LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Pemisahan yang berkaitan dengan sistem etanol-air, perlu untuk
menguraikan fenomena yang berpengaruh terhadap sistem kesetimbangan uap cair
(Vapour Liquid Equilibrium/VLE) campuran biner. Bab ini tinjauan pustaka
disajikan pada pembentukan azeotrop dalam sistem etanol-air, ulasan mengenai
penggunaan garam elektrolit sebagai agen yang dapat memanipulasi sifat koligatif
untuk pemisahan etanol, ikhtisar singkat metode untuk mengatasi perilaku
azeotropik serta energetika yang menyertainya.
1. Etanol
Etanol adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki gugus hidroksil (-OH)
dengan 2 atom karbon (C). Etanol juga disebut dengan nama etil alkohol dengan
rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH (Rivai, 1995).
Sifat fisika dan kimia etanol umumnya dipengaruhi oleh keberadaan gugus
hidroksil (-OH) dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil (-OH) dapat
berpartisipasi ke dalam pembentukan ikatan hidrogen antar molekulnya. Hal ini
dikarenakan gugus hidroksi (-OH) memiliki atom O yang mempunyai dua pasang
pasangan elektron bebas (lone pair electron) dan mempunyai atom H yang parsial
positif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Sifat gugus hidroksil yang polar juga menyebabkannya dapat larut dalam
banyak senyawa ion, seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium
klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium
7
8
bromida. Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh
karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa
nonpolar, meliputi kebanyakan minyak atsiri dan banyak perasa, pewarna, dan
obat (Martha, 1976).
Ikatan Hidrogen
Ikatan Hidrogen
Gambar 2. Ikatan hidrogen antar molekul etanol (Fesenden & Fesenden, 1986;
Rochelle, 2005).
2. Air
Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H2O, artinya satu molekul
air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Atom oksigen memiliki nilai keelektronegatifan yang sangat besar dan
mempunyai dua pasang pasangen elektron bebas (lone pair electron), sedangkan
atom hidrogen memiliki nilai keelektronegatifan paling kecil sehingga bersifat
parsial positif. Hal ini selain menyebabkan sifat kepolaran air yang besar juga
menyebabkan adanya ikatan hidrogen antar molekul air (Gambar 3).
Gambar 3. Ikatan hidrogen antar molekul air (Fesenden & Fesenden, 1986).
Air mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan suhu 273,15 K (0oC). Air
mempunyai massa molar 18,0153 g/mol, densitas 0,998 g/cm³ (cair pada 20°C),
titik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC).
Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena mampu melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan
senyawa organik (Rivai, 1995).
3. Sistem Biner
Campuran dalam bentuk cair dapat terbentuk dari 2 cairan (seperti etanol
dan air), dari sebuah cairan dan gas yaang terlarut dalam cairan, atau dari cairan
dan padatan yang terlarut dalam cairan. Dalam beberapa kasus, salah satu zat cair
(cairan) berpengaruh lebih besar (dominan) dan disebut sebagai pelarut, dan
10
substansi lainnya (gas, cair, padat) disebut sebagai zat terlarut, campuran ini
disebut sebagai larutan. Larutan biner terdiri dari larutan gas dalam gas, larutan
gas dalam cairan, larutan zat padat dalam cairan, larutan cairan dalam cairan,
larutan padat dalam gas, larutan cairan dalam gas, larutan zat padat dalam zat
padat (Castellan, 1983; Brady, 1999; Sukardjo, 2013).
Sistem biner dapat bersifat ideal maupun tidak. Syarat larutan ideal
antaralain homogen pada seluruh sistem, tidak ada entalpi pencampuran pada
waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan (∆Hmix = 0), volume
larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (∆Vmix = 0), memenuhi
hukum Roult : P1 = X1.Po. Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni,
komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan
uap yang sebanding dengan fraksi mol (Castellan, 1983; Sukardjo, 2013).
Bila sistem biner bersifat non ideal maka akan meyimpang dari hukum
Roult. Beberapa larutan yang menyimpang jauh dari hukum Roult seperti etanol-
air, air-tetrahidrofuran, metanol-dimetil karbonat membentuk larutan non ideal
(Pereiro et al., 2012).
Sistem kesetimbangan dua fasa pada tekanan konstan dapat dikarakterisasi
melalui kurva kesetimbangan sebagai fungsi dari komposisi fasa uap-cair (fraksi
mol) dan temperatur. Kurva temperatur versus komposisi untuk hipotesis
campuran ideal dan non ideal ditunjukkan pada Gambar 4.
pada sistem metanol-air dengan metode dew and bubble point yang menghasilkan
data pada Tabel 1 dan kurva kesetimbangan uap-cair yang ditunjukkan pada
Gambar 5.
