Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa nilai yang berhubungan dengan saham akan dibahas disini yakni nilai buku
(book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku
merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan emiten. Nilai pasar merupakan nilai
saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham.

Memahami tiga konsep nilai ini merupakan hal yang perlu dan bergun, karena dapat
digunakan untuk mengetahui saham-saham mana yang bertumbuh (growth) dan yang murah
(undervalued). Dengan mengetahui nilai buku dan nilai pasar, pertumbuhan perusahaan dapat
diketahui. Pertumbuhan perusahaan menunjukkan investment opportunity set (IOS) atau set
kesempatan investasi di masa depan. Smith dan watts (1992) juga gaver (1993) menggunakan
rasio nilai pasar dibagi dengan nilai buku sebagai proksi dari IOS yang merupakan pengukur
pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh mempunyai rasio lebih besar dari nilai
satu yang berarti pasar percaya bahwa nilai pasar perusahaan tersebut lebih besar dari nilai
bukunya.

Mengetahui nilai pasar dan nilai intrinsik dapat digunakan untuk mengetahui saham-
saham mana yang murah, tepat nilainya atau yang mahal. Nilai intrinsik merupakan nilai
sebenarnya dari perusahaan. Nilai pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya menunjukkan
bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang murah, karena investor membayar saham
tersebut lebih kecil dari yang seharusnya dia bayar. Sebaliknya nilai pasar yang lebih besar
dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang mahal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nilai buku dan nilai-nilai lain yang berhubungan?
2. Bagaimana nilai pasar?
3. Bagaimana nilai intrinsik?

C. Tujuan Penulisan
1. Bagaimana nilai buku dan nilai-nilai lain yang berhubungan?
2. Bagaimana nilai pasar?
3. Bagaimana nilai intrinsik?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nilai buku dan nilai-nilai lain yang berhubungan.


Untuk menghitung nilai buku suatu saham, beberapa nilai yang berhubungan
dengannya perlu diketahui. Nilai-nilai ini adalah nilai nominal (par value), agio
saham(additional paid in capital atau in excess of par value), nilai modal yang disetor (paid in
capital) dan laba yang ditahan (retained earnings).

1. Nilai Nominal
Nilai nominal dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang ditetapkan untuk
tiap-tiap lembar saham. Kepentingan dari nilai nominal adalah kaitannya dengan hukum.
Nilai nominal ini merupakan modal per lembar yang secara hukum harus ditahan di
perusahaan untuk proteksi kepada kreditor yang tidak dapat diambil oleh pemegang saham
(Kieso dan Weygandit, 1996, hal. 576). Kadangkala suatu saham tidak mempunyai nilai
nominal. Untuk saham yang tidak mempunyai nilai nominal, dewan direksi umumnya
menetapkan nilai sendiri per lembarnya. Jika tidak ada nilai yang ditetapkan, maka yang
anggap sebagai modal secara hukum adalah semua penerimaan bersih yang diterima oleh
emiten pada waktu mengeluarkan saham bersangkutan.

2. Agio saham
Agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value) merupakan salah
selisih yang dibayar o9leh pemegang saham kepada perusahaan dengan nilai nominal
sahamnya. Misalnya nilai nominal saham biasa per lembar adalah Rp5.000 dan saham ini
dijual sebesar Rp8.000 Per lembar, maka agio saham per lembar adalah sebesar Rp3.000.
Agio saham ditampilkan di neraca dalam nilai totalnya yaitu agio per lembar dikalikan
dengan jumlah lembar yang dijual.

3. Nilai Modal Disetor


Nilai modal disetor merupakan total yang dibayarkan oleh pemegang saham kepada
perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau dengan saham biasa. Nilai
modal disetor merupakan penjumlahan total nilai nominal ditambah dengan agio saham. Jika
perusahaan mengeluarkan dua kelas saham, yaitu saham preferen dan saham biasa, saham
preferen disajikan terlebih dahulu diikuti oleh saham biasa di neraca untuk menunjukkan
urutan haknya.

4. Laba ditahan
Laba ditahan (retained earning) merupakan laba yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham. Laba yang tidak dibagi ini diinvestasikan lagi kembali keperusahaan
sebagai sumber dana internal.laba ditahan dalam penyajiannya di neraca menambah total laba
yang disetor. Karena laba ditahan ini milik pemegang saham yang berupa keuntungan tidak
dibagikan,maka nilai ini juga akan menambah ekuitas pemilik saham dineraca.

