MIKROBIOLOGI INDUSTRI
Disusun Oleh:
i
DAFTAR TABEL
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wine pada awalnya adalah minuman hasil fermentasi gula yang ada di dalam buah
anggur dari spesies Vitis Vinifera, yang pada proses akhirnya akan menghasilkan berbagai
macam jenis wine seperti Red Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Fruit Wine,
Sweet Wine dan Fortified Wine. Namun sekarang sudah banyak orang yang membuat wine
dari berbagai jenis sari buah-buahan lainnya seperti nanas, apel, jeruk, tomat, mangga,
pepaya, pisang, dan lain-lain. Wine yang dibuat dari sari buah selain anggur ini biasanya
memiliki kadar alkohol berkisar di antara 8% - 15% yang disebut sebagai wine buah (fruit
wine). Selain itu jenis wine yang terbuat dari buah anggur yaitu diantara:
i. Red Wine, adalah wine yang dibuat dari anggur merah (red grapes). Red wine ini
membutuhkan waktu fermentasi selama 3 – 5 hari pada suhu 24 – 270C. Beberapa jenis
anggur merah yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah merlot,
cabernet sauvignon, syrah/shiraz, dan pinot noir.
ii. White Wine, adalah wine yang dibuat dari anggur putih (white grape) dan membutuhkan
waktu fermentasi selama 7 – 14 hari pada suhu 10 – 210C. Beberapa jenis white wine
yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah chardonnay, sauvignon
blanc, semillon, riesling, dan chenin blanc.
iii. Rose Wine, adalah wine yang berwarna merah muda atau merah jambu yang dibuat dari
anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat dibandingkan
dengan proses pembuatan Red Wine. Di daerah Champagne, kata Rose Wine mengacu
pada campuran antara White Wine dan Red Wine.
iv. Sparkling Wine, adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbon
dioksida di dalamnya. Sparkling Wine yang paling terkenal adalah Champagne dari
Prancis. Hanya Sparkling Wine yang dibuat dari anggur yang tumbuh di desa
Champagne dan diproduksi di desa Champagne yang boleh disebut dan diberi label
Champagne.
v. Sweet Wine, adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi
(residual sugar) sehingga membuat rasanya menjadi manis.
vi. Fortified Wine, adalah wine yang mengandung alkohol lebih tinggi dibandingkan
dengan wine biasa (antara 15% hingga 20.5%). Kadar alkohol yang tinggi ini adalah
hasil dari penambahan spirit pada proses pembuatannya.
1
Wine adalah minuman yang sejarahnya bisa ditarik sampai sekitar tahun 6000 SM.
Berasal dari daerah Mesopotamia, wine kemudian menyebar ke berbagai negara dibagian
dunia. Pembuatan wine ini dilakukan dengan cara fermentasi yaitu proses pemecahan gula
yang terkandung dalam buah menjadi alkohol dan CO2 akibat dari aktifitas enzim yang
dihasilkan oleh sel mikroorganisme atau yang sering disebut dengan ragi. Hasil fermentasi
dari buah-buahan ini berbau harum karena mengandung ester dari asam yang berasal dari
buah-buahan tersebut yang juga mengandung alkohol. Selain dalam pembuatan wine, ragi
juga digunakan dalam pembuatan roti, dan beberapa jenis makanan tradisional seperti tape,
tahu, dan tempe. Ragi juga digunakan dalam produksi ethanol baik dalam skala industri
besar maupun kecil.
Dalam percobaan kali ini substrat yang digunakan untuk membuat wine adalah
buah mangga dan ragi yang digunakan yaitu Saccharomyces cerevisiae. Buah mangga
merupakan buah yang banyak dan mudah dibudidayakan di daerah tropis dibandingkan
anggur. Selain mudah untuk dibudidayakan, di Indonesia terdapat banyak varietas buah
mangga diantaranya yaitu mangga gedong, mangga arumanis, mangga indramayu, mangga
apel, mangga golek, dan lainnya. Mangga juga merupakan buah tropis penting yang
banyak didistribusikan ke seluruh dunia. Namun, buah ini sangat mudah rusak, dengan
umur penyimpanan 2-4 minggu pada 10-15°C yang membatasi ketersediaannya dalam
keadaan segar. Untuk itu memfermentasikannya adalah salah satu cara yang baik dalam
mendistribusikan buah ini, sehingga terbentuklah wine mangga. Selain menambah variasi
wine, ini juga dapat meningkatkan perekonomian bangsa.
Dengan karakteristik kandungan mangga yang menyerupai anggur, sehingga
memudahkannya untuk difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzim ataupun nutrisi
lainnya. Adapun hal-hal lainnya yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi yaitu:
pemilihan ragi, nutrien (substrat), konsentrasi gula, keasaman, serta suhu dari ekstrak buah
tersebut. Salah satu syarat substrat yang baik untuk pembuatan wine adalah harus
mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi, mempunyai keasaman yang tinggi sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, kandungan gula cukup
tinggi, dan mempunyai aroma yang sedap.
