Anda di halaman 1dari 17

GAS DAN TITIK NOL ABSOLUT

I. Tujuan :
 Setelah melakukan percobaan, dapat menerangkan kelakuan gas pada volume
konstan dengan kondisi tekanan dan temperatur yang berbeda.
 Dapat mengerti prinsip kerja Hg-U manometer dan termometer gas.
 Dapat membedakan antara skala Celcius dan skala Kelvin, dan memperkirakan
temperatur nol absolut.

II. Perincian kerja :


 Menyelidiki kelakuan gas pada berbagai kondisi tekanan, temperatur (Hukum gas).
 Menggunakan Hg – U manometer.
 Menentukan koefisisen ekspansi untuk udara.
 Menentukan/memperkirakan temperatur titik nol absolut.
 Menggunakan termometer digital dan termokopel.

III. Alat yang Digunakan :


 Gelas kimia 5.000 ml 1 Buah
 Labu leher bulat 1.000 ml 1 Buah
 Termometer 3 Buah
 Manometer Hg – U 1 Buah
 Pipa kaca dan pengaduk 1+1 Buah
 Sumbat labu leher bulat 1 Buah
 Klem + Selang 2+3 Buah
 Heater Spiral 1 Buah

IV. Bahan yang digunakan :


 Air demineral dan Es
V. Dasar teori :
 Hukum-hukum gas :
 Hukum Boyle
Penemuan bahwa tekanan udara dapat diukur dalam bentuk tinggi kolom cairan,
segera mendorong pengkajian yang cermat mengenai perubahan volume contoh-
contoh gas dengan berubahnya tekanan. Perilaku yang dibuktikan oleh eksperimen
yang serupa bersifat khas dari semua gas. Pada temperatur konstan apa saja, makin
besar tekanan suatu contoh gas, makin kecil volumenya. Karena semua gas
bertindak seperti ini disebut suatu hukum alam. Pertama kali diperagakan kira-kira
dalam tahun 1660 oleh Robert Boyle, hukum ini dikenal dengan hukum Boyle. Jika
temperatur tetap konstan, volume suatu massa tertentu berbanding terbalik dengan
tekanan. Secara matematis dapat ditulis :
I
V
P

Dengan menggunakan data dari contoh khusus nampak bahwa perkalian tekanan
dan volume adalah konstan:
1.480 mm x 50 ml = 74.000 mm.ml
740 mm x 100 ml = 74.000 mm.ml

Artinya : v = Konstan jika dinyatakan secara matematis dengan cara lain.


V1 P
P1  V2  P2  V2 atau  2 …………… (1)
V2 P1

Lambang V1 dan P1 merujuk ke volume dan tekanan awal, V2 dan P2 merujuk ke


volume dan tekanan pada kondisi baru atau yang telah diubah.

 Memecahkan masalah-masalah Hukum Gas


Banyak diantara masalah yang berkaitan dengan hukum gas yang dapat
dipecahkan dengan cara sistematis yang sama. Pertama, harus dipahami bahwa
untuk memeriksa dengan lengkap suatu contoh gas, empat besaran harus diketahui :
Banyaknya materi yang ada (Dinyatakan dalam massa atau banyaknya mol),
Volume, Tekanan dan Temperatur. Kedua, seringkali ternyata menolong untuk
mendaftar satu perangkat kondisi yang memberikan gas itu dalam keadaan aslinya
dan seperangkat lain yang memerikan gas itu dalam keadaan yang telah berubah.
Biasanya problem itu dapat dirumuskan sebagai problem dimana suatu besaran anu
dalam keadaan berubah harus dicari.
Katakan terdapat gas dengan massa tertentu m, menghuni volume asli V1, pada
tekanan tertentu P1, dan gas itu diubah ke tekanan P2. problemnya ialah menghitung
volume V2 dalam keadaan terubahkan. Informasi tambahan ialah bahwa temperatur
awal dan akhir sama, sebesar T. Tentu saja diandaikan (Biasanya tidak disebut)
bahwa tak ada kebocoran dalam alat, sehingga massa gas juga konstan. Dapatlah
informasi ini ditata dalam tabel berikut:
m V P T
Asli k V1 (diketahui) P1 (diketahui) k
Diubah k V2 (?) P2 (diketahui) k

Untuk menyatakan bahwa suatu variabel tidak berubah, ditulis lambang k, yang
menunjukkan suatu tetapan (konstanta). Mentabelkan informasi itu akan
memperjelas bahwa hanya tekanan dan volume berubah, dan karena itu hukum
Boyle dapat diterapkan.

