Tujuan ................................................................................................................ 3
2.3Standar Diagnosis .............................................................................................. 4
2.4Standar untuk Pengobatan .................................................................................. 7
2.5Standar Penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi Komorbid lain ...... 10
2.6Standar untuk Kesehatan Masyarakat .............................................................. 12

BAB 3. KESIMPULAN ...................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkoskopi diperkenalkan pertama kali oleh Killian lebih kurang 90 tahun


lalu. Bronkoskop kaku ini dikembangkan oleh Jackson sehingga metode
bronkoskopi menjadi suatu tindakan baku untuk diagnosis dan terapi. Mula-mula
tindakan ini digunakan untuk memastikan dan mengangkat benda asing dalam
trakea dan bronkus, termasuk tumor kecil. Penggunaannya semakin luas sejalan
dengan perkembangan bedah toraks.
Amerika mengembangkan teknik melakukan tindakan bronkoskopi dan desain
modern instrument bronkoskopi dengan tujuan tindakan terapeutik.
Pada tahun 1960 Dr. Shigeto Ikeda memperkenalkan Bronkoskopi Serat Optik
Lentur (BSOL) yang tujuan utamanya adalah sebagai alat diagnostik.
Sejak akhir tahun 1960 an BSOL telah menggantikan bronskoskopi rigid sebagai
alat untuk tindakan diagnostik dan terapeutik.
Bronkoskopi merupakan salah satu upaya penting dalam bidang paru karena
alat ini dapat digunakan diagnostik dan terapeutik. Bronkoskopi adalah tindakan
yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat
BSOL.
Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik mukosa
saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa
compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi
akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial tumor intra bronkus.
Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar
getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran
kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus.
Nirwan dkk (1990) melaporkan manfaat BSOL dalam diagnosis kanker paru di
Bagian Pulmonologi FKUI Jakarta, yaitu 86,56% kasus yang dibronkoskopi
memperlihatkan lesi keganasan. Umar dkk, 2002, dari SMF Pulmonologi RSUD

5
Pekan Baru melaporkan telah melakukan tindakan bronkoskopi pada penderita
berbagai kelainan di paru dan menemukan 81,1% memperlihatkan gambaran
keganasan, 3 % peradangan, 30,89% menunjukkan mukosa infiltratif, 36,58%
stenosis infiltratif dan 32,53% massa intrabronkial intrabronkus.
Dengan berkembangnya teknologi peralatan dan keterampilan, belakangan ini
banyak dilakukan tindakan dengan BSOL sebagai sarana diagnostik, pem
antauan berbagai penyakit paru lainnya. Dimana karakteristik dan gambaran
bronkoskopi berbeda antara satu penderita dengan penderita yang lainnya, hal ini
tergantung pada jenis dan penyebab penyakitnya.
Pada bagian penyakit paru rumah sakit H. Dr. Pirngadi Medan, prosedur
tindakan bronkoskopi sering dilakukan dalam membantu menegakkan diagnosis
serta terapi, tetapi belum ada data yang lengkap mengenai karakteristik, jenis
penyakit serta gambaran yang didapat dari hasil bronkoskopi.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk melengkapi persyaratan tugas kepanitraan klinik stase paru Rumah
Sakit Umum Dr PIRNGADI Medan.
b. Tujuan Khusus
Memberikan penjelasan tentang pengertian bronkoskopi dan cara
pengunaan bronkoskopi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani;broncho yang berarti batang


tenggorokan danscoposyang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi
adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut
bronkus. Lebih khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang
dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan
memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostik dan
terapeutik (pengobatan). Prosedur ini dengan menggunakan bronkoskop, sejenis
endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh.

2.2 Sejarah Bronkoskopi


Seorang Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian,
melakukan bronkoskopi yang pertama pada tahun 1897, dengan menggunakan
endoskopi kaku untuk mengeluarkan tulangbabi dari bronkus utama kanan
(mainsterm bronkus). Killian berhasil mengeluarkan benda asing tersebut dan
mencegah dilakukannya tracheostomy. Sampai pada akhir abad ke-19 metode ini
diterima secara medis sebagai alat untuk mengeluarkan benda asing. Teknik-teknik
ini terus dikembangkan Killian sehingga indikasi bronkoskopi makin meluas.
Sebagai hasil dari inovasi dan pengembangan bronkoskopi di seluruh dunia, Killian
secara umum dikenal sebagai Bapak Bronkoskopi.
Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di
Philadelphia, mengembangkan minat pada endoskopi, dan mulai mengembangkan
“tabung” endoskopi. Pada tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku, dengan
menambah ocular langsung, tabung suction dan ujung distal untuk pencahayaan
atau iluminasi. Jackson terus merancang dan membuat endoskopi baru serta alat-

