SKRIPSI
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang
berjudul Perbedaan Karakteristik Individu dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap
Keluhan Low Back Pain pada Bidan dan Perawat di RSIA Kenari Graha Medika
Cileungsi Bogor Tahun 2019.
Apabila suatu hari nanti saya terbukti melakukan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
ii
STIKes Mitra RIA Husada
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah Siap Diujikan di hadapan Dewan Penguji sebagai bagian persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Mitra RIA Husada.
Pembimbing
iii
STIKes Mitra RIA Husada
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat pada Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes
Mitra RIA Husada. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr H. Hakim Sorimuda Pohan, Sp.OG sebagai Ketua STIKes Mitra Ria Husada
2. Imelda Diana Marsilia,. SST.,S.KM.,M.Keb sebagai wakil Ketua I STIKes
Mitra RIA Husada
3. Dra. Ninin Nirawati., Med.PA sebagai Wakil Ketua II STIKes Mitra RIA
Husada
4. Emilia, S.SiT, M.KM sebagai Wakil Ketua III STIKes Mitra RIA Husada
5. Dr H. Kusdinar Achmad, MPH sebagai Kepala Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat
6. Nur Aini, S.SiT, M.KKK selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi
ini
7. Pihak RSIA Kenari Graha Medika yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang saya perlukan
8. Keluarga yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dukungan moril
serta materil, menjadi jalan dari segala kebaikan.
9. Teman-teman seperjuangan S1 Kesmas Ekstensi angkatan 16 yang telah
berjuang bersama, saling memberikan dukungan dan semangat untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini
10. Serta untuk sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
do’a, pengertian, dukungan dan semangat bagi peneliti dalam membuat skripsi
ini
iv
STIKes Mitra RIA Husada
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penulisan selanjutnya. Akhir kata penulis berharap Allah berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi semua. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
v
STIKes Mitra RIA Husada
ABSTRAK
Low back pain merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat menyebabkan pembatasan aktivitas
dan juga ketidakhadiran kerja. Berdasarkan data studi pendahuluan 60% bidan dan perawat di RSIA
Kenari Graha Medika mengalami keluhan low back pain. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan keluhan low back pain berdasarkan faktor postur kerja, masa kerja, IMT,
serta riwayat penyakit pada bidan dan perawat di RSIA Kenari. Jenis penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah bidan perawat dengan
jumlah sampel 53 orang. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner Nordic Body Map,
lembar REBA. Analisis data digunakan dengan uji chi square dengan α=0,05. Hasil penelitian
adalah terdapat perbedaan antara postur kerja (p=0,03), masa kerja (p=0,01), IMT (p=0,02) terhadap
keluhan low back pain. Variabel yang tidak berhubungan adalah riwayat penyakit (p=0,32).
Kesimpulan sebagian besar bidan dan perawat mengalami keluhan low back pain, terdapat
perbedaan antara posisi kerja, masa kerja, serta IMT terhadap keluhan low back pain. Saran untuk
perusahaan mengadakan pelatihan postur kerja ergonomi, menyediakan brankar dan tempat tidur
yang ketinggiannya dapat disesuaikan, olahraga bersama. Bidan dan perawat sebaiknya mengatur
pola makan teratur serta melakukan medical chek-up secara rutin.
Kata Kunci: Low Back Pain, Nordic Body Map, REBA, Bidan, Perawat
vi
STIKes Mitra RIA Husada
ABSTRACT
Low back pain is a world health problem that can cause activity restrictions and also work
absenteeism. Based on preliminary study data 60% of midwives and nurses in RSIA Kenari Graha
Medika experienced low back pain complaints. The purpose of this study was to determine the
differences in complaints of low back pain based on factors of work posture, working period, BMI,
and hospital chart of the nurse and midwife at RSIA. Quantitative research with approach cross
sectional. The population in the study was nurse midwives with a total of 53 people. The instrument
used is NBM, REBA. Data analysis used chi square with α=0,05. The result of the study was that
there was a difference between work posture (p = 0.03), work period (p = 0.01), BMI (p = 0.02) for
complaints of low back pain. Unrelated variables are hospital chart (p = 0.32). Conclusion most
midwives and nurses have complaints of low back pain, there is a difference between work position,
employment, and BMI against low back pain complaints. Advice for companies to conduct
ergonomics training work, provide a brankar and bed with adjustable height, joint exercise.
Midwives and nurses should arrange regular eating patterns and conduct medical chek-ups on a
regular basis.
Keywords: Low Back Pain, Nordic Body Map, REBA, Midwife, Nurse
vii
STIKes Mitra RIA Husada
DAFTAR ISI
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................39
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian.......................................................................39
ix
STIKes Mitra RIA Husada
DAFTAR GAMBAR
x
STIKes Mitra RIA Husada
DAFTAR TABEL
xi
STIKes Mitra RIA Husada
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Low back pain merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat
1
menyebabkan pembatasan aktivitas dan juga ketidakhadiran kerja .
