2017
Rahmadani, Febriana
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3795
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
SKRIPSI
Oleh :
FEBRIANA RAHMADANI
140100162
SKRIPSI
Oleh :
FEBRIANA RAHMADANI
140100162
KATA PENGANTAR
Pertama saya ucapkan puji dan syukur ke kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul Karakteristik Flebitis pada Pasien Rawat Inap di
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2016 yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.
Dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menemukan
banyak hambatan. Namun, berkat bantuan dari banyak pihak, penulis dapat
menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, Sp. S (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran USU
2. dr. Raka Jati Prasetya Sp.An selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing saya
mengerjakan karya tulis ilmiah ini.
3. dr. Rini Savitri daulay, M.Ked.(Ped)., Sp.A dan dr. Rina Yunita, Sp.MK
selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak kritik dan saran
membangun terhadap penelitian ini.
4. Kepada kedua orang tua saya, Junaidi, S.E dan Susilawati yang tidak
pernah putus memberikan doa, perhatian, serta semangat kepada saya.
Juga saya ucapkan terima kasih kepada saudara saya, Ibilia Fitriani yang
telah banyak memberikan bantuan dan dukungan.
5. Seluruh Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan
izin untuk penelitian ini.
6. Seluruh dosen pengajar Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan
ilmu selama proses perkuliahan dan seluruh pegawai FK USU yang telah
membantu agar skripsi ini dapat terselesaikan.
Febriana Rahmadani
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan ......................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
Daftar Gambar .................................................................................................. vi
Daftar Tabel ..................................................................................................... vii
Daftar Singkatan............................................................................................... viii
Abstrak ............................................................................................................. ix
Abstract ............................................................................................................ x
LAMPIRAN .................................................................................................... 50
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR SINGKATAN
BB : Berat Badan
BMI : Body Mass Index
CD : Cluster of Differentiation
cm : Centimeter
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
IMT : Indeks Massa Tubuh
UGD : Unit Gawat Darurat
IV : Intravena
KAMC : King Abdulaziz Medical City
mm : Milimeter
pH : Potential of Hydrogen
PICC : Peripherally Inserted Central Catheter
PIV : Peripheral Intravenous
PVC : Polyvinyl Chloride
RCN : Royal College Nursing
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SOP : Standard Operating Procedure
SPSS : Statistical Product and Service Solution
TB : Tinggi Badan
TBC : Tuberculosis
TPN : Total Parenteral Nutrition
VIP : Visual Infusion Phlebitis
ABSTRAK
Latar Belakang. Terapi intravena adalah pemberian tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan, elektrolit, obat-obatan intravena, darah, dan nutrisi ke dalam tubuh. Salah
satu cara untuk mengakses vena ini adalah melalui kateter intravena perifer. Menjadi salah satu
prosedur yang paling sering dilakukan, insersi kateter intravena perifer membuat pasien rentan
terhadap komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah flebitis. Flebitis ini dapat
merugikan pasien yaitu dengan bertambahnya masa rawat yang mengakibatkan bertambah
tingginya biaya perawatan. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
flebitis pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2016. Metode. Penelitian
ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectional. Penelitian ini berlokasi di RSUP H.
Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah pasien flebitis pada pasien rawat inap tahun 2016.
Sampel dipilih dengan menggunakan metode total sampling dengan populasi 45 orang dan
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil merupakan data sekunder
yaitu berasal dari rekam medis. Hasil. Jumlah Kasus Flebitis sebanyak 45 orang. Pasien Flebitis
terbanyak didapati pada usia > 45 tahun sebesar 66,67%, jenis kelamin perempuan sebesar
57,6%, status gizi tidak baik sebesar 57,8%, ukuran kanula 20G sebesar 64,2%, lama
pemasangan >3 hari sebesar 80%, pemasangan di ruang IGD sebesar 51,1%, pemberian cairan
infus isotonik sebesar 95,6%, pemasangan di ekstremitas atas sebesar 100%, dan flebitis banyak
ditemukan pada penyakit DM dan efusi pleura sebesar 11,1%. Kesimpulan. Jumlah Kasus
Flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016 ditemukan sebanyak 45 orang. Pasien
Flebitis terbanyak didapati pada usia > 45 tahun, berjenis kelamin perempuan, dengan status gizi
tidak baik (gizi buruk dan gizi lebih). Selain itu, ditemukan juga kasus flebitis terbanyak pada
pemasangan dengan ukuran kanula 20G, pemberian infus isotonik dan lama pemasangan lebih
dari 3 hari. Pada pemasangan ekstremitas atas yang dilakukan di Ruang IGD dan dengan
penyakit DM serta efusi pleura juga banyak menyebabkan flebitis.
ABSTRACT
mengalami flebitis lebih banyak daripada yang mengalami flebitis yaitu sebesar
52,4% untuk yang tidak flebitis dan 47,6% untuk yang flebitis (Bouty et al.,
2014).
