DOSEN PENGAMPU
Oleh :
KELOMPOK 3
Anita (1910514220004)
FAKULTAS PERTANIAN
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun
akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan tugas dari dosen dari mata kuliah Pancasila dengan judul
“Pendidikan Pancasila”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Pancasila kami yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945 , diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7
bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam Perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya
kekuasaan.
Pandangan yang sinis serta upaya melemahkan peranan ideologi pancasila pada era reformasi dewasa ini akan sangat
berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan rakyat terhadap ideologi negara yang kemudian pada
gilirannya akan sangat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif
tersebut di atas maka sudah menjadi tanggung jawab kita bersama warga negara untuk mengembangkan serta mengkaji
Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat dengan paham dan isme isme besar.
Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan intelektual untuk mengembalikan pandangan yang keliru
tersebut ke arah cita-cita bersama bagi bangsa indonesia.
a. Pancasila
b. Agama
c. Kewarganegaraan
• SK Mendiknas No.232/U/2000
Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Pasal 10
ayat 1 menyatakan setiap pelajaran wajib memuat agama, Pancasila, dan Kewarganegaraan.
a. Nasional
b. Dinamis
Dari Segi :
a. Historis
b. Filosofis
c. Ketatanegaraan
d. Etika politik
d. Landasan filosofis
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Hal ini berdasarkan
pada kenyataan secara filosofis dan objektif pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara
filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara.
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara merupakan bangsa yang berketuhanan dan
berkemanusiaan. Sedangkan syarat mutlak suatu negara adalah persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat
(merupakan unsur pokok negara). Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena
rakyat adalah asal mula kekuasaan negara.
Nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat negara. Konsekuensinya dalam aspek penyelenggaraan negara
bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Sehingga, suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai
pelaksaaan negara, seperti pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan
dan keamanan.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti.
No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang
diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai macam golongan, diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh taggung jawab yang berorientasi pada
kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai
Pancasila.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan sikap dan perilaku, (1) dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, (2)
mampu mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya, (3) mengenali perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta (4) mampu memaknai peristiwa sejarah dan nilai budaya bangsa
untuk menggalang persatuan Indonesia
Pembahasan pancasila termasuk filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah, harus memenuhi
syarat ilmiah sebagai dikemukakan oleh I.R. Poedjowijatno dalam bukunya 'Tahu dan Pengetahuan' yang
merinci syarat-syarat ilmiah sebagai berikut:
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal
1. Berobjek
Syarat pertama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah adalah harus memiliki objek.
Filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu 'objek forma' dan 'objek materia'. ' Objek
forma' pada hakikatnya pancasila dapat dibahas dari berbagai macam sudut pandang yaitu moral (moral
pancasila), ekonomi (ekonomi pancasila), pers (pers Pancasila), hukum dan kenegaraan (Pancasila
Yuridis kenegaraan), filsafat (filsafat Pancasila), dll.
'Objek materia' Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian
Pancasila baik yang bersifat empiris maupun nonempiris. Objek materia pembahasan Pancasila adalah
dapat berupa hasil budaya bangsa Indonesiayang berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-
benda sejarah, benda-benda budaya, lembaran hukum maupun naskah-naskah kenegaraan lainnya,
maupun adat-istiadat bangsa Indonesia sendiri. Adapun objek yang bersifat nonempiris antara lain
meliputi nilai-nilai budaya, nilai moral, serta nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat,
karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, bebangsa dan bernegara.
2. Bermetode
Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan
dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif. Contoh
metode dalam pembahasan Pancasila adalah anastico syntetic, hermeneutika, kohersi historis, serta
metode pemahaman, penafsiran, dan interpretasi
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu yang bulat dan utuh bagian-bagian dari
pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian itu saling berhubungan.
Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, bahkan Pancasila itu
sendiri dalam dirinya sendiri adalah merupakan suatu kesatuan dan keutuhan 'majemuk tunggal' yaitu
kelima sila itu adalah baik rumusannya, inti, dan isi dari sila-sila Pancasila itu adalah merupakan suatu
kesatuan dan kebulatan
4. Bersifat Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, artinya kebenarannya tidak terbatas
oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah tertentu. Dalam kaitanya dengan kajian
Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal, atau dengan lain perkataan inti
sari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah bersifat universal
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenaran namun
lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing.
