Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH TERMODINAMIKA

Pemicu IV
“Vapor-Liquid Equilibria”
AMAN JUDUL

KELOMPOK 5
Syafiq Rayza 1306370606
Fitriani Meizvira 1406565493
Irfan Aditya 1406531800
Sari Dafinah Ramadhani 1406531832
Pristi Amalia N 1506695410

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK
APRIL 2016
DAFTAR ISI

Daftar Isi 1

Part 1 2

Part 2 19

Part 3 22

Daftar Pustaka 31

1
Part 1
Amir were assigned to design a distillation colum to separate binary mixture of methanol
and ethyl acetate. The only information available was the distillation column will operate
at 1 bar. From the internet he found the following diagram:

a) How could you describe a vapor-liquid mixture using phase diagram? Explain using two
and three dimensional phase diagram. Differentiate a bubble point, a dew point, and a
flash point.

Jawaban:
Vapor Liquid Equilibrium direpresentasikan dengan gambar 1. Diagram tersebut
menggambarkan hubungan antara tekanan, suhu, dan massa pada volume konstan dari
campuran dua buat zat dalam diagram 3 dimensi

2
Gambar 1. Diagram Fasa VLE

Lapisan permukaan atas diagram merupakan lapisan saturated liquid. Di atasnya permukaan
tadi terdapat zat dalam fasa subcooled liquid sepenuhnya. Lapisan permukaan bawah diagram
merupakan lapisan saturated vapor. Di bawahnya merupakan zat dalam fasa superheated
steam sepenuhnya. Kedua lapisan ini bertemu pada garis K-L-M dan K-A-C2. Titik C1 dan C2
merupakan titik kritis dari masing-masing senyawa. Kedua titik kritis tersebut saling
berhubungan melalui garis lengkung pada puncak diagram. Titik-titik kritis dari campuran
berada di sepanjang garis lengkung tersebut.

Pada gambar diagram diatas, apabila kita menurunkan tekanan pada temperatur konstan di
poin F, maka kita akan sampai pada titik L. Titik L ini berada tepat di permukaan lapisan atas
diagram. Titik L ini disebut sebagai bubble point. Hal ini dikarenakan pada titik ini maka
lapisan tepat akan menguap (bubbling). Lapisan permukaan atas tersebut juga disebut sebagai
lapisan bubble point surface. Titik V terhubung dengan titik L garis lurus horizontal yang
disebut sebagai tie line.

Jika pada titik L tekanan masih diturunkan lagi, maka kita akan tiba di titik W. Titik W
ini terletak di lapisan permukaan bawah. Di titik ini cairan akan hilang dan berubah

3
sepenuhnya menjadi uap apabila tekanan diturunkan sedikit saja. Titik ini disebut sebagai
dew point. Dan lapisan permukaannya disebut sebagai dew point surface.

Karena bentuknya yang rumit, maka umumnya pembacaan grafik diproyeksikan ke


dalam dua dimensi. Ada grafik P-x,y dan T-x,y. Grafik P-x,y ditunjukkan pada gambar 2 di
bawah

Gambar 2. Diagram P-x,y

Seandainya kita memiliki sebuah cairan dengan fraksi 0,6 terhadap total jenis cairan di dalam
suatu wadah, maka kita tinggal menarik garis lurus vertikal dari titik 0,6 ke garis nyata pada
gambar 2. Kemudian dengan mengikuti tie line, kita dapat mengetahui fraksi dari vapor zat
yang sama terhadap total vapor di dalam wadah tersebut.

4
Gambar 3. Diagram T-x,y

Gambar 3 adalah proyeksi diagram T-x,y. Pada diagram ini akan terbentuk loop-loop yang
memiliki komposisi berbeda. P-T pada saat saturated liquid dengan saturated vapor pada
komposisi yang sama adalah berbeda. Hal yang perlu dicermati pada saat dua titik berbeda
loop berada di titik perpotongan seperti pada titik A dan titik B, maka kedua zat tersebut
berada di dalam kondisi setimbang.

Titik-titik kritis berada pada ujung-ujung loop. Titik kritis dari masing-masing loop ini
berhubungan melalui garis lengkung. Pada pure substance titik kritis adalah titik tertinggi
untuk T dan P dimana zat masih dapat dibedakan antara cairan dan uap. Akan tetapi, pada
campuran hal ini boleh jadi tidak berlaku ; karenanya kondensasi bisa saja terjadi sebagai
akibat dari penurunan tekanan.

Salah satu penerapan VLE adalah flash calculation. Fenomena ini terjadi ketika cairan pada
tekanan sama atau lebih besar dari tekanan bubble point “flashes” atau berevaporasi sebagian
ketika tekanan tersebut direndahkan sehingga menghasilkan vapor dan cairan di equilibrium.
Dengan kata lain tekanan berada diantara bubble point pressure dan dew point pressure. Titik
dimana fenomena ini terjadi disebut sebagai flash point.

b) Explain the procedure to carry out BublP, BublT, DewP, and DewT calculations using
Raoult’s law

Jawaban:

Berdasarkan yang diketahui dan yang harus dihitung :

1. BublP : Diketahui xi dan T, menghitung yi dan P


2. DewP : Diketahui yi dan T, menghitung xi dan P
3. BublT : Diketahui xi danP, menghitung yi dan T
4. DewT : Diketahui yi dan P, menghitung xi dan P

Persamaan yang dipakai dalam perhitungan dengan Raoult’s Law :

Hukum Raoult dinyatakan dengan

5
𝑦𝑖 𝑃 = 𝑥𝑖 𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖 = 1,2, . . . , 𝑁

xi adalah komposisi spesi i pada fasa liquid dan yi adalah komposisi spesi i pada fasa uap

Karena ∑I yi = 1 maka persamaan di atas menjadi

𝑃 = ∑ 𝑥𝑖 𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡
𝑖

Untuk sistem biner dengan x2= 1-x1 dimana komposisi uap tidak diketahui perhitungan
bubble point.