Di Kota Medan sendiri penelitian tentang flebitis masih kurang. Penelitian
yang di lakukan di Rumah Sakit Haji Medan menghasilkan data yaitu dari 100
pasien yang diobservasi di dapat ada 52 orang (52%) yang mengalami kejadian
flebitis dan 48 orang (48%) yang tidak mengalami flebitis (Pasaribu, 2008).
Sejauh ini belum ditemukan penelitian dan informasi lengkap tentang kejadian
flebitis di RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini pada pasien dengan penyakit flebitis pada pasien rawat
inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
2. Peneliti
Memberikan informasi pada peneliti mengenai karakteristik pasien
flebitis pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2016
Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian
Peneliti dapat mengambangkan minat dan kemampuan membuat skripsi
3. Peneliti lain
Memberikan informasi dan dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti
lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan
flebitis
4. Masyarakat
Masyarakat bisa mengenali apa itu penyakit Flebitis dan mengetahui
bagaimana gejala umum penyakit ini
Perangkat Perifer
a. Peripheral Intravenous (PIV)
Kateter intravena perifer merupakan kateter yang sederhana, murah dan
dapat digunakan untuk terapi IV jangka pendek. Kateter ini mempunyai
panjang kurang dari 7,5 cm. Kateter ini harus diganti secara berkala,
karena dapat meningkatkan komplikasi dari infiltrasi dan flebitis seiring
Implantable Port
Implantable Port adalah reservoir yang ditanam di bawah kulit,
biasanya di dinding dada, dan diikat ke otot untuk menstabilkannya.
Tabel 2.1 Jenis dan kegunaan dari perangkat akses vena (Cheung et al., 2009).
Tabel 2.2 Warna, ukuran kateter dan kecepatan alirannya (Scales, 2005)
9. Lepaskan torniket
10. Sambungkan kateter dengan cairan infus
11. Lakukan fiksasi dengan plester atau ikat pita
12. Lakukan monitoring kelancaran infus (tetesan, bengkak atau tidaknya tempat
insersi)
13. Mencatat waktu dan pemasangan ukuran kateter
1. Flebitis
Flebitis adalah peradangan pada tunika intima vena. Terdapat 3 tipe dari
flebitis yaitu mekanik, kimia dan bakterial
2. Infiltrasi
Infiltrasi adalah administrasi secara tidak sengaja non-vesicant medication
atau larutan ke dalam jaringan sekitarnya bukan ke jalur pembuluh darah.
3. Ekstravasasi
Ekstravasasi adalah administrasi secara tidak sengaja vesicant medication
atau larutan ke dalam jaringan sekitarnya bukan ke jalur pembuluh darah.
Dapat terjadi kemungkinan nekrosis jaringan.
4. Hematoma
Hematoma didefinisikan sebagai perdarahan yang tidak terkontrol di lokasi
tusuk, biasanya membuat pembengkakan yang menyakitkan dan keras yang
penuh dengan darah
5. Pneumothorax dan Haemothorax
6. Cardiac Tamponade
7. Oklusi
Pembentukan fibrin di ujung kanula atau sekitar ujung kanula. Dapat
disebabkan oleh penekukan dari kanula dan aliran atau arus yang terganggu.
8. Emboli udara
Emboli udara terjadi sebagai akibat dari volume udara yang masuk pembuluh
darah pasien melalui IV set.
9. Kelebihan cairan
Didefinisikan sebagai tekanan vena yang meningkat karena terjadi kelebihan
cairan di sirkulasi. Disebabkan oleh volume cairan yang besar yang
dimasukkan terlalu cepat.
10. Thrombosis
Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah
2.2. FLEBITIS
2.2.1. Definisi Flebitis
Flebitis didefinisikan sebagai peradangan dari vena superfisial yang
disebabkan oleh iritasi pada lapisan pembuluh darah (Rojas-sánchez et al., 2015).
Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada Endotelium
Tunika Intima Vena dan perlekatan Trombosit pada daerah tersebut. Flebitis
sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi infus yang disebabkan
oleh karena cairan dan obat-obatan yang diberikan melalui infus, karena faktor
fisik dan biologik. Tanda dan gejala yang sering di jumpai adalah nyeri disekitar
area insersi, kemerahan, bengkak, dan bila berlanjut dapat menyebabkan luka
nekrotik (Rohani, 2016).
Flebitis berpotensial membahayakan karena dapat menyebabkan thrombus
yang selanjutnya menjadi tromboflebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak,
tapi walaupun demikian jika thrombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran
darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan kejadian seperti katup bola
yang bisa menyumbat atrioventrikuler secara mendadak dan menimbulkan
kematian (Hirawan et al., 2014).
