Enterprise Resource Planning (ERP) semakin banyak diimplementasikan oleh berbagai organisasi di
seluruh dunia. Pada awal-awal implementasi ERP sebagian besar manajemen tidak memahami
banyaknya hal yang harus dipertimbangkan sebelum, selama dan setelah implementasi. Sistem ERP
sangat berbeda dengan packaged software biasa seperti Microsoft Office dan lainnya. Tidak ada jalan
pintas dalam mengimplementasikan sistem ERP. Sebelum membahas secara mendalam tentang sistem
ERP, maka perlu dipahami latar belakang dan perkembangan sistem enterprise di dalam organisasi.
Sistem Informasi adalah komponen kritis bagi organisasi yang sukses dewasa ini. Sistem informasi
menyediakan otomasi komputer untuk mendukung fungsi bisnis seperti: akuntansi, keuangan,
pemasaran, pelayanan pelanggan, manajemen sumber daya manusia dan operasi bisnis. Sistem
informasi berperan besar dalam aktivitas primer maupun sekunder dalam rantai nilai sebuah
perusahaan (organization’s value chain).
Sistem informasi (SI) mencakup perangkat keras, perangkat lunak, komunikasi, proses-proses data,
dan manusia. Teknologi informasi hanya mencakup komponen perangkat lunak dan perangkat keras.
Peran dari sistem informasi adalah untuk memroses data menjadi informasi menggunakan sumber daya
Teknologi Informasi, Proses Bisnis dan Manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Teknologi
Informasi adalah komponen dari Sistem Informasi.
Sistem Informasi umumnya menggunakan model tiga fase yaitu input, process, dan output. Kombinasi
dari kelima komponen SI biasanya digunakan pada tiap tahap. Sebagai contoh, pada proses input dan
output, manusia sangat banyak digunakan, sementara TI dan aturan proses bisnis banyak digunakan
selama fase proses. Gambar 1.1 menunjukkan perbandingan antara proses dalam sistem industri dengan
sistem informasi. Pada sistem industri, masukan berupa bahan mentah mengalami proses produksi
untuk menghasilkan output berupa produk akhir. Sementara sistem informasi mendapat masukan data
mentah yang mengalami pemrosesan dengan proses bisnis untuk menghasilkan luaran berupa laporan.
Manajemen biasanya dikategorikan menjadi tiga level: Strategis, Menengah dan Operasional. Setiap
tingkatan manajemen memiliki kebutuhan informasi yang berbeda-beda seperti ditunjukkan pada
gambar 1.2. Kharakteristik dari masing-masing level adalah:
• Level Strategis:
• Fungsi-fungsi sangat tidak terstruktur, dan sumber daya tidak ditentukan
• Kebutuhan-kebutuhan kuantitatif lebih sedikit
• Level Operasional:
• Fungsi-fungsi sangat terstruktur dan sumber daya sudah ditentukan
• Kebutuhan-kebutuhan kuantitatif lebih banyak
• Level Manajemen Menengah: Di antara strategis dan operasional
Seorang Eksekutif puncak dari sebuah perusahaan mungkin membutuhkan (tertarik dengan) sebuah
laporan yang dengan cepat menyatakan produk-produk tertentu yang terjual dengan baik di pasaran
pada waktu dan tempat yang berbeda (dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain). Sementara
manajemen operasional tertarik pada laporan penjualan yang detil dari seluruh produk yang menjadi
tanggung jawabnya bulan lalu.
Dalam kenyataannya perusahaan modern terdiri dari departemen berdasarkan fungsi, dan pada saat
yang sama melakukan proses. Gambar 1.3 menunjukkan perusahaan dengan departemen-departemen
vertikal dan proses-proses horisontal yang melintasi departemen-departemen ini. Sebagai contohnya
adalah inbound logistics yaitu proses mengadakan material dari pihak eksternal ke dalam perusahaan.
Proses ini diawali oleh departemen pembelian (purchasing). Material tersebut akan digunakan oleh
departemen manufacturing. Untuk mengidentifikasi apakah material memenuhi spesifikasi maka
seringkali departemen engineering perlu dilibatkan. Kemudian finance departemen yang melakukan
pembayaran terhadap material yang diadakan. Ini berarti pembelian tidak berhenti di departemen
purchasing saja tetapi banyak pihak lain yang harus dilibatkan.
Proses bisnis yang lain melintasi berbagai area fungsional dan membutuhkan koordinasi antar
departemen. Sebagai contoh adalah proses pemenuhan pesanan pelanggan seperti ditunjukkan pada
gambar 1.4. Pertama, bagian penjualan menerima pesanan penjualan (sales order). Pesanan diteruskan
terlebih dahulu ke bagian akuntansi untuk memastikan bahwa pelanggan mampu membayar
pesanannya. Kemudian, departemen produksi menarik produk dari persediaan kemudian produk
tersebut dikirim kepada pelanggan.