𝑃 = 𝑃2𝑠𝑎𝑡 + (𝑃1𝑠𝑎𝑡 − 𝑃2𝑠𝑎𝑡 )𝑥1

Persamaan di atas juga dapat diselesaikan dengan ∑I xi = 1

1
𝑃=
∑𝑖 𝑦𝑖 /𝑃𝑖𝑠𝑎𝑡

1. Menghitung BublP (Bubble Point pada P tertentu)


Perlu diketahui nilai xi pada Bubble Point, suhu, dan persamaan Antoine untuk nilai Psat
untuk tiap spesi atau nilai Psat tiap spesi pada suhu yang sesuai dengan yang diketahui.
Contoh prosedur pada sistem biner dengan spesi A sebagai (1) dan spesi B sebagai (2)
a. Mengetahui nilai P1sat dan P2sat pada suhu T. Jika tidak diketahui langsung maka
menggunakan persamaan Antoine yaitu
𝐵
𝑙𝑛𝑃(𝑘𝑃𝑎) = 𝐴 −
𝑇( 0.𝐶) +𝐶
b. Setelah mendapat nilai Psat untuk tiap spesi pada suhu T dan nilai x1 diketahui maka
nilai P dapat dihitung dengan mengggunakan persamaan 𝑃 = 𝑃2𝑠𝑎𝑡 + (𝑃1𝑠𝑎𝑡 −
𝑃2𝑠𝑎𝑡 )𝑥1

c. Dengan nilai P diketahui maka komposisi uap pada spesi 1 dapat diketahui dengan
𝑥1 𝑃1 𝑠𝑎𝑡
𝑦1 =
𝑃

2. Menghitung DewP (Dew Point pada P tertentu)

6
Perlu diketahui nilai yi pada Dew Point, suhu, dan persamaan Antoine untuk nilai Psat
untuk tiap spesi atau nilai Psat tiap spesi pada suhu yang sesuai dengan yang diketahui.
Contoh prosedur pada sistem biner dengan spesi A sebagai (1) dan spesi B sebagai (2)
a) Mengetahui nilai P1sat dan P2sat pada suhu T. Jika tidak diketahui langsung maka
menggunakan persamaan Antoine yaitu
𝐵
𝑙𝑛𝑃(𝑘𝑃𝑎) = 𝐴 −
𝑇( 0.𝐶) +𝐶

b) Setelah mendapat nilai Psat untuk tiap spesi pada suhu T dan nilai x1 diketahui maka
nilai P dapat dihitung dengan mengggunakan
1
𝑃=
𝑦1 ⁄𝑃1𝑠𝑎𝑡 + 𝑦2 /𝑃2𝑠𝑎𝑡

c) Dengan nilai P diketahui maka komposisi cair pada spesi 1 dapat diketahui dengan
𝑦1 𝑃
𝑥1 =
𝑃1𝑠𝑎𝑡

3. Menghitung BublT( Bubble Point pada T tertentu)


4. Perlu diketahui nilai xi pada bubble point, tekanan, persamaan Antoine untuk nilai Psat dan
nilai T untuk tiap spesi . Contoh prosedur pada sistem biner dengan spesi A sebagai (1)
dan spesi B sebagai (2)
a) Dengan mengubah
𝑃 = 𝑥1 𝑃1𝑠𝑎𝑡 + 𝑥2 𝑃2𝑠𝑎𝑡
𝑃1𝑠𝑎𝑡
𝑃 = 𝑃2𝑠𝑎𝑡 (𝑥1 + 𝑥2 )
𝑃2𝑠𝑎𝑡

𝑃
𝑃2𝑠𝑎𝑡 =
𝑃 𝑠𝑎𝑡
(𝑥1 1𝑠𝑎𝑡 + 𝑥2 )
𝑃2
Dengan α= P1sat/P2sat maka didapatkan persamaan baru yaitu
𝑃
S𝑃2𝑠𝑎𝑡 = (𝑥
1 𝛼+𝑥2 )

b) Mengubah persamaan α menjadi lnα dengan persamaan Antoine


𝑙𝑛𝛼 = 𝑙𝑛𝑃1𝑠𝑎𝑡 − 𝑙𝑛𝑃2𝑠𝑎𝑡

7
𝐵1 𝐵2
𝑙𝑛𝛼 = (𝐴1 − 𝐴2 ) − +
𝑇 + 𝐶1 𝑇 + 𝐶2

c) Melakukan iterasi untuk mendapat nilai suhu dengan prosedur sebagai berikut
1) Menentukan nilai inisial untuk α
2) Menghitung nilai P2sat
3) Menghitung nilai suhu dengan persamaan Antoine pada spesi 2
𝐵
𝑇= −𝐶
𝐴 − 𝑙𝑛𝑃2𝑠𝑎𝑡
4) Dengan nilai T diketahui mencari nilai α baru
5) Melakukan kembali perhitungan dari langkah 2) hingga T konvergen, konvergen
terjadi ketika nilai αn-α(n-1)<10-4 dan Tn-T(n-1)<10-4

d) Melakukan perhitungan P1sat dengan persamaan Antoine dengan T dari hasil iterasi
sebelumnya.
e) Dengan nilai P1sat diketahui maka nilai komposisi fasa uap spesi 1 dapat dicari dengan
menggunakan
𝑥1 𝑃1𝑠𝑎𝑡
𝑦1 =
𝑃
5. Menghitung DewT( Dew Point pada T tertentu)
Perlu diketahui nilai yi pada Dew point, tekanan, persamaan Antoine untuk nilai P sat dan
nilai T untuk tiap spesi . Contoh prosedur pada sistem biner dengan spesi A sebagai (1)
dan spesi B sebagai (2)
a) Dengan mengubah
1
𝑃=
𝑦1 ⁄𝑃1 𝑠𝑎𝑡 + 𝑦2 ⁄𝑃2 𝑠𝑎𝑡
1 𝑃2𝑠𝑎𝑡
𝑃 = 𝑃1𝑠𝑎𝑡 ( + 𝑠𝑎𝑡 )
𝑦1 𝑃1 𝑦2