Usia
Usia yang semakin meningkat akan mengalami penurunan sistem
imunitas tubuh sehingga risiko untuk terserang penyakit menjadi lebih
tinggi. Pada usia yang sudah lanjut terjadi perubahan-perubahan dalam
sistem kekebalan tubuh, terutama pada sel T-limfosit sebagai hasil dari
penuaan. Pada usia lanjut (>60 tahun) vena juga akan menjadi rapuh, tidak
elastis, dan mudah hilang atau kolaps yang akan menyebabkan terjadinya
flebitis (Prastika et al., 2012; Rizky dan Supriyatiningsih, 2014; Fitriyanti,
2015).
Status Gizi
Flebitis cenderung terjadi pada pasien dengan status gizi kurang.
Setelah antigen masuk ke dalam tubuh, antigen tersebut bergerak ke darah
atau limfe dan memulai respon imunitas seluler yang berkaitan dengan sel
CD4 dan CD8. Sel CD4 dan CD8 akan berkurang pada orang yang
kekurangan gizi. Gizi yang kurang akan mengakibatkan daya tahan tubuh
menurun sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Pasien dengan gizi
dibawah batas normal akan kekurangan energi dan berkaitan dengan
kelemahan dalam fungsi fagositosit, sekresi antibodi dan produksi sitokin.
Selain itu gizi yang berlebih juga menurunkan imunitas (Prastika et al.,
2012).
Perhitungan status gizi pada orang dewasa dapat menggunakan rumus
IMT (Indeks Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass Index). Untuk
mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut: (Depkes,
2011)
IMT =
Ukuran kateter
Ukuran kateter yang besar mempunyai risiko yang tinggi untuk
menyebabkan flebitis. Ukuran kateter yang kecil mempunyai kemungkinan
yang kecil untuk menyebabkan flebitis mekanis (iritasi pada dinding vena
yang disebabkan oleh kanula) dan mempunyai kemungkinan yang kecil
untuk menghalangi aliran darah di dalam vena. Aliran darah yang lancar
membantu menyebarkan obat-obatan yang disuntikkan dan mengurangi
risiko flebitis kimia (Scales, 2008).
Lokasi insersi
Penempatan kateter pada area fleksi lebih sering menimbulkan
kejadian flebitis, oleh karena pada saat ekstremitas digerakkan kateter
yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena.
Penggunaan ukuran kateter yang besar pada vena yang kecil juga dapat
mengiritasi dinding vena. Insersi kateter pada ekstremitas bawah juga lebih
banyak menimbulkan flebitis (Fitriyanti, 2015).
a. Flebitis Mekanis
Flebitis mekanis terjadi ketika pembuluh darah mengalami trauma oleh
karena kontak fisik dengan bahan organik atau anorganik, atau komposisi
bahan kanula yang digunakan selama pemberian cairan IV (CMO and EDON,
2015). Penyebabnya bisa dikarenakan beberapa hal yaitu:
b. Flebitis Kimia
Flebitis kimia adalah iritasi dinding vena yang disebabkan oleh cairan
infus. Flebitis kimia lebih cenderung terjadi pada obat iritan atau vesicant
drugs. Obat iritan adalah obat yang mempunyai pH yang ekstrim (<5 atau >9)
atau osmolaritas yang ekstrim (>600mOsm/L). Vesicant drugs adalah obat
yang dapat menyebabkan melepuh dan nekrosis jika obat tersebut keluar dari
pembuluh darah ke jaringan (Scales, 2008). Beberapa penyebabnya yaitu :
Larutan hipertonik >375 mOsm/L
Obat-obatan dan larutan dengan pH <5 atau >9. Antibiotik dilaporkan
dapat meningkatkan kejadian flebitis kimia karena pH-nya yang rendah
Obat-obatan dan larutan yang diklasifikasikan sebagai iritan atau vesicant.
Seperti azithromycin, vancomycin, potassium, diazepam, dll.
Larutan dengan jumlah partikel yang banyak. Partikel obat yang tidak
larut secara sempurna selama pencampuran obat dapat berkontribusi
terjadinya flebitis
Kecepatan dan metode pemberian infus. Vena di daerah distal dan ukuran
kateter intravena yang tidak sesuai, serta aliran yang terlalu cepat berisiko
terhadap terjadinya flebitis. Pemilihan penusukan kateter intravena di
daerah proksmial sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas
>500 mOsm/L. Hindari penusukan di daerah meta karpal (punggung
tangan)
c. Flebitis Bakterial
Flebitis bakterial adalah flebitis yang berkembang sebagai akibat langsung
dari sepsis atau infeksi. Hal ini sering terjadi karena migrasi bakteri yang ada
di kulit ke tempat penusukan kanula, yang akhirnya akan berkolonisasi
(Carlos dan Furtado, 2011). Hal-hal yang dapat berkontribusi terhadap
terjadinya flebitis bakterial adalah:
Teknik cuci tangan yang tidak benar.
