Lapsus Demensia Vaskuler
Lapsus Demensia Vaskuler
PENDAHULUAN
Demensia merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada
usia tua. Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai
dengan gangguan fungsi luhur multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar,
bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi,
perilaku dan motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada
penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder mengenai otak 1.
Stroke pada usia lanjut adalah sesuatu yang sering dijumpai. Kaitan
antara demensia dengan stroke adalah kompleks. Katzman melaporkan bahwa
penyebab terbanyak kedua demensia adalah penyakit serebrovaskular (20 -
25%) sesudah penyakit Alzheimer (60-70%). Jadi selain menyebabkan defisit
neurologis fokal, stroke juga dihubungkan dengan demensia. Sebagian pasien
stroke akan mengalami demensia. Diperkirakan sekitar 25% dari penderita stroke
bisa mengalami penurunan kemampuan kognitifnya hingga ke taraf demensia.
Demensia paska stroke iskemik akut berpengaruh terhadap lamanya survival
paska stroke iskemik akut dan memberikan akibat yang signifikan pada
prognosis 1,2.
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran
fungsional yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke
hemoragik dan iskemik, juga disebabkan oleh penyakit substansia alba iskemik
atau sekuale dari hipotensi atau hipoksia. Demensia vaskuler merupakan
penyebab demensia terbanyak kedua (20 - 25%) setelah sesudah penyakit
Alzheimer (60 -70%). Persentase pasien stroke yang mengalami demensia
vaskular atau demensia paska stroke dilaporkan berkisar 16 – 48%. Demensia
paska stroke iskemik akut berpengaruh terhadap lamanya survival paska stroke
iskemik akut dan prognosis1.
Pada laporan kasus ini penulis melaporkan pasien dengan gangguan
memori dan fungsi kognitif serta fungsi sosial setelah serangan stroke yang
didiagnosa sebagai demensia vaskular.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Definisi Demensia
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik
atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple)
yaitu daya ingat, daya fikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut,
biasanya disertai hendaya fungsi kognitif dan ada kalanya diawali oleh
kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau
motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
kardiovaskular dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
1
mengenai otak .
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran
fungsional yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke
hemoragik dan iskemik, juga disebabkan oleh penyakit substansia alba iskemik
atau sekuale dari hipotensi atau hipoksia 1.
2.2. Epidemiologi
Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi
di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa
bagian di Asia. Prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang
lebih 2,2% di Jepang. Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu
berumur lebih dari 65 tahun adalah demensia vaskular. Di Amerika Latin, 15%
dari semua demensia adalah demensia vascular3.
Kadar prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang
telah mengalami stroke berbanding kontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasien
mengalami demensia awitan baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko
relative kejadian demensia adalah 5,5%. Demensia vaskular paling sering pada
laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya
atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Insiden meningkat sesuai dengan
peningkatan umur3.
2.3 Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia
diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3)
campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen
diantaranya adalah demensia Lewy body (Lewy body dementia), penyakit Pick,
demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik,
demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis)
2
dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti
kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya
defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat
depresi. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia 3:
3
Gambar 2.1 Perbandingan Persentase Etiologi dari Demensia4
4
Gambar 2.2. Gambaran Patologi Sel Saraf6
Gambar 2.3 Mekanisme dari kerusakan white matter oleh faktor resiko
cardiovascular dan Aβ7.
5
Stress oksidatif dan inflamasi yang diinduksi dari factor-faktor tersebut
bertanggungjawab terhadap kerusakan dari fungsi unit neurovascular. Yang
menyebabkan hipoksia-iskemia, demyelinisasi axonal, dan penurunan potensi
perbaikan dari white matter dengan perubahan oligodendrycte progenitor cell.
Kerusakan dari white matter berkontribusi terhadap VCI dan AD7.
Gambar 2.5. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu
kasus demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel
mengenai thalamus, kapsula interna dan globus palidus5.