7
alat tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk evakuasi atau
pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya
prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik
ini masih digunakan sampai sekarang. Pada tahun 1907 Jackson menerbitkan buku
monumentalnya yang berjudul “Tracheobronchoscopy, Esophagology dan
Bronchoscopy”. Jackson memahami pentingnya program-program pelatihan
endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional bronchoesophagology. Dia
dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology Amerika.
Tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku, dengan menambah
ocular langsung, tabung suction dan ujung distal untuk pencahayaan atau
iluminasi. Jackson terus merancang dan membuatendoskopi baru serta alat-alat
tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk evakuasi atau
pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya
prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik
ini masih digunakan sampaisekarang. Pada tahun 1907 Jackson menerbitkan buku
monumentalnya yang berjudul “Tracheobronchoscopy, Esophagology dan
Bronchoscopy”. Jackson memahami pentingnya program-program pelatihan
endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional bronchoesophagology.
Dia dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology Amerika.
Pada tahun 1950-an, perkembangan teknologi untuk fiber opticendoskopi
mulai berkembang. Sampai dengan pertengahan tahun 1960-an, bronkoskopirigid
banyak digunakan oleh ahli bedah. Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda
memperkenalkan bronkoskopi fleksibel (FB) dengan teknologi pencitraan serat
optik. Hal ini merupakan revolusi dalam bidang bronkoskopi.
Kemampuan untuk flexi distal ujung bronkoskopi memungkinkan
bronchoscopist (operatorbronkoskopi) untuk mencapai ke hampir semua bagian
dari saluran nafas yang lebih kecil dari pohon tracheobronchial (segmen bronkus
atau saluran udara lebih kecil).
Sejak diperkenalkan penggunaannya pada tahun 1960-an oleh Shigeto
Ikeda, bronkoskopiserat optik telah meningkat kegunaannya, dengan kurang lebih
500.000 prosedur telah dilakukan di USA setiap tahunnya. FOB telah menjadi

8
prosedur yang tetap oleh ahli paru dan juga sebagai alatdiagnostik bagi ahli bedah
toraks, anestesi dan juga intensivist .

2.3 Jenis Bronkoskopi

a. BRONKOSKOPIRIGID
Bronkoskopirigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari
bahanstainlesssteel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa
biasanya berukuran panjang 40cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding
bronkoskop berkisar 2-3 mm. Bronkoskopirigid biasanya dilakukan dengan
penderita di bawah anestesi umum.
Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran
nafas besar dimana dengan FOB tidak dapatdilakukan. Indikasi umum lainnya
adalah:
•Mengontrol dan penanganan batuk darah massif
•Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial
•Penanganan stenosis saluran nafas
•Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma
•Pemasangan sten bronkus
•Laser bronkoskopi

Gambar 1.Bronkoskopi kaku (rigid).

9
b.BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR (BSOL)

Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic
Bronchoscop (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada
kelainan yang dijumpai di paru-paru,dan berkembang sebagai suatu prosedur
diagnostik invasif paru.

Gambar 2.Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).

2.4 Indikasi Bronkoskopi


Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis, sebagaiterapeutik serta pre operatif/post operasi.
Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:
•Batuk
•Batuk darah
•Mengi dan stridor
•Gambaran foto toraks yang abnormal
•PemeriksaanBronchoalveolar lavage(BAL)
•Lymphadenopathyatau massa intrabronkial pada intra toraks
•Karsinoma bronkus
•Ada bukti sitologi atau masih tersangka
•Penentuan derajat karsinoma bronkus
•karsinoma bronkus

10
Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:
•Dahak yang tertahan, gumpalan mukus
•Benda asing pada trakeobronkial
•Pemasanganstent pada trakeobronkial
•Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
•Kista pada mediastinum
•Kista pada bronkus
•Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
• Brachytherapy
• Laser therapy
• Abses paru
• Trauma dada
• Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

2.5 Kontraindikasi Bronkoskopi


Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut
dan relatif.
Yangtermasuk kontra indikasi absolut:
• Penderita kurang kooperatif
• Keterampilan operator kurang
• Fasilitas kurang memadai
• Angina yang tidak stabil
• Aritmia yang tidak terkontrol
• Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen

Yang termasuk kontra indikasi relatif antara lain :


• Asma berat
• Hiperkarbia berat
• Koagulopati yang serius
• Bulla emfisema berat
• Obstruksi trakea