 Pengaruh Temperatur
Jika kuantitas tertentu gas dikurung pada tekanan konstan dalam sebuah bejana,
volume gas akan berubah dengan temperatur. Gas terkurung diatas cairan dalam
suatu silinder berskala yang diselubungi suatu selubung lewat mana dapat dialirkan
suatu cairan pada temperatur tertentu. bila temperatur dinaikkan, volume gas
bertambah, bila diturunkan volume berkurang. Dengan menaik turunkan labu
pengatur permukaan cairan, permukaan dalam labu ; dengan cara ini tekanan gas
yang terkurung dapat dijaga agar konstan dan sama dengan tekanan udara luar
(tekanan gas dapat juga dibuat konstan dibawah atau diatas tekanan udara luar,
dengan meletakkan labu itu pada posisi yang benar).
Katakan suatu silinder mengandung 100 ml udara kering pada 0C. Tabel 4-1
mencantumkan volume udara itu pada pelbagai temperatur lain. Untuk mengurung
udara dibawah –38,87C, haruslah digunakan cairan lain pengganti merkurium,
karena merkurium membeku pada dan dibawah temperatur itu ; juga diatas 100C
penguapan merkurium mulai menambah volume gas yang terkurung.

Tabel 4.1 Perubahan volume udara dengan berubahnya temperatur,


pada tekanan konstan.
Temperatur, C Volume, ml
273 200
200 173
150 155
100 137
50 128
0 100
- 50 82
- 100 63
- 150 45
Data dari tabel dialurkan pada grafik pada gambar 4.3. Dalam jangka temperatur
yang luas, terdapat hubungan garis lurus antara perubahan temperatur dan
perubahan volume. Pada temperatur yang sangat rendah, udara akan mencair.
Volume mengecil secara mendadak bila terbentuk cairan. Hubungan garis lurus
antara temperatur dan volume menunjukkan bahwa perubahan dalam volume gas
berbanding lurus dengan perubahan temperatur, artinya :
ΔV α ΔT

Kesebandingan ini pertama-tama dijumpai oleh ilmuan Perancis, Jacque


Charles kira-kira dalam tahun 1787 dan dinyatakan dalam rumus umum oleh J.L.
Gay-Lussac dalam tahun 1802.
 Skala Mutlak Temperatur
Ekstrapolasi garis lurus dalam Gambar 4.3 mendorong ke gagasan bahwa
seandainya temperatur cukup direndahkan volume yang dihuni oleh udara itu akan
menjadi nol. Meskipun sukar dibayangkan bahwa materi dapat bervolume nol,
temperatur yang berkaitan dengan “volume nol” pada grafik itu sangat penting
artinya. Temperatur ini, yang menurut perhitungan adalah 273,15 dibawah
0Celcius, disebut nol mutlak. Meskipun ekstrapolasi sederhana seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 4.3 menyatakan bahwa temperatur nol mutlak itu ada,
baru dalam tahun 1848 Lord Kelvin secara meyakinkan memperagakan berlakunya
skala temperatur mutlak.

Pada skala Kelvin itu, nol mutlak diberi harga 0K. suatu perubahan 1K sama
besarnya dengan perubahan 1C, sehingga titik beku air, yang 273,15 derajat diatas
nol mutlak, mempunyai harga sebesar 273,15K pada skala Kelvin. Mengubah 0C
ke K, 273 (lebih tepat 273,15) harus ditambahkan ke temperatur Celcius.
Tak terdapat temperatur tertinggi yang dapat dihitung karena tak dikenal data
atas teoritis untuk temperatur. Temperatur didalam matahari diperkirakan setinggi
30.000.000 K ; temperatur yang dicapai dalam ledakan bom hidrogen diperkirakan
100.000.000 K.