Gambar 1.4. Pemenuhan pesanan pelanggan terdiri dari sekumpulan langkah yang kompleks yang
memerlukan koordinasi yang baik antara fungsi penjualan, akuntansi dan manufaktur.
Seiring dengan semakin besar dan kompleksnya sebuah organisasi, maka manajemen cenderung
membagi fungsi-fungsi ke dalam unit-unit yang lebih kecil dengan menempatkan sekelompok staff untuk
aktivitas-aktivitas tertentu. Dalam melaksanakan proses atau aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya,
Secara tradisional kebutuhan informasi untuk setiap fungsi atau departemen difasilitasi dengan adanya
sistem informasi khusus: seperti sistem informasi keuangan, sistem informasi kepegawaian, sistem
informasi pemasaran dll. Masing-masing sistem umumnya memiliki arsitektur teknologi informasi
tersendiri sehingga data dan informasi disimpan oleh masing-masing departemen terpisah dari
departemen lainnya. Kenyataan bahwa untuk setiap proses data dan informasi tersebar di berbagai
bagian menimbulkan beberapa masalah yaitu:
Gambar 1.6 menunjukkan contoh data daftar produk yang muncul di database sales & marketing,
produksi dan pengadaan. Dalam skala besar redundansi ini menimbulkan ketidakefisienan. Resiko
lainnya adalah information assymmetry dimana data yang sama namun disimpan di database yang
berbeda sehingga tidak konsisten. Misalkan saja produksi melakukan update terhadap daftar
produk, namun bagian sales dan marketing serta pengadaan tidak sehingga daftar produk di ketiga
database tersebut mungkin tidak sama.
Fenomena munculnya sekumpulan sistem independen dan tidak terintegrasi, dikenal dengan silo
information systems, pada akhirnya menimbulkan bottlenecks dan mengganggu produktivitas. Pada
era persaingan yang semakin kompetitif dewasa ini, sebuah organisasi akan mengalami kesulitan untuk
beroperasi dan bertahan dengan silo information system. Organisasi harus menjadi lincah dan fleksibel
sehingga membutuhkan sistem informasi yang memiliki data, aplikasi dan sumber daya terintegrasi
untuk seluruh organisasi. Untuk berkompetisi secara efektif, organisasi harus berfokus kepada
Referensi
Motiwalla, L. V. and Thompson, J. (2012), Enterprise Systems for Management, Pearson.
Motiwalla & Thompson (2013) merangkum evolusi ERP seperti pada tabel 2.1. Bagian ini akan
membahas evolusi sistem sampai munculnya ERP.
Pada era 1920-an adalah era kemunculan perusahaan-perusahaan manufaktur modern. Saat itu,
kompetisi masih tidak seketat saat ini, jumlah perusahaan masih sedikit sehingga perusahaan
memegang kekuatan pasar. Permintaan konsumen tidak terlalu bervariasi sehingga konsumen
cenderung membeli apa saja yang dihasilkan oleh perusahaan. Ford sebagai pelopor industri manufaktur
Pada era ini perusahaan menggunakan pendekatan manual sederhana untuk mengelola persediaan.
Perusahaan bisa menyimpan persediaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan karena anggapannya
adalah apa yang disimpan pada akhirnya akan digunakan untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Sistem yang digunakan pada periode ini adalah sistem pengelolaan dan kontrol persediaan, platform
yang digunakan adalah sistem mainframe menggunakan perangkat lunak generasi ketiga seperti Cobol
dan Fortran.
Keadaan ini menyebabkan tenaga kerja adalah penentu biaya, sehingga fokusnya adalah menekan biaya
tenaga kerja. Kebijakan pembelian adalah untuk membeli sedikit untuk semua material. Asumsinya
adalah pelanggan akan terus membeli apa yang dibeli sebelumnya sehingga resiko material tidak
terpakai sangat rendah. Persediaan dianggap sebagai aset dan teknik yang dicari adalah bagaimana
mengelola persediaan yang besar secara efisien.
Walaupun platformnya masih sama yaitu sistem mainframe menggunakan perangkat lunak generasi
ketiga tetapi masalah manajemen material mulai mendapat perhatian. Praktisi dan akademisi mulai
berpikir cara mengelola dua sumber daya kritis dalam perusahaan yaitu persediaan dan tenaga kerja. Di
era ini muncul konsep Material Requirement Planning (MRP) yaitu sebuah sistem terkomputerisasi
untuk merencanakan dan mengelola persediaan. Sistem yang baru ini menggantikan perencanaan
manual dan penggunaan kartu input/output manual. Sistem ini secara otomatis merencanakan,
membuat dan membeli kebutuhan material berdasarkan item yang akan dikapalkan, status persediaan
saat tertentu dan item yang akan tiba. George Plossl, salah satu pionir MRP, secara simpel mengatakan
“MRP menghitung apa yang saya butuhkan, membandingkannya dengan apa yang saya miliki dan
menghitung apa yang perlu saya dapatkan dan kapan”.