2
5. Nilai buku
Nilai buku (book value) perlembar saham menunjukan aktiva bersih (net assets) yang
dimiliki oleh pegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah
sama dengan total ekuitas pemegang saham maka nilai buku per lembar saham adalah total
ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar;
Nilai buku per lembar = total ekuitas (5-1)
Jumlah saham

Jika perusahaan mempunyai dua kelas saham , yaitu saham preferen dan saham
biasa, maka perhitungan nilai buku perlembar untuk masing-masing kelas saham ini lebih
rumit dibandingkan jika hanya mempunyai saham biasa saja . perhitungan nilai buku per
lembar saham untuk dua macam kelas saham adalah sebagai berikut ini.

1. Hitung nilai ekuitas saham preferen.


Nilai ekuitas dihitung dengan mengalihkan nilai tebus (call price) ditambah dengan
dividen yang di arrears dengan lembar saham preferen yang beredar. Jika nilai tebus
tidak digunakan, maka nilai nominal yang digunakan. Didalam perhitungan ini agio
saham untuk saham preferen tidak dimasukkan, karena pemegang saham preferen
tidak mempunyai hak untuk agio ini walaupun berasal dari saham preferen, hingga
nilai agio ini dimasukan sebagai tambahan nilai ekuitas saham biasa.
2. Hitung nilai ekuitas saham biasa
Nilai ekuitas saham biasa dihitung dengan mengurangi nilai total ekuitas dengan nilai
ekuitas saham preferen.
3. Nilai buku saham biasa dihitung dengan membagi nilai ekuitas saham biasa dengan
jumlah lembar saham biasa yang beredar.

Contoh 1:
Suatu perusahaan mengotorisasi untuk menerbitkan saham biasa sebanyak 1.000.000
lembar dengan nilai nominal Rp5000,-. Pada tanggal 18 februari tahun ini,perusahaan
mengeluarkan sebanyak 8.000,- per lembar.dari penjualan saham biasa ini perusahaan
mendapatkan kas sebesar Rp6.400.000.000,- (8.00.000 x Rp8.000,-) yang terdiri dari:
Modal saham biasa 8.00.000 x Rp5.000,- = Rp4.000.000.000,-
Agio saham biasa 8.00.000 x Rp3.000,- =Rp 2.400.000.000,-
Total kas diterima =Rp6.400.000.000,-

Pada tanggal 17 November tahun ini, perusahaan membeli balik saham biasa yang
beredar sebagai saham treasuri sebanyak 100.000 lembar dengan harga pasar yang
sebesar Rp15.000,- nilai total saham treasuri adalah:
Saham treasuri = 100.000 x Rp15.000,-
=Rp1.500.000.000,-

Selanjutnya pada tanggal 5 Desember tahun ini, sebanyak 20.000 lembar saham
treasuri dijual kembali dengan harga Rp17.500,- perlembarnya. Dari penjualan saham

3
treasuri ini perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp350.000.000,- (20.000
xRp17.500,-) yang terdiri dari:

Modal saham treasuri 20.000 x Rp15.000,- =Rp300.000.000,-


Agio saham treasuri 20.000 x Rp2.500,- =Rp 50.000.000,-
Total kas diterima =Rp350.000.000,-

Pada tanggal neraca, yaitu 31 desember tahun ini,posisi saham treasuri perusahaan
adalah sebanyak 800.000 lembar (100.000 lembar pada tanggal 17 november dan
dijual 200.000 lembar pada tanggal 5 Desember).dari nilai saham treasuri ini adalah
sebesar Rp1.200.000.000,- (Rp1.500.000.000 – Rp300.000.000,-).saham treasuri ini
adalah milik perusahaan, bukan milik pemegang saham biasa, sehingga akan
mengurangi total nilai ekuitas. Missalnya laba ditahan untuk akhir tahun ini adalah
sebesar Rp550.000.000,-, maka penyajian ekuitas yang Nampak dineraca adalah
sebagai berikut ini.

