Anda di halaman 1dari 6

Literature review 1

PATHOGENIC FREE-LIVING AMEBAE

Free-living amebae yang paling dikenal adalah Naegleria fowleri

dan Accanthamoeba spp. Kedua amebae ini hidup bebas di tanah yang

lembab dan air, menjadi parasit fakultatif pada manusia. Naegleria

fowleri adalah penyebab primary amebic meningoencephalitis (PAM),

dan Acanthamoeba spp. berhubungan dengan kelainan yang lebih kronis

di sistem saraf, yakni granulomatous amebic encephalitis (GAE),

amebic keratitis, serta ulkus di kulit.

Naegleria fowleri
Morfologi

Naegleria fowleri sebenarnya dikenal dengan karakteristik yang

dinamakan ameboflagellata, yakni memiliki bentuk ameboid sekaligus

flagellata dalam siklus hidupnya.

Siklus hidupnya terdiri dari tiga stadium: trofozoit ameboid,

biflagellata, dan kista. Bentuk yang dijumpai pada manusia hanya

trofozoit ameboid. Trofozoit berukuran 7-20 µm, dengan pseudopodia

yang lebar dan aktif bergerak. Sitoplasma bergranular dan mengandung

vakuola. Intinya satu, memiliki karyosom sentral yang dikelilingi oleh

sebuah halo, tanpa kromatin perifer.

Hemma Yulfi: Pathogenic Free-Living Amoebae, 2006


USU Repository©2006
Literature review 2

Bentuk flagellatanya hidup di air, dan hal ini penting dalam

diagnosis. Bentuk trofozoit dari spesimen diinkubasi di air 37ºC untuk

mendapatkan bentuk flagellata. Hal ini berguna untuk membedakannya

dengan trofozoit Acanthamoeba spp.yang tidak memiliki stadium

flagellata.

Siklus hidup dan Patogenesis

N. fowleri menimbulkan primary amebic meningoencephalitis

(PAM). Penyakit ini biasanya timbul pada musim panas. Korbannya

adalah anak-anak dan dewasa muda yang berenang di air yang

terkotaminasi. Populasinya menigkat di air pada suhu panas, seiring

dengan meningkatnya jumlah bakteri sebagai bahan makanannya. Infeksi

dapat juga berlangsung melalui inhalasi debu yang terkontaminasi.

Organisme yang terhirup akan menginvasi membran nasal dan

masuk ke sinus-sinus paranasal. Trofozoit ini kemudian menembus

cribriform plate di tulang ethmoidalis, masuk ke otak mengikuti nervus

olfaktorius. Selanjutnya trofozoit akan bermultiplikasi di SSP.

PAM merupakan infeksi SSP yang progresif cepat, gejalanya akut

dan biasanya fatal. Masa inkubasi 3-7 hari, didahului dengan gejala

prodromal berupa sakit kepala dan demam. Gejalanya cepat

berkambang menjadi meningitis yang ditandai dengan mual, sakit

kepala, kaku kuduk, delirium hingga koma. Kematian terjadi dalam 3-6

hari.

Hemma Yulfi: Pathogenic Free-Living Amoebae, 2006


USU Repository©2006
Literature review 3

Diagnosis dan Terapi

Perkembangan infeksi biasanya sangat cepat, sehingga seringkali

penderita sudah meninggal sebelum diagnosis sempat ditegakkan.

Selain dengan melihat gejala dan tanda klinis, pemeriksaan

laboratorium yang dapat dilakukan adalah dengan cara:

1. inkubasi trofozoit di air 37ºC untuk memperoleh bentuk

flagellata

2. teknik kultivasi, yakni menanam spesimen pada agar yang

berisi bakteri Escherichia coli, dilakukan pada suhu kamar

3. pemeriksaan hematologi terhadap cairan spinal

memperlihatkan banyak neutrofil dan eritrosit

4. PCR (polymerase chain reaction).

Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan. Obat yang

dapat digunakan adalah Amphotericin B dikombinasi dengan miconazole

atau rifampin.

Upaya pencegahan relatif sukar oleh karena organisme ini hidup

bebas dan banyak dijumpai di alam. Penting untuk menjaga kebersihan

kolam renang dan air mandi, terutama dengan penambahan klorin untuk

mencegah pertumbuhan organisme.