 Hukum Charles
Dalam gambar 4.3 grafik garis lurus temperatur suatu gas versus volumenya
menunjukkan bahwa perubahan dalam besaran – besaran ini berbanding lurus satu
sama lain. Namun, angka banding langsung antara volume dan temperatur tak
diperoleh jika temperatur yang digunakan diambil dari skala Celsius atau
Fahrenheit. Bilangan dalam skala-skala ini hanyalah harga relatif. Baik 0C maupun
0F tidak menyatakan ketiadaan temperatur, karena pada masing-masing skala ini
masih dapat dibaca temperatur “dibawah nol”.
Karena hanya dalam skala mutlak nol berarti tak ada temperatur, rujukan apa
saja ke angka banding langsung antara volume dan temperatur haruslah menyebut
bahwa digunakan harga-harga mutlak. Pernyataan hubungan ini dikenal sebagai
hukum Charles. Jika tekanan tak berubah, volume gas dengan massa tertentu,
berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Secara matematis,
VαT
Dengan menggunakan data dari tabel dan mengubah ke temperatur mutlak,
nampak bahwa koefisien volume dibagi oleh temperatur mutlak suatu konstanta :
155 ml
 0,366 ml/K
150  273 K
100 ml
 0,366 ml/K
0  273 K
82 ml
 0,368 ml/K
- 50  273 K

Artinya, V/T = suatu konstanta, atau :

V1 V2 V T ……………. (2)
 atau 1  1
T1 T2 V2 T2
 Hubungan antara Tekanan dan Temperatur
Terutama dinegeri subtropis, setelah diukur pada pagi hari yang dingin, tekanan
udara dalam ban ditengah hari dimusim panas dapat naik secara menyolok setelah
mobil dikendarai beberapa jam. Sementara itu volume ban praktis tidak bertambah.
Hubungan antara tekanan dan temperatur pada volume konstan tidak lazim dirujuk
ke nama penemunya, agaknya karena hubungan ini dikenal secara bertahap oleh
beberapa penyelidik. Kadang-kadang diberi nama menurut nama Joseph Gay-
Lussac dan kadang-kadang menurut nama Guillaume Amontons, yang
menghubungkan tekanan gas ke temperaturnya dan membuat suatu termometer gas
atas dasar ini dalam tahun 1703. sumbangan kedua ilmuan ini akan kita hargai
dengan menyebut hubungan itu hukum Gay Lussac dan Amontons. Tekanan gas
dengan massa tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak, bila volume
tidak berubah. Dinyatakan secara matematis:
Pα T
Atau P/T = suatu konstanta. Pernyataan yang setara adalah
P1 P P T ……………. (3)
 2 atau 1  1
T1 T2 P2 T2

 Aplikasi hukum-hukum gas pada percobaan


Percobaan kali ini akan diselidiki hubungan antara tekanan dan temperatur gas pada
volume konstan. Selanjutnya akan digunakan hubungan antara tekanan dan temperatur
untuk membuat kurva antara tekanan vs temperatur. Dari hukum Charles dapat
diketahui bahwa jika sejumlah volume gas dijaga agar tekanannya konstan, maka
volume gas akan berbanding lurus dengan temperatur absolut.
Dapat dilihat pula bahwa dari ekstrapolasi terhadap garis lurus akan diperoleh harga
volume nol, pada temperatur –273C atau 0K. Tetapi karena volume pada tekanan
konstan dan tekanan pada volume konstan adalah berbanding lurus terhadap temperatur
(hukum Gay Lussac) volume pada grafik 4.3 (sumbuY) dapat diganti dengan tekanan,
sehingga diperoleh grafik yang sejenis (tekanan vs temperatur) jika kita lakukan
ekstrapolasi terhadap garis lurus maka akan diperoleh harga tekanan nol, pada
temperatur –273C atau 0K.
Untuk membuat grafik tekanan vs temperatur paling sedikit dibutuhkan 3 titik yang
diukur pada volume konstan.
Isi labu gelas dengan udara dan dihubungkan dengan pipa karet vakum (vacum
rubber hose). Setelah labu gelas didinginkan hingga 0C, tekanan udara dalam labu
akan turun. Hal ini dapat diukur dengan Hg – U manometer p antara nol mmHg dan
kenaikan tinggi kolom pada sisi kiri sesuai dengan penurunan tekanan. Dengan
demikian diperoleh :
P0 = Patm – ΔP
T0 = 0C atau 273K
P0 adalah tekanan pada 0C atau 273K, ini adalah titik pertama pada grafik antara
tekanan vs temperatur. Jika temperatur dalam labu yang berisi udara dinaikkan 1C atau
1K tekanan akan bertambah sebanding dengan kenaikan temperatur (pers 3 Hukum
Gay Lussac).