6
Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan
kerusakan kognisi masih belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam
kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan
kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak, emboli jantung, dan perdarahan6.
1. Infark Multiple6
Dementia multi infark merupakan akibat dari infark multiple dan bilateral.
Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal
seperti hemiparesis, hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering
disertai disarthia, gangguan berjalan (sleep step gait). Forced laughing/crying,
refleks babinski dan inkontinensia. CT scan otak menunjukan hipodens bilateral
disertai atrifi kortikal kadang disertai dilatasi ventrikel.
2. Infark Lakuner6
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm yang disebabkan kelainan
pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan
subkortikal akibat dari hipertensi. Pada 1/3 kasus, infark lakunar bersifat
asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensoris, TIA,
hemiparesis atau ataxia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul
sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat
terjadi lacunar state. CT scan kepala menunjukan hipodensitas multiple dengan
ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan karena ukurannya yang kecil
7
atau terletak di batang otak. MRI kepala akurat untuk menunjukan adanya
lakunar terutama di batang otak, terutama pons.
3. Infark Tunggal6
Strategic single infarc dementia merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus
angularis menimbulkan gejala sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori,
disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark id daerah distribusi arteri
serebri posterior menimbulkan gejala anmnesia disertai agitatasi, halusinansi
visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri arteri
serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus
parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan
gangguan persepsi spasual. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian
thalamus mengkasilkan thalamic dementia.
4. Sindroma Binswanger6
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukan demensia progresif
dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang diabetes melitus. Sering disertai
gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan
inkontinensia. Terdapat atropi white matter, pembesaran ventrikel dengan korteks
serebral yang normal. Faktor resikonya adalah small artery disease (hipertensi,
angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak usia lanjut,
hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.
5. Angiopati amiloid cerebral6
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventitia arteriola
serebral. Insidennya meningkat denga bertambahnya usia. Kadang terjadi
dementia dengan onset mendadak.
6. Hipoperfusi6
Dementia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,
hipotensi berat, hipoperfusi dengan atau tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan
autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi tersebut
menyebabkan lesi vaskular di otak yang multiple terutama di daerah white matter.
8
baik tetapi spesifitas yang rendah. Rumusan dari kriteria diagnostik DSM-IV-
TR adalah seperti berikut5:
9
1. Kriteria untuk diagnosis probable vascular dementia:
A. Demensia
Didefinisikan dengan penurunan kognitif dan dimanifestasikan
dengan kemunduran memori dan dua atau lebih domain kognitif (orientasi,
atensi, bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol motor,
10
praksis), ditemukan dengan pemeriksaan klinis dan tes neuropsikologi,
defisit harus cukup berat sehingga mengganggu aktivitas harian dan tidak
disebablan oleh efek stroke saja.
Kriteria eksklusi yaitu kasus dengan penurunan kesadaran, delirium,
psikosis, aphasia berat atau kemunduran sensorimotor major. Juga
gangguan sistemik atau penyakit lain yang menyebabkan defisit memori dan
kognisi.
B. Penyakit serebrovaskular
Adanya tanda fokal pada pemeriksaan neurologi seperti
hemiparesis, kelemahan fasial bawah, tanda Babinski, defisit sensori,
hemianopia, dan disartria yang konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa
riwayat stroke) dan bukti penyakit serebrovaskular yang relevan dengan
pencitraan otak (CT Scan atau MRI) seperti infark pembuluh darah multipel
atau infark strategi single (girus angular, thalamus, basal forebrain),
lakuna ganglia basal multipel dan substansia alba atau lesi substansia alba
periventrikular yang ekstensif, atau kombinasi dari yang di atas.
11
4. Diagnosis klinikal untuk possible vescular dementia
A. Adanya demensia dengan tanda neurologi fokal pada pasien
tanpa pencitraan otak/tiada hubungan antara demensia dengan stroke.