Hemma Yulfi: Pathogenic Free-Living Amoebae, 2006


USU Repository©2006
Literature review 4

Acanthamoeba spp.
Morfologi dan Siklus hidup

Berbeda dengan spesies sebelumnya, Achantamoeba memiliki

bentuk trofozoit dan kista, tidak ada bentuk flagellatanya.

Bentuk trofozoit memilik ciri khas berupa pseudopodia yang

lancip, disebut acanthopodia. Ukuran trofozoit 10-45 µm, memiliki satu

inti dengan karyosom sentral yang besar, tanpa kromatin perifer.

Kistanya bulat, berukuran 10-20 µm, memiliki satu inti.

Dindingnya dua lapis, lapisan terluarnya bergerigi dan tidak teratur.

Penularan biasanya tidak berhubungan dengan kolam renang.

Infeksi SSP berlangsung secara hematogen setelah inhalasi/aspirasi

bentuk trofozoit maupun kista, atau melalui kulit atau mukosa yang luka

secara invasi vaskular langsung.

Patogenesis

Masa inkubasi berlangsung selama beberapa minggu hingga

beberapa bulan. Organisme yang terinhalasi akan menimbulkan

pneumonitis. Invasi melalui kulit akan menstimulasi timbulnya

granuloma dalam waktu yang lambat.

Granulomatous amebic encephalitis (GAE) yang ditimbulkan oleh

Acanthamoeba bersifat progresif lambat, dan biasanya timbul pada

Hemma Yulfi: Pathogenic Free-Living Amoebae, 2006


USU Repository©2006
Literature review 5

penderita yang immunocompromised. Gejalanya mulai dari sakit kepala,

demam, kelelahan, hingga kaku kuduk dan penurunan kesadaran.

Keratitis oleh Acanthamoeba biasanya terjadi pada pengguna

lensa kontak yang kurang bersih, yang terkontaminasi oleh organisme.

Infeksi dapat pula terjadi melalui trauma.

Diagnosa dan Terapi

Walaupun berlangsung lambat, banyak di antara infeksi ini yang

terlambat didiagnosis.

Pemeriksaan laboratorium dilakkukan dengan menemukan bentuk

trofozoit pada spesimen cairan spinal, lesi kulit, atau kornea. Kultur

dapat dilakukan pada agar yang sudah ditanami bakteri E. coli.

Terapi yang digunakan belum ada yang memuaskan, namun

penggunaan Amphotericin B dengan sulfadiazin dapat memperlambat

perjalanan penyakit dan mengurangi mortalitas.

Hemma Yulfi: Pathogenic Free-Living Amoebae, 2006


USU Repository©2006
Literature review 6

DAFTAR PUSTAKA

1. Anisah, N.; Amal,H.; Kamel, A.G.; Yusof, S. et al: Isolation of

Acanthamoeba sp. From conjunctival sac of healthy individuals using

swab, Tropical Biomedicine, MSPTM Malaysia, June 2005, 22:11-14

2. Beaver, P.C.; Jung, R.C.; Cupp, E.W.: Clinical Parasitology, Lea &
th
Febiger, Philadelphia, 5 edition, 1984, 39

3. Brown, H.W.; Neva, F.A.: Basic Clinical Parasitology, Appleton-

Century-Crofts, Connecticut, 5th edition, 1983, 23-45

4. Cook, G.: Manson’s Tropical Diseases, W.B. Saunders, Philadelphia,

20th edition, 1996, 1299-1310

5. Faust, E.C.; Russel, P.F.: Craig and Faust’s Clinical Parasitology, 7th

edition, Lea & Febiger, Philadelphia, 1964, 180

6. Garcia, L..S & Brucker, D.A.: Diagnostik Parasitologik Kedokteran,

EGC 1996, 61-63

7. Heelan, J.S.; Ingersoll, F.W.: Essentials of Human Parasitology,

Delmar Thomson Learning, US, 2002, 62-66

8. Hunter, G.W.; Frye, W.W.; Swartzwelder, J.C.: A Manual of Tropical

Medicine, W.B. Saunders, Philadelphia, 3rd edition, 1960: 253-297

9. Mak, J.W.; Choong, M.F.: Atlas of Medically Important Parasites,

Malaysia, 2004, 12

10. Markell, E.K.; John, D.T. & Krotoski, W.A.: Medical Parasitology,

WB Saunders, Philadelphia, 8th edition, 1999, 175-187

Hemma Yulfi: Pathogenic Free-Living Amoebae, 2006


USU Repository©2006

Anda mungkin juga menyukai