2
B. Tujuan
1.2 Menganalisa hubungan antara jumlah gula yang digunakan dengan kecepatan
pertumbuhan bakteri dan jumlah persentase alkohol yang dihasilkan.
C. Dasar Teori
Mangga (Mangifera indica L.) adalah salah satu buah tropis yang mempunyai
varietas yang banyak di Indonesia. Di Indonesia, buah mangga tumbuh di 165.000 hektar
lahan perkebunan dan lebih dari 25 kultivar mangga dibudidayakan secara komersial di
berbagai daerah. Mangga mengandung kadar gula yang tinggi (16-18% b/v), dan banyak
kandungan asam dengan sifat organoleptik (termasuk, malic, oxalic succinic). Sukrosa,
glukosa dan fruktosa adalah kandungan gula utama yang terdapat dalam buah mangga
matang. Sedangkan buah yang belum matang mengandung asam sitrat, asam malat, asam
oksalat, suksinat dan asam organik lainnya, yang berfungsi untuk menghidrolisis gula
dalam buah. Buah mangga juga mengandung antioksidan seperti vitamin A dan C (4.800
IU), dan memiliki konsentrasi 𝛽-karoten yang sangat tinggi yang berfungsi sebagai agen
pencegah kanker. Oleh karena itu, mangga dengan komposisi gula pereduksi yang tinggi
ini dapat difermentasi dan dapat berfungsi sebagai substrat untuk memproduksi wine
dengan menggunakan bantuan ragi (Saccharomyces cerevisiae).
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh
enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang telah
ada dalam bahan pangan itu sendiri. Proses fermentasi biasanya terjadi pada senyawa
organik yang memiliki zat gula. Hal ini yang menyebabkan buah-buahan dapat diproses
secara fermentasi, karena didalamnya terdapat senyawa organik berupa zat gula. Produk
utama dari proses fermentasi yaitu etanol. Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih
dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Proses
fermentasi etanol meliputi dua tahap yaitu:
1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang
atom hidrogen melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas), menghasilkan senyawa
karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa.
3
2. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang
dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk senyawa-senyawa hasil fermentasi yaitu
etanol.
Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh komposisi bahan baku, proses
fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik secara alami atau disengaja selama
proses fermentasi. Apabila konsentrasi gula yang terkandung pada buah kurang dari 14%
b/v, maka harus ditambahkan gula untuk mengganti kekurangan kandungan gula. Selain
karakteristik buah, pemilihan strain ragi yang tepat untuk konsentrasi substrat dan alkohol
tinggi juga merupakan syarat utama untuk dapat meningkatkan hasil atau produk wine
yang bagus. Tidak hanya itu berikut faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi wine,
diantaranya:
a. Spesies sel ragi
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang
digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan
gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari “whey”
menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan
mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi
yang tinggi, mampu beradaptasi dengan SO2, menghasilkan asam yang rendah, dan
mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak serta tahan terhadap alkohol
tersebut.
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak
jenis ragi. Kata saccharomyces berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur.
Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah
satu contohnya adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan
anggur, roti, dan bir. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan
dalam memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces. Jamur
Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi,
telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi. Karena kemampuannya
dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman
(Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini.
b. Jumlah mikroorganisme
Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi.
Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan “critical factor”
4
yang mempengaruhi. Jumlah “starter” optimum pada fermentasi alkohol adalah 2-5%
serta jumlah ragi yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan jumlah sel
berkisar 2-5 x 106 sel per ml.