𝑃1𝑠𝑎𝑡 𝑦2
𝑃1𝑠𝑎𝑡 = 𝑃(𝑦1 + )
𝑃2𝑠𝑎𝑡
Dengan α= P1sat/P2sat maka didapatkan persamaan baru yaitu

𝑃1𝑠𝑎𝑡 = 𝑃(𝑦1 + 𝑦2 𝛼)

8
b) Melakukan iterasi untuk mendapat nilai suhu dengan prosedur sebagai berikut
1) Menentukan nilai inisial untuk α
2) Menghitung nilai P1sat
3) Menghitung nilai suhu dengan persamaan Antoine pada spesi 1
𝐵
𝑇= −𝐶
𝐴 − 𝑙𝑛𝑃1𝑠𝑎𝑡
4) Dengan nilai T diketahui mencari nilai α baru
5) Melakukan kembali perhitungan dari langkah 2) hingga T konvergen, konvergen terjadi
ketika nilai αn-α(n-1)<10-4 dan Tn-T(n-1)<10-4
c) Melakukan perhitungan P1sat dengan persamaan Antoine dengan T dari hasil iterasi
sebelumnya.
d) Dengan nilai P1sat diketahui maka nilai komposisi fasa cair spesi 1 dapat dicari dengan
menggunakan persamaan
𝑦1 𝑃
𝑥1 =
𝑃1𝑠𝑎𝑡

c) Explain the procedure to carry out BublP using one of the activity coefficient merthods

Jawaban:

Pada dasarnya perhitungan dengan aktivitas koefisien hampir sama dengan perhitungan
dengan hukum Raoult hanya saja ditambahkan faktor koreksi berupa aktivitas koefisien untuk
asumsi pada liquid. Persamaan yang dipakai dalam perhitungan BublP dengan koefisien
aktivitas adalah

𝑦𝑖 𝑃 = 𝑥𝑖 𝛾𝑖 𝑃𝑖𝑠𝑎𝑡 𝑖 = 1,2, . . . , 𝑁

Dengan γ adalah koefisien aktivitas

Karena ∑I yi = 1 maka persamaannya menjadi

𝑃 = ∑ 𝑥𝑖 𝛾1 𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡
𝑖

Menghitung BublP (Bubble Point pada P tertentu)

Perlu diketahui nilai xi pada Bubble Point, suhu, besar koefisien aktivitas atau korelasinya,
dan persamaan Antoine untuk nilai Psat untuk tiap spesi atau nilai Psat tiap spesi pada suhu

9
yang sesuai dengan yang diketahui. Contoh prosedur pada sistem biner dengan spesi A
sebagai (1) dan spesi B sebagai (2)

a) Mengetahui nilai P1sat dan P2sat pada suhu T. Jika tidak diketahui langsung maka
menggunakan persamaan Antoine yaitu
𝐵
𝑙𝑛𝑃(𝑘𝑃𝑎) = 𝐴 − 0
𝑇( 𝐶) + 𝐶

b) Mencari nilai koefisien aktivitas pada tiap spesi dari data atau persamaan korelasi
c) Setelah mendapat nilai Psat untuk tiap spesi pada suhu T, koefisien aktivitas untuk spesi 1
dan 2, dan nilai komposisi liquid x1 dan x2 diketahui maka nilai P dapat dihitung dengan
mengggunakan
𝑃 = 𝑥1 𝛾1 𝑃1𝑠𝑎𝑡 + 𝑥2 𝛾2 𝑃2𝑠𝑎𝑡
d) Dengan nilai P diketahui maka komposisi uap pada tiap dapat diketahui dengan persamaan
𝑥𝑖 𝛾𝑖 𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡
𝑦𝑖 =
𝑃

d) Repeat what Amir has done.

Jawaban:

Hal yang dilakukan Amir adalah membuat ulang diagram T-x-y untuk kesetimbangan
uap-cair campuran metanol-etil asetat. Pertama Amir menggunakan pendekatan Hukum
Raoult untuk mendapatkan diagram T-x-y tersebut, namun hasilnya tidak baik. Selanjutnya
adalah menggunakan pendekatan koefisien aktivitas dengan persamaan Margules, dengan
menggunakan data eksperimen.

10
Gambar 1. Diagram T-x-y kesetimbangan uap-cair metanol dengan etil asetat

Tabel 1. Data eksperimen


T [K] x1 [mol/mol] y1 [mol/mol]
347,95 0,019 0,079
347,15 0,024 0,093
345,45 0,056 0,181
340,25 0,181 0,384
337,85 0,311 0,492
337,35 0,35 0,52
336,75 0,403 0,557
335,75 0,566 0,64
335,55 0,616 0,675
335,55 0,646 0,678
335,45 0,708 0,711
335,25 0,72 0,716
335,45 0,734 0,717
335,65 0,743 0,732
335,75 0,744 0,733
335,65 0,81 0,779
335,55 0,815 0,784
335,95 0,889 0,846
336,45 0,939 0,903

11
Dengan menggunakan persamaan Antoine maka akan didapatkan nilai tekanan uap jenuh
untuk masing-masing komponen. Persamaan yang digunakan adalah:

𝐵𝑖
𝑙𝑜𝑔𝑃𝑖𝑠𝑎𝑡 (𝑚𝑚𝐻𝑔) = 𝐴𝑖 − … (1)
𝐶𝑖 + 𝑇(°𝐶)

Konstanta Antoine untuk masing-masing komponen adalah:

Tabel 2. Konstanta Antoine


A B C
Metanol (1) 7,97328 1515,14 232,85
Etil asetat (2) 7,10179 1244,95 217,88

Setelah mendapatkan nilai tekanan uap jenuh, persamaan-persamaan di bawah ini digunakan
𝐺𝐸
untuk memperoleh grafik x1 vs , dimana dari slope dan intercept yang didapatkan dari
𝑅𝑇𝑥1𝑥2

grafik tesebut akan diperoleh nilai parameter persamaan Margules, yaitu A12 dan A21.
Persamaan-persamaan yang digunakan adalah:

𝑥2 = 1 − 𝑥1 … (2)

𝑦2 = 1 − 𝑦1 … (3)

𝑦𝑖 𝑃
𝛾𝑖 = … (4)
𝑥𝑖 𝑃𝑖𝑠𝑎𝑡

𝐺𝐸
= 𝑥1 𝑙𝑛𝛾1 + 𝑥2 𝑙𝑛𝛾2 … (5)
𝑅𝑇

Sehingga diperoleh tabulasi data untuk memperoleh nilai parameter Margules, A12 dan A21,
sebagai berikut:

Tabel 3. Tabulasi data untuk mencari parameter Margules


T P1 sat P2 sat GE GE
x1 y1 x2 y2 ln γ1 ln γ2
[°C] [mmHg] [mmHg] RT RTx1 x2

74,8 1117,887 704,966 0,019 0,079 0,981 0,921 1,0391 0,0121 0,0316 1,6938
74 1085,320 686,293 0,024 0,093 0,976 0,907 0,9982 0,0287 0,0520 2,2183

12
72,3 1018,708 647,921 0,056 0,181 0,944 0,819 0,8802 0,0175 0,0658 1,2450
67,1 835,548 541,051 0,181 0,384 0,819 0,616 0,6574 0,0550 0,1640 1,1064
64,7 760,726 496,747 0,311 0,492 0,689 0,508 0,4577 0,1205 0,2254 1,0517
64,2 745,860 487,894 0,35 0,52 0,65 0,48 0,4147 0,1400 0,2362 1,0381
63,6 728,339 477,439 0,403 0,557 0,597 0,443 0,3662 0,1665 0,2470 1,0266
62,6 699,898 460,415 0,566 0,64 0,434 0,36 0,2053 0,3143 0,2526 1,0282
62,4 694,322 457,069 0,616 0,675 0,384 0,325 0,1818 0,3417 0,2432 1,0282
62,4 694,322 457,069 0,646 0,678 0,354 0,322 0,1387 0,4137 0,2361 1,0324
62,3 691,548 455,404 0,708 0,711 0,292 0,289 0,0986 0,5018 0,2163 1,0465
62,1 686,028 452,087 0,72 0,716 0,28 0,284 0,0968 0,5336 0,2191 1,0870
62,3 691,548 455,404 0,734 0,717 0,266 0,283 0,0710 0,5741 0,2048 1,0489
62,5 697,106 458,739 0,743 0,732 0,257 0,268 0,0715 0,5467 0,1936 1,0139
62,6 699,898 460,415 0,744 0,733 0,256 0,267 0,0675 0,5433 0,1893 0,9938
62,5 697,106 458,739 0,81 0,779 0,19 0,221 0,0474 0,6560 0,1630 1,0591
62,4 694,322 457,069 0,815 0,784 0,185 0,216 0,0516 0,6634 0,1648 1,0929
62,8 705,511 463,780 0,889 0,846 0,111 0,154 0,0248 0,8213 0,1132 1,1475
63,3 719,708 472,280 0,939 0,903 0,061 0,097 0,0154 0,9396 0,0718 1,2527

Setelah itu, dengan memplot x1 terhadap GE/(RTx1x2), akan diperoleh grafik yang digunakan
untuk memperoleh nilai parameter Margules, yaitu sebagai berikut:

Grafik x1 terhadap GE/(RTx1x2)


2,5000

2,0000
GE/(RTx1x2)

1,5000

1,0000

0,5000
y = -0,5728x + 1,4787
0,0000
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
x1

13
Gambar 2. Grafik x1 terhadap GE/(RTx1x2)

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = -0,5728x + 1,4787. Dengan persamaan garis
tersebut, maka dapat diperoleh parameter A12 dan A21, yaitu:

𝐴12 = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 = 1,48

𝐴21 = 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 + 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 = 0,91

Dengan diperolehnya parameter A12 dan A21, maka dapat dilakukan perhitungan untuk
memperoleh koefisien aktivitas yang baru. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan
nilai koefisien aktivitas serta grafik korelasi adalah sebagai berikut:

𝑙𝑛𝛾1 = 𝑥22 [𝐴12 + 2(𝐴21 − 𝐴12 )𝑥1 ] … (6)

𝑙𝑛𝛾2 = 𝑥12 [𝐴21 + 2(𝐴12 − 𝐴21 )𝑥2 ] … (7)

Sehingga diperoleh tabulasi data untuk memperoleh grafik sifat fasa cair dan korelasinya,
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Tabulasi data untuk memperoleh grafik korelasi