Prosedur / tindakan pemasangan infus tidak aseptik
Memalpasi kembali tempat penusukan setelah melakukan tindakan aseptik
pada kulit
Terkontaminasinya peralatan IV kateter yang digunakan
Dressing yang tidak steril
Pemasangan kateter intravena terlalu lama (lebih dari 96 jam)
Skor Visual Infusion Phlebitis adalah alat yang sangat populer untuk
memantau tempat penusukan infus. Skor VIP ini diperkenalkan pertama kali oleh
Andrew Jackson pada tahun 1999. Ini adalah alat yang direkomendasikan oleh
RCN untuk memantau tempat penusukan infus. Pada tahun 2006 Paulette Gallant
dan Alyce Schultz telah menyelesaikan evaluasi Skor VIP sebagai alat yang
menentukan penghentian kateter infus perifer. Gallant mengatakan bahwa “Skala
VIP, seperti dievaluasi dalam studi ini, dianggap valid dan reliabel untuk
menentukan kapan PIV kateter harus dilepas.” (Gallant dan Schultz, 2006).
Gambaran Flebitis
Grade 3 Grade 4
Pengobatan flebitis akan tergantung pada tingkat tertentu yaitu pada tingkat
keparahan peradangan dan adanya trombus. Flebitis sedang biasanya akan sembuh
sendiri. Pasien flebitis dengan skor vip 2 atau lebih akan dilakukan pelepasan
kanula atau di rotasi.
Pengobatan awal untuk segala bentuk flebitis adalah menghentikan infus dan
melepaskan kateter. Hal ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan pasien, jika misalnya, kondisi hemodinamik pasien tidak stabil, kateter
hanya akan dilepaskan jika kateter baru telah terpasang. Penanganan yang
dilakukan jika ditemukan adanya tanda flebitis adalah sebagai berikut: (Higginson
dan Parry, 2011; Dychter et al., 2012; Becton Dickinson, 2015; CMO dan EDON,
2015).
a. Hentikan infus
b. Lepaskan kanula intravena dan pasang kembali perangkat akses vena yang
sesuai di lokasi baru
c. Anggota badan yang terkena harus ditinggikan.
d. Berikan kompres hangat pada tempat penusukan selama 20 menit
e. Berikan obat anti-inflamasi
f. Dokumentasikan dan diskusikan dengan dokter
a. Mencuci tangan dengan teliti sebelum kontak dengan bagian apapun dari
sistem infus atau dengan pasien
b. Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan kateter IV
c. Hindari memasang kanula pada ekstremitas bawah
d. Gunakan ukuran kateter terkecil yang memungkinkan
e. Pastikan dressing kuat untuk mencegah flebitis mekanis
f. Turunkan kecepatan pemberian cairan infus
g. Mengencerkan obat-obat yang mengiritasi jika memungkinkan
h. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
i. Rotasi sisi intravena setiap 48-72 jam untuk membatasi iritasi dinding vena
oleh kanula atau obat-obatan
j. Melepaskan kateter IV pada adanya tanda pertama peradangan lokal,
kontaminasi atau komplikasi
k. Mengganti kanula IV yang dipasang saat keadaan gawat (dengan asepsis yang
dipertanyakan) sesegera mungkin
l. Lakukan pemantauan tempat penusukan secara reguler
Terapi
Penggantian
Pasien
Usia
Terapi
Jenis kelamin
Restoratif
Penyakit
Status nutrisi Diagnosis
Kualitas vena VIP Score
INS
Kateter
Durasi pemasangan
Ukuran
Jenis
Flebitis
Lokasi pemasangan
Mekanis
Flebitis
Lainnya Flebitis Kimia
Cairan infus (pH,
osmolaritas, mikropartikel) Flebitis
Kurang berpengalaman Bakterial
Pemasangan di Emergensi
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Teori
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Status gizi
4. Ukuran kanula
5. Lama waktu Kejadian flebitis pada
pemasangan infus pasien rawat inap
6. Ruang Pemasangan
7. Cairan Infus
8. Lokasi Pemasangan
9. Penyakit
Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien rawat inap tahun 2016
2. Pasien yang di diagnosis dengan flebitis
3. Berusia lebih dari 18 tahun
b. Kriteria Eksklusi
1. Rekam medis tidak lengkap
28
Sampel Penelitian
Penilaian
Analisis Data
Hasil dan
Pembahasan
Analisis yang digunakan adalah Analisis Univariat. Analisis data ini dilakukan
untuk mengetahui distribusi frekuensi, presentasi, mean dan standard deviation
dari variabel karakteristik flebitis meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, ukuran
kanula serta lama waktu pemasangan yang akan diteliti. Semua data yang telah
dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan, dan diolah dengan menggunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS). Selanjutnya data tersebut
ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram, ataupun grafik.