6
BAB II
TAHAP EKSPERIMEN
Alat Bahan
- Beaker 1000 mL - Starter wine (Saccharomyces
- Beaker 250 mL cerevisiae)
- Hot plate - Gula
- Incubator - 1 kg buah mangga
- Plastic wrap - Aquades
- Thermometer
- 4 Bottle jar 250 mL
- 1 buah Blender
- 2 buah Pisau
- Kain saring
- Centrifuge
- 6 buah centrifuge tube
- Kamera
- Syringe
- UV-Vis
- Cuvette
- Neraca analitik
B. Prosedur Percobaan
7
7) Pisahkan air sari daging (filtrat) buah dengan ampasnya
8) Timbang filtrat yang diperoleh
9) Selanjutnya filtrat dipasteurisasi pada suhu 63°C selama 30 menit
10) Sari buah kemudian didinginkan sampai suhu 30°C (diukur menggunakan
thermometer)
11) Setelah dingin filtrat dibagi ke 4 botol bening dengan volume masing –
masingnya adalah 100ml
12) Tambahkan gula kedalam filtrat dengan perbandingan
Sampel Gula (%)
A 0
B 5
C 10
D 15
13) Analisis kadar alcohol menggunakan UV-vis
14) Selanjutnya ditambahkan starter yang telah diaktivasi dengan perbandingan
volume starter dan jus buah adalah 1 : 10
15) Kemudian dibotolkan dan diinkubasi selama 72 jam
16) Amati perubahan bau/ aroma, dan pertumbuhan bakterinya setiap 3 jam (atau
kelipatannya)
17) Lakukan pengamatan kadar alcohol pada akhir tahap fermentasi
8
BAB III
ANALISIS DATA & PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
Kadar Absorbansi
Gula Hari Pertama Hari Ke-dua Hari ke-tiga
09:00 12:00 15:00 09:00 12:00 15:00 09:00 12:00 15:00
0gr (A) 0.842 1.069 0.993 1.104 1.466 1.612 1.614 1.620 1.492
5gr (B) 0.883 0.830 0.938 1.107 1.455 1.482 1.678 1.686 1.452
10gr (C) 0.887 1.018 0.913 1.142 1.447 1.470 1.504 1.618 1.261
15gr (D) 0.924 1.021 0.941 0.967 1.501 1.479 1.644 1.666 1.387
9
Tabel 3. referensi kadar alkohol(etanol) dengan nilai indeks bias
1,35
1,34
1,33
1,32
0 20 40 60 80 100 120
% kadar etanol
10
Grafik Absorbansi vs sampling ke n
1,8
1,7
1,6
1,5
Absorbansi (A)
1,4
0 gr
1,3
5 gr
1,2
1,1 10 gr
1 15 gr
0,9
0,8
0 2 4 6 8 10
Sampling ke n
B. Analisis
Fermentasi berlangsung dengan disertai gas CO2 yang terlihat dalam air
berupa gelembung udara selama masa fermentasi hal ini terjadi karena adanya
penguraian gula invert menjadi alkohol dengan melepaskan gas CO2, seperti pada
reaksi dibawah ini :
11
itu terombak sehingga glukosa itu akan terpisah dari serat-serat sari mangga
sehingga menjadi gumpalan-gumpalan yang tetap berwarna kuning.
Rasa masam yang dimiliki oleh wine berasal dari alkohol hasil
perombakan glukosa oleh mikriba Saccaromyces cereveceae, dimana rasa inilah
yang menjadi khas pada minuman beralkohol, akan tetapi rasa masam yang
dimikiki oleh wine ini dapat kita kurangi dengan penambahan sedikit gula,
sehingga dalam cairan itu akan menguraikan sedikit alkohol menjadi gula invert
yang memberikan sedikit rasa manis.
12
stasioner maksimum , jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai jumlah
sel hidup atau hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga
jumlah sel hidup konstan, seolah-olah tidak terjadi pertumbuhan. Berdasarkan
data yang diperoleh fasa stasioner dapat dilihat pada jumlah absorbansi yang
tinggi (maksimum) lalu dilanjutkan dengan penurunan absorabansi (fase death).
Dengan diperoleh data indeks bias bisa dilakukan regresi linear dan dapat
diperoleh kadar etanol pada sample wine mangga 0 % yaitu sebesar 9,25 %.
Kadar etanol ini sangat rendah dibandingkan sampel lain yang ditambahkan
kadar gula yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kadar
gula pada wine mempengaruhi jumlah kadar etanol.hal ini terjadi karena gula
yang terdapat pada wine akan dirombak oleh khamir atau bakteri menjadi
alcohol dan gas dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan. Bisa
disimpulkan semakin banya gula yang ditambahkan maka akan didapatkan
kadar etanol yang besar.
Nilai absorbansi yang didapatkan selama tiga hari mengalami kenaikan dan
penurunan. Penambahan gula pasir memberikan pengaruh terhadap kadar
alkohol yang terdapat pada wine. Pada hari pertama pada saat pengamatan
kedua, nilai absorbansi mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pengendapan
ampas yang tidak tersaring dengan sempurna dan menyebabkan wine menjadi
bening. Penurunan absorbansi terjadi pada pengambilan data hari ketiga
(terakhir). Hal ini sesuai dengan fasa pertumbuhan mikroba yaitu fasa lag,
exponential,stationary,dan death. Pada hari pertama bakteri sudah memulai
13
tahapan fasa lag pada awal setelah penambahan Saccharomyces cerevisiae ,
tahapan kedua fasa exponential yaitu dibuktikan dengan data absorbansi yang
diperoleh naik secara eksponesial, data absorbansi ini diperoleh mulai hari
pertama sampai hari kedua, tahapan ketiga fasa stationary yaitu dibuktikan
dengan data absorbansi pada hari ketiga yang mulai konstan , dan terakhir fasa
death yang dibuktikan dengan absorbansi mengalami penurunan.
