Anda di halaman 1dari 13

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Al-Hadi yang berarti : “Yang Memberi Petunjuk” adalah salah satu nama Allah yang maha
indah. Nama “Al-Hadi” disebutkan dalam Al-Qur`an di dua ayat, yaitu:

Pertama: dalam surat Al-Hajj:54, Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫ستَق‬
‫ِيم‬ َ َّ َّ‫َو ِليَ ْعلَ َم الَّ ِذينَ أُوت ُوا ا ْل ِع ْل َم أَنَّهُ ا ْلحَقُّ مِ ْن َربِكَ فَيُؤْ مِ نُوا ِب ِه فَت ُْخبِتَ لَهُ قُلُوبُ ُه ْم ۗ َوإِن‬
ْ ‫َّللا لَهَا ِد الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِلَ ٰى ِص َراطٍ ُم‬

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur`an itu haq, dari
Tuhan-mu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepada-Nya dan sesungguhnya Allah
adalah benar-benar Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang
lurus.”

Kedua : dalam surat Al-Furqan:31, Allah Ta’ala berfirman,

َ ٍ ‫َو َك ٰذَ ِلكَ َج َع ْلنَا ِلك ُِل نَ ِبي‬


ً ‫عد ًُّوا مِ نَ ا ْل ُمجْ ِرمِ ينَ ۗ َو َك َف ٰى ِب َر ِبكَ َها ِد ًيا َونَ ِص‬
‫يرا‬
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang
berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong.”

Makna nama Allah “Al-Hadi”

Al-Hadi adalah Yang memberi petunjuk dan hidayah kepada hamba-hamba-Nya agar bahagia
di dunia dan akhirat dengan taat kepada-Nya, dan Yang memberi petunjuk seluruh makhluk
hidup kepada sesuatu yang bermanfaat baginya dan memberi petunjuk mereka kepada
perkara yang menyebabkannya bisa terhindar dari bahaya.

Hal ini ditunjukkan dalam firman Allah Ta’ala,

َ َ‫الَّذِي َخلَقَ ف‬
‫س َّو ٰى‬

“yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)”

‫َوالَّذِي قَد ََّر فَ َهد َٰى‬

“dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk” (Q.S. Al-A’la: 2-3).

Berkata Ibnu Athiyyah rahimahullah dalam kitab Tafsirnya,

‫ وقد خصص بعض المفسرين أشياء من الهدايات‬،‫ {فهدى} عام لجميع الهدايات في اإلنسان والحيوان‬:‫وقوله تعالى‬،

“Firman Allah Ta’ala : }‫ { فَ َهد َٰى‬umum mencakup seluruh hidayah-hidayah untuk manusia dan
hewan. Sebagian Ahli Tafsir mengkhususkan beberapa bentuk hidayah.”

Ibnu Athiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa tafsiran darinya,

‫ هدى‬: ‫ وقال مجاهد‬،‫ هدى المولود عند وضعه إلى مص الثدي‬:‫ وقيل‬،‫ هدى الحيوان إلى وطء الذكور اإلناث‬: ‫وقال مقاتل والكلبي‬
‫الناس إلى الخير والشر والبهائم للمراتع‬.

“Muqatil dan Al-Kalbi mengatakan: ‘Dia memberi petunjuk kepada hewan tentang cara hewan
jantan menggauli betina.’ Ada pula yang menafsirkan: ‘Dia memberi petunjuk kepada bayi
setelah kelahirannya bagaimana menghisap puting ibunya.’ Mujahid menafsirkan: ‘Dia
memberi petunjuk kepada kebaikan dan keburukan, serta binatang kepada padang
gembalaannya.’”

Lalu Ibnu Athiyyah rahimahullah menyimpulkan:

‫وهذه األقوال مثاالت‬

“Dan tafsiran-tafsiran tersebut konteksnya adalah sebatas contoh-contoh saja.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menguatkan penilaian Ibnu


Athiyyah rahimahullah tersebut, beliau berkata:

.‫ كما قال ابن عطية‬،‫وهكذا كثير من تفسير السلف؛ يذكرون من النوع مثاال لينبهوا به على واأل قوال الصحيحة هي من باب المثاالت‬
‫ أو لكونه هو الذي يعرفه‬،‫ أو لحاجة المستمع إلى معرفته‬،‫غيره‬
“Dan tafsiran-tafsiran yang benar tersebut konteksnya, yaitu:

(para Ahli Tafsir tersebut) sedang menyebutkan contoh-contohnya saja, sebagaimana


dikatakan oleh Ibnu Athiyyah.

Demikianlah, banyak dari tafsiran Salaf yang menyebutkan contoh-contoh untuk suatu macam
perkara dalam rangka mengingatkan adanya contoh lainnya dari tafsiran tersebut, atau karena
adanya kebutuhan pendengar untuk mengetahui tafsiran tersebut, atau karena tafsiran
tersebutlah yang diketahui oleh seorang Ahli Tafsir.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/35399-al-hadi-yang-


memberi-petunjuk-bag-1.htmlNama Allah Al-khaliq, Al-Baari, Al mushawir dan Al-
Khallaq.
Alkhaliq (yang menciptakan) ada 8 tempat di alquran. Antara lain: di QS. Al Hasyir ayat 24

‫ت‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َ ُ‫ص ِو ُر ۖ لَهُ ْاْل َ ْس َما ُء ْال ُح ْسن َٰى ۚ ي‬
‫س ِب ُح لَهُ َما فِي ال ه‬ َ ‫ئ ْال ُم‬ ِ ‫َّللاُ ْالخَا ِل ُق ْال َب‬
ُ ‫ار‬ ‫ُه َو ه‬
‫يز ْال َح ِكي ُم‬
ُ ‫ض ۖ َو ُه َو ْال َع ِز‬ِ ‫َو ْاْل َ ْر‬
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna.
Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat ini berkumpul beberapa nama Allah ta'ala maka berlaku istilah " ‫افترقت‬ ‫ "إذا اجتمعت‬Apabila suatu
istilah yang dibahas terkumpul dalam satu text maka maknanya berbeda.