P0 = P1 P1 = Tekanan pada T1
T0 T1 T1 = 1C atau 274K

Dengan demikian dapat kita tulis :

P1  P0  P0 
 
T1 273  t 0 CatauK
 t  0
CatauK  
T0 273 = Po 1 

 273 

Atau dalam bentuk yang lebih umum


Pt = Po ( 1 + Δt)………..(4)
Perbedaan temperatur dalam C atau K
Pt = Tekanan pada temperatur t
Δt = Temperatur dalam C
= 1/273 K-1 (koefisien ekspansi untuk gas ideal)
Persamaan (4) adalah bentuk persamaan dari grafik, tekanan vs temperatur yang
ada, yang percobaan ini divariasikan untuk temperatur 0 – 100C. Jika P0 (tekanan
pada 0C) diketahui, tekanan Pt pada temperatur (C) yang lain dapat dihitung.
Jika garis lurus pada grafik tekanan vs temperatur diekstrapolasi hingga Pt = C,
maka dari persamaan (4) dapat dilihat temperatur yang sesuai adalah sekitar –273C,
atau 0K.
1
Koefisien ekspansi   K 1  0,00366 K 1 ……………… (4)
273  15

Hanya berlaku untuk gas ideal.


Tapi pada kenyataannya tidak terdapat gas ideal. Semua gas akan mencair pada
kondisi temperatur dan tekanan tertentu. dengan demikian grafik vs tekanan untuk gas
nyata hanya beralaku untuk range tertentu, tetapi dalam range ini untuk kebanyakan gas
nyata hampir sama, seperti dapat dilihat pada tabel :

Koefisien ekspansi γ- untuk beberapa gas :

Udara 0,003674 K-1


H2 0,003663 K-1
He 0,003660 K-1
CO2 0,003726 K-1

Untuk tujuan-tujuan praktis dapat kita asumksikan bahwa pada temperatur dan
tekanan lingkungan, H2, helium dan udara berkelakuan mendekat gas ideal sebab jauh
dari titik cairnya (embunnya). Pada percobaan ini udara ditentukan dengan persamaan
(4) :
Pt1 = Po (1 + γ Δt1) atau Po = Pt / (1 + γ Δ t1)
Pt2 = Po (1+ γ Δt2) atau Po = Pt / (1 + γ Δ t2)
Dari dua persamaan diatas diperoleh :
Pt2  Pt1
 
P1t2  P2 t1

 Prinsip Termometer gas


Pada termometer gas penentuan temperatur didasarkan pada prinsip alat ukur
tekanan dengan hukum Gay – Lussac.Dengan dapat digerakkannya tabung sebelah
kanan, maka permukaan Hg pada kaki sebelah kiri dapat diatur pada ketinggian hL
dengan menyentuh jarum), oleh sebab itu volume gas dalam labu dapat dibuat
konstan untuk setiap pengukuran temperatur. Perbedaan tekanan yang diakibatkan
kenaikan temperatur sebanding dengan perbedaan tinggi permukaan h = hr – hL
(mmHg).
Adanya perbedaan temperatur t1 dan t2 akan mengakibatkan perbedaan tinggi
permukaan Hg, h1 dan h2. dari hubungan tekanan h1 dan h2 serta dari tekanan
barometer b kita peroleh tekanan dalam labu A.
P 1 = b + h1 P 2 = b + h2

Sesuai dengan persamaan (4) maka :


P2 = P1 (1 + γ Δ t) jika P1 = Tekanan pada 0C (camp. Air – es)