14
dengan data absorbansi pada hari ketiga yang mulai konstan , dan terakhir fasa
death yang dibuktikan dengan absorbansi mengalami penurunan.
Setelah dianalisis pada pada penambahan gula 0, 5, 10, dan 15 gram pada
pengamatan 3 hari diperoleh absorbansi yang sama yaitu mengalami kenaikan
dan akhirnya menurun. Jika dibandingkan dengan data dari absorbansi dari botol
dengan penambahan gula 0% dan 5%, didapatkan bahwa sebagian data
absorbansi pada penambahan 10% bernilai lebih kecil dari data absorbansi pada
penambaha 0% dan 10%. Hal ini dapat dikarenakan karena penyimpanan wadah
dari wine dengan enambahan 10% kurang baik seperti, tidak segera menutu
setelah mengambil sampel, dan bagian tutup wadah tidak dilapisi dengan baik
sehingga ada udara yang masuk. Berdasarkan data absorbansi yang didapat,
kurva yang dihasilkan mulus hal ini karena terjadi kesalahan pada saat
melakukan percobaan, seperti kesalahan dalam menimbang gula, kurang
sterilnya kain saring pada saat penyaringan filtrat sehingga terdapat bakteri lain,
dan pengaruh suhu pada saat pengukuran di UV-VIS.
Kemudian pada hari ketiga (terakhir) dicatat indeks bias pada kadar gula
10 gram diperoleh 1,33411 dan setelah dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar kadar etanol
vs indeks bias diperoleh pada kadar gula 10 gram didapatkan kadar etanol
sebesar 12 %.
15
tahapan fasa lag pada awal setelah penambahan Saccharomyces cerevisiae ,
tahapan kedua fasa exponential yaitu dibuktikan dengan data absorbansi yang
diperoleh naik secara eksponesial, data absorbansi ini diperoleh mulai hari
pertama sampai hari kedua, tahapan ketiga fasa stationary yaitu dibuktikan
dengan data absorbansi pada hari ketiga yang mulai konstan , dan terakhir fasa
death yang dibuktikan dengan absorbansi mengalami penurunan.
Setelah dianalisis pada pada penambahan gula 0, 5, 10, dan 15 gram pada
pengamatan 3 hari diperoleh absorbansi yang sama yaitu mengalami kenaikan
dan akhirnya menurun. Namun dara data aborbansi yang diperoleh tidak semua
data mengalami kurva yang mulus hal ini karena terajadi kesalahan pada saat
melakukan percobaan, seperti kesalahan dalam menimbang gula, kurang
sterilnya kain saring pada saat penyaringan filtrat sehingga terdapat bakteri lain,
dan pengaruh suhu pada saat pengukuran di UV-VIS.
Kemudian pada hari ketiga (terakhir) dicatat indeks bias pada kadar
gula 15 gram diperoleh 1,3361 dan setelah dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar kadar etanol
vs indeks bias diperoleh pada kadar gula 15 gram didapatkan kadar etanol
sebesar 17 %.
16
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pembuatan wine dari buah mangga, proses pembuatan wine
dilakukan dengan memanfaatkan proses fermentasi dengan bakteri Saccaromyces cereveceae.
Proses fermentasi ini mengubah glukosa pada sari buah mangga menjadi alkohol yang menjaadi
ciri khas dalam minuman wine.
Penambahan gula pada setiap sampel akan berpengaruh terhadap kadar alkohol yang
terbentuk, karena semakin banyak glukosa yang mengalai proses fermentasi. Setelah dianalisis
pada penambahan gula 0, 5, 10, dan 15 gram diperoleh kadar etanol yang didapat sebesar 9,25
%, 10,75%, 12%, dan 17%. Hal ini menunjukan semakin tinggi kadar gula maka semakin tinggi
kadar etanol yang didapatkan. Selain itu, perkembangan bakteri yang terjadi juga berbanding
lurus dengan penambahan gula.
17
REFERENSI
Aprilianti, Roselina. 2012. Pengaruh Kadar Glukosa pada Pembuatan Anggur dari Nanas.
Modul Praktikum Mikrobiologi Industri Teknik Kimia.
Ogodo AC, Ugbogu OC, Agwaranze DI, Ezeonu NG (2018) Production and Evaluation of
Fruit Wine from Mangifera indica (cv. Peter). Applied Microbiology Open Access
4: 144.
Dwi Ariyanto, Hermawan.,dkk. 2013. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2, No. 4,
Hal. 226-232.
18
LAMPIRAN
Proses pemanasan
19
Proses Inkubasi
Proses Pengenceran
20