QS. Fathir ayat 3

‫اء‬ ‫َّللاِ يَ ْر ُزقُ ُك ْم ِمنَ ال ه‬


ِ ‫س َم‬ ٍ ‫َّللاِ َعلَ ْي ُك ْم ۚ ه َْل ِم ْن خَا ِل‬
‫ق َغي ُْر ه‬ ‫ت ه‬ َ ‫اس ا ْذ ُك ُروا نِ ْع َم‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها النه‬
َ‫ض ۚ ََل ِإ ٰلَهَ ِإ هَل هُ َو ۖ فَأ َنه ٰى تُؤْ فَ ُكون‬
ِ ‫َو ْاْل َ ْر‬
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki
kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari
ketauhidan)?

Al-Khalaaq. Makna sama. Tetapi 'Sighah mubalaghah' (‫المبالغة‬ ‫ )صيغ‬artinya menunjukkan makna lebih.
Khaliq dan Khallaq bermakna sama: Pencipta. Akan tetapi ada tambahan tasydid pada khollaq bermakna
lebih/sering. Berlaku kaidah " ‫ "زيادة المبنى تدل على زيادة المعنى‬Tambahan huruf di dalam bahasa Arab
menunjukan tambahan makna. Artinya terus atau sering menciptakan.

Ada 2 tempat di dalam Al-Qur'an:

QS. Al-hijr ayat 86:

‫ِإ هن َرب َهك ُه َو ْالخ هََّل ُق ْال َع ِلي ُم‬


Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.

Pada ayat ini berlaku kaidah "‫ "إذا افترقت اجتمعت‬apabila istilah tersebut tidak berkumpul dalam satu text maka
maknanya sama. Maka mencakup makna nama yang lain: Al-khaliq, Al-Baari, Al mushawir
QS Yasiin ayat 81.

‫ض بِقَاد ٍِر َعلَى أ َ ْن يَ ْخلُقَ ِمثْلَ ُه ْم بَلَى َو ُه َو ْالخ هََّل ُق‬


َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ ‫ْس الهذِي َخلَقَ ال ه‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َ ‫أ َ َولَي‬
‫ْال َع ِلي ُم‬
“Dan tidaklah Rabb yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia
berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui".

Imam Al-azhari dalam Tahdhibul Lughoh dan Imam Al-khattabi rahimakumullah dalam Sya'nud Du'aa menyebbutkan
makna Khalaqa Menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya.

Jika dimasukkan ‫ ال‬bermakna Rabb. Maka tidak bisa dipakai nama makhluk kecuali dijadikan sebagai mudhof. Ada
tambahan mudhof ilaihi.

Nama Al-Khaliq dan Al-Khallaq merupakan tanda dan nama Alloh yang paling nampak(dhohir) diantara nama Alloh
yang lainnya. Maka Alloh menanyakan orang kafir dengan kata menyebutkan kata ciptaan. Seperti dalam surat Az-
Zumar ayat 38:

‫ض لَيَقُولُ هن ه‬
ۚ ُ‫َّللا‬ َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ ‫سأ َ ْلت َ ُه ْم َم ْن َخلَقَ ال ه‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َ ‫َولَئِ ْن‬
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka
menjawab: "Allah".

Al-baari (yang mengadakan)

Imam Al-khatabi dalam Sya'nuddu'a mengatakan Al-Baari adalah Al-Khaliq yaitu yang menciptakan demikian juga
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Imam Ibnu Jarir dalam Tafsir Atthobari mengatakan Al baari bermakna Dialah yang
menciptakan dan menjadikannya dengan qudratNya.[Dengan takdir Allah Ta’ala].

Makna ini tidak jauh dengan alkhaliq


1. Yang mengadakan
2. Dzat yang membedakan makhluk yang satu dengan yang lain.
3. Menciptakan manusia dari thuraab tanah.

QS. Thaha ayat 55.

‫ارة ً أ ُ ْخ َرى‬
َ َ ‫ِم ْن َها َخلَ ْقنَا ُك ْم َو ِفي َها نُ ِعي ُد ُك ْم َو ِم ْن َها نُ ْخ ِر ُج ُك ْم ت‬
Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu[37] dan dari
sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain.

Di dalam Alquran ada 3 tempat antara lain di surat Al-Hasyr ayat 24 dan Al-Baqoroh ayat 54.

ِ َ‫س ُك ْم بِاتِخَا ِذ ُك ُم ْال ِع ْج َل فَتُوبُوا ِإلَ ٰى ب‬


‫ارئِ ُك ْم‬ َ ُ‫ظلَ ْمت ُ ْم أ َ ْنف‬
َ ‫س ٰى ِلقَ ْو ِم ِه يَا قَ ْو ِم إِنه ُك ْم‬ َ ‫إِ ْذ قَا َل ُمو‬
‫الر ِحي ُم‬
‫اب ه‬ُ ‫اب َعلَ ْي ُك ْم ۚ ِإنههُ هُ َو الت ه هو‬َ َ ‫ارئِ ُك ْم فَت‬ ِ َ‫س ُك ْم ٰ َذ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَ ُك ْم ِع ْن َد ب‬َ ُ‫فَا ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu
sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu;
maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang".[QS. Al-Baqoroh ayat 54].