B. Pasien dengan defisit kognitif yang variasi dan bukti penyakit
serebrovaskular yang relevan
12
• Sukar menurut perintah
• Bermasalah dalam menguruskan uang
13
2. Penurunan kognitif akibat usia
Apabila usia meningkat, terjadi kemunduran memori yang ringan.
Volume otak akan berkurang dan beberapa sel saraf atau neurons akan
hilang5.
3. Depresi
Biasanya orang yang depresi akan pasif dan tidak berespon. Kadang-
kadang keliru dan pelupa5.
4. Delirium
Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang cepat. Individu
ini disorientasi, pusing, inkoheren. Delirium disebabkan keracunan
atau infeksi yang dapat diobati. Biasanya sembuh sempurna setelah
penyebab yang mendasari diatasi5.
5. Kehilangan memori
Antara penyebab kehilangan memori yang lain adalah5:
• Malnutrisi
• Dehidrasi
• Fatigue
• Depresi
• Efek samping obat
• Gangguan metabolik
• Trauma kepala
• Tumor otak jinak
• Infeksi bakteri atau virus
• Parkinson
2.10. Prevensi
Sindrom demensia vaskular biasanya disebabkan oleh stroke.
Jadi, prevensi (terapi primer) atau terapi sekunder stroke adalah kunci untuk
mencegah penurunan kognitif ini. Memodifikasi faktor resiko kemunduran
kognitif dapat membantu mencegah stroke dan demensia vaskular. Faktor
resiko yang paling penting adalah hipertensi. Penelitian kohort
14
epidemiologi dan percobaan intervensi dengan pengobatan antihipertensi
menunjukkan kegunaan obat antihipertensi dalam mencegah demensia vaskular.
Pasien dengan merokok harus berhenti merokok karena dapat menyebabkan
perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif. Faktor diet seperti
hiperkolesterolemia juga dapat berperan.
Sedangkan dalam penelitian yang lain pula mendapati bahwa
individu yang yang melakukan aktivitas yang menstimulasi intelektual
seperti interaksi sosial, catur, crossword puzzle dan bermain alat musik dapat
menurunkan resiko demensia secara signifikan.
B. Diet
Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan resiko demensia
vaskular berhubungan dengan konsumsi lemak total. Asam folat, vitamin B6 dan
vitamin B12 yang rendah juga berhubungan dengan peningkatan homosisteine
yang merupakan faktor resiko stroke.
2. Medikamentosa
a. Mencegah demensia vaskular memburuk
15
Progresifitas demensia vaskular dapat diperlambat jika faktor
resiko vaskular seperti hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati.
Agen anti platlet berguna untuk mencegah stroke berulang. Pada
demensia vaskular, aspirin mempunyai efek positif pada defisit kognitif. Agen
antiplatelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel.
• Aspirin
Mencegah platelet-aggregating thromboxane A2 dengan memblokir aksi
prostaglandin sintetase seterusnya mencegah sintesis prostaglandin
• Tioclodipine
Digunakan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap terapi aspirin atau
gagal dengan terapi aspirin.
• Clopidogrel bisulfate
Obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP ke reseptor platlet secara
direk. Agen hemorheologik meningkatkan kualiti darah dengan
menurunkan viskositi, meningkatkan fleksibiliti eritrosit, menginhibisi
agregasi platlet dan formasi trombus serta supresi adhesi leukosit.
• Pentoxifylline dan ergoid mesylate (Hydergine)
Dapat meningkatkan aliran darah otak. Dalam satu penelitian yang
melibatkan 29 pusat di Eropa, didapatkan perbaikan intelektual dan
fungsi kognitif dalam waktu 9 bulan. Di European Pentoxifylline Multi-
Infarct Dementia Study, pengobatan dengan pentoxifylline didapati berguna
untuk pasien demensia multi-infark.
16
2.12. Prognosis
Prognosis demensia vaskular lebih bervariasi dari penyakit Alzheimer.
Berdasarkan beberapa penelitian, demensia vaskular dapat memperpendek
jangka waktu hidup sebanyak 50% pada lelaki, individu dengan tingkat
edukasi yang rendah dan pada individu dengan hasil uji neurologi yang
memburuk.