1. Flebitis
Definisi : Peradangan dari vena superfisial yang
disebabkan oleh iritasi pada lapisan
pembuluh darah
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Pengukuran : Flebitis
Skala Ukur : Nominal
2. Usia
Definisi : Perhitungan umur yang dimulai dari saat
kelahiran sampai dengan waktu
perhitungan usia
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : ≤ 45 Tahun
> 45 Tahun
Skala ukur : Ordinal
3. Jenis Kelamin
Definisi : Status jenis kelamin responden penelitian
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : Laki-laki
Perempuan
Skala Ukur : Nominal
4. Status Gizi
Definisi : Perhitungan status gizi dari BB dan TB
responden
Cara pengukuran : BB dan TB responden dilihat berdasarkan
rekam medis dan dihitung dengan rumus
IMT
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Pengukuran : Gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih
Skala Ukur : Ordinal
5. Ukuran Kanula
Definisi : Ukuran kanula yang digunakan saat
penggunaan infus
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : Ukuran 24 G, Ukuran 22 G, Ukuran 20 G,
Ukuran 18 G, Ukuran 16 G, Ukuran 14 G
Skala Ukur : Ordinal
7. Ruang Pemasangan
Definisi : Ruangan saat melakukan pemasangan infus
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : Ruang rawat inap dan IGD
Skala Ukur : Nominal
8. Cairan Infus
Definisi : Cairan yang diberikan saat infus dipasang
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : Hipotonik : NaCl 45%, Dextrose 2,5%
Isotonik : Ringer Laktat (RL), NaCl
0,9%
9. Lokasi Pemasangan
Definisi : Lokasi dimana infus dipasang
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : Ekstremitas Atas dan Ekstremitas bawah
Skala Ukur : Nominal
10. Penyakit
Definisi : Penyakit yang diderita saat terjadi flebitis
Cara Pengukuran : Dilihat berdasarkan data rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Pengukuran : Penyakit
Skala Ukur : Nominal
Distribusi usia sampel yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada
tabel 4.1. dimana pada usia >45 Tahun paling banyak terjadi flebitis yaitu
sebanyak 30 orang (66,67%). Sedangkan pada usia <45 Tahun sebanyak 15 orang
(33,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian di RS. Bhayangkara TK.II. H.S.
Samsoeri Mertojoso Surabaya yang mendapatkan hasil bahwa dari 22 orang,
flebitis lebih banyak terjadi pada pasien berusia >45 tahun yaitu sebanyak 21
orang daripada usia <45 tahun yaitu sebanyak 1 orang (Fitriyanti, 2015).
34
Pada usia tua, terjadi perubahan-perubahan fungsi di dalam tubuh baik secara
fisik, biologis, psikologi, dan sosial. Salah satu perubahan fisik tersebut adalah
penurunan sistem imunitas sehingga risiko untuk terserang penyakit menjadi lebih
tinggi. Pada usia lanjut kemampuan sel dan jaringan yang dipengaruhi usia organ
untuk regenerasi sel akan semakin menurun, vena juga menjadi rapuh, tidak
elastis, dan mudah kolaps atau hilang yang akan menyebabkan terjadinya flebitis
(Fitriyanti, 2015; Rimba Putri, 2016)
Penelitian di Divino Espirito Santo Hospital Ponta Delgada mendapatkan hasil
pasien yang terkena flebitis pada usia < 20 tahun sebanyak 10 orang (76,9), usia
20 – 29 sebanyak 21 orang (48,8%), usia 30 – 39 sebanyak 14 orang (53,8%), usia
40 – 49 sebanyak 32 orang (59,3%), usia 50 – 59 tahun sebanyak 35 orang
(63,6%), usia 60 – 69 sebanyak 35 orang (63,6%), dan usia >70 sebanyak 29
orang (72,5%). Walaupun jumlah dari setiap umur ini bervariasi tetapi tingkat
insidennya meningkat. Sesuai dengan teori yang telah dijelaskan bahwa semakin
tinggi usia maka kejadian flebitis semakin tinggi (Carlos and Furtado, 2011).
Berdasarkan tabel 4.3. diatas didapatkan bahwa kejadian flebitis lebih sering
terjadi pada pasien dengan gizi yang tidak baik yaitu sebesar 26 orang (57,8%)
sedangkan kejadian flebitis pada gizi baik sebesar 19 orang (42,2%). Hal ini
dikarenakan gizi yang tidak baik maupun itu gizi kurang ataupun gizi lebih akan
mengakibatkan gangguan pada berbagai aspek imunitas, termasuk fagositosis,
respons proliferasi sel ke mitogen, serta produksi T-lymphocyte dan sitokin.
Sehingga daya tahan tubuh menurun dan akan mudah terkena penyakit infeksi.
(Siagian, 2012)
Penelitian yang dilakukan di RSUD Majalaya mendapatkan hasil yang sama
seperti yang saya lakukan. Didapatkan kejadian flebitis lebih banyak terjadi pada
gizi kurang daripada gizi baik. Yaitu sebanyak 21 orang (46,7%) pada gizi kurang
dan pada gizi baik sebanyak 8 orang (17,8%) (Prastika et al., 2012).