Al-Mushawwir (yang membentuk rupa).

Ada di surat Al-Hasyr ayat 24.


Imam Az-Zujaji dalam kitab Ishtiqaq Asmaa Illahil khusna. Al-Mushawwir bermakna menunjukkan pelaku (ismul fail).
Yang melakukan perbuatan membentuk. Yaitu Almushawwir.

Yang dilakukan adalah taswir atau syuurah yaitu membentuk sesuatu dengan sifat-sifat nya dan yang berkaitan
dengannya.

Imam Ibnu Katsir dalam. Tafsir surat Al-Hasyr ayat 24: Dialah yang menghendaki sesuatu maka mengatakan kun
fayakun dalam bentuk(sifat) rupa yang dikehendaki.

Syaikh Al-Amin AsSinqiti dalam kitab Adhoul Bayan. Makna:

Al-khaliq adalah mentaqdirkan sebelum diciptakan.


Al baari bermakna yang mengadakan dari tidak ada sesuai dengan ketentuan taqdir yang telah di tentukan (alkhaliq).
Dan tidak ada sesuatu pun yang menentukan sesuatu dan pasti berhasil menciptakan kecuali Alloh ta'aala.
Al Mushawwir bermakna yang membentuk setiap makhluk dengan rupa yang telah diciptakan atasnya.

Ketiga nama tidak boleh ditujukan kepada makhluk. Dan menunjukkan sifat rububiyah Alloh ta'aala. Jika memiliki sifat
seperti ini maka masuk ke dalam syirik.

Maka, membentuk rupa dengan tangannya sebagai makhluk yang bernyawa. Maka ini dilarang.

Dan hadits-hadits yang menyatakan tentang keharaman hal ini menunjukkan bahwa perbuatan ini adalah dosa
besar. Diantaranya hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ أحيوا ما خلقت ُ ْم‬: ‫ يقا ُل لَهم‬، ‫يوم القيام ِة‬ ُّ ‫إن الهذينَ يصنَعونَ هذِه ال‬
َ َ‫ص َو َر يعذهبون‬ ‫ه‬
“orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan
dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

َ‫المصورون‬
ِ ‫يوم القيام ِة‬
َ ‫َّللا‬ ِ ‫إن أش هد النه‬
ِ ‫اس عذابًا عن َد ه‬ ‫ه‬
“orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:

‫يخلُقوا‬ ‫ ْفليَ ْخلُقوا ه‬، ‫يخلق كخ َْلقي‬


ْ ‫ ِل‬: ‫ أو‬، ً ‫ذرة‬ ُ ‫ذهب‬
َ ‫ ومن أظلم ممن‬: ‫عز وج هل‬ ‫قال هللاُ ه‬
ً ‫ أو شعيرة‬، ً‫حبهة‬
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku?’. Maka
buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum” (HR. Bukhari dan Muslim).

Faedah memahami nama-nama Alloh subhanahu wata'aala:

1. Lebih menambah syukur kita kepadaNya karena menciptakan kita dengan sebaik bentuk.
2. Dengan demikian kita tunduk kepada Allah Ta’ala mencakup seluruh aspek syariat.
3. Mencintai Alloh ta'aala dan mengagungkan Nya.
4. Konsekuensi dari nama-nama Allah ini maka harus ada makna nama nama Alloh. (Dilalah Al-Iltizam).
Dilalah muthobaqoh: Nama-nama-Nya bermakna sama dengan Alloh itu sendiri.
Dilalah tadhomun sifatnya dari nama Alloh ta'aala.
Dilalah Al-Iltizam: konsukensi dari nama-nama-Nya. Maka tidak mungkin yang maha menciptakan itu tidak hidup.
5. Nama dan sifat-sifat-Nya adalah Asmaul Khusna. Nama yang baik dan tidak serupa dengan makhluk. Maka
dilarang menduakan Alloh ta'aala dengan sikap yang tidak pantas untuk makhluk.
Salah satu Asma’ul Husna adalah ‫( ْال َحكِيم‬Al-Hakim). Artinya, Yang memiliki hikmah yang tinggi dalam
penciptaan-Nya dan perintah-perintah-Nya, Yang memperbagus seluruh makhluk-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:

“Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi kaum yang yakin?” (Al-Ma’idah: 50)
Maka, Allah l tidak akan menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tidak akan mensyariatkan sesuatu
yang tiada manfaatnya.
Artinya juga adalah Yang memiliki hukum di dunia dan akhirat. Milik-Nyalah tiga macam hukum yang
tidak seorangpun menyertai-Nya. Dialah yang menghukumi di antara hamba-Nya, dalam (1) syariat-
Nya, (2) taqdir-Nya, dan (3) pembalasan-Nya. Hikmah artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya.
(Tafsir As-Sa’di, hal. 947)
Allah l berfirman:
“Bukankah Allah adalah hakim yang seadil-adilnya?” (At-Tin: 8)
“Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (Yusuf: 80)
Dalam hadits dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya, dia berkata:
ِ ‫ول‬
‫للا‬ ِ ‫ي إِلَى َرس‬ ٌّ ِ‫ َجا َء أَع َْراب‬n َ‫ س ْب َحان‬،‫ِيرا‬ ِ ِ ‫ َو ْال َح ْمد‬،‫يرا‬
ً ‫لِل َكث‬ ً ِ‫ للا أ َ ْكبَر َكب‬،‫ ََل ش َِريكَ لَه‬،‫ ََل إِلَهَ إَِلَّ للا َوحْ َده‬:‫ ق ْل‬:َ‫ قَال‬.‫ع ِلِّ ْمنِي ك َََل ًما أَقوله‬ َ :َ‫فَقَال‬
ْ
‫ارزقنِي‬ ْ ‫ار َح ْمنِي َوا ْه ِدنِي َو‬ َّ
ْ ‫ الله َّم ا ْغف ِْر لِي َو‬:‫ ق ْل‬:َ‫ فَ َما لِي؟ قَال‬،‫ فَ َهؤ ََلءِ ل َِربِِّي‬:َ‫ قَال‬.‫ِيم‬ ِ ‫يز ْال َحك‬ِ ‫هلل ْالعَ ِز‬
ِ ‫ ََل َح ْو َل َوَلَ ق َّوة َ إَِلَّ بِا‬، َ‫ب ْالعَالَمِ ين‬ ِ
ِ ِّ ‫للا َر‬
“Seorang Arab badui datang kepada Rasulullah n lalu berkata: ‘Ajarkan kepadaku sebuah ucapan
yang aku bisa mengamalkannya.” Maka Nabi n berkata: ‘Ucapkanlah:
ِ ‫يز ْال َحك‬
‫ِيم‬ ِ ‫هلل ْالعَ ِز‬
ِ ‫ ََل َح ْو َل َوَلَ ق َّوة َ إَِلَّ بِا‬، َ‫ب ْالعَالَمِ ين‬ ِ َ‫ س ْب َحان‬،‫ِيرا‬
ِ ِّ ‫للا َر‬ ِ ِ ‫ َو ْال َح ْمد‬،‫يرا‬
ً ‫لِل َكث‬ ً ِ‫ للا أ َ ْكبَر َكب‬،‫ ََل ش َِريكَ لَه‬،‫ََل إِلَهَ إَِلَّ للا َوحْ َده‬
‘Tiada ilah yang benar kecuali Allah satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya Allah Maha Besar dengan
sebesar-besarnya, Maha Suci Allah Rabb sekalian alam, tiada daya untuk memindah dari suatu
keadaan kepada keadaan lain serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha
Perkasa dan Maha Memiliki Hikmah.’ Maka Arab badui tadi mengatakan: ‘Ucapan-ucapan itu untuk
Rabb-ku. Lantas apa yang untukku?’ Nabi n mengatakan: ‘Ucapkanlah:
‫ارز ْقنِي‬ ْ ‫ار َح ْمنِي َوا ْه ِدنِي َو‬ ْ ‫اللَّه َّم ا ْغف ِْر لِي َو‬
‘Ya Allah, ampunilah aku, kasihilah aku, berikan petunjuk kepadaku dan berikan rizki kepadaku’.”
(Shahih, HR. Muslim, 4/2074)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t mengatakan: “Hikmah Allah l ada dua macam:
Pertama, hikmah dalam penciptaan-Nya. Karena sesungguhnya Allah l menciptakan makhluk-Nya
dengan benar dan mengandung kebenaran. Allah l menciptakan makhluk seluruhnya dengan
sebaik-baik aturan. Allah l juga mengaturnya dengan aturan yang paling sempurna. Kepada setiap
makhluk Allah l berikan pula postur yang sesuai dengannya. Bahkan Allah l memberikan bentuk
masing-masing kepada setiap bagian dari bagian-bagian makhluk dan setiap anggota tubuh dari
makhluk itu. Sehingga setiap orang tidak akan melihat pada ciptaan-Nya ada kekurangan atau
cacat.
Seandainya seluruh makhluk dari awal hingga akhir bersatu padu untuk mengusulkan suatu bentuk
penciptaan seperti ciptaan Allah l atau yang mendekati ketetapan Allah l pada makhluk-Nya berupa
keindahan dan keteraturan, maka mereka tidak akan mampu. Darimana mereka akan mampu
melakukannya, meski sedikit saja?
Cukuplah bagi para ahli hikmah atau para cendekiawan untuk mengetahui banyak hal dari hikmah-
hikmah Allah l dan melihat sebagian keindahan dan ketelitian yang ada padanya. Ini merupakan
suatu hal yang sangat diketahui secara pasti, berdasarkan apa yang diketahui dari keagungan-Nya
dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya. Juga dengan menelusuri hikmah-hikmah-Nya dalam penciptaan
dan perintah-perintah-Nya.
Allah l juga telah menantang hamba-hamba-Nya untuk memerhatikan serta berulangkali melihat dan
memerhatikan lagi: Apakah mereka mendapati pada makhluk-Nya ada kekurangan dan cacat, dan
bahwa pandangan mereka tentu akan kembali dalam keadaan lemah untuk mengkritik sedikit saja
dari makhluk-Nya.
Kedua, hikmah dalam syariat dan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah l meletakkan syariat-syariat