Ekuitas pemegang saham


Modal disetor;
Modal saham
Saham biasa, nominal Rp5.000,- diotorisasi
Sebanyak 1.000.000 lembar ,800.000
Dikeluarkan dengan harga Rp8.000,- dan 720.000 beredar Rp4.000.000.000,-
Totalmodal saham Rp4.000.000.000,-

Tambah modal disetor:


Agio saham biasa
Agio saham treasuri Rp2.400.000.000,-
Total tambahan modal disetor Rp 50.000.000,- Rp2.450.000.000,-
Total saham disetor Rp6.450.000.000,-
Laba ditahan Rp 550.000.000,-
Total odal disetor dan laba ditahan Rp7.000.000.000,-Dikurang:
saham treasuri (80.000 1b) (Rp1.200.000.000,-)
Total ekuitas Rp5.800.000.000,-

Contoh 2:
Dari contoh 1, jumlah saham biasa yang beredar pada tanggal neraca adalah sebanyak:
Tanggal 18 februari dijual sebanyak 800.000 lembar
Tanggal 17 november membeli balik sebanyak 100.000 lembar -
Jumlah saham biasa beredar 700.000 lembar
Tanggal 5 desember dijual kembali sebanyak 20.000 lembar +
Jumlah saham yang beredar akhir tahun 720.000 lembar

4
Nilai total ekuitas pada akhir tahun adalah Rp5.800.000.000,-. Karena perusahaan hanya
mempunyai sebuah kelas saham saja, yaitu saham biasa, maka nilai buku perlembar saham
biasa ini dapat dihitung sebesar Rp8,056,- (Rp5.800.000.000,- dibagi dengan 720.000).

B. Nilai Pasar
Nilai pasar berbeda dengan nilai buku. Jika nilai buku merupakan nilai dicatat pada
saat saham dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar
bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh
permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.

C. Nilai Intrinsik
Beberapa pertanyaan mendasar sering dilemparkan, seperti misalnya apakah harga
saham di pasar mencerminkan nilai sebenarnya dari saham yang diperdagangkan tersebut.
Nilai seharusnya ini disebut dengan nilai fundamental atau nilai intrinsik.
Dua macam analisis yang banyak digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya dari
saham adalah analisis sekuritas fundamental atau analisis perusahaan dan analisis teknis.
Analisis fundamental menggunakan data fundamental, yaitu data yang berasal dari keuangan
perusahaan (misalnya laba, deviden yang dibayar, penjualan dan lain sebagainya), sedang
analisis teknis menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume transaksi
saham) untuk menentukan nilai dari saham. Analisis teknik banyak digunakan oleh praktisi
dalam menentukan harga saham. Sedang analisis fundamental banyak digunakan oleh
akademisi.
Telah diketahui bahwa analisis fundamental mencoba menghitung nilai intrinsiknya
dari suatu saham dengan menggunakan data perusahaan. Untuk analisis fundamental, ada dua
pendekatan untuk mengitung nilai intrinsik sasham, yaitu dengan pendekatan nilai sekarang
(present value approach) dan pendekatan PER (P/E ratio approach).

1. Pendekatan nilai sekarang


Pendekatan nilai sekarang juga disebut dengan metode kapitalisasi laba karena
melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai
sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek
perusahaan tersebut tergantung dari prospek perusahaan tersebut dimasa mendatang dan
prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas dimasa depan,
maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan mendiskontokan nilai-nilai arus kas
(cash flow) dimasa depan menjadi nilai sekarang sebagai berikut:

𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑎𝑠
Po* = ∑ (5-2)
(1+ 𝑘)𝑡

Notasi:
Po* = nilai sekarang dari perusahaan (Value of the firm)
t = periode waktu ke t dari t=1 sampai dengan ∞
k = suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diinginkan
(required rate of return)

5
Arus kas merupakan komponen di dalam penentuan nilai perusahaan. Arus kas
merupakan kas yang diterima oleh perusahaan emiten. Sebagai alternatif dari arus kas, laba
perusahaan (earnings) juga dapat digunakan untuk menghitung nilai perusahaan. Earnings
yang diperoleh oleh perusahaan dapat ditahan sebagai sumber dana internal atau dibagikan
dalam bentuk deviden. Arus deviden dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh
investor. Dengan alasan bahwa deviden merupakan satu-satunya arus pendapatan yang
diterima oleh investor, model diskonto dividen dapat digunakan sebagai pengganti model
diskonto arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham.