Berdasarkan laporan ILO orang dewasa di Amerika pernah mengalami low back
pain yang berdampak pada besarnya biaya pengobatan dan kehilangan jam
kerja 2. Low back pain merupakan salah satu keluhan yang dapat membuat
seseorang sering berobat ke dokter sehingga memberi dampak buruk bagi
kondisi sosial-ekonomi dengan berkurangnya hari kerja juga penurunan
produktivitas 3. Low back pain memang tidak menyebabkan kematian, namun
menyebabkan individu yang mengalaminya menjadi tidak produktif dan
menyebabkan kecacatan (disabilitas) 4.
Berdasarkan The Global Burden of Disease 2010 Study (GBD 2010),
LBP merupakan penyumbang terbesar kecacatan global serta menduduki
peringkat yang keenam dari total beban secara keseluruhan 1. Prevalensi low
back pain menurut Occupational Health adalah sebanyak 60–80% 5. Low back
pain banyak dikeluhkan oleh tenaga kesehatan dengan besar prevalensi selama
satu tahun di negara barat 36,2–57,9%, sedangkan di negara Asia adalah 36,8–
69,7% 6. Prevalensi LBP di Indonesia sebesar 18% penyebab LBP sebagian
besar (85%) adalah nonspesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa
cedera otot, ligamen, spasme atau keletihan otot 7. Hasil penelitian Meilani
prevalensi LBP total yang timbul sebelum dan juga sesudah masuk di
lingkungan kerja anestesiologi dan terapi intensif pada perawat di RS Dr. Hasan
Sadikin Bandung adalah sebesar 79,5% 4. Berdasarkan studi pendahuluan di RS
Graha medika kenari dari 10 orang yang diwawancara sebanyak 60%
mengalami keluhan low back pain.
Kejadian low back paint dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor antara
lain adalah postur kerja, masa kerja, indeks masa tubuh (IMT) serta riwayat
penyakit 8. Berdasarkan hasil studi Theodora faktor yang dapat menyebabkan
kejadian low back pain pada tenaga kesehatan dinegara Afrika adalah postur
1
STIKes Mitra RIA Husada
2
kerja, ada hubungan yang signifikan antara posisi kerja dengan LBP 9.
Kemudian hasil studi lainnya di RSUD Kerinci pada perawat menyebutkan
bahwa ada hubungan antara posisi kerja terhadap kejadian low back pain 10.
Faktor selanjutnya adalah faktor masa kerja, berdasarkan penelitian
Fathoni pada perawat RSUD Pubalingga bahwa terdapat hubungan yang
11
signifikan antara masa kerja dengan keluhan low back pain . Menurut
penelitian sulaeman menyatakan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan
keluhan LBP 12.
Faktor lainnya yaitu indeks masa tubuh (IMT), Berdasarkan penelitian
di Srilanka dan Australia ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan
13,14
kejadian low back pain . Sedangkan menurut penelitian di RSUD Dr
Moewardi Surakarta didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara indeks masa
15
tubuh dengan kejadian low back pain . Berdasarkan penelitian Berlin selain
yang disebutkan diatas riwayat penyakit merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keluhan low back pain,menurut penelitiannya terdapat
hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan keluhan low back
pain 16.
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kenari Graha Medika merupakan
rumah sakit tipe C yang menyediakan pelayanan kesehatan terintegrasi khusus
untuk wanita dan anak-anak. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit
ini antara lain pelayanan kebidanan dan keperawatan, sebagaimana yang
ditugaskan kepada bidan dan perawat. Keluhan low back pain pada bidan dan
perawat dapat berdampak pada penurunan produktivitas kerja, berdampak
negatif pada pasien, dan mengurangi penilaian terhadap layanan kesehatan yang
diberikan. Berdasarkan survei pendahuluan didapatkan sebanyak 6 dari 10
orang bidan perawat mengalami keluhan low back pain. Keluhan low back pain
yang di rasakan bidan dan perawat umumnya disebabkan karena banyaknya
kegiatan yang harus dilakukan seperti mengangkat pasien, memandikan pasien,
mendorong peralatan kesehatan, mendorong blangkar pasien, memidahkan
pasien dari tempat tidur ke kursi dan sebagainya.
5
STIKes Mitra RIA Husada
6
2.1.2 Etiologi
Etiologi low back pain bermacam-macam, yang paling banyak adalah
penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu LBP dapat merupakan
nyeri rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria
atau sistem kardiovaskular. Proses infeksi, neoplasma dan inflasi daerah
panggul dapat juga menimbulkan LBP. Low back pain yang disebabkan
sistem neuromuskuloskeletal dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu otot,
diskus intervertebralis, sendi apofiseal, anterior sakroiliaka, kompresi saraf,
metabolik, psikogenik dan umur 18.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut George Erlich nyeri dibedakan menurut waktu terjadinya,
yaitu : pertama nyeri Akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba.