Berdasarkan tabel 4.4. diatas didapatkan ukuran kanula 20G paling banyak
menimbulkan flebitis yaitu sebesar 64,2%, diikuti oleh ukuran 22G sebesar
22,2%, ukuran 18G sebesar 8,9% dan ukuran 24G sebesar 4,4%. Semakin besar
ukuran kanula yang digunakan maka akan menyebabkan risiko terkena flebitis
lebih besar. Hal ini dikarenakan ukuran kanula yang besar akan lebih mudah
bergesekan dengan tunika intima pembuluh darah yang akhirnya akan mengiritasi
tunika intima tersebut. Ukuran kanula yang besar juga akan menghalangi aliran
darah disekitar kanula sehingga obat-obat akan kontak lebih lama dengan tunika
intima pembuluh darah sehingga terjadi iritasi dan menyebabkan flebitis kimia
(Scales, 2005).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian di Divino Espirito Santo Hospital Ponta
Delgada yang mendapatkan insiden flebitis paling tinggi terjadi pada penggunaan
kanula dengan ukuran 18G yaitu sebesar 72,5% (66 dari 91 orang) diikuti oleh
ukuran kanula 20G sebesar 57,1% (84 dari 147 orang) dan ukuran kanula 22G
sebesar 48% (26 dari 48 orang) (Carlos and Furtado, 2011).
Ruang Pemasangan N %
Rawat Inap 22 48,9
UGD 23 51,1
Total 45 100
Berdasarkan tabel 4.6. diatas pasien yang terkena flebitis lebih banyak terjadi
pada saat pemasangan di ruang UGD dibandingkan dengan Rawat Inap. Sebanyak
23 orang (51,1%) terkena flebitis pada infus yang dipasang di Ruang UGD dan
sebanyak 22 orang (48,9%) terkena flebitis pada infus yang dipasang di Ruang
rawat inap. Insersi kateter yang dilakukan di ruang UGD atau emergensi
seringkali dilakukan dalam keadaan yang gawat darurat sehingga prosdur
pemasangannya sering tidak sesuai dengan SOP dan juga tanpa memperhatikan
teknik asepsis yang baik sehingga dapat mengakibatkan masuknya bakteri
(Fitriyanti, 2015).
Berdasarkan tabel 4.7. diatas didapatkan bahwa flebitis lebih banyak terjadi
pada pemberian infus isotonik dibandingkan dengan hipotonik dan hipertonik.
Yaitu sebanyak 43 orang (95,5%) pada infus isotonik, sebanyak 2 orang pada
infus hipertonik dan tidak ada yg terjadi flebitis pada pemberian infus hipotonik.
Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas 280 – 310 mOsm/L,
larutan yang memiliki osmolalitas lebih dari itu disebut hipotonik, sedangkan
yang melebihi dari itu disebut larutan hipertonik. Larutan isotonik juga dapat
menjadi lebih hipertonik apabila ditambah dengan obat, elektrolit maupun nutrisi.
Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonik) makin mudah terjadi kerusakan
pada dinding vena perifer (Fitriyanti, 2015). Larutan hipertonik akan menarik air
dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan akan menyebabkan sel-sel
mengkerut dan ruptur sehingga dinding vena perifer menjadi rusak (rizky dan
supratiningsih, 2014).
Hal ini sesuai dengan penelitian di RS. Bhayangkara TK.II. H.S. Samsoeri
Mertojoso Surabaya mendapatkan hasil bahwa dari 22 orang pasien yang terkena
flebitis, yang paling banyak terjadi pada pemberian larutan hipertonis yaitu
sebanyak 17 orang. Sedangkan 5 orang lainnya terkena flebitis pada pemberian
larutan isotonik. Pada penelitian yang saya lakukan, didapatkan hasil yang
berbeda dari teori dan penelitianlain. Yaitu lebih banyak terjadi flebitis pada
pemberian larutan isotonis dibandingkan hipertonis (Fitriyanti, 2015).
Hal ini dapat terjadi dikarenakan RSUP H. Adam Malik Medan mungkin
memang lebih banyak memberikan infus dengan larutan yang isotonik daripada
yang hipertonik sehingga data yang didapatkan menjadi lebih banyak terjadi pada
larutan isotonik daripada larutan hipertonik.