Model diskonto dividen untuk menghitung nilai intrinsik saham adalah sebagai
berikut:

𝐷𝑡
Po*= ∑ (1+𝑘)𝑡 (5-3)
t=1

Notasi:
Dt= dividen yang dibayarkan untuk periode ke-t2
Rumus (5-3) dapat juga dituliskan sebagai:

𝐷1 𝐷2 𝐷∞
Po*= (1+𝐾) + (1+𝑘)2 + ... + (1+𝑘)∞ (5-4)

Beberapa kasus dapat ditemukan di dalam besarnya nilai dividen yang dibayarkan.
Beberapa perusahaan membayar dividen dengan besarnya yang tidak teratur dan beberapa
perusahaan lain membayar deviden yang nilainya konstan yang sama dari waktu ke waktu
(disebut juga dividen tidak bertumbuh atau pertumbuhan nol) dan beberapa perusahaan
lainnya bahkan membayar deviden yang selalu naik dengan tingkat pertumbuhan yang
konstan.

a. Pembayaran dividen tidak teratur


Kenyataannya beberapa perusahaan membayar deviden dengan tidak teratur, yaitu
dividen tiap-tiap periode tidak mempunyai pola yang jelas bahkan untuk periode-periode
tertentu tidak membayar deviden sama sekali (misalnya dalam periode masa rugi atau dalam
periode kesulitan likuiditas). Untuk kasus pembayarannya dividen yang tidak teratur ini,
rumus (5-4) dapat digunakan untuk menghitung nilai intrinsik saham biasa.

Contoh:
Untuk mengilustrasikan penggunaan rumus, misalnya suatu perusahaan membayar deviden
selama 5 periode sebagai berikut.
Periode 1 2 3 4 5
Ke-t
Dt Rp1.000 Rp1.500 Rp0 Rp750 Rp2100

6
Diasumsikan bahwa tingkat bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap
periodenya, maka nilai intrinsik saham ini per lembarnya adalah sebesar:
𝑅𝑝1.000 𝑅𝑝1.500 𝑅𝑝750 𝑅𝑝2.100
Po*= + (1+0.2)2 + 0 + (1+0.2)4 + (1+0.2)5
(1+0,2)

= Rp3.080,63

b. Deviden konstan tidak bertumbuh


Umumnya perusahaan enggan memotong deviden karena pengurangan deviden akan
dianggap sebagai sinyal jelek oleh investor. Perusahaan yang memotong deviden dianggap
mengalami kesulitan likuiditas sehingga perlu mendapatkan tambahan dana dengan
memotong deviden. Perusahaan emiten tidak ingin mengeluarkan sinyal seperti ini, sehingga
jika tidak sangat terpaksa sekali biasanya perusahaan tidak akan memotong deviden. Hal
yang paling banyak ditemui adalah perusahaan membayar deviden yang konstan dari waktu
ke waktu untuk menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan dalam keadaan stabil. Jika
perusahaan membayar dividen konstan yang nilainya sama dari waktu ke waktu, yaitu
sebesar Dt , maka nilai intrinsik harga saham di rumus (5-4) menjadi:

𝐷 𝐷 𝐷
Po*= (1+𝑘) + (1+𝑘)2 + ... + (1+𝑘)∞
(5-5)

Dan dapat disederhanakan menjadi:


𝐷
Po*=
𝑘
(5-6)

Rumus (5-6) menunjukkan model tidakbertumbuh atau model pertumbuhan nol (zero-growth
model) dari pembayaran dividen untuk menghitung nilai intrinsik saham untuk kasus
pembayaran dividen yang konstan sebesar D dengan tingkat bunga diskonto sebesar k. Kasus
dividen konstan umumnya
𝐷(1+𝑘) 𝐷(1+𝑘) 𝐷(1+𝑘)
Po*(1+k)= + + ... +
(1+𝑘) (1+𝑘) (1+𝑘)

Atau
𝐷 𝐷(1+𝑘)
Po*(1+k) = D + (1+𝑘) + ... + (1+𝑘)∞

Kurangkan nilai-nilai di persamaan ini dengan nilai nilai di persamaan (5-5) sebagai berikut:
𝐷 𝐷(1+𝑘) 𝐷 𝐷 𝐷
Po*(1+k) – Po* = D + (1+𝑘) + ... + (1+𝑘)∞ - (1+𝑘) - (1+𝑘)2 +... - (1+𝑘)∞

𝐷
Po*+ Po*. K - Po*= D - (1+𝑘)∞

1
Po* . k = D [1 - (1+𝑘)∞ ]

7
Nilai dari (1 + 𝑘)∞ merupakan nilai yang sangat besar mendekati nilai tidak berhingga dan
1
nilai (1+𝑘)∞ adalah sama dengan nol, sehingga persamaan di atas menjadi:

Po* . k = D [1-0]

Po* . k = D

Sehingga dilakukan untuk menilai saham preferen karena dividen saham preferen biasanya
adalah konstan yang umumnya dinyatakan dalam presentasi dari nominalnya.