dan menurunkan kitab-kitab, mengutus para rasul agar mereka memperkenalkan Allah l kepada
hamba-hamba-Nya dan agar hamba-hamba beribadah kepada-Nya. Hikmah mana lagi yang lebih
agung darinya? Dan keutamaan serta kemuliaan apa yang lebih besar darinya? Sesungguhnya
mengenal Allah l dan beribadah kepada-Nya tanpa mempersekutukan-Nya serta mengikhlaskan
amal kepada-Nya, memuji-Nya, bersyukur kepada-Nya, menyanjung-Nya, itu merupakan karunia-
Nya yang terbesar kepada hamba-hamba-Nya secara mutlak. Keutamaan yang terbesar bagi orang
yang Allah l beri karunia kepadanya dan kebahagiaan yang sempurna bagi qalbu dan arwah.
Sebagaimana hal itu juga merupakan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan yang abadi dan
kenikmatan yang kekal. Kalaulah tidak ada dalam syariat-Nya dan perintah-Nya kecuali hikmah
yang agung ini –yang mana hal itu merupakan asal usul segala kebaikan dan kenikmatan yang
paling sempurna, karenanyalah diciptakan makhluk dan (karenanya) berhak mendapatkan
pembalasan, (bahkan karenanya juga) diciptakan al-jannah (surga) dan an-nar (neraka)– maka itu
sudah cukup.
Demikianlah. Padahal syariat dan agama-Nya mencakup segala kebaikan. Berita-berita-Nya
memenuhi qalbu dengan ilmu, yakin, dan iman. Dengan itulah qalbu menjadi istiqamah dan selamat
dari penyelewengan. Juga membuahkan segala akhlak yang indah, amal shalih, petunjuk, dan
bimbingan. Perintah-perintah dan larangan-Nya mencakup hikmah, maslahat dan perbaikan tertinggi
di dunia dan akhirat. Karena sesungguhnya Allah l tidaklah memerintahkan kecuali sesuatu yang
maslahatnya murni (tidak mengandung mafsadah) atau lebih besar (dari mafsadahnya). Dan
tidaklah Allah l melarang kecuali sesuatu yang mafsadah (kerusakan)nya murni atau lebih besar
(dari maslahatnya).
Di antara hikmah syariat Islam di samping itu adalah sebagai maslahat terbesar bagi qalbu, akhlak,
dan amal serta istiqamah dalam jalan yang lurus, hal itu juga maslahat terbesar bagi (urusan) dunia.
Sehingga urusan dunia tidak akan menjadi baik dengan kebaikan yang hakiki, kecuali dengan
agama yang haq, yang dibawa oleh Nabi Muhammad n. Ini perkara yang bisa dirasakan dan
disaksikan oleh setiap orang yang berakal. Karena sesungguhnya umat Muhammad n tatkala
menegakkan agama ini, baik pokok maupun cabangnya, juga seluruh petunjuk dan bimbingannya,
maka keadaan mereka akan sangat baik dan mapan. Tapi tatkala mereka melenceng darinya,
banyak meninggalkan petunjuknya, serta tidak mengambil bimbingannya yang luhur, maka urusan
dunia mereka kacau sebagaimana kacaunya agama mereka.
Demikian pula lihatlah umat-umat lain yang kekuatan, kemajuan dan peradabannya telah mencapai
tingkat tinggi. Namun ketika kosong dari roh agama, rahmat dan keadilannya, maka mudaratnya
lebih besar dari manfaatnya. Kejelekannya lebih besar dari kebaikannya. Ilmuwan serta politikus
tidak mampu untuk menghalau kejahatan yang muncul. Bahkan sekali-kali mereka tidak akan
mampu, selama mereka tetap dalam keadaan semacam itu.
Oleh karenanya, di antara hikmah-Nya, bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad n berupa
agama dan Al-Qur’an adalah bukti terbesar atas kebenaran (kenabian)nya dan kebenaran apa yang
dibawanya, karena (syariatnya) tertata dan sempurna. Sehingga sebuah kebaikan tidak akan
menjadi baik kecuali dengannya. (Dinukil dari Syarh Al-Qashidah An-Nuniyah karya Muhammad
Khalil Harras: 2/84-86)
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Al-Harras juga menyebutkan makna lain, yaitu:
“Al-Hakiim bermakna Al-Haakim, yang berarti Yang memiliki hukum yakni yang menetapkan sesuatu
bahwa ini harus demikian atau tidak demikian. Atau bermakna Al-Muhkim, yakni Yang
mengokohkan sesuatu.” (Syarh Al-Qashidah An-Nuniyah karya Muhammad Khalil Harras, 2/81)
Buah Mengimani Nama Al-Hakim
Di antara buah mengimani nama ini adalah bahwa kita harus mensyukuri nikmat Allah l, yang
memberikan hidayah kepada kita untuk menjalankan agama ini. Karena ternyata seluruh ajarannya
penuh dengan hikmah. Juga kita harus bersyukur dan sabar terhadap semua ketentuan Allah l,
karena semua ketentuannya juga penuh dengan hikmah. Sebagaimana juga membuahkan
ketundukan kita kepada Allah l, karena kita semua berada di bawah hukum-Nya. Wallahu a’lam
bish-shawab