Tabel 1. Data pengukuran sistem biner metanol-air pada 1 atm (Kato et al., 1970).
Fraksi Mol Metanol Suhu Titik Embun (oC) Suhu Titik Didih (oC)
Uap
Cairan
Fraksi mol
Gambar 5. Kurva T-x sistem biner metanol-air pada 1 atm. (●) Data eksperimen;
(○) Data Uchida & Kato (Kato et al., 1970)
T (oC) T (oC)
205 205
185 (a) 185 (b)
165 165
145 145
125 125
105 105
85 85
65 65
45 45
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
4. Campuran Azeotrop
Secara sederhana, campuran azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih
komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana. Campuran
cairan non-idealistis dan satu titik di mana komposisi cairan dan komposisi uap
adalah sama (Malesinski, 1965). Setiap campuran yang membentuk azeotrop
memiliki karakteristik komposisi, suhu dan tekanan di mana titik azeotrop itu
berada. Apabila titik didih azeotrop lebih tinggi dari komponen penyusunnya
maka disebut negatif azeotrop, dan jika titik didih lebih rendah dari komponen
penyusunnya disebut azeotrop positif. Hal ini paling sering disajikan dalam hal T-
x diagram (di mana T adalah suhu dan x adalah fraksi mol)( Castellan, 1983;
Barrow, 1996).
13
Uap
Uap
Temperatur
Temperatur
Azeotrop Azeotrop
Cair
(a) Cair (b)
Gambar 7. Kurva T-x dengan titik didih maksimal dan minimal (a) Diagram fasa
titik azeotrof deviasi positif (b) Diagram fasa titik azeotrop deviasi negatif
(Castellan, 1983).
Komposisi Uap
Titik Azeotrop
Komposisi Cair
Fraksi mol
Gambar 8. Kurva kesetimbangan uap-cair deviasi positif sistem etanol-air
(Ben, 2006).
dikarenakan molekul etanol juga memiliki gugus nonpolar (CH3 - CH2-) sehingga
mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antar molekul etanol (Ophardt, 2003).
Pada molekul etanol gugus OH terikat pada rantai karbon dan 1 molekul
etanol dapat membentuk 3 ikatan hidrogen dengan air. Atom O pada molekul
etanol memiliki 2 lone pair elektron yang bermuatan parsial negatif sehingga
mampu untuk berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom H yang
bermuatan parsial positif dari molekul air. Adapun atom H yang bermuatan parsial
positif dari gugus OH etanol berinteraksi membentuk 1 ikatan hidrogen dengan
atom O yang bermuatan parsial negatif dari molekul air (Jeffrey &Takagi, 1977).
Pada molekul air, atom O dari molekul air juga memiliki 2 lone pair
elektron sehingga mampu berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom
H dari molekul etanol. Adapun 2 atom H dari molekul air dapat berinteraksi
membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom O dari gugus OH etanol. Oleh karena
itu, 1 molekul air mampu membentuk 4 ikatan hidrogen dengan molekul etanol
(Jeffrey & Takagi, 1977).
Pencampuran antara etanol-air menyebabkan putusnya ikatan hidrogen
antar molekul etanol dan membentuk ikatan hidrogen yang kuat antara molekul air
dan etanol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Ikatan hidrogen antara molekul air dan etanol (Ben, 2009).
Kondensor
Air keluar
Air masuk
Pada proses pemisahan air dari etanol dengan destilasi azeotrop akan
menghasilkan dua fasa yaitu : (i) fasa dalam etanol yang terdiri dari campuran
etanol-solvent entrainer dan (ii) fasa dalam air yang terdiri dari campuran air-
entrainer. Fasa campuran etanol- solvent entrainer dilakukan proses reflux
sehingga etanol dapat terpisah dari entrainer (Huang et al., 2008). Kelemahan dari
metode dengan penambahan entrainer adalah biaya dan konsumsi energi yang
tinggi, serta ketergantungan pada bahan kimia berbahaya seperti benzena
(karsinogenik) dan sikloheksana (mudah terbakar).