Contoh:
Kebijaksanaan dividen suatu perusahaan adalah membayar dividen konstan sebesar Rp1.000
tiap tahunnya. Jika suku bunga diskonto pertahun adalah 20%, maka nilai intrinsik saham per
lembar adalah sebesar:
𝑅𝑝1.000
Po* = = Rp5.000
0.2

c. Pertumbuhan Dividen yang Konstan


Bentuk lain dari model diskonto dividen adalah untuk kasus dividen yang bertumbuh
secara konstan yaitu dengan pertumbuhan sebesar g. Jika deviden periode awal adalah D0,
maka deviden periode kesatu adalah D0( 1+g) dan periode kedua adalah sebesar D0(1+g)
(1+g) atau D0(1+g)2 dan seterusnya. Untuk kasus pembayaran dividen yang bertumbuh secara
konstan ini, rumus nilai intrinsik saham di (5-4) menjadi:

𝐷0+(1+𝑔) 𝐷0+(1+𝑔) 2 𝐷0+(1+𝑔) ∞


Po*= + + ... + (5-7)
(1+𝑘) (1+𝑘)2 (1+𝑘)∞

Rumus ini dapat disederhanakan menjadi:


𝐷0+(1+𝑔)
Po* = (5-8a)
(𝑘−𝑔)

Untuk D1 = D0(1+g) maka menjadi


𝐼𝐷
Po* = (𝑘−𝑔) (5-8b)

Rumus (5-8) disebut dengan model pertumbuhan konstan . rumus ini dikenal dengan

(1+𝑘) 𝐷0+(1+𝑔) 𝐷0+(1+𝑔) 2 𝐷0+(1+𝑔) ∞


Po* [ (1+𝑔)] = + + ... +
(1+𝑘) (1+𝑘)2 (1+𝑘)∞

Kurangkan nilai-nilai di persamaan ini dengan nilai-nilai di persamaan (5-7), sehingga


diperoleh:

(1+𝑘) 𝐷0+(1+𝑔) 𝐷0+(1+𝑔) 2 𝐷0+(1+𝑔) ∞ 𝐷0+(1+𝑔) 𝐷0+(1+𝑔) 2


Po* [ (1+𝑔)] - Po* = D0 + + + ... + - - - ... -
(1+𝑘) (1+𝑘)2 (1+𝑘)∞ (1+𝑘) (1+𝑘)2
𝐷0+(1+𝑔) ∞
(1+𝑘)∞

(1+𝑘) 𝐷0+(1+𝑔) ∞
Po* [(1+𝑔) - 1] = D0 - (1+𝑘)∞

8
(1+𝑘)− (1+𝑔) (1+𝑔)∞
Po* [ ] = D0 [ 1 –(1+𝑘)∞]
(1+𝑔)

Model gordon karena Myron J. Gordon merupakan orang yang mengembangkan dan
mengenalkan model ini. Asumsi dasar dari model ini adalah k (suku bunga diskonto) harus
lebih besar dari g (tingkat pertumbuhan dividen). Jika k lebih kecil dari g, maka nilai intrinsik
saham menjadi negatif yang merupakan nilai tidak realistis untuk suatu saham. Demikian
juga jika nilai k sama dengan g, maka (k-g) akan sama dengan noldan akibatnya nilai
intrinsik saham akan sangat besar sekali bernilai tak terhingga yang juga merupakan nilai
tidak realisistis untuk suatu saham.

Contoh 1:
Tahun ini perusahaan emiten membayar dividen sebesar Rp1.000. seorang investor
menghingkan return sebesar 20% pertahunnya dan mengharapkan dividen dibayar dengan
pertumbuhan sebesar 5% per tahunnya. Nilai intrinsik saham dapat dihitung sebesar:
𝐷𝐼
Po* = 𝑘−𝑔

Rp1.000 – (1 + 0.05)
= 0.2−0.5

= Rp7.000

Jika harga saham ini perlembarnya adalah sebesar Rp5.000 maka harga pasar saham ini
merupakan harga yang murah, karena harga pasarnya lebih rendah dari harga seharusnya
yang diperkirakan.