Seorang tidak dapat beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian
punggung yang terkena bertambah nyeri yang terjadi selama kurang dari 8
minggu. Kedua nyeri kronis yang terus menerus dan tidak berkurang
meskipun pikiran bisa teralihkan dengan sesuatu yang penting. Nyeri
biasanya dalam beberapa hari tetapi kadang membutuhkan waktu selama satu
atau bahkan beberapa minggu. Kadang nyeri berulang tetapi untuk
kekambuhan ditimbulkan oleh aktivitas fisik yang sepele 2.
Menurut Internasional Association for the Study of Pain membagi
low back pain ke dalam : pertama Low Back Pain akut, telah dirasakan kurang
dari 3 bulan, Kedua Low Back Pain kronik, telah dirasakan lebih dari 3 bulan
dan yang ke tiga adalah Low Back Pain subakut telah dirasakan minimal 5.
2.1.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui beberapa hal sebagai berikut :
1) Awitan
Penyebab terjadinya low back pain yang mendadak adalah adanya
posisi mekanis yang merugikan. Adanya penyebab mekanis ini
dapat menimbulkan terjadinya robekan otot, peregangan fasia atau
iritasi permukaan sendi.
2) Lama dan frekuensi serangan
Low back pain yang diakibatkan oleh sebab mekanik berlangsung
beberapa hari sampai beberapa bulan.
3) Lokasi dan penyebaran low back pain akibat gangguan mekanis
terutama terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke
tungkai bawah mengarah keiritasi akar saraf.
4) Faktor yang memperberat dan memperingan keluhan. Pada lesi
mekanis keluhan berkurang ketika beristirahat dan bertambah ketika
beraktivitas.
4) Tes Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan
pada sendi sakro iliaka. Tindakan yang dilakukan adalah fleksi,
abduksi, eksorotasi dan ekstensi 22.
c. Pemeriksaan penunjang
1) X-ray
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi,
dan luka degeneratif pada spinal. Gambaran X-ray sekarang sudah jarang
dilakukan, sebab sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir
waktu penyinaran sehingga efek radiasi dapat dikurangi. X-ray
merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukan
keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang
diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung, dan biasanya
dilakukan sebelum melakukan tes penunjang lain seperti MRI atau CT
scan. Foto Xray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP), lateral, dan
bila perlu oblique kanan dan kiri 23.
2) Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis
spinal. Myelografi merupakan tindakan invasif, yaitu dengan
menyuntikkan cairan kontras ke kanalis spinalis, sehingga struktur
bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar X-ray.
Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang berhubungan
dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal 23.
3) Computed Tomography Scan (CT- scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI )
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan
untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, 30 spinal, dan
ekstemitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi. MRI
dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas daripada
CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek
radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai
dengan yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus
intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada punggung 23.
terangkat, maka semakin jauh bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal 19.
Menurut Keyserlyng terdapat beberapa postur tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya low back pain yaitu :
pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari
nyeri dan cepat lelah 27.
Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat
dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar.
Tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat
menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan
meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan
membungkuk kedepan 28.
b) Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering
dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia
akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi
berdiri. Aliran beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju
tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan
tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang
sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga
tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara
anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah 3.
Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang
belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua
kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin
akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki
dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu
yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan
subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan
bergantian dengan sikap kerja duduk 3.
Waktu berdiri terjadi gerakan torsi adalah gerak putar korpus
vertebra akibat gaya mekanik yang dipengaruhi oleh diskus
intervertebralis 1 sendi faset dan ligamen-ligamen interspinal. Gerak
torsi sering menimbulkan kerusakan diskus yang mempercepat proses
degenerasi diskus. Gerak gesek (shering force) antara korpus vertebra
menimbulkan pembebanan pada faset akan bertambah. Pembebanan
tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang
lancar, suplai oksigen ke otak menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan
nyeri otot. Pada temperatur dibawah 39,2 0 F ( 40 C ), efek penguapan dingin
dapat terjadi dan memperburuk faktor resiko MSDs lain 19.
c. Pencahayaan
Pencahayaan kurang baik dapat menimbulkan stress pada pekerja.
Tingkat stress tinggi akan memicu dan meningkatkan keluhan low back
pain. Selain itu pencahayaan yang kurang akan menimbulkan pekerja
mendekati sumber cahaya sehingga dapat menimbulkan postur janggal
yang beresiko menimbulkan low back pain 30.
d. Kebisingan
Kebisingan yang ada dilingkungan kerja juga bisa mempengaruhi
performa kerja. Kebisingan secara tidak langsung dapat memicu ketegangan
otot dan meningkatkan nyeri LBP yang dirasakan pekerja karena bisa
membuat stress pekerja saat berada dilingkungan kerja yang tidak baik 30.
Skor Posisi
1 Posisi leher fleksi 00 – 200
2 Posisi leher fleksi atau ekstensi > 200
Skor hasil perhitungan tersebut kemungkinan dapat
ditambah +1 jika posisi leher pekerja membungkuk atau memuntir
secara lateral.