Penyebab kematian adalah komplikasi dari demensia, penyakit
kardiovaskular dan berbagai lagi faktor lainnya seperti keganasan.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan utama: pelupa
Pasien diketahui menjadi pelupa secara mendadak sekitar 1 minggu yang
lalu, dengan onset mendadak saat bangun tidur. Pasien menjadi tidak bisa
mengingat segala sesuatu yang ada dirumah, bahkan nama kedua anaknya
sendiri. Tidak ingat kegiatan apa saja yang rutin dilakukan (misalnya masak,
menyapu, mandi, makan, dan sebagainya). Pasien jadi sering marah-marah, dan
untuk berpakaian pasien seringkali harus dibantu oleh anaknya. Saat onset, tidak
diketahui adanya kelemahan pada anggota gerak tubuhnya. Bicara pelo dan
wajah asimetris (-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-),
ngompol (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien mempunyai riwayat hipertensi (160/…) sejak 10 tahun yang lalu
dan tidak rutin kontrol. Diabetes mellitus (-). Stroke (-)
• Pasien tidak pernah menderita penyakit yang berat yang sampai
membuat dirinya harus dirawat inap.
Life style: minum kopi (-), merokok (-), diet tinggi lemak dan garam (+), kurang
olahraga
18
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.3.1. Saat awal masuk Rumah Sakit ( tgl 4 juni 2012)
TD: 180/ 110 mmHg
Nadi : Reguler 86 kali per menit
Respiratory Rate : 20 kali per menit
Suhu : 36,2° C
Status Interna :
Keadaan umum : baik
Kepala/ Leher : Anemis -/- , ikterus -/-, Cyanosis -, Dyspneu –
Thorax : S1S2 tunggal / Reguler , Mur-mur -, Ronkhi -/-, Wheezing
:-/-
Abdomen: flat, supel, Bising Usus Normal, meteorismus –
Extremitas : dalam batas normal
Status Neurologi :
GCS : 456
Meningeal Sign : Kaku kuduk -,
Brudzinski I: -/-, Brudzinski II -/-
Pemeriksaan Saraf Kranial : parese N. VII dan XII D UMN
Pemeriksaan Sistem Motorik : hemiparese D
Tonus: N N Kekuatan: 4+ 5
N N 4+ 5
Pemeriksaan Sistem Sensorik: dalam batas normal
Pemeriksaan Sistem Refleks :
A. Refleks Fisiologis : BPR +2/+2
TPR +2/+2
KPR +2/+2
APR +2/+2
B. Refleks patologis: B -/- H -/-
C -/- T -/-
O -/-
Pemeriksaan sistem saraf otonom :
A. BAK : dalam batas normal
B. BAB : dalam batas normal
Tes fungsi cerebellum : dismetria (-), disdiadokoninesis (-), tremor
(-)
Mini mental State Examination : 4 lihat lampiran
CDT (Clock Drawing Test) : 0 lihat lampiran
Skor iskemik Hachinski : 11 lihat lampiran
Geriatric depression scale : 2
3.4. Diagnosis
Diagnosa klinis:
• Acute memory loss
• Onset 7 hari yang lalu
19
• Onset bangun tidur
• HT (+) uncontrolled
• Parese n.VII & XII D UMN
• Hemiparese D
Diagnosa topis: cortex subcortex S
Diagnosa klinis: susp demensia vaskuler
20
CT scan :
Infark kronis di periventrikel lateral kornu anterior kiri, korteks
lobus frontal kiri
Infark subakut di periventrikel lateral kanan dan kiri
Senile brain atrophy
21
Albumin : 4,06
1.7. Terapi
O2 2 lpm n.c (k/p)
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi Citicholin 3x250 mg