1. Pengetahuan Deskriptif
dengan menjawab suatu pernyataan ilmiah 'bagaimana', maka akan diperoleh suatu pengetahuan
ilmiah yang bersifat deskriptif. Pengetahuan macam ini adalah suatu jenis pengetahuan yang memberikan
suatu keterangan, penjelasan secara objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas. Kita harus menerangkan,
menjelaskan, serta menguraikan Pancasila secara objektif sesuai dengan pancasila itu sendiri sebagai
hasil budaya bangsa indonesia.
2. Pengetahuan Kausal
Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah "mengapa",
maka akan diperoleh suatu jenis pengetahuan “kausal”, yaitu suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab dan akibat. dalam kaitannya dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila
yang meliputi empat klausa yaitu : kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien dan kausa finalis.
3. Pengetahuan Normatif
Tingkatan pengetahuan normatif adalah sebagai hasil dari pernyataan ilmiah “kemana”. dalam
membahas Pancasila tidak cukup Hanya berupa hasil deskripsi atau hasil kausalitas belaka, melainkan
perlu untuk dikaji norma-normanya karena Pancasila itu untuk diamalkan ,direalisasikan serta di
kongkritasikan dengan kajian normatif ini maka kita dapat membedakan secara normatif realisasi atau
pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan ,dan realisasi Pancasila dalam kenyataan faktualnya
dari Pancasila yang senantiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman.
4. Pengetahuan Essensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk hakikat segala sesuatu, dan hal ini dikaji
dalam bidang ilmu filsafat. kajian Pancasila secara esensial pada hakikatnya nya untuk mendapatkan
suatu pengetahuan tentang intisari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai objek pembahasan ilmiah memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Pancasila
yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik
Indonesia . tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan pancasila yuridis kenegaraan adalah
meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kasual dan normatif.
Secara etimologis istilah "Pancasila" berasal dari sansekerta dari india (bahasa kasta brahmana)
adapun rakyat biasa adalah bahasa prakerta. Menurut muhammad yamin, dalam bahasa sansekerta
"pancasila" memiliki dua arti secara leksikal yaitu:
"Syiila" vokal i panjang artinya "pertaruna tingkah laku yang baik, penting atau yang senonoh
Kata kata tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan susila yang memiliki
hubungan dengan moralitas. Secara etimologis "Pancasila" dengan i pendek memiliki makna lesikal
"berbatu sendi lima" atau secara harfiah "dasar yang memiliki lima unsur". Adapun istilah "panca syiila"
dengan huruf dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437)
Perkataan pancasila mula mula terdalam dalam kepustakaan budha di india. Dalam ajaran budha
terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana, ajaran ajaran moral tersebut adalah sebagai berikut:
Desasyiila
Septasyuila
Pancasyiila
Ajaran pancasyiila menurut budha adalah lima aturan (larangan) atau five moral principles. Yang
harus dilaksanakan oleh para penganut biasa atau awam.
Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (PPKI) yang diselenggarakan
pada tanggal 18 Agustus 1945 telah mengesahkan UUD 1945 yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu
Pembukaan UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal, dan 1 Aturan
Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea yang tercantum dalan rumusan Pancasila, yaitu :
3. Persatuan Indonesia
Rumusan Pancasila inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia terdapat puka rumusan-rumusan Pancasila
sebagai berikut :
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial
Dalam UUDS 1950 yang berlaku mulai tanggak 17 Agustus 1950 sampai tanggal 5 Juli 1959.
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial
Dari bermacam-macam rumusan pancasila di atas yang sah dan benar secara konstitusional adalah
rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Proses perumusan pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dokter Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah
tearsebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara indonesia yang akan dibentuk. Kemudian
tampilah tiga orang pembicara pada sidang tersebut, yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno
Pada tanggal 1 juni 1945 di dalam sidang tersebut ir. Soekarno berpidato secara lisan mengenai
calon rumusan negara Indonesia. Kemudian untuk memberi nama istilah dasar negara indonesia tersebut
soekarno memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar hal ini merupakan saran dari salah satu
temanya yang merupakan seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya
Demikianlah