11
• High Positive end-expiratory pressure

2.6. Keamanan Dan Komplikasi


Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan angka
mortaliti 0-0,4% dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan
biopsi, depresi pernafasan, henti jantung, aritmia, dan pneumotoraks) < 1% pada
waktu tindakan bronkoskopi. Komplikasi ringan seperti kesulitan bernafas, demam,
sakit tenggorokan. Disamping komplikasi yang dapat terjadi pada saat premedikasi,
selama tindakan dan sesudah bronkoskopi, juga dapat terjadi sekuele. Pada
umumnya sekuele ini terjadi akibat adanya tindakan tambahan pada saat
bronkoskopi. Sekuele tersebut dapat berupa jaringan parut atau
polypous granulatin setelah tindakan biopsi.

2.7. Persiapan Bronkoskopi


Dalam survei yang dilakukan American College of Chest Physician
(ACCP) pada umumnya dilakukan prosedur sebelum tindakan bronkoskopi berupa
foto toraks, faal hemostasis, juga dilakukan EKG (Ecocardiography), analisa gas
darah, elektrolit dan spirometri. Evaluasi jantung dilakukan pada penderita dengan
penyakit koroner yang akan dilakukan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat
meningkatkan resiko pada saat bronkoskopi.
Disamping pemeriksaan tersebut yang juga penting untuk dipersiapkan
adalah yang berkaitan dengan penderita. Persiapan yang harus dilakukan terhadap
penderita adalah:
1. Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit sebelumnya, penyakit
sekarang, kondisi fisik dan mental penderita dan riwayat reaksi alergi
terhadap obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.
2. Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan yang akan
dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi,
termasuk puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi yang dilakukan
sekitar 8 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung, penjelasan

12
tentang tindakan anestesi yang dilakukan dan efek anestesi yang dirasakan
penderita, puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi.
3. Menandatangani informed consent untuk tindakan yang akan dilakukan.
4. Melakukan evaluasi sebelum bronkoskopi untuk
mengklasifikasikan berdasarkan kondisi fisik penderita. Berhubungan
dengan kondisi fisik
penderita American Association of Anesthesiologysts (ASA) membuat
klasifikasi sebagai berikut :

13
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan prosedur adalah bronkoskop,
lampu, sikat sitologi, forsep biopsy, biopsi, mneedle aspiration catheter, suction,
oksigen, fluoroskopi (C-arm), pulse oxymetry, sphygmomanometer dan peralatan
resusitasi yang meliputi endotracheal tube serta monitor video.

2.8. Medikasi Sebelum Bronkoskopi


Medikasi diberikan sebelum dilakukan bronkoskopi untuk keamanan dan
keberhasilan prosedur bronkoskopi. Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30
menit sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan.Selama prosedur, anestesi topikal
diberikan pada saluran nafas serta sedatif dan analgetik tambahan diberi untuk
mengatasi dan mengurangi kecemasan, nyeri serta batuk.
Antisialagogues digunakan untuk mengurangi sekresi, munurunkan respon
vasovagal juga untuk meningkatkan efikasi anestesi topikal. Efek samping yang
mungkin timbul pada pemberian antisialagogues berupa takikardi, hipotensi,
aritmia, retensi urin, glukoma dan penurunan motilitas saluran cerna. Tidak ada data
akurat menunjukkan efikasi pemberian antisialagogues dan tidak selalu diberikan
karena efek sampingnya. Operator umumnya menggunakan kombinasi medikasi
benzodiazepine, opiate narkotik, antisialagogue dan antihistmin umumnya
digunakan secara individual untuk menimbulkan efek amnesia, anxiolysis,
penurunan reflex batuk dan analgesia pada saluran nafas. Obat dengan onset cepat,
masa paruh pendek dan efek samping yang minimal selalu digunakan.
Benzodiazepin biasanya diberikan untuk menimbulkan efek amnesia dan
anxiolysis. Midazolam IV diberi karena onset cepat dan masa paruhnya pendek.
Bolus 0.5-2.0 mg diberi 2-5 menit sampai efek sedasi diperoleh. Lorazepam juga
digunakan sebelum dilakukan tindakan dengan batas keamanan lebih baik
disebabkan retrograde amnesia yang ditimbul oleh midazolam. Flumanezil,
inhibitor kompetetif GABA diguna sebagai antidotum benzodiazepine. Digunakan
untuk mengatasi overdosis benzodiazepine. Mempunyai masa paruh yang pendek.
Opiat menurunkan refleks laryng dan batuk serta sebagai anxiolysis. Dapat
menimbulkan nausea dan disphoria. Fentanyl IV dalam bolus 25-50 mg diguna 2-
5 menit sebelum dilakukan bronkoskopi. Meperidine digunakan sebelum prosedur