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
PO : Aspilet 1x160mg
Simvastatin 0-0-20mg
Fluoxetin 1x10mg
Diet RGRL 1800 kkal/hari
1.8. Follow Up
Tanggal S O A P
4/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. GD1/GD2, Lipid
180/100, N : 80x, RR: Demensi profile, as urat
O2 2 lpm n.c (k/p)
18x, Tax: 36,2 a
Inf. NaCl 0,9% 30
Parese n VII & XII D
vaskuler
tpm
UMN
Inj. Citicholine 3 x
Motorik 4+/5
4+/5 250 mg
MMSE 4 Inj ranitidin 2 x 50
GDS 0
mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
Fluoxetin 1x10mg
5/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. O2 2 lpm n.c (k/p)
Inf. NaCl 0,9% 30
(+) 190/100, N : 80x, RR: Demensi
Myeri kepala tpm
18x, Tax: 36,2 a
Inj. Citicholine 3 x
(-) Parese n VII & XII D
vaskuler
BAB & BAK 250 mg
UMN
Inj ranitidin 2 x 50
dbn Motorik 4+/5
4+/5 mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
22
Fluoxetin 1x10mg
7/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. O2 2 lpm n.c (k/p)
Inf. NaCl 0,9% 30
(+) 190/110, N : 80x, RR: Demensi
Nyeri kepala tpm
18x, Tax: 36,2 a
Inj. Citicholine 3 x
(-) Parese n VII & XII D
vaskuler
BAB & BAK 250 mg
UMN
Inj ranitidin 2 x 50
dbn Motorik 4+/5
Gelisah (-) 4+/5 mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
Fluoxetin 1x10mg
8/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. GD1/GD2, Lipid
(+) 190/100, N : 80x, RR: Demensi profile, as urat
Nyeri kepala O2 2 lpm n.c (k/p)
18x, Tax: 36,2 a
Inf. NaCl 0,9% 30
(-) Parese n VII & XII D
vaskuler
BAB & BAK tpm
UMN
Inj. Citicholine 3 x
dbn Motorik 4+/5
Gelisah (-) 4+/5 250 mg
Inj ranitidin 2 x 50
mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
Fluoxetin 1x10mg
Diltiazem 3x30mg
Captopril 3x25mg
10/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. Daftar EEG
O2 2 lpm n.c (k/p)
(+) 160/90, N : 80x, RR: Demensi
Inf. NaCl 0,9% 30
Nyeri kepala
18x, Tax: 36,2 a
tpm
(-) Parese n VII & XII D
vaskuler Inj. Citicholine 3 x
BAB & BAK
UMN
250 mg
dbn Motorik 4+/5
Inj ranitidin 2 x 50
Gelisah (-) 4+/5
CDT = 0 mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
Fluoxetin 1x10mg
Diltiazem 3x30mg
Captopril 3x25mg
23
11/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. EEG (13/6)
O2 2 lpm n.c (k/p)
(+) 170/90, N : 80x, RR: Demensi
Inf. NaCl 0,9% 30
Nyeri kepala
18x, Tax: 36,2 a
tpm
(-) Parese n VII & XII D
vaskuler Inj. Citicholine 3 x
BAB & BAK
UMN
250 mg
dbn Motorik 4+/5
Inj ranitidin 2 x 50
Gelisah (-) 4+/5
mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
Fluoxetin 1x10mg
Diltiazem 3x30mg
Captopril 3x25mg
HCT 25mg-0-0
12./6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. c/ psikiatri
EEG (13/6)
(+) 160/90, N : 80x, RR: Demensi
MRI kepala +
Nyeri kepala
18x, Tax: 36,2 a
kontras (daftar)
(-) Parese n VII & XII D
vaskuler O2 2 lpm n.c (k/p)
BAB & BAK
UMN Inf. NaCl 0,9% 30
dbn Motorik 4+/5
tpm
Gelisah (-) 4+/5
Inj. Citicholine 3 x
250 mg
Inj ranitidin 2 x 50
mg
PO: Aspilet 1x 160
mg
Simvastatin 0-0-
20mg
Donepezil 1x5mg
Diltiazem 3x30mg