Contoh 2:

Untuk contoh 1, jika investor menginginkan tingkat pengembalian (k) sebesar 25% maka
nilai intrinsik saham adalah:
Rp1.000 – (1 + 0.05)
Po* = 0.25−0.5

= Rp5.250

Contoh 3:

Pertumbuhan dari dividen sebesar 5% di perkirakan akan terjadi mulai tahun ke-5. Sebelum
tahun ke-5 diperkirakan perusahaan akan membayar dividen konstan sebesar Rp1.000 per
tahunnya. Jika tingkat pengembaliannya yang diingkan (k) adalah sebesar 20% per tahunnya,
maka nilai intrinsik saham yang diperkirakan adalah sebesar:
𝐷0( 1+𝑔)
D0
Po* = ∑𝑛𝑖= + 𝑘−𝑔
(1+𝑘)𝑡 (1+𝑘)𝑛

𝑅𝑝1.000 𝑅𝑝1.000−(1+0.05)
= ∑4𝑡=𝐼 (1+0.2) + (0.2−0.05)(1+0.2)5

9
= Rp2.588,73 + Rp3.375,77

= Rp5.964,50

Bagian pertama dari perhitungan di atas menunjukkan perhitungan nilai dari arus dividen
konstan sebesar Rp1.000 per tahun selama 4 tahun bersama. Bagian kedua dari perhitungan
diatas menunjukkan nilai sekarang dari pertumbuhan dividn sebesar 5% per tahunnya mulai
tahun ke-5 dan seterusnya infiniti. Bagian kedua ini dihitung dengan cara mendiskontokan
semua arus deviden mulai tahun ke-5 dan seterusnya ke awal tahun ke 5 (atau ke akhir tahun
ke-4) dengan menggunakan rumus (5-8) dan kemudian menilai sekarang nilai diskonto akhir
tahun ke-4 tersebut.

d. Harga jual akhir


Modal diskonto deviden di (5-3) sampai (5-8) mengansumsikan bahwa arus deviden
sifatnya adlah infiniti ,yaitu yang dibayar terus sampai period ke-8 (tak hingga), invetor yang
menyukai deviden dan tidak akan menjual saham nya akan menerima arus deviden seperti
yang diasumsikan diatas.akan tetapi tidak semua investor menyukai deviden dan akan
memegang saham selamanya, investor seperti ini biasanya mementingkan capital gain
dibandingkan deviden. Keuntungan modal (capital gain) adalah keuntungan penjualan saham
akibat selisih dari harga jual saham denagn harga belinya. Untuk investor seperti ini harga
jual akhir yang diterima perlu dipertimbangkan sebagai arus kas yang harus masuk kedalam
rumus model deviden diskonto sebelumnya. Jika investor menjual sahamnya pada period eke-
n sebesar Pn9 maka rumus nilai intristik saham dapat dituliskan sebagai:

P0 = D1 + D2 +…..+ Dn + Pn (5-9)

(1+k) (1+k) (1 + k) (1+k)

Nilai Pn merupakan nilai harga jual dari nilai saham atau disebut dengan nilai terminal, yaitu
nilai akhir yang diterima oleh investor.

Contoh 1:
Investor memperkirakan harga bahwa perusahaan akan membayar deviden konstan selama 3
tahun. Deviden tiap lembar saham untuk tahun sekarang (Do) adalah sebesar Rp500,-.
Sewtelah itu diperkirakan bahwa pertumbuhan deviden akan menurun, sehingga setelah
menerima deviden pada tahun ke tiga, investor akan menjual saham tersebut dengan harga
Rp12000,-, harga saham yang ditawarkan sekarang adalah sebesar Rp5.000,- investor ingin
mengetahui nilai intristik dari saham ini untuk mengetahui nilai intristik dari saham ini untuk
menentukan aapakan membeli saham ini merupakan investasi yang menguntungkan. Dengan
asumsi bahwa suku bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap tahunnya, nilai intristik
dapat dihitung sebagai berikut:

10
Dengan demikian membeli saham sebesar Rp5.000,- merupakan nilai yang murah karena
nilai intrinsicnya sebesar Rp7.997,69,- lebih besar dari nilai belinya.