14
bronkoskopi karena metaboliknya aktif dengan masa paruh panjang tetapi
peningkatan resiko kejang dan tidak disarankan untuk selaludigunakan. Naloxone
digunakan sebagai antidotum untuk sedasi narkotik dengan efek inhibitor
kompetitif.
Durasinya lebih pendek dibanding narkotik dan justru digunakan untuk
mengatasi overdosis opiat narkotik. Anestesi topikal pada traktus
aerogigestive atas, area glottis dan bronchial dapat diperoleh dengan aplikasi
lidokain, benzocaine tetracaine dan kokain. Lidokain paling banyak dipakai karena
onset cepat durasi pendek dan efek terapeutik lebar. Safety margin pada dosis < 7
mg/kg.

2.9. Tindakan Bronkoskopi


Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan
darah, detak jantung, frekwensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen
saturasi). Penderita harus diberikan suplemen oksigen selama dan setelah tindakan
bronkoskopi.
Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal),
mulut (trans oral) atau melalui tabung endotrakeal (ETT). Elastisitas FOB
memungkinkan bronkoskop melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara,
trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke
bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri paru. Karina dan semua segmen
pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi. Karina dinilai
ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna, ukuran dan patency.
Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan
sekresi.
Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda-
tanda vital seperi tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh
mengkonsumsi apapun sampai dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai
dilakukan. Batuk dengan sedikit darah, sakit tenggorokan dan ketidaknyamanan
karena alergi terhadap obat yang diberikan selama prosedur biasa dijumpai setelah
tindakan bronkoskopi. Hal ini akan hilang setelah dua jam prosedur bronkoskopi

15
selesai dilakukan.

2.10. Kriteria Penampakan Gambaran Bronkoskopi


Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat
dijumpai, seperti:
1. Normal : Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan
pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.
2. Inflamasi : Gambaran inflamasi dapat menyeluruh (misalnya bronkitis kronis)
ataupun lokal (akibat benda asing). Inflamasi dapat terjadi secara akut
(misalnya radang paru yang berhubungan dengan segmental) maupun kronis
(misalnya tuberkulosis).

Gambar 3. Anatomi percabangan bronkus

Gambar 4. Menunjukkan perubahan akibat inflamasi bronkitis kronis.

16
Perubahan peradangan meliputi :
• Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa (berwarna gelap atau merah
muda atau bahkan merah). Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna
merah kuning.
• Pembengkakan (swelling). Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari
karina tumpul dan buram atau kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial
menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.
• Sekresi Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna
untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat
sangat bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental (bronchitis
kronis), Mukus berupa plague (asma), pus/nanah (infeksi berat).
• Perubahan terlokalisir (localized changes) Reaksi lokal dapat dijumpai pada
kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis,
karsinoma, dan lain lain.
• Ascociated changes Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK), dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding
membran bronkiol.

Gambar 5. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan oleh karena tekanan


Ekstrinsik

17
Tuberkulosis dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen
trakea/bronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.

Gambar 6. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan serangkaian


sekresi terlihat pada batang utama bronkus kanan.

3. Tumor. Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah


bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama :

• Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial,
biasanya disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa pelebaran sudut karina,
pembengkakan pada dinding trakea/bronkus utama.
• Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa
pada sebagian atau seluruh lumina.
• Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri,
dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder melalui dinding
bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial.

Gambar 7. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri batang utama bronkus.

18
Tabel 1. Karakteristik Gambaran Bronkoskopi Tumor.
Tumor Karakteristik bronkoskopi
Karsinoma Berlobus/nekrotik,berwarna putih/krem, permukaan mukosa
tampak penonjolan pembuluh darah (engorged)
Karsinoid Berwarna merah cerry, bulat mudah berdarah
Kondromata Halus permukaan pucat konsistensi kasar

4. Miscellaneous
• Perdarahan bronkial. Dalam beberapa kasus batuk darah (hemoptisis),
pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang
masif dilakukan pembersihan dari trakeobronkial dengan normal salin untuk
membantu menemukan sumber perdarahan.
• Benda asing. Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan
menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru
distal. Benda asing dapat menghasilkan sekresi purulen. Sarcoidosis Tampak dua
gambaran utama,yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi
trakeobronkial.
2. Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang
meningkat.
• Perubahan radiasi
Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya
penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa
pucat dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis
pada daerah yang terkena.
• Trauma trakea, Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus.
• Fistula Bronkopleura, Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya
kista paru, pneumotoraks, trauma atau pasca operasi. Pada gambaran
bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan
pernafasan.