Skor Posisi
1 Posisi badan tegak lurus / posisi badan alamiah
2 Posisi badan fleksi : antara 00-200 dan ekstensi : antara 00-
200
3 Posisi badan fleksi : 200-600 dan ekstensi : antara > 200
4 Posisi badan membungkuk fleksi > 600
Skor pada badan ini akan meningkat, jika terdapat posisi
badan meningkat, jika terdapat posisi badan membungkuk atau
memuntir secara lateral. Dengan demikian skor pada badan ini harus
diidentifikasi sesuai posisi yang terjadi.
c. Skoring pada kaki
Skor pada grup A selanjutnya adalah mengevaluasi posisi kaki.
Skor pada kaki meningkat jika salah satu atau kedua lutut fleksi atau
ditekuk.
Tabel 2.3 Ilustrasi Posisi Kaki dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi kedua kaki tertopang baik dilantai dalam berdiri maupun
berjalan
2 Salah satu kaki tidak tertopang dilantai dengan baik atau terangkat
Skor pada kaki akan meningkat jika salah satu atau kedua lutut
fleksi atau ditekuk. Kenaikan tersebut mungkin sampai dengan 2 (+2)
jika lutut menekuk > 600, dan jika satu atau kedua kaki ditekuk fleksi
antara 300-600 akan ditambah 1(+1).
2) Penilaian anggota tubuh bagian atas (lengan,lengan bawah dan pergelangan
tangan).
a. Penilaian Skor Pada Lengan
Untuk menentukan skor yang dilakukan pada lengan atas, maka
harus diukur sudut antara lengan dan badan. Skor yang diperoleh akan
sangat tergantung pada besar kecilnya sudut yang terbentuk antara
lengan dan badan. Posisi lengan yang dianggap berbeda, untuk pedoman
saat pengukuran.
Tabel 2.4 Iustrasi Posisi Lengan dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi lengan fleksi atau ekstensi 00 - 200
2 Posisi lengan fleksi antara 210 - 450 atau ekstensi lebih dari
200
3 Posisi lengan fleksi antara 460 - 900
4 Posisi lengan fleksi lebih dari 900
Skor Posisi
1 Posisi lengan bawah fleksi antara 600 - 1000
2 Posisi lengan bawah fleksi kurang dari 600 atau lebih dari
1000
Skor Posisi
1 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi antara 00 - 150
d. Skor REBA
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengaplikasikan metode
REBA:
1. Menentukan periode waktu observasi dengan mempertimbangkan posisi
tubuh pekerja dan tentukan siklus waktu kerja jika memungkinkan.
2. Analisa secara detail pekerjaan dengan durasi yang berlebihan.
3. Catat posisi tubuh pekerja selama bekerja dengan video atau foto dengan
memasukkan waktu rill bila memungkinkan.
4. Identifikasi posisi pekerjaan yang dianggap paling penting dan berbahaya.
5. Membagi segmen tubuh menjadi dua group yaitu group A meliputi badan,
leher dan kaki sedangkan group B meliputi lengan, lengan bawah, dan
pergelangan tangan.
6. Lihat tabel A untuk mendapatkan nilai awal group A untuk skor individu
terhadap badan, leher dan kaki.
7. Rating group B diambil dari rating lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan pada tabel B.
8. Modifikasi skor dari group A tergantung pada beban yang dilakukan,
disebut “Skor A”.
9. Koreksi skor pada group B berdasarkan pada jenis pegangan kontainer
yang disebut “Skor B”.
10. Dari “Skor A” dan “Skor B” ditransfer ke dalam Tabel C yang akan
memberikan skor baru disebut “Skor C”.
11. Modifikasi “Skor C” tergantung jenis aktivitas otot yang dikerahkan untuk
mendapatkan skor akhir REBA.
12. Periksa tingkat aksi, risiko dan urgensi tindakan perbaikan yang harus
dilakukan berdasarkan nilai akhir perhitungan.
Skor individu yang diperoleh dari posisi badan, leher dan kaki
(group A), akan memberikan skor pertama berdasarkan Tabel A (Tabel 2.7).
Tabel 2.7 Skor Awal Group A
Punggung Leher
1 2 3
Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 1 2 3 4 4 5 6
2 2 3 4 5 3 3 4 5 6 6 6 7
3 2 4 5 6 4 4 5 6 7 7 7 8
4 3 5 6 7 5 6 6 7 8 8 8 9
5 4 6 7 8 6 7 7 8 9 9 9 9
Beban
0 1 2 +1
< 5kg 5-10 kg > 10 kg Penambahan beban
secara tiba-tiba tau
secara cepat
Selanjutnya, skor awal untuk grup B berasal dari skor posisi lengan,
lengan bawah dan pergelangan tangan.Untuk lebih jelasnya perhatikan
tabel penilaian skor awal untuk grup B dibawah (Tabel 2.8).