Captopril 3x25mg
HCT 25mg-0-0
13/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Susp. EEG hari ini
MRI
(+) 150/90, N : 80x, RR: Demensi
Nyeri kepala kepala+kontras (26
18x, Tax: 36,2 a
(-) Parese n VII & XII D Juni 2013)
vaskuler
BAB & BAK Venflon (+)
UMN
PO:
dbn Motorik 4+/5
Aspilet 1x 160 mg
Gelisah (-) 4+/5
Simvastatin 0-0-
20mg
Donepezil 1x5mg
24
Diltiazem 3x30mg
Captopril 3x25mg
HCT 25mg-0-0
Citicholine
2x250mg
14/6/2013 Lupa-lupa GCS 456, TD : Demensi EEG hari ini
MRI
(+) 140/90, N : 80x, RR: a
Nyeri kepala kepala+kontras (26
18x, Tax: 36,2 vaskuler
(-) Parese n VII & XII D Juni 2013)
BAB & BAK Venflon (+)
UMN
PO:
dbn Motorik 4+/5
Aspilet 1x 160 mg
Gelisah (-) 4+/5
Simvastatin 0-0-
Px di 20mg
Donepezil 1x5mg
KRSkan
Diltiazem 3x30mg
dengan Captopril 3x25mg
HCT 25mg-0-0
kontrol
Citicholine
poliklinis
2x250mg
25
Lampiran 2. Pemeriksaan MMSE
26
Lampiran 3. Clock Drawing Test
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Demensia ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien
berusia 64 tahun, menjadi pelupa secara mendadak sekitar 1 minggu yang lalu, dengan
onset mendadak saat bangun tidur. Pasien menjadi tidak bisa mengingat segala sesuatu
yang ada dirumah, bahkan nama kedua anaknya sendiri. Tidak ingat kegiatan apa saja yang
rutin dilakukan (misalnya masak, menyapu, mandi, makan, dan sebagainya). Pasien jadi
sering marah-marah, dan untuk berpakaian pasien seringkali harus dibantu oleh anaknya.
Saat onset, tidak diketahui adanya kelemahan pada anggota gerak tubuhnya, bicara pelo,
wajah asimetris, maupun gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran. Pasien saat
ini kesulitan mengingat nama orang baik yang baru dikenal.
Tanda dan gejala kognitif pada demensia vaskular yaitu subkortikal, bervariasi dan
biasanya menggambarkan peningkatan kesukaran dalam menjalankan aktivitas
harian seperti makan, berpakaian, berbelanja dan sebagainya. Hampir semua kasus
demensia vaskular menunjukkan tanda dan simptom motorik. Tanda dan gejala fisik yang
muncul adalah kehilangan memori/pelupa, kelemahan fokal atau diskoordinasi satu atau
lebih ekstremitas, konsentrasi berkurang, defisit pada fungsi eksekutif seperti kebolehan
untuk inisiasi, merencana dan mengorganisasi atau sering atau inkontinensia urin dan alvi.
Inkontinensia urin terjadi akibat kandung kencing yang hiperrefleksi.Sementara itu, tanda
dan gejala perilaku dapat berupa perbicaraan yang tidak jelas, gangguan bahasa, depresi,
halusinasi, inkontinensi emosional (juga dikenal sebagai afek pseudobulbar), dan sukar
menurut perintah. Riwayat pasien yang mendukung demensia vaskular adalah
kerusakan bertahap seperti tangga (stepwise), kekeliruan nokturnal, depresi, mengeluh
somatik, dan inkontinensi emosional, stroke, dan tanda dan gejala fokal. Contoh kerusakan
bertahap adalah kehilangan memori dan kesukaran membuat keputusan diikuti oleh periode
yang stabil dan kemudian akan menurun lagi. Awitan dapat perlahan atau mendadak.
