PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi
baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber
dari survey terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007
(SDKI).
2007, kematian bayi baru lahir (neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada
tingginya angka kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran
hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pasca kelahirannya. Parahnya,
dalam rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak pernah mengalami
penurunan. Penyebab kematian terbanyak pada periode ini, menurut Depkes, disebabkan
oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pernapasan.
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan
sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan
permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Sindrom gangguan pernafasan (respiration distress syndrom,RDS) dalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini Merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak
adekuatnya jumlah sulfaktan dalam paru. Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama
hyaline membrane desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyaakit ini
selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. (Marmi dan Kukuh Rahardjo,2012)
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab
terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory
Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada
bayi dengan berat 501-1500 gram.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian RDS.
2. Untuk mengetahui penyebab RDS.
3. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbukhan oleh RDS pada Neonatus dan juga
perjalanan penyakit tersebut.
4. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dan perawatan pada bayi dengan RDS.
C. MANFAAT
1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswi dalam penatalaksanaan RDS pada
Neonatus.
2. Meningkatkan tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai Respiratory Distress
Syndrome (RDS.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Klasifikasi BBL
Klasifikasi Bayi Baru lahir Klasifikasi bayi baru lahir dibedakan menjadi dua macam yaitu
klasifikasi menurut berat lahir dan klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan.
a. Klasifikasi menurut berat lahir yaitu :
1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500
gram tanpa memandang masa gestasi.
2) Bayi Berat Lahir Cukup/Normal Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500 –
4000 gram.
3) Bayi Berat Lahir Lebih Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram.
b. Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan yaitu :
1) Bayi Kurang Bulan (BKB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259
hari)
2) Bayi Cukup Bulan (BCB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37–42 minggu
(259–293 hari)
3) Bayi Lebih Bulan (BLB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari)
(Kosim, 2012).
Respiratory Distress Syndrom (RDS) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada
bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak
adekuatnya jumlah sulfaktan dalam paru. Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama
hyaline membrane desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyaakit ini
selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. (Marmi dan Kukuh Rahardjo,2012).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidak maturan dari
sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai.
Sindrom ini terdiri atas dispue, merinti/gruncing,tachipnue, retraksi dinding dada serta
sianosis. Gejala ini timbul biasanya dalam 24jam pertama setelah lahir dengan degradasi
yang berbeda-beda,namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda kesulitan
ventilasi paru.
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia akibat dari gangguan
ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari anamnesis riwayat kehamilan, persalinan,
gejala klinis,dan pemeriksaan penunjang. Sindrom ini paling sering didapatkan ditempat
praktik sehari-hari dan sering Merupakan kegawatan neonatus yang berakibat kematian
atau cacat fisik dan mental dimasa mendatang. Sering kali sindrom ini sebagai suatu fase
adaptasi sistem pernapasan,sehingga akan pulih menjadi normal lagi. (Wafi Nur
Muslihatun,2010)
C. ETIOLOGI
RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, section
caissaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera
setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
D. PENCEGAHAN RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko
tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea
yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap
kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
1. Mencegah kelahiran < bulan (premature).
2. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
3. Management yang tepat.
4. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5. Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
6. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
7. Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh :
Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml) Untuk relaksasi
uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus)
dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu >
140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan
8. Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap
12 jam untuk 4 x pemberian)
9. Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio lesitin/spingomielin :
> 2 dinyatakan mature lung function)
3. Bila apnu :
Stimulasi bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok punggung bayi selama 10 detik.
4. Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan menggunakan balon dan sungkup.
5. Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau megap-megap, frekuensi
jantung kurang dari 100 kali per menit dan sianosis sentral persisten walaupun diberi aliran
oksigen bebas 100%. Periksa kadar glukosa darah bila kurang dari 45 g/dl, segera terapi
sebagai hipoglikemi.
6. Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum, BBLR, tada-tanda
kejang, sepsis dan lain-lain, usahakan menentukan penyebab gangguan nafas ini sambil
meneruskan pemberian oksigennya.
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksana secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g. Lakukan penilaian lanjut.
h. Bila terjadi kejang potong kejang.
i. Segera periksa kadar gula darah.
j. Pemberian nutrisi adekuat.
k. Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas
H. KOMPLIKASI PENYAKIT
1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a) kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS
yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal
b) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
V. INTERVENSI
Dx : By. Ny. E.R Umur 1 Hari dengan RDS sedang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
dan tidak terjadi masalah-masalah yang menyertai.
VI. IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal : Kamis, 09 Agustus 2018
Jam : 08.00 WITA
1. Melakukan pendekatan pada ibu dan keluarga dengan cara: memperkenalkan diri,
menjelaskan tujuan yang akan dilakukan.
2. Melakuakn cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan sabun
dan air mengalir
3. Melakukan observasi TTV
4. Mengontrol O2 yang terpasang dengan ½ l/m untuk membantu meringankan
pernafasan
5. Merawat tali pusat dengan dibungkus kasa steril, merawat bayi sehari-hari seperti:
• Membersihkan bayi ( dengan menggunakan air hangat/waslap)
• Membersihkan BAB/BAK dan mengganti pempes
6. Memberikan ASI exclusive secara adekuat/susu pengganti (PASI) minimal 3 jam
sekali apabila bayi sudah stabil melalui alat bantu OGT (ORAL GASTRIC TUBE)
7. Melakukan advis dokter (Perawat/bidan/tugas jaga)
VII. EVALUASI
Tanggal : 09 Agustus 2018 Jam : 08.30 WITA
S :-
O : keadaan umum cukup
- Terapi 02 ½ ml
- Menangis lemah
- Gerak lemah
- Sianosis
- Inj. Cefotaxime 2 X 1,75 mg/ IV
- Ca D5 ¼ NS 8 gtt/m
- TTV : RR : 56x/menit
S : 37,5 ℃
HR : 152x/menit
- BAB/BAK : +/+
- Kembung : -
- Muntah : -
- Bayi dipuasahkan
- Catatan Perkembangan
Tanggal : 11 Agustus 2018 Jam : 21.00 WITA
S :-
O : keadaan umum cukup
- Terapy 02 ½ ml
- Gerakan lemah
- Sianosis
- Ca D5 ¼ NS 8 gtt/m + OGT
- Inj. Nutrisi ASI Via OGT 5 cc/ 3 jam
- Inj. Cefotaxime 2 X 1,75 mg/ IV
- TTV:- HR : 121 x/m
- RR : 85 x/menit
- Sb : 37,1℃
A : By. Ny. E.R Umur 2 Hari dengan RDS sedang
P : - Nutrisi
- Menyeka bayi/ membersihkan bayi(washlap)
- Mengganti popok pada saat BAB/BAK
- Observasi tiap 2 jam sekali
- Kolaborasi dengan dokter (Perawat/bidan/tugas jaga)
Catatan Perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
http://ninyomannoviantiakbidadilaangkatanv.blogspot.com/2013/07/asuhan-kebidanan-pada-
bayi-baru-lahir.html
http://dhoyulfigustri.blogspot.com/2013/04/rds.html
http://puputsilumut.blogspot.com/2014/03/rds-respiratory-distress-syndrome_6.html
Rukiyah, yulianti.2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.cv.transinfomedia.2012