Jenis entrainer yang kedua yaitu berupa garam-garam padat (Zhigang et
al., 2005). Pada penyulingan campuran solvent, konsentrasi kecil garam mampu
meningkatkan volatilitas relatif dari komponen yang lebih mudah menguap. Hal
ini dikarenakan terjadinya solvasi ion garam. Solvasi ion ini terjadi ketika garam
terdisosiasi dalam larutan oleh komponen kurang mudah menguap dari campuran
pelarut (Mario dan Jamie, 2003).
Garam yang umumnya digunakan adalah garam anorganik karena
mempunyai polaritas yang dengan mudah larut dalam campuran menyebabkan
salt effect (Pereiro et al., 2012). Salt effect merupakan efek dari keberadaan suatu
zat terlarut (garam) didalam suatu larutan terhadap kelarutan zat terlarut lainnya.
Salt effect terdiri dari salting out dan salting in. Salting out merupakan
berkurangnya kelarutan suatu zat utama dalam solvent apabila suatu zat terlarut
tertentu mempunyai kelarutan lebih besar dibandingkan zat utama. Salting in
terjadi apabila adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solvent menjadi lebih besar (Atkins, 1996).
Bila senyawa organik bercampur dengan air dalam segala perbandingan,
penambahan garam mungkin menghasilkan pemisahan parsial sehingga terbentuk
dua lapisan. Satu lapisan kaya organik dan lapisan lain kaya air. Contohnya sistem
air-metanol dan kalium karbonat, yang ditunjukkan pada Gambar 11 dan Tabel 2.
19
tersebut juga dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa larutan jenuh garam
didalam air akan terbentuk endapan bila ke dalamnya ditambahkan alkohol (garis
aB) (Castellan, 1983).
Ion dari garam padat mampu memberikan efek besar pada molekul zat
cair, baik dalam kekuatan gaya tarik menarik yang diberikan pada molekul-
molekul komponen campuran dan tingkat selektivitas yang diberikan. Ini berarti
bahwa garam memberikan kemampuan pemisahan yang baik. Selain itu, garam
padat bersifat non volatile atau tidak mudah menguap, sehingga susah untuk
bercampur dengan produk yang dihasilkan. Tidak ada uap garam yang terhirup
oleh operator dan ramah lingkungan (Zhigang et al., 2005). Namun, ketika garam
padat digunakan pada operasi industri, tidak dapat digunakan kembali, dapat
menyebabkan penyumbatan dan korosi pada saluran alat destilasi. Oleh karena itu,
dalam dunia industri jarang menggunakan garam padat untuk destilasi (Ngema,
2010).
Duan et al. (1980) dan Zhigang et al. (2005) telah mempelajari pengaruh
garam yang berbeda pada volatilitas relatif etanol dan air. Ditemukan bahwa
beberapa garam menghasilkan efek garam yang besar pada sistem etanol air AlCl3
> CaCl2 > NaCl2, Al(NO3)3 > Cu(NO3)2 > KNO3. Salah satu sifat garam sebagai
agent yang dapat dimanfaatkan dalam pemisahan campuran etanol-air adalah
garam memiliki sifat mudah terionkan dalam air. Oleh karena itu, untuk
pemisahan etanol-air, penambahan garam dapat digantikan dengan penambahan
suatu zat elektrolit yang salah satu sifatnya juga mudah terionkan dalam air.
KOH memiliki berat molekul 56,11 g/mol dan mempunyai titik didih
1327 C, kelarutan yang tinggi dalam air 1100 g/L pada 25oC dan dalam etanol
o
279 g/L. Unsur alkali ini berdisosiasi eksotermik didalam air secara sempurna
menjadi ion K+ dan OH- seperti tercantum pada persamaan (2) (Lide, 1995).
KOH + H2O → K+ + 2OH- + H2O (2)
Pada suhu 25o, NaOH memiliki berat molekul 40,00 g/mol, kelarutan NaOH
dalam air yaitu 1110 g/L dan mempunyai titik didih 1661oC. Selain itu NaOH
dan KOH memiliki sifat mudah terionkan menjadi ion-ionnya dengan ukuran jari-
jari ion K+ sebesar 133 pm dan ion Na+ sebesar 95 pm (Heaton, 1996).