GE
x1 ln γ1 ln γ2
RTx1x 2
0,019 1,4034 0,0007 1,4692
0,024 1,3838 0,0012 1,4663
0,056 1,2620 0,0062 1,4481
0,181 0,8543 0,0604 1,3768
0,311 0,5343 0,1640 1,3027
0,35 0,4567 0,2022 1,2805
0,403 0,3637 0,2583 1,2503
0,566 0,1572 0,4500 1,1574
0,616 0,1147 0,5114 1,1289
0,646 0,0932 0,5482 1,1118
0,708 0,0574 0,6230 1,0764
0,72 0,0517 0,6372 1,0696
0,734 0,0455 0,6536 1,0616
0,743 0,0418 0,6641 1,0565
0,744 0,0414 0,6653 1,0559

14
0,81 0,0201 0,7392 1,0183
0,815 0,0189 0,7445 1,0155
0,889 0,0057 0,8192 0,9733
0,939 0,0015 0,8637 0,9448

Dengan grafik sifat fasa cair dan korelasinya adalah sebagai berikut:

Sifat Fasa Cair dan Korelasinya


1,6000

1,4000

1,2000

1,0000

0,8000

0,6000

0,4000

0,2000

0,0000
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
x1

ln γ1 ln γ2 GE/(RTx1x2)

Gambar 3. Grafik sifat cair dan korelasinya

Setelah didapatkan nilai koefisien aktivitas yang baru, maka dapat dibuat diagram T-x-y hasil
perhitungan, dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑥1 𝛾1 𝑃1𝑠𝑎𝑡
𝑦1 = … (8)
𝑥1 𝛾1 𝑃1𝑠𝑎𝑡 + 𝑥2 𝛾2 𝑃2𝑠𝑎𝑡

Sehingga diperoleh tabulasi data serta diagram T-x-y perhitungan sebagai berikut:

Tabel 5. Tabulasi data diagram T-x-y hasil perhitungan


T [K] x1 γ1 γ2 y1
347,95 0,019 4,0692 1,0007 0,111
347,15 0,024 3,9898 1,0012 0,134
345,45 0,056 3,5324 1,0062 0,247
340,25 0,181 2,3498 1,0623 0,430

15
337,85 0,311 1,7062 1,1782 0,500
337,35 0,35 1,5789 1,2242 0,515
336,75 0,403 1,4387 1,2948 0,534
335,75 0,566 1,1703 1,5683 0,597
335,55 0,616 1,1215 1,6677 0,621
335,55 0,646 1,0977 1,7301 0,638
335,45 0,708 1,0591 1,8645 0,677
335,25 0,72 1,0530 1,8912 0,685
335,45 0,734 1,0466 1,9225 0,695
335,65 0,743 1,0427 1,9427 0,702
335,75 0,744 1,0423 1,9450 0,703
335,65 0,81 1,0203 2,0942 0,759
335,55 0,815 1,0190 2,1055 0,764
335,95 0,889 1,0058 2,2687 0,844
336,45 0,939 1,0015 2,3719 0,908

Kesetimbangan Uap-Cair
Metanol + Etil Asetat
348
347
346
345
344
343
342
T[K]

341
340
339
338
337
336
335
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
x, y (Metanol) [mol/mol]

Gambar 4. Kurva kesetimbangan fasa uap-cair campuran metanol dan etil asetat

16
Dapat dilihat dari kurva yang dihasilkan melalui perhitungan memiliki kemiripan
dengan kurva yang dihasilkan melalui eksperimen. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk
mendapatkan kurva kesetimbangan uap-cair campuran metanol-etil asetat, dilakukan
pendekatan koefisien aktivitas (γ) menggunakan persamaan Margules. Hal ini disebabkan
campuran tersebut merupakan campuran non-ideal.

e) Give definition of activity coefficient component i (γi) using your own words

Jawaban:

Koefisien aktivitas adalah satuan tak berdimensi yang erat kaitannya dengan Hukum
Raoult dan Henry. Koefisien ini mendeskripsikan ketidakidealan dari sistem yang ditinjau
dan merupakan parameter untuk menjelaskan penyimpangan dari perilaku yang ideal pada
campuran kimia. Koefisien aktivitas ini berhubungan erat dengan fugasitas dan
penyimpangan terhadap energi Gibbs dari larutan ideal. Koefisien aktivitas dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut:

𝑓𝑖 𝑓𝑖
𝛾𝑖 = = 𝑖𝑑
𝑓𝑖 𝑥𝑖 𝑓𝑖

Rumus koefisien aktivitas untuk data VLE eksperimen pada tekanan rendah adalah:

𝑓𝑖 𝑃 𝑦𝑖 𝑃
𝛾𝑖 = = (𝑖 = 1,2, … , 𝑁)
𝑓𝑖 𝑥𝑖 𝑥𝑖 𝑃𝑖𝑠𝑎𝑡

Persamaan dalam sistem biner adalah:

𝑥1 𝑦1 𝑃2𝑠𝑎𝑡
𝛾𝑖 =
𝑥1 𝑦1 𝑃1𝑠𝑎𝑡 + 𝑥2 𝑦2 𝑃2𝑠𝑎𝑡

f) Comments on the shape of the phase envelope shown above and based your explanation
on the molecular structure and molecular interaction between the molecules

Jawaban:

Pada diagram kesetimbangan uap-cair campuran metanol dan etil asetat, terlihat
bahwa campuran tersebut membentuk azeotrop positif. Azeotrop positif terjadi apabila titik
didih campuran azeotrop lebih rendah dari titik masing-masing komponennya. Selain itu, jika

17
dilihat dari fraksi mol fasa cair dan fasa uap, metanol memiliki fraksi mol uap yang lebih
besar daripada fraksi mol cairnya (y1 > x1), dimana mengindikasikan campuran tersebut
memiliki kecenderungan untuk berada di fasa uap. Akan tetapi, pada suatu keadaan tertentu,
dalam kasus ini adalah suhu, fraksi mol cair sama dengan fraksi mol uapnya. Apabila dilihat
dari nilai koefisien aktivitas masing-masing komponen (γi), nilainya lebih dari 1, serta nilai ln
GE
γ1, ln γ2, dan yang positif. Hal tersebut menunjukkan adanya penyimpangan positif
RTx1x 2
(deviasi positif) dari Hukum Raoult.