19
• Amiloidosis, Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuning/abu-abu yang
menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif.

2.11 Pengambilan Spesimen


Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik
pengambilan spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi
yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat
diambil dengan cara, seperti:
1. Bilasan bronkus (bronchial washing)
Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan
kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Bilasan bronkus dilakukan
dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang
ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot
kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali.
Sekret yang diperoleh dilakukanpemeriksaan sitologi cairan bronkus.
2. Sikatan bronkus (bronchial brushing)
Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum, sampel
yang didapat selanjutnya diperiksa secara histologi.

Gambar 8. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep.

3. Bronchoalveolar Lavage (BAL)


BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran
nafas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop
kemudian disedot.Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-

20
300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus.Sampel yang didapat
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.
4. Biopsi endobronkial
Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari
bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan
pemeriksaan histologi.
5. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosis dan stage bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil
sampel kelenjar limfe mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini
merupakan tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep
menembus lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama,
karina dan karina dua). TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel
perifer, submukosa dan endobronkial.American Thoracic Society (ATS)
membuat suatu sistem pemetaan untuk mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk
mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA dilakukan dengan
panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.
6. Biopsi paru transbronkil
Maping Sistem Kelenjar Limfe Ini merupakan cara yang paling aman untuk
mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk
menegakkan diagnosis.
7. Biopsi lesi perifer
Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan
instrument fibrescope yang halus.

21
BAB III

KESIMPULAN

Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan visual jalan napas atau saluran


pernapasan paru yang disebut bronkus.
Lebih khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh
dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau
percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostic dan terapeutik (pengobatan).
Untuk prosedur ini dokter menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop, yang
merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh.
Manfaat pertama pemeriksaan bronkoskopi ialah melihat langsung keadaan
saluran napas bagian atas maupun saluran napas bagian bawah. Kelainan yang
dapat dilihat secara langsung (direct findings) adalah :
• Tumor
• Nekrosis
• Pelebaran pembuluh darah
• Mukosa yang normal atau irregelar, hiperemik, membengkak
• Pengaburan tulang rawan bronkus
• Obstruksi
• Stenosis
• Kompresi

Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan


diagnosis, sebagai terapeutik serta pre operatif/post operasi.

Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:


• Batuk
• Batuk darah
• Mengi dan stridor
• Gambaran foto toraks yang abnormal
• Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)

22
• Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks
• Karsinoma bronkus
• Ada bukti sitologi atau masih tersangka
• Penentuan derajat karsinoma bronkus
• Follow up karsinoma bronkus

Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:


• Dahak yang tertahan, gumpalan mukus
• Benda asing pada trakeobronkial
• Pemasangan stent pada trakeobronkial
• Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
• Kista pada mediastinum
• Kista pada bronkus
• Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
• Brachytherapy
• Laser therapy
• Abses paru
• Trauma dada
• Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

Yang Termasuk Kontraindikasi Bronkoskopi yaitu kontraindikasi tindakan


bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan relatif.

Yang termasuk kontra indikasi absolut:


• Penderita kurang kooperatif
• Keterampilan operator kurang
• Fasilitas kurang memadai
• Angina yang tidak stabil
• Aritmia yang tidak terkontrol
• Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen
Yang termasuk kontra indikasi relatif antara lain :

23
• Asma berat
• Hiperkarbia berat
• Koagulopati yang serius
• Bulla emfisema berat
• Obstruksi trakea
• High Positive endexpiratory pressure

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Rab T, Ilmu Penyakit Paru, Trans Info Media, 2010, Jakarta.


2. Fishman AP, Elias JA, et al. Manusl of PulmGraw-Hill; 2002
3. Djojodibroto D. Respirology (Respiratory Medicine), EGC, 2009, Jakarta.
4. Wang K, Mehta AC, Francis T. Flexibel Bronchoscopy.,Ed:3, Blackwell
Publishing Ltd,
2011, UK.
5. Jeffrey T. Chapman, MD, Atul C. Mehta, MD Bronchoscopy in Sarcoidosis:
6. Diagnostic and Therapeutic Interventions Curr Opin Pulm Med, 2003 Ernst
A,Silvestri GA, Johnstone D. Interventional Pulmonary Procedures* Guidelines
from the American College of Chest Physicians. CHEST 2003; 123:1693–1717
7. Bolliger CT, et al. ERS/ATS statement on interventional pulmonology. Eur
Respir 2002 ; 19:356-3

25

Anda mungkin juga menyukai