KOH memiliki kemiripan sifat dengan NaOH yaitu suatu alkali
hidroksida. KOH dan NaOH terdiri dari kation berupa logam alkali (K+, Na+). K+
dan Na+ yang memiliki kemampuan kuat dalam donor proton dalam ikatan
hidrogen dan juga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air (sebagai
acceptor ikatan hidrogen) dan melemahkan interaksi antara molekul etanol dan
air. Sedangkan anion memiliki kemampuan kuat sebagai acceptor proton dalam
ikatan hidrogen, sehingga anion dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air
(sebagai donor ikatan hidrogen). Molekul air memiliki kemampuan kuat sebagai
acceptor dan donor ikatan hidrogen sedangkan etanol kuat dalam acceptor ikatan
hidrogen tetapi lemah dalam donor ikatan hidrogen (Lei et al., 2014). Oleh karena
itu, KOH dan NaOH lebih cenderung berinteraksi dengan molekul air daripada
dengan molekul etanol. Terganggunya ikatan hidrogen antara etanol-air oleh
penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) akan mempengaruhi titik azeotrop
kurva kesetimbangan uap-cair campuran biner etanol-air serta dimungkinkan
terjadinya perubahan energetika setelah penambahan zat elektrolit tersebut.
Struktur geometris interaksi antara kation (K+) dengan molekul etanol dan air
ditunjukkan pada Gambar 12.
22
Gambar 12. Struktrur geometris dari (a) etanol + KAc (b) Air + KAc.
(Lei et al., 2014)
i ( g ) i (l ) (3)
i (l ) io(l ) RT ln ai (5)
Pi
ai (8)
Pi o
Persamaan (8) menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka
aktifitas dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di
atas larutan (Pi) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).
Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari
suatu komponen dalam larutan. Menurut Raoult,
Pi xi Pi o (9)
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila
komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi
antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B
– B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya
campuran benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat :
ΔHmix = 0
ΔVmix = 0
24
ΔSmix = - R Σni ln xi
Tekanan uap total di atas campuran adalah
P P1 P2
Garis cair
titik Garis
didih titik
v l didih
uap Garis
titik
embun
(a) (b)
Gambar 13. (a) Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena pada
60oC; (b) Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada 60oC
(Castellan, 1983).
Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan :
P1o P2o
P
P1o P2o P1o x1o
(13)
Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis
titik embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (garis v-l
pada Gambar 12. Jika diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat
yang berada dalam fasa cair adalah seperti tercantum pada persamaan (14).
xv
C cair (14)
l v
Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah,
lx
Cuap (15)
l v
Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan (14) dan
(15) disebut sebagai Lever Rule.
Pembentukan campuran dari konstituen murni selalu terjadi secara
spontan, Proses ini harus disertai oleh penurunan energi Gibbs. Keadaan awal
ditunjukkan pada Gambar 13(a). Sedangkan keadaan akhir ditunjukkan pada
Gambar 13(b), yaitu campuran di bawah tekanan (p) dan suhu (T) yang sama.
Pada keadaan awal, energi Gibbs adalah :
Gmix ni ( i io ) (18)
Gmix RT ni ln xi (19)
Gmix nRT xi ln xi
(20)
26
(a) (b)
Gambar 14. Energi bebas Gibbs. (a) keadaan awal (b) keadaan akhir (Castellan,
1983; Triyono, 2006)
(a) (b)
Gambar 15. (a) energi Gibbs untuk larutan ideal (b) entropi untuk larutan ideal
(Castellan, 1983).
(a) (b)
Gambar 16. Penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult (a) Penyimpangan positif
hukum Raoult (b) Penyimpangan negatif hukum Raoult (Castellan, 1983).
Pada Gambar 16(a) dan Gambar 16(b) terlihat bahwa masing – masing
kurva memiliki tekanan uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai
maksimum atau minimum disebut sistem azeotrop. Menurut Castellan (1983),
dalam rangka untuk menghitung energi dari larutan non ideal atau campuran,
perlu untuk mempertimbangkan energi campuran. Sehingga, terjadi perubahan
nilai energi ketika dua atau lebih zat dicampur, pada suhu dan tekanan yang sama.
Perubahan ini terjadi juga terhadap nilai-nilai lainnya yaitu: entalpi, entropi dan
energi bebas Gibbs.
Untuk mempelajari sistem termodinamika dari sistem non ideal
menggunakan konsep aktivitas dan fugasitas yang diperkenalkan pertama kali
oleh G.N.Lewis. Potensial kimia komponen didalam campuran secara umum
merupakan fungsi dari temperature, tekanan, dan komposisi. Di dalam campuran
gas, potensial tiap komponen adalah dinyatakan dalam persamaan (25).
i io (T ) RT ln f i
(25)
Suku pertama hanya merupakan fungsi temperatur saja, sedangkan
fugasitas (fi) merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi. Fugasitas
merupakan ukuran dari potensial kimia gas i di dalam campuran.