Tabel 6. Struktur molekul komponen campuran metanol-etil asetat


Nama senyawa Struktur molekul Rumus molekul Mr (g/mol)

Metanol CH3OH 32,04

Etil asetat C4H8O2 88,1

Jika dilihat dari sudut pandang molekular, penyimpangan positif terjadi apabila interaksi
intramolekul lebih kuat daripada interaksi intermolekul. Dalam kasus ini interaksi metanol-
metanol dan etil asetat-etil asetat lebih kuat daripada metanol-etil asetat (A-A, B-B > A-B),
sehingga koefisien aktivitas akan memiliki nilai lebih dari 1, dan sebagian besar molekul
akan meninggalkan fasa cair. Maka, campuran ini akan berada pada tekanan parsial yang
tinggi.

18
Part 2
List the advantages and disadvantages of using the activity coefficient approach. First of
all, read the paper on VLE “Don’t Gamble with Physical Properties for Simulations’ by
Eric C. Carlson, Chemical Engineering Progress, October 1996, p. 35-46. Is your
explanation in Part 1 consistent with what is in the paper?
Jawaban:

Artikel “Don’t Gamble with Physical Properties for Simulations” dari Eric C. Carlson
memberikan arahan bagaimana memilih metode physical properties dengan baik. Secara
umum, cara untuk mendapatkan physical properties dibagi menjadi equation of state (EOS)
dan metode activity coefficient. Keduanya umum digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan terkait campuran kesetimbangan vapor dan liquid, atau komponen nonpolar
yang bersifat nonelektrolit.
Metode EOS baik digunakan untuk merepresentasikan data dengan temperatur dan
tekanan di atas titik kritisnya. Metode EOS secara umum juga dibagi menjadi dua basis, yaitu
Redlich Kwong (RK) dan Peng Robinson (PR). Sementara itu, metode activity coefficient
baik digunakan ketika tekanannya rendah sampai sedang (secara umum kurang dari 10 bar)
dan jika tidak ada komponen mendekati titik kritis. Acitivity coefficient juga bisa digunakan
untuk memprediksi nonidealitas liquid pada VLE dan LLE.

Gambar X. Decision tree untuk physical properties methods.


Sumber:19Carlson, 2009.
Gambar X. Decision tree untuk physical properties
methods. Sumber: Carlson, 1996.

Contoh dari activity coefficient-based methods adalah Wilson, NRTL, UNIQUAC,


dan Margules. Activity coefficient ini adalah metode koreksi yang mempertimbangkan sifat
nonidealitas dari liquid, atau bisa juga dikatakan penyimpangan dari campuran ideal yang
direpresentasikan oleh hokum Raoult.
Beberapa metode yang memiliki ciri tersendiri antara lain:
a. Metode Wilson  tidak bisa digunakan untuk LLE.
b. UNIQUAC  menggunakan estimasi free energy dalam menganalisis koefisien
aktivitas dari campuran liquid multikomponen.
c. UNIFAC  metode turunan dari UNIQUAC, yang memandang sistem campuran
liquid berdasarkan gugus fungsi individualnya.

Tabel X. Keuntungan dan Kerugian dalam Physical Properties Methods


Advantages Disadvantages

Equations of State Range temperatur dan tekanan Binary interaction parameter


yang luas seringkali harus dicari dari
eksperimental, karena
databank yang belum tentu
meliputi semua.

Cocok digunakan untuk sistem Tidak cocok digunakan untuk

20
hidrokarbon yang ringan. sistem nonideal.

Activity Coefficient Baik digunakan untuk sistem Hanya pada range tekanan
yang non-ideal. rendah

Memiliki satu metode yang bisa Tidak bisa digunakan untuk


diaplikasikan tanpa interaction komponen yang mendekati titik
parameter, yaitu UNIFAC kritis
method.
Binary interaction parameter
sering dicari dengan
eksperimen.

Hanya digunakan pada fasa


liquid.

Pada soal di Part 1, penggunaan hukum Raoult untuk menyelesaikan permasalahan campuran
tidak begitu baik hasilnya, dan kemudian dicoba cara lain yang berdasarkan acitivity
coefficient, yaitu hukum Margules.
Jika dilihat dari decision tree yang diberikan oleh Carlson, menggunakan metode
activity coefficient untuk menyelesaikan soal Part 1 sudah tepat, karena campuran bersifat
tidak ideal dan tekanannya tergolong rendah (< 10 bar). Ketersediaan parameter interaksi
terpenuhi, dan sistem merupakan campuran vapor dan liquid, sehingga menggunakan
persamaan Margules untuk menyelesaikannya cukup memadai.

Part 3

21
The Stream from a gas well is a mixture containing 50-mol-% methane, 10-mol-% ethane,
20mol-% n-propane, 20-mol-% n-butane. This stream is fed into partial condenser
maintained at a pressure of 17.24 bar, where its temperature is brought to 300.15 K (27 0C).
Prepare an algorithm that could be used to solve this problem and then use that algorithm
to determine:
a. The molar fraction of the gas that condenses.
b. The compositions of the liquid and vapor phases leaving the condensor.
Assume that the mixture is an ideal mixture.