Asumsi dasar yang diterapkan untuk memungkinkan komputasi MRP adalah pemesanan harus dimulai
selambat mungkin untuk meminimalkan persediaan sambil tetap dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan tepat waktu. Artinya, pemesanan baru akan dilakukan jika sudah ada kebutuhan untuk itu.
MRP tidak membeli lebih awal ataupun lebih banyak. Namun, asumsi ini berarti informasi yang diberikan
harus sangat akurat. Kekurangan dari asumsi ini adalah jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan
misalnya saja keterlambatan pengiriman pesanan maka keseluruhan proses produksi akan terhambat.
Untuk mengatasi hal ini telah banyak yang dilakukan antara lain menambahkan stok pengaman dalam
perhitungan MRP.
Closed-Loop MRP
Di era 1970-an MRP sudah diterima dengan baik dan memberikan keuntungan bagi operasi manufaktur.
Namun, terdapat satu hal penting yang belum diperhitungkan. Pada MRP yang menjadi fokus adalah
ketersediaan material. Padahal perusahaan tidak hanya perlu memiliki material untuk melakukan
pekerjaan, tetapi juga kapasitas yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Oleh karena itu,
timbul kebutuhan untuk melengkapi hasil perhitungan kebutuhan material dari MRP dengan
perhitungan kapasitas. Dengan demikian hasil MRP tidak semata-mata mengalir ke lantai produksi,
namun dilakukan pula rencana kebutuhan kapasitas. Jika kebutuhan kapasitas tidak mencukupi maka
muncul umpan balik ke tahap perhitungan kebutuhan material. Dengan meningkatnya kemampuan dan
menurunnya harga komputer menyebabkan kapasitas komputer untuk melakukan komputasi matematis
tersedia dengan harga yang terjangkau. Hal ini memungkinkan penambahan perhitungan rencana
kapasitas sebagai feedback loop MRP dan memunculkan “Closed Loop MRP”.
Closed-loop MRP yang dikenal juga dengan Big MRP memungkinkan tidak hanya perhitungan material
tetapi rencana kapasitas berdasarkan prioritas rencana material. Big MRP membutuhkan informasi
tambahan yaitu alur proses produksi yang telah ditentukan (routing). Alur ini menunjukkan pada mesin
mana bagian produk akan dibuat sehingga kapasitas dan beban dapat direncanakan dan dijadualkan.
Closed-loop MRP juga membutuhkan asumsi untuk memungkinkan komputasi dengan komputer pada
saat itu yaitu setiap pusat kerja dianggap memiliki kapasitas tak terbatas untuk memenuhi permintaan
saat diperlukan.
MRPII adalah sebuah metode perencanaan seluruh sumber daya di dalam perusahaan manufaktur
secara efektif. MRPII adalah sistem bisnis terintegrasi yang:
• Memberikan visibilitas kebutuhan material dan kapasitas yang timbul dari rencana operasi
• Memungkinkan input aktivitas yang detil
• Menerjemahkan seluruh aktivitas ini ke dalam statemen finansial
• Menyarankan tindakan untuk mengatasi item-item yang tidak seimbang dengan rencana yang
dibuat
Di era MRP II, platform sudah berkembang menjadi sistem mainframe menggunakan perangkat lunak
basis data dan aplikasi manufaktur generasi keempat.
Referensi
1. Ptak, C.A (2004), ERP: Tools, Techniques and Applications for Integrating the Supply Chain, St.
Lucie Press.
2. O’Leary, D.E (2000), Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic
Commerce and Risk, Cambridge University Press
3. Motiwalla, L. V. and Thompson, J. (2012), Enterprise Systems for Management, Pearson.
ERP bukan sekedar MRPII yang dijalankan dengan arsitektur Client-Server melainkan sistem yang
meliputi seluruh perencanaan sumber daya perusahaan beberapa diantaranya adalah desain produk,
penyimpanan informasi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan sistem komunikasi
Menurut Botta-Genoulaz & Millet (2006) ERP adalah sebuah paket perangkat lunak yang berusaha
mengintegrasikan seluruh departemen dan fungsi-fungsi dari sebuah perusahaan ke dalam satu sistem
komputer yang dapat melayani kebutuhan berbagai departemen.