Di dalam larutan cair, untuk setiap komponen i di dalam setiap campuran
berfasa cair, potensial komponen i dituliskan dalam persamaan (26).
29
i g i (T . p) RT ln ai (26)
Suku pertama hanya merupakan fungsi temperature dan tekanan,
sedangkan a i merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi.
Sebagaimana fugasitas, aktivitas juga merupakan ukuran dari potensial kimia
komponen didalam campuran (persamaan (27).
i io (T ) RT ln ai (27)
dan dengan demikian, aktivitas cairan murni adalah sama dengan satu.
Di dalam larutan ideal :
i (ideal) io RT ln xi (28)
Pada larutan non ideal, karena larutan non ideal dipengaruhi oleh koefisien
aktivitas. Dua pendekatan utama untuk menentukan fase kesetimbangan adalah:
(i) menggunakan equations of state, dan (ii) menggunakan persamaan energi
excess Gibbs (GE). Persamaan keadaan untuk memprediksi pemisahan fasa uap-
cair, sedangkan kesetimbangan stabilitas cair-cair biasanya ditentukan dengan
menggunakan persamaan GE (O'Connell dan Haile, 2005). Secara umum, excess
property dari larutan didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai termodinamika
dari larutan tersebut dibandingkan dengan larutan ideal pada kondisi yang sama
(suhu, tekanan, dan komposisi) (Smith et al., 2005), seperti dinyatakan dalam
persamaan (31).
G E G G Id (31)
30
GE adalah energi excess Gibbs, G adalah energi Gibbs dari larutan, dan Gid adalah
energi Gibbs larutan ideal pada kondisi yang sama.
Energi Gibbs dari larutan ideal ditunjukkan pada persamaan (32) :
G id xiGi RT xi ln xi (32)
Penggabungkan persamaan (31), (32), dan (33), perubahan energi Gibbs menjadi
persamaan (34) :
Gmix RT xi ln xi G E (34)
Gmix GE
xi ln xi (35)
RT RT
Energi excess Gibbs dari campuran dapat ditunjukkan sebagai fungsi koefisien
aktivitas pada persamaan (36) :
GE
xi ln i (36)
RT
Penggabungkan persamaan (35) dan (36) maka perubahan energi Gibbs menjadi
persamaan (37) :
Gm ix
( x1 ln x1 x 2 ln x 2 x1 ln 1 x 2 ln 2) (37)
RT
Sehingga nilai entropi campuran suatu sistem biner dapat ditentukan dengan
persamaan (38) :
Sm ix
( x1 ln x1 x 2 ln x 2 x1 ln 1 x 2 ln 2) (38)
R
Stabilitas dari fase cair yang mengandung dua komponen dengan fraksi
molar x1 dan x2 bisa ditentukan dengan fungsi perubahan energi Gibbs
pencampuran. Tipe-tipe bentuk dari persamaan ∆Gmix/RT ditunjukkan pada
Gambar 17.
31
a
b1
∆Gmix/RT
b2
Fraksi mol
Gambar 17. Tipe-tipe bentuk dari persamaan ∆Gmix/RT untuk campuran biner.
(Conte, 2010).
Stabilitas dari campuran cairan biner pada suhu dan tekanan yang
diberikan dapat ditentukan dari plot ∆Gmix/RT versus x1 dengan
mengidentifikasinya dengan salah satu bentuk yang diwakili dalam Gambar 16.
Tipe (a) menandakan campuran benar-benar bercampur. Tipe (b1) menunjukkan
campuran terbagi menjadi dua fase dalam rentang komposisi dimana fungsi
∆Gmix/RT > 0. Tipe (b2) menunjukkan meskipun ∆Gmix/RT > 0 di kisaran
komposisi keseluruhan, derivatif kedua d (∆Gmix/RT)/dx21<0, sehingga campuran
menunjukkan kesenjangan miscibility. Komposisi kisaran di mana fase
perpecahan terjadi tidak tepat ditentukan oleh poin di mana turunan kedua
berubah tandanya. Kisaran mungkin lebih besar dari itu dan itu diidentifikasi dari
kondisi bidang singgung (Baker et al., 1982). Tipe c menunjukkan campuran
tercampur sepenuhnya
tergantung dari banyaknya molekul zat terlarut relatif terhadap jumlah molekul
keseluruhan.
Salah satu jenis sifat koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih.
Kesetimbangan larutan (cair) dengan pelarut murni (uap) akan terjadi apabila :
(T , P, x) uap(T .P, x)
(T , P, x) io (T , P, x) RT ln xi
(T , P, x) io (T , P, x) Gvap
(39)
Persamaan (39) dapat dinyatakan dalam persamaan (40).