Tabel 2.8 Skor Awal untuk Group B
Lengan Bawah
Lengan 1 2
atas
Pergelangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 3 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 7 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Coupling
0 – Good 1 – Fair 2 - Poor 3 – Unacceptable
Pegangan pas dan tepat Pegangan tangan Pegangan Dipaksakan,
ditengah, genggaman bisa diterima tangan tidak genggaman yang
kuat tapi tidak bisa diterima tidak aman, tanpa
ideal/coupling walaupun pegangan
lebih sesuai memungkinkan coupling tidak
digunakan oleh sesuai digunakan
bagian lain dari oleh bagian lain
tubuh dari tubuh
Tabel C di bawah ini menunjukkan nilai untuk “Skor C” yang
didasarkan pada hasil perhitungan dari skor A dan B. Keduanya dihitung
untuk kemudian akan didapatkan hasil untuk tabel C. Dengan kombinasi
perhitungan antara skor A dan skor B akan didapatkan skor C (tabel 2.9)
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
Score B
6 3 4 5 6 7 8 10 10 11 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 8 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Score
+1 = Jika 1 atau +1 = Jika pengulangan +1 = Jika gerakan
lebih bagian tubuh gerakan dalam menyebabkan
statis, ditahan lebih rentang waktu singkat, perubahan atau
dari 1 menit diulang lebih dari 4 pergeseran postur yang
kali permenit (tidak cepat dari posisi awal
termasuk berjalan)
Skor
Tingkat Resiko Tindakan Pengendalian Lebih Lanjut
REBA
1 Tidak Ada Resiko Tidak perlu tindakan lebih lanjut
2–3 Resiko Rendah Mungkin perlu tindakan
4–7 Resiko Sedang Perlu tindakan
8 – 10 Resiko Tinggi Perlu tindakan secepatnya
>11 Resiko Sangat Tinggi Perlu tindakan sekarang juga
Faktor Individu :
Usia 22,23
IMT 25
Merokok 27
Masa kerja 30
Riwayat penyakit 9
Faktor Pekerjaaan
Beban kerja 31 Keluhan Low Back
Lama kerja 33 Pain
Postur kerja 19
Faktor lingkungan
Getaran 27
Temperatur 19
Pencahayaan 30
Kebisingan 30
Ket: Tulisan yang di bold adalah variabel yang diteliti oleh peneliti.
Faktor Individu :
1. Masa kerja
2. IMT Keluhan Low
3. Riwayat Back Pain
Penyakit
Faktor Pekerjaan :
1. Postur kerja
30
STIKes Mitra RIA Husada
31
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain atau pendekatan cross sectional dimana data variabel
independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
35
.
33
STIKes Mitra RIA Husada
34
sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu di cek kembali untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembentulan atau
koreksi 36.
∑(𝑂 − 𝐸)²
𝑋2 =
𝐸
Keterangan :
X2 = Chi square dari sel baris dan kolom
O = Observation (frekuensi teramati dari sel baris dan kolom )
E = Expected (frekuensi harapan dari baris kolom) 37.
36
STIKes Mitra RIA Husada
37
Perbedaan Keluhan Low Back Pain Berdasarkan Faktor Postur Kerja, Masa Kerja, IMT,
Serta Riwayat Penyakit Pada Bidan Perawat
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan hasil analisa bivariat antara postur kerja
terhadap keluhan low back pain. Hasil tersebut menunjukkan presentase keluhan
low back pain lebih banyak terjadi pada responden dengan resiko tinggi yaitu
sebesar 75 %. Sementara presentase keluhan low back pain pada responden dengan
resiko rendah sebesar 42,9 %. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi squre
diperoleh nilai P Value = 0,03 < (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara postur kerja terhadap keluhan low back pain. OR
didapatkan 1,250 dengan CI 0,77-6,81. Artinya kecenderungan responden
berdasarkan postur kerja yang beresiko tinggi 1 kali lebih berpeluang low back pain
dibandingkan dengan responden yang beresiko rendah.
Sedangkan perbedaan antara masa kerja terhadap keluhan low back pain,
didapatkan bahwa persentase responden yang lebih banyak mengalami keluhan low
back pain adalah responden yang bekerja ≥ 3 tahun yaitu sebesar 76,5 %. Sementara
keluhan low back pain pada responden yang bekerja < 3 tahun sebesar 36,8 %.
Setelah dilakukan uji statistik dengan chi squre diperoleh nilai P Value = 0,01 <
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
antara masa kerja terhadap keluhan low back pain. OR didapatkan 5,571 dengan
CI 1,41-57,11. Artinya kecenderungan responden berdasarkan masa kerja yang
bekerja ≥ 3 tahun 5 kali lebih beresiko dibandingkan responden yang bekerja < 3
tahun.
Pada uji bivariat perbedaan antara IMT terhadap keluhan low back pain,
didapatkan bahwa persentase responden yang lebih banyak mengalami keluhan low
back pain adalah responden dengan IMT yang tidak normal yaitu sebesar 76,7%.