Lokasi Pemasangan N %
Ekstremitas Atas 45 100
Ekstremitas Bawah 0 0
Total 45 100
Berdasarkan tabel 4.8. diatas didapatkan seluruh pasien yang terkena flebitis
mendapatkan pemasangan infus pada ekstremitas atas yaitu sebanyak 45 orang
(100%). Lokasi pemasangan pada ekstremitas bawah meningkatkan risiko
terjadinya flebitis karena aliran darah pada ekstremitas bawah lebih lambat
daripada ekstremitas atas yang membuat waktu kontak larutan infus dengan
dinding pembuluh darah menjadi lebih lama sehingga pembuluh darah akan
iritasi. Pemasangan pada area fleksi juga sering menimbulkan flebitis oleh karena
pada saat ekstremitas saat digerakkan kateter yang terpasang ikut bergerak dan
menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan kateter berukuran besar
pada vena yang kecil juga mengiritasi vena karena akan membuat aliran darah
menjadi tidak lancar (Fitriyanti, 2015).
Pada penelitian yang saya lakukan didapatkan hasil bahwa seluruh pasien
(100%) yang terkena flebitis semuanya terjadi pada pemasangan di ekstremitas
atas. Hal ini mungkin bisa dikarenakan karena kebanyakan pasien rawat inap di
RSUP Haji Adam Malik Medan memang dilakukan pemasangan di ekstremitas
atas sehingga hasil data menjadi 100% pada ekstremitas atas. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di RS. Bhayangkara TK.II. H.S. Samsoeri
Mertojoso Surabaya yang mendapatkan bahwa lebih banyak terjadi flebitis pada
pemasangan di ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah. Yaitu
dari 22 orang pasien flebitis, sebanyak 18 orang terjadi pada pemasangan
ekstremitas atas dan 4 orang pada pemasangan di ekstremitas bawah (Fitriyanti,
2015).
Penyakit N %
Diabetes Melitus 5 11,1
Hipertensi 3 6,7
Gastritis 3 6,7
Tumor Ginjal 1 2,2
Sepsis 2 4,4
TBC 1 2,2
Kanker Ovarium 4 8,9
Atherosclerotic Heart Dissease 1 2,2
Fraktur 2 4,4
Pulmonary Heart Dssease 1 2,2
Tumor Otak 1 2,2
Efusi Pleura 5 11,1
Gagal Ginjal 2 4,4
Kanker Serviks 3 6,7
Tumor Tulang 1 2,2
Infark Serebral 1 2,2
Dispepsia 1 2,2
Tumor Ovarium 1 2,2
Leukimia 1 2,2
Pneumonia 1 2,2
Gangguan Elektrolit 1 2,2
Gagal Jantung 2 4,4
Hypertensive Renal Dissease 1 2,2
Epilepsi 1 2,2
Total 45 100
Berdasarkan tabel 4.9. diatas pasien yang terkena flebitis lebih banyak terjadi
pada Penyakit Diabetes dan Efusi Pleura yaitu masing-masing sebanyak 5 orang
(11,1%). Diikuti oleh Kanker Ovarium sebanyak 4 orang (8,9%). Hipertensi,
Gastritis dan Kanker Serviks sebanyak 3 orang (6,7%). Sepsis, Fraktur, Gagal
Ginjal, Gagal Jantung sebanyak 2 orang (4,4%). Dan penyakit yang lain masing-
masing sebanyak 1 orang (2,2%).
Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya flebitis.
Misalnya pada pasien diabetes melitus yang mengalami aterosklerosis akan
menakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah
mengalami infeksi (Fitriyanti, 2015).
43
10. Kejadian Flebitis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2016 lebih
banyak terjadi pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus dan Efusi
pleura yaitu masing-masing sebesar 11,1%
5.2. Saran
Dari hasil penelitian yang didapat, maka peneliti ingin memberikan beberapa
saran, yaitu :
1. RSUP Haji Adam Malik Medan
Kepada pihak rumah sakit yang bertugas agar lebih melengkapi status
rekam medis agar lebih mudah dibaca dan dianalisis.
2. Peneliti lain
Kepada peneliti selanjutnya agar dapat lebih mengembangkan penelitian
ini misalnya dalam hal hubungan antara faktor risiko
Mendapatkan data insidensi flebitis
Lebih memperbanyak sampel dan waktu penelitian sehingga lebih akurat
3. Petugas Medis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam
penegakan dan penanganan kasus Flebitis
Lebih meningkatkan pengawasan pada saat infus terpasang
sehinggadapat terdeteksi dini
Lebih meningkatkan asepsis pada saat pemasangan dan perawatan infus
4. Masyarakat
Lebih waspada apabila menjumpai tanda-tanda awal flebitis seperti
kemerahan dan nyeri disekitar infus untuk selanjutnya segera meminta
pertolongan kepada petugas kesehatan.
Lebih memperhatikan status gizi yang baik supaya tidak mudah terserang
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, S. 2014, 'Profil Indeks Massa Tubuh dan VO2 Maksimum pada
Mahasiswa Anggota Tapak Suci di Universitas Muhammadiyah
Surakarta', Naskah Publikasi.
Cheung, E., Baerlocher, M. O., Asch, M. and Myers, A. 2009, 'Venous access: a
practical review for 2009.', Canadian family physician Medecin de famille
canadien, vol. 55, no. 5, pp. 494–496. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19439704%0Ahttp://www.pubmedc
entral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC2682308.