VI. Prosedur Pengerjaan


 Ditempatkan labu gelas pada sandaran dan dihubungkan dengan Hg – U manometer,
 Dicatat temperatur dan tekanan ruang serta diatur agar Hg – U manometer pada posisi 0
mmHg,
 Dimasukkan labu gelas secara keseluruhan kedalam air es, di tunggu agar permukaan
Hg menjadi konstan,
 Dikeluarkan dari air es dan dibiarkan labu menjadi panas sesuai dengan temperatur
ruangan,
 Diambil waterbath dan dimasukkan labu secara lengkap didalamnya, dipanaskan sekitar
30C, dicatat temperatur sesungguhnya jika temperatur sudah konstan,
 Air dipanaskan hingga mencapai suhu 40C dicatat temperatur sesungguhnya jika
temperatur sudah konstan (diulangi untuk suhu 50C dan 60C),
 Dihitung tekanan P didalam labu dari perbedaan tekanan dan tekanan barometer b untuk
tiap temperatur yang sesuai
 Dibuat grafik tekanan P dan temperatur dan ekstrapolasi garis yang terbentuk sampai P
= 0 mmHg, untuk temperatur digunakan skala C atau K
 Ditentukan udara dari pengukuran P pada 0C dan titik didih t b dengan menggunakan
persamaan 5 dan dibuat hubungan antara tekanan dan temperatur.

VII. Data Pengamatan:


Temperatur (C) h (mmHg) p (mmHg)
6 77 670
16 0 747
31 0 802
40 72 819
50 109 856

Volume labu : 1.140 cm3


Diameter selang : 8 mm = 0,8 cm
VIII. Perhitungan :
 T = 0 C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 8 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 4 cm
= 1.140 cm3 – 2,0096 cm
= 1.137,9904 cm3 = 1.137,9904 ml
 Untuk T = 0 C
Dik:
To = 0C = 273K
P1 = Pruang = 746 mmHg
T1 = Truang = 31 + 273K = 304K
V1 = 1.140 cm3
Dit:
P0C = ….?
Penyelesaian:
P0 .V0 P .V
 1 1
T0 T1

P1 .V1 .T0 746 mmHg x 1140 cm 3 x 273K


P0  
T1 .V0 304K x 1137 ,9904 cm 3
232.170.120

345.949,0816
 671,1107 mmHg

 Untuk T = 30 C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 0 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 0 cm
= 1.140 cm3 – 0 cm
= 1.140 cm3 = 1.140 ml
P30 . V30 P .V
 1 1
T30 T1

P1 .V1 .T30 746 mmHg x 1140 cm 3 x 303K


P30  
T1 .V30 304K x 1140 cm 3
257.683.320

346.560
 743,5461 mmHg

 Untuk T = 40 C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 6 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 3 cm
= 1.140 cm3 – 1,5072 cm
= 1.138,4928 cm3 = 1.138,4928 ml
P40 . V40 P .V
 1 1
T40 T1
P1 .V1 .T40 746 mmHg x 1140 cm 3 x 313K
P40  
T1 .V40 304K x 1.138,4928 cm 3
266.187.720

346.101,8112
 769,1024 mmHg

 Untuk T = 50 C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 12,4 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 6,2 cm
= 1.140 cm3 – 3,1149 cm
= 1.136,8851 cm3 = 1.136,8851 ml
P50 . V50 P .V
 1 1
T50 T1

P1 .V1 .T50 746 mmHg x 1140 cm 3 x 323K


P50  
T1 .V50 304K x 1.1136,8851 cm 3
274.692.120

345.613,0704
 794,7967 mmHg

 Untuk T = 60 C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 19,4 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 9,7 cm
= 1.140 cm3 – 4,8733 cm
= 1.135,1267 cm3 = 1.135,1267 ml
P60 . V60 P .V
 1 1
T60 T1

P1 .V1 .T60 746 mmHg x 1140 cm 3 x 333K


P60  
T1 .V60 304K x 1.135,1267 cm 3
283.196.520

345.078,5168
 820,6727 mmHg

 Untuk harga koefisien ekspansi


Dimana :
P2 = T
P1 = R
Δt2 = 333K – 304K = 29K
Δt1 = 273K – 304K = 31K

 
Pt 2  Pt1

 820,6727  671,1107  mmHg
Pt1  t 2  Pt 2  t 1 (671,1107 mmHg x 29K )  (820,6727 mmHg x (  31K ))

149,562 mmHg

19462, 2103mmHgK  ( 25440,8537) mmHgK
149,562 mmHg
  0,003331 K 1
44903,064 mmHgK