Sementara keluhan low back pain pada responden dengan IMT normal sebesar
43,5 %. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi squre diperoleh nilai P Value =
0,02 < (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara IMT terhadap keluhan low back pain. OR didapatkan 4,271
dengan CI 1,31-13,91. Artinya kecenderungan responden berdasarkan IMT yang
memiliki IMT tidak normal 4 kali lebih beresiko dibandingkan responden yang
memiliki IMT normal.
Selanjutnya perbedaan antara riwayat penyakit terhadap keluhan low back
pain, didapatkan bahwa persentase responden yang lebih banyak mengalami
keluhan low back pain adalah responden yang memiliki riwayat penyakit yaitu
sebesar 73,7 %. Sementara keluhan low back pain pada responden yang tidak
memiliki riwayat penyakit sebesar 55,9 %. Setelah dilakukan uji statistik dengan
chi squre diperoleh nilai P Value = 0,32 > (0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara riwayat penyakit terhadap
keluhan low back pain.
6.1.2 Perbedaan Postur Kerja Terhadap Keluhan Low Back Pain Pada Bidan
Perawat di RSIA Kenari Graha Medika
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa pada bidan
maupun perawat terdapat perbedaan yang bermakna antara postur kerja
terhadap keluhan low back pain. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Kursiah yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara posisi kerja
39
STIKes Mitra RIA Husada
40
10
terhadap kejadian low back pain pada perawat di RSUD Kerinci .
Kemudian menurut penelitian Eko menyebutkan bahwa ada kemaknaan
antara sikap kerja terhadap keluhan low back pain 38.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa postur atau sikap kerja merupakan
suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan. Sikap
kerja yang tidak ergonomis dapat menyebabkan kelelahan dan cedera pada
otot. Sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah. Misalkan saat
melakukan pergerakan tangan terangkat, maka semakin jauh bagian tubuh
dari pusat gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula resiko terjadinya
keluhan low back pain.19
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa bidan perawat
dalam melakukan pekerjaannya yang paling beresiko low back pain pada
saat mengangkat atau memindahkan pasien biasanya berada pada sikap
membungkuk berulang kali. Kondisi sebenarnya pada bidan perawat di
RSIA sendiri hampir sebagian besar melakukan pekerjaan tidak sesuai
dengan aturan ergonomi yang menyebabkan keluhan low back pain dan
berpengaruh terhadap kinerjanya.
Bidan perawat dengan posisi membungkuk yang berulang-ulang
pada posisi yang sama akan memendekkan otot yang akhirnya
menimbulkan rasa nyeri. Gerakan berulang, gerakan dengan tenaga yang
kuat dapat menyebabkan inflamasi pada tendon dan sendi yang berdampak
pada penekanan/ kerusakan pada saraf yang menimbulkan keluhan nyeri
dan kesemutan sehingga bisa meningkatkan terjadinya keluhan low back
pain.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengatur posisi tubuh saat
membungkuk dengan mendekatkan beban ke arah tubuh dan jangan
13
melakukan pengangkatan ketika berada dalam postur yang tidak stabil .
Risiko LBP pada perawat dapat dikurangi sesuai dengan hirarki
pengendalian risiko di dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
dengan demikian maka pengendalian teknik diutamakan dalam
pengendalian risiko akibat pekerjaan membungkuk, disusul pengendalian
6.1.3 Perbedaan Masa Kerja Terhadap Keluhan Low Back Pain Pada Bidan
Perawat DiRSIA Kenari Graha Medika
Dari penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara masa kerja terhadap keluhan low back pain pada bidan
maupun perawat di RSIA Kenari Graha Medika. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Rohmawan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
11
antara masa kerja dengan keluhan low back pain . Dan sejalan dengan
penelitian Fathoni yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa
kerja dengan keluhan LBP 12.
Berdasarkan teori Yuliana semakin lama masa bekerja atau semakin
lama seseorang terpajan faktor risiko maka semakin besar pula risiko untuk
mengalami LBP dikarenakan nyeri punggung merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan menimbulkan
manifestasi klinis 29.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi reponden mengabaikan
keluhan low back pain yang dirasakan. Adapun di RSIA Kenari Responden
sebagian besar memiliki masa kerja yang lebih dari 3 tahun, responden
paling lama bekerja yaitu selama 6 tahun sedangkan yang paling sebentar
yaitu selama 3 bulan. Menurut hasil wawancara responden mengaku bila
mulai merasakan keluhan low back pain (LBP) hanya beristirahat saja, tidak
berolahraga, minum obat bahkan tidak ke dokter untuk pemeriksaan.
Responden dengan masa kerja yang lama melakukan pekerjaan mengangkat
dan memindahkan pasien secara terus menerus dapat mengakibatkan
keluhan low back pain yang nantinya dapat berkembang menjadi kelainan
tulang seperti skoliosis, bahkan yang sangat fatal yaitu Hernia Nukleus
Pulposus (HNP). Oleh sebab itu pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan cara melakukan rotasi kerja untuk menghindari pekerjaan sama
secara berulang-ulang dan melakukan pelatihan agar bidan maupaun
perawat lebih memahami mengenai dampak keluhan low back pain.