Depkes 2011, Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa, Depkes.
Available at: Gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/ped-praktis-
stat-gizi-dewasa.doc.
Dougherty, L., Bravery, K., Gabriel, J., Kayley, J., Malster, M., Scales, K. and
Inwood, S. 2010, Standards for Infusion Therapy. 3rd edn. Royal College
of Nursing, London.
Helm, R. E., Klausner, J. D., Klemperer, J. D., Flint, L. M. and Huang, E. 2015,
'Accepted but Unacceptable: Peripheral IV Catheter Failure', Journal of
Infusion Nursing, vol. 38, no. 3, pp. 189–203. doi:
10.1097/NAN.0000000000000100.
Ingram, P. and Lavery, I. 2005, 'Peripheral intravenous therapy: key risks and
implications for practice', Nursing Standard, vol. 19, no. 46, pp. 55–64.
doi: 10.7748/ns2005.08.19.49.55.c3936.
Jannah, I. N., Suhartono and Adi, M. S. 2016, 'Prevalensi Phlebitis Pada Pasien
Rawat Inap Dengan Infus Di RSUD Tugurejo Semarang', Jurnal
Kesehatan Masyarakat, vol. 4, no. 4.
1, pp. 42–49.
Smith, J. and Johnson, J. Y. 2010, Buku Saku Prosedur Klinis Keperawatan. 5th
edn. EGC, Jakarta.
Tannia, M., Danski, R., Mingorance, P., Johann, D. A., Vayego, S. A. and Lind, J.
2016, 'Incidence of local complications and risk factors associated with
peripheral intravenous catheter in neonates *', Journal of School of
Nursing USP, vol. 50, no. 1, pp. 22–28. doi:
http://dx.doi.org/10.1590/S0080-623420160000100003.
LAMPIRAN 1
NIM : 140100162
Agama : Islam
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 17 - 25 Tahun 2 4.4 4.4 4.4
26 - 35 Tahun 6 13.3 13.3 17.8
36 - 45 Tahun 7 15.6 15.6 33.3
46 - 55 Tahun 14 31.1 31.1 64.4
56 - 65 Tahun 11 24.4 24.4 88.9
>65 tahun 5 11.1 11.1 100.0
Total 45 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Laki-laki 19 42.2 42.2 42.2
Perempuan 26 57.8 57.8 100.0
Total 45 100.0 100.0
Status Gizi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Gizi Kurang 8 17.8 17.8 17.8
Gizi Baik 19 42.2 42.2 60.0
Gizi Lebih 18 40.0 40.0 100.0
Total 45 100.0 100.0
Ukuran Kanula
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 24 G 2 4.4 4.4 4.4
22 G 10 22.2 22.2 26.7
Lama Pemasangan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <3 hari 9 20.0 20.0 20.0
>3 hari 36 80.0 80.0 100.0
Total 45 100.0 100.0
Ruang Pemasangan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Rawat Inap 22 48.9 48.9 48.9
UGD 23 51.1 51.1 100.0
Total 45 100.0 100.0
Cairan Infus
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Isotonik 43 95.6 95.6 95.6
Hipertonik 2 4.4 4.4 100.0
Total 45 100.0 100.0
Lokasi Pemasangan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ekstremitas
45 100.0 100.0 100.0
Atas
Penyakit
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Diabetes Melitus 5 11.1 11.1 11.1
Hipertensi 3 6.7 6.7 17.8
Gastritis 3 6.7 6.7 24.4
Tumor Ginjal 1 2.2 2.2 26.7
Sepsis 2 4.4 4.4 31.1
TBC 1 2.2 2.2 33.3
Kanker Ovarium 4 8.9 8.9 42.2
Atherosclerotic Heart 1 2.2 2.2 44.4
Dissease
Fraktur 2 4.4 4.4 48.9
Pulmonary Heart 1 2.2 2.2 51.1
Dissease
Tumor Otak 1 2.2 2.2 53.3
Efusi Pleura 5 11.1 11.1 64.4
Gagal Ginjal 2 4.4 4.4 68.9
Kanker Serviks 3 6.7 6.7 75.6
Tumor Tulang 1 2.2 2.2 77.8
Infark Serebral 1 2.2 2.2 80.0
Dispepsia 1 2.2 2.2 82.2
Tumor Ovarium 1 2.2 2.2 84.4
Leukimia 1 2.2 2.2 86.7
Pneumonia 1 2.2 2.2 88.9
Gangguan Elektrolit 1 2.2 2.2 91.1
Gagal Jantung 2 4.4 4.4 95.6
Hypertensive Renal 1 2.2 2.2 97.8
Dissease
Epilepsi 1 2.2 2.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
LAMPIRAN 8
DATA INDUK
LAMPIRAN 9
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis
sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Febriana Rahmadani
140100162