IX. Pembahasan hasil percobaan :


Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara tekanan dan
temperatur gas pada volume konstan. Hubungan ini dapat dilihat dari gambar grafik.
Dilihat dari grafik tampak jelas masih terdapat kesalahan dalam percobaan.
Koefisien ekspansi untuk gas ideal yaitu 0,00366 K -1, namun dalam kenyataannya
dalam percobaan kami memperoleh beda yang sangat jauh. Ini mungkin diakibatkan
karena semua gas akan mencair pada tekanan dan temperatur tertentu.
Sesuai dengan hukum gay lussac dan Amontons tentang hubungan tekanan dan
temperatur diperoleh bahwa tekanan udara di dalam labu bulat berbanding lurus dengan
temperatur mutlak bila volumenya tidak berubah. Artinya semakin besar tekanan di
dalam labu maka temperatur di dalam labu pun akan meningkat jika volumenya tetap.
Pada temperatur di bawah suhu ruang dalam artian 0oC diperoleh Hg-U manometer
bergerak ke arah labu sehingga volume udara di dalam labu mengecil dan sebaliknya
pada temperatur di atas suhu ruang dalam artian setelah air dipanaskan dari 30C
sampai 60C volume udara dalam labu bertambah sehingga cairan Hg-U manometer
bergerak ke arah berlawanan
Grafik hubungan antara Tekanan dengan Temperatur
X. Kesimpulan :
 Tekanan pada suhu 30C adalah 743,5461 mmHg

 Tekanan pada suhu 40C adalah 769,1024 mmHg

 Tekanan pada suhu 50C adalah 794,7967 mmHg

 Tekanan pada suhu 60C adalah 820,6727 mmHg

 Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa Koefisien ekspansi dari udara dalam
ruangan pada saat praktikum adalah 0,003331 K 1

XI. Jawaban Pertanyaan :


 Pada thermometer gas, pada kaki sebelah kiri Hg dapat digerak-gerakkan untuk
menjaga agar permukaan Hg pada kaki kiri konstan (volume yang tetap dalam labu
A mengikuti hukum Gay Lussac). Pada percobaan ini tabung Hg – U manometer
adalah tetap. Apa akibatnya. Berikan pernyataan dan buat perkiraan untuk
menunjukan kemungkinan perbedaan besarnya tekanan di dalam labu.
 Akan berakibat volume gas didalam labu akan dapat kita buat konstan untuk
setiap pengukuran temperatur.
 Kita dapat memperkirakan besarnya beda tekanan yang terjadi didalam labu
karena tekan gas dengan cara memperhatikannya pada tabung Hg – U
manometer besarnya skala yang ditunjukan oleh kedua sisi Hg, dengan jalan
mengukur jauhnya setiap sisi dan hal ini dijadikan besarnya beda tekanan yang
terjadi didalam labu.
 Yang mana dari 2 temperatur tetap (fix points) dalam skala Celcius dan bagaimana
cara mengukurnya ?
 Yaitu 0C, diukur dengan menggunakan thermometer raksa, dengan melihat
skalanya pada thermometer yang terdapat didalam labu bulat dan ditunggu
selama 2 menit hingga suhu konstan.
 Bagaimana hubungan antara skala Celcius dan Kelvin !
 Skala celcius jika dihubungkan dengan skala Kelvin maka harga temperatur 0C
akan setara dengan 273K (tetapi sebenarnya yang tepat adalah 273,15K), dan
jika celcius ingin dikompersikan kedalam Kelvin maka cukup tinggal
menambahkan besarnya xC dengan 273K
 Apa defenisi titik nol absolut !
 Titik nol absolut adalah temperature yang berkaitan dengan volume nol yang
menurut perhitungan adalah 273,17 derajat dibawah 0C
 Bagaimana caranya mengkalibrasi (secara kasar) thermometer gas, jika tidak
terdapat thermometer yang tepat ; sedang yang ada hanya barometer.
 Untuk pertanyaan ini tidak terjawab, karena berhubung tidak dipraktekkan.

XII. Daftar pustaka :


 Sienko M.J, Experimental Chemistry, MC Graw-Hill, Singapore, 1985.

Anda mungkin juga menyukai