Penyelesaian :
Skema sistem :

22
A. Mengetahui nilai P, T, dan z (keadaan akhir dari campuran yang keluar)
𝑃 = 17, 24 𝑏𝑎𝑟 𝑇 = 270 𝐶
Fraksi mol Overall Composition (zi) :
(1) 50-mol-% methane , 𝑧1 = 0,5
(2) 10-mol-% ethane , 𝑧2 = 0,1
(3) 20-mol-% propane , 𝑧3 = 0,2
(4) 20-mol-% n-butane , 𝑧4 = 0,2

 `Mencari nilai k (kesetimbangan uap cair komponen)


𝑃 𝑠𝑎𝑡 𝑃 𝑠𝑎𝑡
𝑘= =
𝑃 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Berikut adalah langkah langkah mencari nilai k :


1. Mencari nilai T sistem dengan menghitung 𝑇 𝑠𝑎𝑡 masing masing komponen

23
𝐵
𝑇 𝑠𝑎𝑡 = −𝐶
𝐴 − 𝐿𝑜𝑔 𝑃
𝑇𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 = 𝑇1𝑠𝑎𝑡 𝑥1 + 𝑇𝑠𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑡
2 𝑥2 + 𝑇 3 𝑥3 + 𝑇 4 𝑥4

Subskrip 1 menyatakan komponen metana, 2 menyatakan komponen etana, 3 menyatakatan


komponen propane, dan 4 menyatakan komponen n-Butana. Setelah mendapatkan nilai suhu
tebakan awal sistem (T), kita dapat mencari nilai P1sat dengan menggunakan persamaan
Antoine
𝐵
𝐿𝑜𝑔 𝑃 𝑠𝑎𝑡 = 𝐴 −
𝐶+𝑇
𝑃𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 = 𝑃1𝑠𝑎𝑡 𝑥1+ 𝑃2𝑠𝑎𝑡 𝑥2 + 𝑃3𝑠𝑎𝑡 𝑥3 + 𝑃4𝑠𝑎𝑡 𝑥4

Nilai A, B, C, dan T untuk masing – masing komponen adalah sebagai berikut:


Senyawa A B C T min T max
Metana 6.6956 405.42 267.778 -181 -152
Etana 6.8345 663.7 256.47 -143 -75
Propana 6.8039 803.81 246.99 -108 -25
n-Butana 6.8089 935.86 238.73 -78 19

Namun, dalam kasus ini kita tidak menggunakan persamaan Antoine dalam menghitung
DEW P karena 27oC berada diluar range temperatur untuk persamaan antoine.

24
Gambar 4. Grafik nilai Ki pada beberapa senyawa terhadap P dan T

25
Memplot nilai K ke grafik untuk temperatur yang tinggi dengan kisaran P sebesar 17,24
bar (250.405 psia) dan suhu sebesar 270C (80.6oF).
1. Menghitung nilai P saat Dew Point

Saat berada pada dew point maka dapat disumsikan bahwa 𝑦𝑖 = 𝑧𝑖 , kemudian nila P
Σ𝑦𝑖
ditentukan dengan cara trial and error di mana harus didapatkan nilai = 1. Oleh karena
𝐾

itu, kita harus melakukan trial and error pada setiap tekanan karena nilai K bergatung pada
tekanan. Selain itu, fraksi yi sama dengan zi karena pada dew point fraksi uap meggambarkan
fraksi keseluruhan sistem. Dengan cara tersebut didapatkan tabel :

Komponen yi P = 150 P = 250 P = 175


Psia Psia Psia
Ki yi/Ki Ki yi/Ki Ki yi/Ki
Metana 0,5 16,2 0,03086 10 0,05 14 0,03571
Etana 0,1 3,1 0,03226 2,1 0,04762 2,75 0,03636
Propana 0,2 1 0,2 0,68 0,29412 0,9 0,22222
n-butana 0,2 0,3 0,66667 0,21 0,95238 0,27 0,74074
∑yi/Ki 0,92979 ∑yi/Ki 1,34412 ∑yi/Ki 1,03504

Pertama melakukan tebakan yaitu tekanannya 150 psia, maka jumlah yi/Ki akan 1,121 lalu
jika menebak pada 200 psia maka kita mendapat jumlah yi/Ki 0,937. Kemudian kita
interpolasi maka jumlah yi/Ki akan mendekati 1 pada tekanan 167,17 psia atau 11,372 bar.
Sehingga didapatkan DEW P = 11,372 bar.
2. Menghitung Nilai P Saat Bubble Point
Saat berada pada bubble point maka dapat disumsikan bahwa 𝑥𝑖 = 𝑧𝑖 , kemudian nila P
ditentukan dengan cara trial and error di mana harus didapatkan nilai
𝛴𝑥𝑖 𝐾𝑖 = 1

Komponen xi P = 150 Psia P = 250 Psia


Ki xiKi Ki xiKi
Metana 0,5 16,2 8,1 10 5
Etana 0,1 3,1 0,032258 2,1 0,047619
Propana 0,2 1 0,2 0,68 0,294118
n-butana 0,2 0,3 0,666667 0,21 0,952381

∑xiKi 8,998925 ∑xiKi 6,294118

26
Kita melakukan trial dan error untuk menebak nilai BULP P. Fraksi cair yang digunakan
sama dengan fraksi total, karena pada bubble point sistem masih berbentuk cairan seluruhnya
dan tepat akan mulai menguap. Dari data di atas dapat dilihat bahwa semakin besar nilai P
maka akan diperoleh nilai 𝛴𝑥𝑖 𝐾𝑖 yang semakin mendekati 1, dan P saat mendekati 1 nilainya
sangat besar. Sehingga P pada soal kurang dari P bubble point dan lebih dari P dew point
sehingga system berada pada kondisi dua fasa.
Oleh karena itu, kita bisa menghitung fraksi uap dan cair untuk masing-masing
komponen serta komposisi dari fasa uap dan cair dengan perhitungan flash. Ketika suatu
system mempunyai tekanan di antara dew point dan bubble pointnya maka system tersebut
berada pada kesetimbangan uap-cair. Sehingga berlaku persamaan-persamaan berikut