Contoh 2:
Dari contoh 5.6 bahwa suatu perusahaan membayar deviden selama 5 periode sebagai
berikut:
Periode 1 2 3 4 5
Ke-t
D1 Rp1.000 Rp1.500 Rp0 Rp750 Rp2.100

Tingkat harga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap periodenya. Diperkirakan pada akhir
tahun ke 5, investor dapat menjual saham ini sebesar Rp5.000, nilai intrinsic saham ini
perlembarnya adalah sebesar :

Rp1.000 Rp1.500 Rp750 Rp2.100 Rp5.000


P0 = + +0++ + +
(1+0,2) (1+0,2) (1+0,2) (1+0,2) (1+0,2)
2 4 5 5
= Rp5.090,02
Nilai jual antara po sebenarnya juga merupakan nilai nilai diskonto dari arus deviden deviden
untuk periode periode selanjutnya, yaitu untuk priode ke n+1 sampai keperiode ∞ (tak
hingga) yang dapat dinyatakan secara metematik sebagai :

11
Yang merupakan rumus yang sama dengan model diskonto deviden di (5-4), dengan
demikian hasil dari nilai intrinsic adalah sama baik arus intrinsik infiniti atau arus deviden
selama periode tertentu di tambah dengan nilai jual saham bersangkutan.

2. Pendekatan PER
Alternative selain menggunakan arus kas atau arus deviden saham menghitung nilai
fundamental atau nilai intrinsic saham adalah dengan menggunakan nilai laba perusahaan
(earning) salah satu pendekatan yang popular yang menggunakan nilai earning untuk
mengestimasi nilai intrinsic adalah pendekatan PER (price earning ratio) atau disebut juga
dengan pendekatan earning multiplier PER menunjukan ratio dari harga saham terhadap
earnings. Ratio ini menunjukan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap
kelipatan dari earnings. Missalnya dari PER adalah 5,maka ini menjunjukan bahwa nilai
harga merupakan kelipatan dari 5 kali earnings perusahaan. Misalnya earning yang digunakan
adalah earning tahunan dan semua earnings dibagi dalam bentuk deviden, maka nilai PER
sebesar5 juga menunjukan lama investasi pembelian saham akan kembali selama 5 tahun.

Contoh 1 :

Harga pasar dari suatu saham adalah sebesar R20.000,-, laba bersih yang diperoleh
perusahaan diperkirakan konstan dari tahun ketahun sebesar Rp5.000,- perlembarnya
pertahun besarnya PER adalah :

Rp20.000
PER = = 4 x.
Rp5.000

Contoh 2:
Laba perlembar saham yang diestimasi untuk periode selanjutnya (E1) adalah sebesar
Rp2.500,-.investor memperkirakan PER untuk saham ini adalah 10. Nilai intrinsic saham ini
dapat dihitung sebesar:
Po
P0 = E1 . E1
= 10 . Rp2.500
= Rp25.000

Karena harga saham pasar ini adalah sebesar Rp20.000,-bsedang nilai intrinsiknya adalah
sebesar Rp25.000,- maka saham ini dijual dengan harga yang murah (umdervalued).

Rumus PER dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menderivasinya menggunakan


model diskonto deviden. Dengan menggunakan pertumbuhan deviden yang konstan
dipersamaan (5-8) sebagai berikut:

D1
P0 = k−g

12
Rumus PER dapat diderivasikan dengan membagikan dua sisi persamaan diatas dengan nilai
E1,sehingga didapatkan:

Po D1/E1
=
E1 k−g

Rumus (5-10)menunjukan faktor faktor yang menentukan besarnya PER, yaitu:

1. PER berhubungan positif dengan ratio pembayaran deviden terhadap earning (d1/E1).
2. PER berhubungan negative dengan tingkat pengembalian yang diinginkan (k).
3. PER berhubungan positifdengan tingat pertumbuhan deviden (g).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpuan
Beberapa nilai yang berhubungan dengan saham akan dibahas disini yakni nilai buku
(book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai
buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan emiten. Nilai pasar
merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya
dari saham. Memahami tiga konsep nilai ini merupakan hal yang perlu dan bergun,
karena dapat digunakan untuk mengetahui saham-saham mana yang bertumbuh
(growth) dan yang murah (undervalued).

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki.Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk
perbaikan ke depannya.

14

Anda mungkin juga menyukai