Kata Ar-Razzaq terambil dari kata “Razaqa” atau “Rizq” yakni rezeki. Yang pada mulanya ditulis oleh pakar
bahasa arab Ibnu Faris berarti “Pemberian untuk waktu tertentu”. Di sini terlihat perbedaan dengan

“Alhibah” dan di sini jugha dapat di pahamiperbedaan antara “Ar Razzaq” dan “Al-wahab”. Namun
demikian, arti asal dari perkembangan, sehingga rezeki antara lain diartikan pangan,pemenuhan

kebutuhan, gaji hujan dan lain – lain, bahkan demikian luas dan berkembang pengertiannya sehingga “

anugrah kenabian” pun dinamai rezek. Nabi syuaib yang berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku

bagaimana fikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari tuhanku dan dia menganugrahi aku dari-

nya rezeki yang baik? (yakni kenabian)” (Q.S Hud 11:88)

Dalam AL-Qur’an kata Ar-razaaq hanya ditemukan sekali, yakni pada Q.S Az-Zariyat 51:58, tetapi

beberapa ayat – ayat yang menggunakan akar kata ini, yang menunjukan kepada Allah SWT.

v Makna Tekstual

Ar Razzaq ialah dzat yang menciptakan rezeki dan sebab-sebabnya. Di katakan bahwa Ia adalah yang

memberikan kepada segala yang ada, dengan karunia-Nya, segala yang dapat memelihara materi dan

bentuknya. Dia memberikan ilmu kepada akal, memberikan pemahaman kepada hati,

memberikan tajalli dan musyahadah kepada jiwa, memberikan makanan yang cocok untuk tubuh sesuai

dengan keinginan, ada yang dilapangkan-Nya dan ada pula yang disempitkan-Nya tanpa ada yang

menghalangi-Nya. Dengan kata lain Ar-Razzaq adalah Dzat yang menciptakan rezeki dan orang yang

minta rezeki, kemudian menghubungkan antara keduanya, dan juga menciptakan sebab-sebab untuk

mendapatkan kesenangan dengan rezeki itu bagi mereka.

Sifat Ar Razzaq ini bagi seorang yang beriman ialah dengan mengakui dan meyakini bahwa hanya Allah

SWT bersifat Maha Pemberi.

”Dialah yang memperhatikan kepada kamu ayat – ayatnya dan menurunkan untuk kamu dari langit rizki..

Dan tidak mendapat pelajaran kecuali orang – orang yang kembali.. Maka sembahlah Allah dengan

memurnikan ketaatan padanya, meskipun orang – orang kafir tidak menyukai”. (QS.Ghafir:13-14)

Dalam kitab Shahih Al Jami’ disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah Saw yang berbunyi, “Sesungguhnya

malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan mati sampai tiba masanya

dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-

malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena

sesungguhnya Allah tidak akan memberikan apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”

Pada ayat 13-14 dapat dipahami sebagai tertuju pada manusia seluruhnya yang hidup dipentas bumi ini –

baik mukmin maupun kafir, atau paling tidak untuk orang – orang mukmin. Dengan demikian, ayat – ayat

ini bukanlah bagian dan lanjutan dari kecaman yang ditunjukan pada penghuni neraka. Yang direkam oleh

ayat – ayat yang lalu. Kendati demikian ayat sebelumnya yang ditutup dengan sifat Allah, maha tinggi dan

maha besar. Ayat – ayat diatas melukiskan sekelumit dari ketinggian dan kebesaran Allah itu yakni: Dialah
saya yang maha tinggi lagi maha besar itu, yang senantiasa memperhatikan kepada kamu yaitu memberi

kamu potensi untuk melihat dengan pandangan mata atau hati ayat – ayat yakni tanda – tanda
kekuasaannya dan dari saat ke saat menurunkan pada dasarnya untuk kamu dari langit rizki yang banyak

seperti hujan, sinar matahari dan tidaklah mendapat pelajaran secara baik dari ayat – ayat itu kecuali

orang – orang yang bermaksud kembali dari saat kesaat kepada Allah. Nah, jika demikian itu hanya Ayat –

ayat yang diperlukan Allah kepada kamu, maka sembahlah Allah yang maha Esa dengan memurnikan

ketaatan hanya kepadanya semata – mata, meskipun orang – orang kafir tidak menyukai penyembahan

kamu itu.

Didahulukannya kalimat untuk kamu sebelum kalimat dari langit bertujuan menentukan betapa nikmat

tersebut pada dasarnya diperuntukan pada umat manusia. Kalu ada selain manusia yang meraih manfaat

apa yang turun dari langit itu, tetapi pada akhirnya manfaat dari keberadaan binatang dan tumbuh –

tumbuhan adalah untuk manusia juga.

Sayyid Quthub tidak menutup kemungkinan memahami risalah keagamaan sebagai bagian dari rezeki

Allah yang turun dari langit.Sedang Thabathaba’I memahaminya dalam arti semua rizki (anugrah ilahi)

yang dapat dimanfaatkan menurutnya yang dimaksud dengan menurunkan dari langit adalah yang

dinampakkan Allah dalam kenyataan setelah yang tadinya gaib atau tidak terlihat atau terjangkau sejalan

dengan firmannya: QS.Ghafir:13-14. ( Tafsir Al – Misbah )

v Makna kontekstual

Ar-Razzaq adalah Allah yang berulang-ulang dan banyak sekali memberi rezeki kepada mahluk-

mahluknya. Imam Ghazali ketika menjelaskan arti Ar-Razzaq menulis bahwa, “Dia yang menciptakan

rezeki dan menciptakan yang mencari rezeki, serta dia yang mengantarnya kepada menreka dan

menciptakan sebab – sebab sehingga mereka dapat menikmatinya”.

Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah Swt. Bahkan tidak sedikit dari

mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat. Padahal tertulis jelas di dalam Qs. Hud ayat

”Dan tidak ada sesuatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya, dan Dia

mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab

yang nyata (Lauh mahfuzh)’’ (Qs Hud ayat 6).

Sebab itu tidak usah panik dalam mencari karunia Allah Swt berupa rezeki. Yakinilah bahwa rezeki itu

datang, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.

“Sesungguhnya rezeki itu akan mecari seseorang dan bergerak lebih cepat dari pada ajalnya.” HR.

Thabrani
secara luas (sebagaimana ditunjukkan oleh shighah mubalaghah)

bentuk kata yang menyangatkan. Adapun rezki yang ada di alam semesta

ini berasal dari Allah Ta’ala.

v Aplikasinya

Rezeki itu ada dua macam. Pertama, rezeki lahir berupa makanan untuk tubuh. Kedua, rezeki batin berupa

ilmu pengetahuan dan mukasyafah untuk kalbu. Yang keedua ini merupakan jenis rezeki yang paling

mulia, sebab buahnya adalah kehidupan yang abadi. Sedangkan rezeki lahir itu buahnya adalah kekuatan

jasmani untuk jangka wakLu yang singkat saja. Allah SWT mengatur kedua macam rezeki itu dan

diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya:

1. Rezki yang manfaatnya berlanjut sejak di dunia hingga di akhirat,

yaitu rezki hati. Contohnya: ilmu, iman, dan rezki halal.

2. Rezki yang secara umum diberikan kepada seluruh manusia, yang shalih

maupun yang tidak, termasuk binatang dan lain-lain. Contohnya: harta, hujan, dll

Adapun ayat yang dapat memperkuat ayat di atas adalah:

“Dan engkau beri rizki siapa yang engkau kehendaki tanpa batas” (QS..AL-Imron:27)

Hadits riwayat HR. Muslim:

Hai manusia, jika dari generasi pertama sampai terakhir, baik jin dan manusia berkumpul dalam satu

tempat untuk meminta kepadaKu, lalu masing-masing orang meminta untuk dipenuhi kebutuhannya,

niscaya hal tersebut tidak mengurangi sedikit pun dari kekuasaanKu, kecuali hanya seperti jarum yang

dicelupkan di laut. (HR.Muslim)

Sungguh sentuhan yang menyadarkan hati kepada hakikat besar – hakikat ke Esaan tuhan, kesatuan

keadilan, kesatuan tindakan, kesatuan penciptaan, kesatuan kepemilikan dan kesatuan kebijaksanaan

dalam memberi kemudian kesatuan penghambaan kepada yang maha adil pemilik kekuasaan yang

memuliakan dan menghinakan, yang menghidupkan dan yang mematikan, yang memberi dan mencegah,

dan yang menata semua persoalan alam semesta alam serta manusia dengan adil dan baik.

Penjelasan diatas menegaskan penolakan terhadap sikap manusia yang diberi bagian Al-Kitab, kemudian

mereka berpaling dan enggan berhukum kepada kitab Allah, seperti yang dijelaskan dalam paragraf yang

lalu. Padahal system Allah mengatur semua urusan alam semesta berikut manusia. Pada saat yang sama

muncul peringatan dalam paragraf berikut terhadap orang – orang kafir sebagai pemimpin padahal segala

persoalan ditangan Allah dan dialah wali atau pemimpin orang – orang beriman. (Taafsir Fi- Zhilalil
Qur’an)
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscahaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan

memberinya rizki dari arah yang dia tidak terduga”.(QS,Ath – Thalaq:1)

Kiranya tidak disalah pahami dengan berkata: Banyak orang bertakwa yang kehidupan materialnya

terbatas. Yang perlu diingat bahwa ayat diatas tidak mengatakan akan menjadikannya kaya – raya. Disisi

lain rizki tidak hanya dalam bentuk materi, kepuasan hati adalah kekayaan yang tidak pernah habis. Ada

juga rizsinya yang bersifat pasif. Contoh si A yang setiap bulan katakana lah mnerima lima juta rupiah

tetapi dia atau salah seorang keluarganya sakit – sakitan lebih sedikit disbanding dengan si B yang hanya

memperoleh dua juta tetapi sehat dan hatinya tenang. Sekali lagi kata rizki tidak selalu bersifat material,

tetapi juga bersifat sepiritual. Kalu ayat ini menjelaskan rizki dan kecukupan bagi orang bertakwa, maka

melalui Rosulullah saw mengancam siapa yang durhaka dengan kesempitan rizki. Beliau bersabda “tidak

ada yang menampik takdir kecuali doa, tidak ada yang menambah umur kecuali kebajikan yang luas, dan

sesungguhnya seseorang dihindarkan dari rizki akibat doa yang dilakukannya”. (HR. Ibn Majah, Ibn Hibban

dan Al Hakim melalui Tsau ban ra)

Keberuntungan seorang hamba dari sifat Ar-Razzaq akan diperoleh dengan dua syarat. Pertama, haruslah

diketahui hakikat sifat ini; bahwa tidaklah pantas kecuali bagi Allah SWT oleh karena itu ia tidak

menunggu-nunggu rezeki kecuali dari-Nya, dan tidaklah bertawakal dalam urusan rezeki itu kecuali

kepada-Nya. Kedua, hendaklah ia meminta kepada Allah SWT agar mengaruniakan kepadanya ilmu yang

bisa menunjuki dan lisan yang bisa menuntut, serta tangan yang suka bersedekah. Dan hendaklah ia

menjadi sebab sampainya rezeki yang mulia ke dalam hati dengan perkataan dan perbuatannya.

Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memperbanyak kebutuhan makhluk kepada-Nya dan

membuat suka kepada diri-Nya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Manfaat dari sifat Ar-Rozzaq secara psikis


1. Membuat seseorang tidak kikir
2. Termotivasi
3. tenang hati dan pikiran
4. Optimis
5. Bersikap dan berpikir Positif
6. Dll

Ciri – ciri dari seseorang yang memiliki sifat Ar-Rozzaq


 Peka terhadap linggkungan
 Bersodakoh
 Ikhtiar
 Memiliki keyakinan bahwa Rezeki itu Allah yang mengaturnya
 Al-Malik (dibaca pendek mimnya, bukan Málik), dari segi bahasa berarti raja atau penguasa.
Nama terbaik Allah SWT ini mengandung pengertian bahwa Allah SWT itu Maha Memiliki
Kekuasaan, Kerajaan, dan Kepemilikan. Ketiga cakupan makna al-Malik jika dirujuk kepada
makna dasarnya, yaitu mim-lám-káf, maka ini menunjukkan makna kekuatan dan kesahihan.
Karena Maha Kuat dan tidak mungkin ada yang mengalahkan, maka Allah SWT Maha
Kuasa, Maha Merajai, dan Maha Memiliki segalanya.
 Kekuasaan dan kerajaan Allah SWT itu sempurna dan pasti tidak terbatas dan lintas batas
(lintas waktu atau sepanjang masa, lintas umat dan bangsa, lintas agama dan budaya, lintas
alam semesta, dan lintas segalanya). Kekuasaan-Nya itu Maha Tinggi, tidak dapat disentuh
dan dipengaruhi oleh siapapun.
 Oleh karena itu, sebagai hamba al-Malik (‘abd al-Malik), manusia harus bersikap rendah
hati, tidak sombong, tidak semena-mena, dan tidak arogan dengan kekuasaan semu dan
sementara yang dimilikinya, seperti kekuasaan politik, jabatan kementerian, kepemimpinan
pada sebuah institusi, kepengurusan pada sebuah organisasi atau partai dan sebagainya.
Karena Allah, al-Malik, adalah Pemberi sekaligus Pencabut kekuasaan makhluk-Nya,
termasuk kekuasaan manusia yang bersifat duniawi. Selain itu, kekuasaan yang dimiliki
manusia itu berpotensi menjadikannya mulia atau sebaliknya terhina.
 Kekuasaan semu yang dimiliki manusia hendaknya menjadi sarana atau ladang berinvestasi
kebaikan, sehingga menjadikannya mulia, bukan sebaliknya menjadi “aji mumpung” untuk
memperkaya diri, melakukan korupsi berjamaah, menjadikan kementerian yang dipimpinnya
sebagai “sapi perahan” atau ATM bagi partainya. Penyalahgunaan kekuasaan itu kelak akan
dimintai pertanggungjawaban dari al-Malik.
 Perbuatan dan kekuasaan al-Malik tidak ada yang memintai pertanggungjawaban. Al-Malik
tidak dikecam dan dicaci maki atas segala perbuatan dan kebijaksanaan-Nya. Sebaliknya
manusia wajib mempertanggungjawabkan sikap dan perbuatannya di hadapan al-Malik,
yang Maha Merajai dari perhitungan dan pembalasan amal manusia. Dengan demikian,
mengimani Allah al-Malik hendaknya menyadarkan kita semua untuk memiliki tangung jawab
yang tinggi, sehingga kita bersikap mawas diri dan hati-hati (bertakwa) memilih dan
menentukan sikap dan perbuatan dalam hidup di dunia yang fana ini. Meneladani sifat al-
Malik mengharuskan setiap Muslim untuk bersikap sami’na wa atha’na, menjadi hamba yang
taat, takwa, shalih dan mushlih (reformis, selalu memperbaiki) kualitas hidupnya.

 Dll

 Al-Hasib adalah Dia yang mencukupi karena Dia yang dibutuhkan oleh apa yang dimiliki-
Nya. Allah adalah pengukur setiap sesuatu dan Dia yang mencukupinya. Sifat ini mustahil
dimiliki oleh selain Allah karena tidak ada eksistensi yang dapat mencukupi eksistensi lain
kecuali Allah Swt. Dia sajalah yang mencukupi segalanya bukan hanya untuk sebagian benda
saja. Segala sesuatu menjadi ada karena Dia. Eksistensi segala sesuatu yang ada dapat
mempertahankan eksistensinya serta menjadi sempurna juga karena Dia.
 Manusia tidak mungkin memiliki sifat ini kecuali dengan kiasan. Meskipun seseorang dapat
dianggap mampu memenuhi kebutuhan orang lain, dia bukanlah yang memenuhi kebutuhan
karena dia membutuhkan tempat untuk menerima pemberiannya.
 Hikmah dari sifat Al-Hasib bagi manusia adalah bahwa Allah sajalah yang dapat memenuhi
kebutuhannya dalam kaitan dengan niat dan kehendaknya sehingga yang diinginkannya
hanyalah Allah Swt. Di dalam Al-Qur’an, ini (Hasbunallahu wa ni’malwakiil) ada pada surat
Ali Imran ayat 173 sebagai berikut.

Sumber: sayahafiz.com
 (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang
mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan
untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan)
itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah
(menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”


Anda mungkin juga menyukai