6.1.4 Perbedaan IMT Terhadap Keluhan Low Back Pain Pada Bidan
Perawat diRSIA Kenari Graha Medika
Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat perbedaan
antara IMT terhadap keluhan low back pain pada bidan maupun perawat.
Hal ini sesuai dengan penelitian Setyaningrum mengatakan ada hubungan
15
yang signifikan antara indeks masa tubuh dengan kejadian low back pain .
Berdasarkan hasil penelitian Purnamasari terdapat hubungan antara
overweight dengan low back pain 26.
Menurut WHO Indeks Masa Tubuh bermanfaat untuk mengukur
presentase lemak tubuh dan memperkirakan berat badan ideal seseorang.
Hasil pengukuran IMT dikategorikan menjadi kategori, yaitu underweight,
normal, dan overweight. Obesitas akan menyebabkan tonus otot abdomen
lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan
menyebabkan lordosis lumbalis. Kondisi ini kemudian akan menimbulkan
kelelahan pada otot paravertebrata. Hal ini merupakan resiko terjadinya low
back pain . Underweigh akan berdampak pada keluhan low back pain jika
berat beban yang diangkat melebihi kapasitas karena dengan kondisi badan
yang kurus bisa menyebabkan otot tubuh bekerja dengan keras sehingga
menyebakan kelelahan otot 25.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ketika seseorang
kelebihan berat biasanya akan disalurkan kedaerah perut yang berarti
menambah kerja tulang lumbal. Semakin berat badan bertambah, tulang
belakang akan tertekan dalam menerima beban sehingga menyebabkan
mudahnya terjadi kerusakan pada struktur tulang belakang. Salah satu
daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari obesitas
adalah verterbrae lumbal.
Sebagian besar responden di RSIA Kenari memiliki IMT yang tidak
normal, berdasarkan wawancara pola makan responden tidak diatur serta
kurangnya olahraga sehingga sulitnya memiliki BB ideal. Pencegahan yang
dapat dilakukan antara lain mengontrol pola makan responden, melakukan
pengukuran berat badan serta berolahraga secara teratur.
6.1.5 Perbedaan Riwayat Penyakit Terhadap Keluhan Low Back Pain Pada
Bidan Perawat diRSIA Kenari Graha Medika
Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan
antara riwayat penyakit terhadap keluhan low back pain pada bidan perawat
di RSIA Kenari. Namun Hal ini sejalan dengan penelitian Febriana Maizura
yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat
penyakit terhadap keluhan low back pain 37.
Riwayat penyakit dapat diketahui dengan adanya catatan penyakit
yang diperoleh berdasarkan diagnosa dari dokter. Penting untuk
mengetaahui riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik oleh ahli untuk
menentukan apakah low back pain hanya disebabkan oleh muskuluskeletal,
atau adakah kerusakan saraf atau bahkan kondisi lain yang perlu
mendapatkan perhatia. Postur yang bervariasi dan abnormalitas
kelengkapan tulang belakang merupakan salah satu faktor risiko adanya low
back pain. Selain itu berbagai penyakit juga menyebabkan LBP seperti
kekakuan dan spasme otot, ostreoprosis, scoliosis, rematik.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi karena di RSIA Kenari
presentase jumlah yang memiliki riwayat penyakit lebih sedikit dari pada
yang tidak ada riwayat penyakit, sehingga di RSIA faktor utama keluhan
low back pain tidak diakibatkan oleh riwayat penyakit. Selain itu setiap
karyawan yang akan masuk bekerja di RSIA Kenari harus melakukan
medical chek-up, sehingga kecil kemungkinan bidan perawat yang bekerja
memiliki riwayat penyakit sebelumnya saat akan masuk bekerja di RSIA
Kenari Graha Medika.
7.1 Kesimpulan
1) Diketahui sebagian besar bidan perawat di RSIA Kenari mengalami keluhan
low back pain, hal ini dikarenakan pola makan yang tidak teratur, postur
kerja yang janggal serta masa kerja yang lama.
2) Diketahui adanya perbedaan yang bermakna antara postur kerja terhadap
keluhan low back pain, karena saat melakukan pekerjaanya bidan perawat
melakukan posisi kerja yang tidak ergonomi seperti membungkuk yang
berulang-ulang pada posisi yang sama.
3) Diketahui adanya perbedaan yang bermakna antara masa kerja terhadap
keluhan low back pain, karena nyeri punggung merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan menimbulkan
manifestasi klinis.
4) Diketahui adanya perbedaan yang bermakna antara IMT terhadap keluhan
low back pain. Hal ini karena semakin berat badan bertambah, tulang
belakang akan tertekan dalam menerima beban sehingga menyebabkan
mudahnya terjadi kerusakan pada struktur tulang belakang.
5) Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara riwayat penyakit
terhadap keluhan low back pain, karena sebagian besar reponden tidak
memiliki riwayat penyakit dibandingkan responden yang memiliki riwayat
penyakit.
7.2 Saran
a. Manajemen RSIA Kenari
1) Disarankan agar dapat menambah tempat tidur rawat dan brankar pasien
yang ketinggiannya dapat disesuaikan.
2) Perlu mengadakan pelatihan tentang bagaimana postur kerja yang
ergonomi dan pelatihan tentang bahaya low back pain kepada bidan
perawat yang bekerja di RSIA Kenari Graha Medika.
45
STIKes Mitra RIA Husada
46
DAFTAR PUSTAKA
12. Fathoni, Himawan. Hubungan Posisi Kerja, Masa Kerja dan IMT Dengan
Low Back Pain Pada Perawat Rsud Purbalingga. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 7, No.2, Juli 2012
13. Sriyani KA. Factors Related for Low Back Pain among Nurses at Teaching
Hospital . Karapitiya. 2017;267–71.
14. Chou L, Brady SRE, Urquhart DM, Teichtahl AJ, Cicuttini FM, Pasco JA,
et al. The Association between Obesity and Low Back Pain and Disability Is
Affected by Mood Disorders. Med (United States). 2016;95(15):1–7.
15. Setyaningrum M. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Angka Kejadian
Low Back Pain Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Universitas Muhamadiyah
: Surakarta. 2014.
16. Islamiati B, Ramdhan DH. Analisis Faktor Risiko Tingkat Keluhan Subjektif
Low Back Pain Pada Operator Forklift di PT . Pertamina Lubricants
Production Unit Jakarta. Universitas Indonesia : Depok. 2014.
17. Dachlan LM. Pengaruh Back Exercise pada Nyeri Punggung Bawah.
Universitas Sebelas Maret : Surakarta. 2009.
18 Eleanor Bull dan Graham Archad. Nyeri Punggung . Terjemah oleh Juwita
Surapsari, Jakarta : Erlangga. 2010.
19. Tarwaka. Manjemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta :
Harapan Press ; 2014.
20. Ratini M. Understanding The Symptoms of Back Pain. 2015. [Online
Article] [diunduh januari 2019]. Tersedia dari http.//www.webMD.com
21. Meliala L. Nyeri punggung bawah. Jakarta. Kelompok Studi Nyeri
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) ; 2011.
22. Harsono. Kapita selekta neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2009.
23. Huldani. Nyeri Punggung. J Univ Lambung Mangkurat Fak Kedokteran :
Banjarmasin. 2012;1–39.
24. Sirajudin A. Hubungan Manual Material Handling Dan Faktor-Faktor Lain
Dengan Kejadian Low Back Pain ( Lbp ) Pada Nelayan Di Bandar Lampung.
Universitas Lampung : Lampung. 2019.
25. World Health Organization. Low Back Pain. Priority Medicines for Europe
and The World. Journal 2013 ;81: 671-6.
26. Purnamasari H, Gunarso U, Rujito L. Overweight Sebagai Faktor Risiko Low
Back Pain pada Pasien Poli Saraf Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Mandala of Health. Purwokerto : Fakultas Kedokteran Universitas Jendral
Soedirman. Vol 2010 ; 4:(1),hal. 26-32
27. Andini F. Risk Factors of Low Back Pain in Workers. J.Majority. Universitas
Lampung. 2015 ; 4(1):12-19.
28. Dewi, Puspita Kurnia A. Hubungan Tingkat Resiko Postur Kerja Dan
Karakteristik Individu Dengan Tingkat Resiko Keluhan Low Back Pain Pada
Perawat Bangsal Kelas III Di Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Surakarta.
PhD Thesis. Universitas Muhammadiyah : Surakarta. 2015
29. Kantana T. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Pada
Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT. Enseval Putera Megatrading
Jakarta. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2010.
30. Yuliana. Low Back Pain. 2012. CDK 185/Vol 38 (4). RSUP. Dr. Hasan
Sadikin Bandung. 2011.
31. Bridger, R.S. Introduction To Ergonomics. International Editions. Singapore
: Mc Graw Hill Book Co. 2013.
32. Risdianti, Devi. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Keluhan Low Back
Pain (Lbp) Pada Kuli Panggul Perempuan Di Pasar Legi Surakarta.
Universitas Muhamadiyah Surakarta. 2018.
33. Straker LM. An Overview Of Manual Handling Injury Statistic In Western
Australia. International Journal of Industrial Ergonomics. Perth: Curtin
University of Technology, 2010 ; 24:(4), hal. 357-64.
34. Wichaksana,dkk. Peran Ergonomi Dalam Pencegahan Akibat Kerja. Jurnal
Ergonomi Indonesia. Jakarta ; 2009.
35. Rusmiati, Desi. Modul Metodologi dan Biostatistik. Jakarta : STIKes Mitra
Ria Husada. 2016.
36. Wibowo, Adik. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan . Jakarta :
Rajawali Pers, 2014 ; Ed.1(cet 2).