𝐿 + 𝑉 = 1 …(1)
𝐿 = 1– 𝑉
𝑧𝑖 = 𝑥𝑖𝐿 + 𝑦𝑖𝑉 …(2)
𝑧𝑖 = 𝑥𝑖(1 − 𝑉) + 𝑦𝑖𝑉 …..(3)
𝑥𝑖 = 𝑦𝑖/𝐾𝑖
𝑧𝑖𝐾
𝑦𝑖 = 1+𝑉(𝐾𝑖−1) …..(4)

𝐾𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 ∑ 𝑦𝑖 = 1, 𝑚𝑎𝑘𝑎 :

𝑧𝑖𝐾𝑖
∑ =1
𝑖 1 + 𝑉(𝐾𝑖 − 1)

Dengan L adalah komposisi mol fasa cair dan V adalah komposisi mol fasa uap, xi adalah
fraksi mol cairan komponen i, sedangkan yi adalah fraksi mol uap komponen i

Menentukan Nilai K dari Grafik


Menentukan nilai K pada T = 300.15 K (270C) dan P = 17.24 bar

27
Sehingga didapatkan nilai K untuk masing-masing senyawa sebagai berikut :
K1 = 10,
K2 = 2,1,
K3 = 0,68
K4 = 0,21
Trial error V saat ∑y = ∑x =1
Mengasumsikan nilai , dimana 𝑉 yang tepat adalah yang memiliki nilai ∑ 𝑦𝑖 ≈ 1 dan ∑ 𝑥𝑖 ≈
1
 Untuk V = 0,75

28
Komponen zi K yi xi
Metana 0,5 10 0,645161 0,064516
Etana 0,1 2,1 0,115068 0,054795
Propana 0,2 0,68 0,178947 0,263158
n-butana 0,2 0,21 0,103067 0,490798
∑ 1,042245 0,873266

 Untuk V = 0,8
Komponen zi K yi xi
Metana 0,5 10 0,578034682 0,057803468

Etana 0,1 2,1 0,108527132 0,051679587

Propana 0,2 0,68 0,186813187 0,274725275

n-butana 0,2 0,21 0,127853881 0,608828006

∑ 1,001228882 0,993036336

 Untuk V = 0,855
Komponen zi K yi xi

Metana 0,5 10 0,575043 0,057504

Etana 0,1 2,1 0,10822 0,051533

Propana 0,2 0,68 0,187225 0,27533

n-butana 0,2 0,21 0,12941 0,616238

∑ 1,001228882 0,993036336

Dari data di atas dapat dilihat bahwa nilai ∑ 𝑦𝑖 ≈ 1 dan ∑ 𝑥𝑖 ≈ 1 saat V = 0,855
Sehingga didapatkankan komposisi mol cair (L) sebesar 0,145 mol, sedangkan komposisi
mol uap adalah L = 1 – V = 0,145 mol.
Dengan kata lain, kita dapat menyatakan bahwa yi yang diperoleh saat V = 0,855 adalah
fraksi mol gas yang tidak terkondensasi (tetap dalam fase gas), sedangkan x i adalah fraksi
mol gas yang terkondensasi (berubah menjadi liquid).

29
a. Maka, fraksi mol gas (uap) yang terkondensasi / jadi liquid (x) :
 Metana : 0,058
 Etana : 0,052
 Propana : 0,275
 n-Butana : 0,616

Maka, fraksi mol gas (uap) yang tak terkondensasi (y) :


 Metana
𝑧1 𝐾1 5
𝑦1 = = = 0.575
1 + (𝐾1 − 1)𝑉 1 + 9(0.855)
 Etana
𝑧2 𝐾2 0.2075
𝑦2 = = = 0.108
1 + (𝐾2 − 1)𝑉 1 + 1.075(0.855)
 Propana
𝑧3 𝐾3 0.136
𝑦3 = = = 0.187
1 + (𝐾3 − 1)𝑉 1 − 0.32(0.855)
 Butana
𝑧4 𝐾4 0.042
𝑦4 = = = 0.129
1 + (𝐾4 − 1)𝑉 1 − 0.79(0.855)

b. Komposisi vapor dan liquid yang meninggalkan kondensor


 Komposisi Vapor (V = 0,855 mol)
 Metana = 0,575 x 0,855 = 0,492 = 49,2 %
 Etana = 0,108 x 0,855 = 0,092 = 9,2 %
 Propana = 0,187 x 0,855 = 0,16 = 16 %
 n-Butana = 0,129 x 0,855 = 0,113 = 11,3 %

 Komposisi liquid (L = 0,145 mol)


 Metana = 0,058 x 0,145 = 0,00841 = 0,84 %
 Etana = 0,052 x 0,145 = 0,00754 = 0,75 %
 Propana = 0,275 x 0,145 = 0,0398 = 3,98 %
 n-Butana = 0,616 x 0,145 = 0,0893 = 8,93 %

30
DAFTAR PUSTAKA

Carlson, Eric C. 1996. Don’t Gamble with Physical Properties for Simulations. Chemical
Engineering Progress, p. 35-46
Smith, Van Ness, dan Abbott. 2001. Chemical Engineering Thermodynamics 6th edition.
USA: Mc Graw Hill
Suppes, Galen J. Selecting Thermodynamics Model for Process Simulation of Organic VLE
and LLE Systems. The Univeristy of Missouri-Columbia.

31

Anda mungkin juga menyukai