G vap
ln x
RT (40)
Persamaan (40) dapat dinyatakan menggunakan integrasi terhadap x pada p
konstan, sehingga diperoleh persamaan (41).
1 1 (G vap / T ) T
( ) ( )( )
x R T x (41)
Berdasarkan persamaan Gibbs-Helmholtz,
(G vap / T ) H
( ) ( )
T T2 (42)
Sehingga persamaan (40) menjadi persamaan (43).
1 H vap T
( ) ( )
x RT 2 x (43)
∆Hvap adalah entalpi penguapan pelarut murni pada Temperatur T. (Persamaan
(44)).
X dx
T
H vap
1 x
To RT 2
dT
(44)
H vap 1 1
ln x ( )
R T To (45)
Menunjukkan hubungan antara titik didih larutan ideal dengan titik didih pelarut
murni, entalpi penguapan pelarut dan fraksi mol pelarut didalam larutan
(Castellan, 1983).
B. Kerangka Pemikiran
Campuran etanol-air merupakan campuran yang homogen yang
membentuk suatu sistem biner. Etanol memiliki atom hidrogen yang terikat
langsung ke oksigen, sehingga memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen antar
molekul etanol. Akan tetapi, ikatan hidrogen antar molekul etanol tidak seefektif
ketika dalam air. Hal ini dikarenakan molekul etanol juga memiliki gugus
nonpolar (CH3 - CH2-) sehingga mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antar
molekul etanol (Ophardt, 2003). Pencampuran etanol dengan air, menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen antar molekul etanol dan akan terbentuk ikatan hidrogen
baru yang kuat antara molekul air dan etanol.
Ikatan hidrogen yang terbentuk antara molekul etanol dengan molekul air
menyebabkan campuran menjadi sulit untuk dipisahkan. Hal ini dikarenakan pada
komposisi tertentu komposisi uap sama dengan komposisi cair dan disebut
sebagai titik azeotrop. Titik azeotrop campuran etanol-air terbentuk pada 90% mol
etanol dan 10% mol air.
Penghilangan sifat azeotrop dapat dilakukan dengan pembentukan atau
penambahan fasa lain dalam sistem (Smith, 1995). Penambahan fasa atau sistem
salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan zat elektrolit berupa garam
padat untuk mengeliminasi azeotrop (Ngema, 2010). Penambahan zat elektrolit ini
merupakan salah satu penerapan dari sifat koligatif larutan.
Berdasarkan sifat koligatifnya, dengan penambahan zat terlarut dalam
suatu campuran akan menaikkan titik didih salah satu komponen, sehingga
menaikkan perbedaan titik didih antar komponen (Zhigang et al., 2005). Oleh
karena itu, penambahan suatu zat elektrolit dalam campuran azeotropik akan
menaikkan titik didih komposisi cairannya sehingga komposisi uap yang terpisah
34
Maka hasil perhitungan secara teori, titik didih air (T air) adalah 100,052 ˚C dan
titik didih etanol (T etanol) adalah 77,9090 ˚C.
Penambahan zat elektrolit juga akan menyebabkan tekanan uap jenuh air
akan berkurang atau lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh air murni sehingga
air dalam campuran etanol-air mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari 100oC.
Apabila titik didih mengalami kenaikan maka energi yang diperlukan untuk
pencampuran (∆Hmix) dan penguapan (∆Hvap) juga lebih tinggi. Nilai entalpi (∆H)
menunjukkan sifat proses berlangsungnya suatu sistem. Apabila nilai entalpi (∆H)
bernilai positif maka bersifat endotermis, apabila bernilai negatif maka bersifat
eksotermis dan apabila nilai entalpi adalah nol, maka merupakan campuran yang
ideal.
Penambahan zat elektrolit juga menyebabkan perubahan energi Gibbs
pencampuran (∆Gmix) bernilai semakin negatif. Hal ini dikarenakan terjadinya
reaksi spontan pada pencampuran antara etanol-air dengan zat elektrolit dengan
asumsi bahwa koefisien aktivitas etanol bernilai satu yang sama dengan koefisien
36
C. Hipotesis
1. Penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) menyebabkan perubahan titik
azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran etanol-air.
2. Penambahan zat elektrolit pada campuran etanol air menyebabkan perubahan
entalpi pencampuran, perubahan entalpi penguapan pencampuran, perubahan
energi bebas Gibbs pencampuran dan perubahan entropi pencampuran.