Menurut Motiwalla dan Thompson (2013) ERP adalah generasi pertama dari Enterprise Systems yang
ditujukan untuk mengintegrasikan seluruh data dan mendukung semua fungsi utama dalam sebuah
organisasi. ERP systems mengintegrasikan berbagai aspek fungsional organisasi dan sistem dalam
organisasi dengan sistem dari partner dan supplier. Sistem ini web enabled, yang bekerja dengan
menggunakan web clients, sehingga memungkinkannya untuk diakses oleh karyawan, klien, partner dan
vendor perusahaan dari berbagai tempat setiap saat (Gambar 3.1.)
Tujuan dari sistem ERP adalah untuk membuat aliran informasi dinamis dan segera, sehingga
meningkatkan kegunaan dan nilai dari informasi. ERP bertindak sebagai repository pusat dan
menghilangkan redundansi data dan meningkatkan fleksibilitas. Tujuan lain dari ERP adalah untuk
mengintegrasikan departemen dan fungsi seluruh organisasi ke dalam satu infrastruktur yang melayani
kebutuhan setiap departemen. Setiap departemen memiliki sistem komputer sendiri. ERP
menggabungkannya menjadi sebuah perangkat lunak terinterasi yang bekerja pada basis data tunggal,
sehingga memungkinkan berbagai departemen membagi informasi dan berkomunikasi satu dengan
yang lain dengan mudah. ERP menggantikan berbagai sistem yang biasanya ada di dalam organisasi. ERP
menyelesaikan masalah utama terkait dengan integrasi informasi dari berbagai sumber dan
membuatnya tersedia secara real-time.
Komponen ERP
Sebuah sistem ERP terdiri dari beberapa komponen untuk menjalankan input, pemrosesan dan output
dari sebuah sistem seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2. Tim implementasi harus mengevaluasi
dengan baik setiap komponen dalam kaitannya dengan yang lain pada saat membuat rencana
implementasi.
Seluruh komponen harus bekerja bersama-sama dengan mulus agar implementasi sukses. Perangkat
keras, perangkat lunak dan data memainkan peran penting dalam implementasi ERP. Keterlibatan
manusia dan integrasi proses harus ditangani di tahapan awal dari rencana implementasi.
Arsitektur ERP
Arsitektur dari sebuah sistem ERP mempengaruhi biaya, perawatan dan penggunaan dari sistem.
Arsitektur ERP (cetak biru dari sistem ERP yang sesungguhnya) membantu tim implementasi
membangun sistem ERP untuk organisasi. Arsitektur ERP mengubah strategi implementasi ERP di tingkat
tinggi menjadi aliran informasi dengan keterhubungannya dalam organisasi. Jika dibeli, arsitektur ERP
seringkali diarahkan oleh vendor (Package-Driven Architecture). Tidak seperti halnya arsitektur TI,
dimana arsitektur ditentukan oleh strategi organisasi.
Contoh arsitektur ERP dari sebuah perguruan tinggi besar ditunjukkan pada gambar 3.3.
Pengaruh ERP
ERP adalah sebuah keberhasilan korporasi yang memiliki pengaruh besar pada dunia bisnis dan
teknologi informasi.
• ERP telah mengubah hakekat pekerjaan di seluruh aspek fungsional, seperti manufaktur
ERP mengaburkan garis antara user dan IT. User sebagai pelaku bisnis juga dituntut untuk menguasai
teknologi ERP. Sebaliknya, seorang spesialis informasi juga dituntut menguasai proses bisnis.
Oracle/Peoplesoft
Infor
Penyedia perangkat lunak enterprise terbesar ketiga di dunnia. Infor memberikan solusi enterprise
terintegrasi pada rantai pasok (supply chain), hubungan pelanggan (customer relationship) dan
pengelolaan pelanggan. www.infor.com/infor/
Microsoft Dynamics
Sebelumnya dikenal dengan Microsoft Business Solutions atau Great Plains, Microsoft Dynamics adalah
solusi manajemen bisnis menyeluruh yang dibangun di atas platform Microsoft.
Lawson
Solusi perangkat lunak yang disesuaikan dengan industri yang mencakup manajemen kinerja enterprise,
distribusi, keuangan, sumber daya manusia, pengadaan, dan operasi ritel. www.Lawson.com
SSA Global
Mengakuisisi Baan pada tahun 2004. Mereka mengklaim dapat menyediakan solusi yang mencapai
tujuan tertentu dalam tenggang waktu yang lebih singkat dan lebih efisien dengan waktu.
Referensi
1. Ptak, C.A (2004), ERP: Tools, Techniques and Applications for Integrating the Supply Chain, St.
Lucie Press.
2. O’Leary, D.E (2000), Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic
Commerce and Risk, Cambridge University Press
3. Motiwalla, L. V. and Thompson, J. (2012), Enterprise Systems for Management, Pearson.