Didapatkan bahwa TIA yang lama dapat menyebabkan penurunan memori yang perlahan
sedangkan stroke menyebabkan gejala yang serta-merta6
Hasil pemeriksaan MMSE menunjukkan nilai 4 dan CDT 0 yang menunjukkan
adanya gangguan fungsi kognitif yang berat. Hasil skor iskemik Hachinski > 7 pasien ini
menunjukkan bahwa pasien ini mengalami suatu demensia vaskular. Skor GDS < 5 pada
pasien ini menunjukkan bahwa pasien tersebut saat ini tidak dalam kondisi depresi. Sesuai
dengan kriteria NINDS-AIREN, pasien tersebut masuk dalam kriteria probable vascular
dementia. Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya defisit
neurologis fokal berupa kelemahan nervus fascialis dan hipoglossus kiri dan adanya
28
kelemahan ekstrimitas kiri pasien. Hasil imaging baik CT-Scan kepala maupun MRI Kepala
menunjukkan adanya infark lakunar multiple di daerah diencephalon dan lesi infark di lobus
frontal. Hasil EEG yang menunjukkan adanya fokus epileptogenik di temporal kiri juga dapat
menunjukkan suatu lesi yang dapat menyebabkan gangguan memori (demensia). Menurut
Chui, dkk, 1999, diagnosis demensia vaskuler adalah adanya penurunan fungsi intelektual,
bukti adanya stroke berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun radiologis, dan
hubungan adanya demensia dan penyakit serebrovaskuler pada temporal10.
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak
dan hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena menimbulkan
kerusakan pada pembuluh darah. Riwayat stroke tidak diketahui secara jelas, karena pasien
maupun keluarga tidak menyadari adanya kelemahan pada ekstremitas sisi kanan pasien.
Dengan faktor resiko yang dimiliki pasien, dapat disimpulkan pasien pernah mengalami
stroke dan kejadian demensia yang dialami pasien dapat merupakan dampak dari stroke di
masa lampau dan/atau bersamaan dengan stroke onset yang baru. Kesimpulan ini didukung
oleh hasil temuan CT scan dan MRI kepala.
Kasus ini dapat didiagnosa banding dengan demensia Alzheimer karena gejala klinis
gangguan memori yang menonjol, tetapi karena gangguan tersebut bersifat mendadak,
disertai dengan adanya defisit neurologis fokal, didukung dengan skor Hachinski yang lebih
dari 7, maka diagnosis yang lebih sesuai adalah demensia vaskuler. Pada pasien dengan
gejala demensia harus dibedakan lebih dahulu dengan depresi. Hal ini dibuktikan dengan
skor depresi Hamilton yang menunjukkan tidak adanya depresi. Demensia yang terjadi
akibat yang lain seperti tumor otak, infeksi, dehidrasi, malnutrisi, dan kelainan yang lain juga
telah diberdakan baik melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang (laboratorium,
imaging dan EEG).
Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu Aspilet 1x160 mg, captopril 3x25 mg,
citicholin 3x500 mg, dan antioksidan Ginkobiloba 1x1. Penatalaksanaan non farmakologis
pada penderita demensia antara lain program aktivitas harian penderita (kegiatan harian
yang teratur dan sistematis, misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang,
Perhatikan dan Assosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan
tempat, beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
BAB V
KESIMPULAN
Laporan kasus ini menampilkan wanita usia 64 tahun dengan penurunan daya ingat
disertai gangguan kognitif yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan fungsi sosial setelah
29
yang didiagnosis sebagai demensia vaskular. Diagnosis ditegakkan melalui riwayat penyakit
yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Gambaran klinis yang menyokong diagnosis DVa pada pasien ini mengarah ke diagnosis
Dva tipe hipoperfusi dementia .
Terapi untuk demensia vaskular meliputi terapi farmakoterapi dan non-farmakoterapi
Terapi farmakoterapi berupa terapi untuk mencegah serangan stroke dan memperbaiki
fungsi kognitif dan perilaku. Terapi non-farmakoterapi pada penderita demensia bertujuan
untuk mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.
DAFTAR PUSTAKA
31