Anda di halaman 1dari 13

1.

Pengertian CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis)


CAPD adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai
penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang
berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi
racun yang akan dibuang.Di dalam rongga perut ini terdapat banyak sel-sel darah kecil
(kapiler) yang berada pada satu sisi dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada
sisi yang lain.Rongga peritoneum berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk lubrikasi /
pelicin dari membran peritoneum. Pada orang dewasa normal, rongga peritoneum dapan
mentoleransi cairan > 2 liter tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman.
CAPD adalah metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang
melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang
luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring
melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang
kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan
selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk
ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan
cairan yang baru.

2. Epidemiologi CAPD
Dengan CAPD dikatakan dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi
penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan
untuk mengkonsumsi makanan.

3. Tujuan CAPD
Sebagai terapi pengganti, kegiatan CAPD mempunyai tujuan :
 Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
 Membuang kelebihan air.
 Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
 Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
 Memperbaiki status kesehatan penderita.
4. Indikasi tindakan CAPD
CAPD merupakan terapi pilihan bagi pasien yang ingin melaksanakan dialysis sendiri di
rumah, indikasi CAPD adalah pasien-pasien yang menjalani HD rumatan (maintenence)
atau HD kronis yang mempunyai masalah dengan caraterapi yang sekarang, seperti
gangguan fungsi atau kegagalan alat untuk aksesvaskuler, rasa haus yang berlebihan,
hipertensi berat, sakit kepala pasca dialisisdan anemia berat yang memerlukan
transfusi.Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat diabetes sering
dipertimbangkan sebagai indikasi untuk dilakukan CAPD karena hipertensi,uremia dan
hiperglikemia lebih mudah diatasi dengan cara ini dari pada HD.
Pasien lansia dapat memanfaatkan teknik CAPD dengan baik jika keluarga atau
masyarakat memberikan dukungan. Pasien yang aktif dalam penanganan penyakitnya,
menginginkan lebih banyak kebebasan dan memiliki motivasi serta keinginan untuk
melaksanakan penanganan yang diperlukan sangat sesuai dengan terapi CAPD. Selain
kemampuan pasien dukungan dari keluarga untuk melasanakan CAPD harus
dipertimbangkan ketika memilih terapi ini.
Pasien memilih CAPD agar bebas dari ketergantungannya pada mesin, mengontrol
sendiri aktifitasnya sehari-hari menghindari pembatasan makanan meningkatkan asupan
cairan, menaikkan nilai hematokrit serum, memperbaiki kontrol tekananan darah, bebas
dari keharusan pemasangan jarum infuse (venipuncture) dan merasa sehat secara umum
meskipun CAPD memberikesan pasien tampak bebas, terapinya berlangsung secara
kontinyu sehingga pasien harus menjalani dialisis selama 24 jam /hari setiap hari.
Sebagian pasien menganggap cara ini membatasi kebebasanya dan memilih HD yang
lebih bersifat intermiten
Indikasi biokimiawi:
 Ureum darah >200 mg%
 Kalium < 6 mEq/L
 HCO3 < 10 – 15 mEq/L
 pH < 7,1

5. Kontraindikasi dilakukan CAPD


 Perlekatan akibat pembedahan atau penyakit inflamasi sistemik sebelumnya.Perlekatan
akan mengurangi klirens solut.
 Nyeri punggung kronis yang rekuren di sertai riwayat kelainan pada diskusinter
vertebralis dapat diperburuk oleh tekanan cairan dialisat dalam abdomen yang kontinyu
 Adanya riwayat kolostomi, ileostomi, nefrostomi atau ileal conduit dapat meningkatkan
resiko peritonitis walaupun tindakan operasi tersebut bukan kontraindikasi absolut untuk
CAPD
 Pasien dengan pengobatan imunosupresif akan mengalami komplikasi akibat
kesembuhan luka yang buruk pada lokasi pemasangan kateter.
 Diverkulitis mengingat CAPD pernah disertai adanya ruptur divertikulum.
 Pasien dengan artritis atau kekuatan tangan menurun karena akan memerlukan bantuan
dalam melaksanakan pertukaran cairan

6. Faktor yang mempengaruhi CAPD


 Pemeliharaan kateter peritoneal permanen sangat mempengaruhi keberhasilan
CAPD. Masalah yang dapat terjadi pada kateter mencakup obstruksi satu arah,
tercabutnya kateter dari panggul, terbelitnya kateter dengan omentum,
perembesan cairan dialisat, infeksi pada lokasi keluarnya kateter, pembentukan
bekuan fibrin, kontaminasi bakteri/jamur serta masuknya udara pada selang
kateter. Masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan terganggunya penetesan
serta pengaliran keluar cairan dialisat. Untuk itu kateter harus dilindungi terhadap
tindakan manipulasi dan lokasi masuknya kateter ke dalam abdomen memerlukan
perawatan yang cermat sesuai protokol dasar.
 Suhu larutan dialisat yang hangat dapat mencegah gangguan rasa nyaman serta
nyeri pada abdomen dan menyebabkan dilatasi pembuluh - pembuluh darah
peritoneum sehingga meningkatkan klirens ureum. Sedangkan suhu larutan
dialisat yang terlalu dingin dapat menimbulkan nyeri serta vasokontriksi dan
menurunnya klirens natrium. Maka sebelum dilakukan penambahan obat-obatan
pada larutan dialisat, larutan ini dihangatkan hingga mencapai suhu tubuh
sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
 Keberhasilan terapi dialisis peritoneal pada dasarnya tergantung pada gizi yang
cukup. Malnutrisi merupakan salah satu faktor utama dalam morbiditas dan
mortalitas pasien dialisis. Penyebab utama gizi buruk adalah asupan energi tidak
cukup, suplai protein tidak cukup, kehilangan asam amino, protein, vitamin dan
elektrolit akibat dialisis, gangguan endokrinologis dan lain-lain. Untuk sukses
jangka panjang terapi dialisis kronis, sangat penting bahwa pasien berada dalam
keadaan gizi yang baik ketika memasuki program dialisis.

7. Konsep fisiologi tindakan CAPD


CAPD bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang sama seperti pada bentuk dialysis
lainnya, yaitu difusi dan osmosis. Tetapi karena CAPD merupakan terapi dialysis yang
kontinyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaan yang stabil.
Nilainya bergantung pada:
- Fungsi ginjal yang masih tersisa
- Volume dialisat setiap hari
- Kecepatan produk limbah tersebut diproduksi
Fluktuasi hasil-hasil laboratorium ini pada CAPD tidak begitu ekstrim dibandingkan
dengan dialisis peritoneal intermiten, karena proses dialisis berlangsung secara konstan.
Kadar elektrolit biasanya tetap berada dalam kisaran normal.

Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk
dialisis) ke dalam rongga perutmelalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.
Ketika dialisat berada didalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan
dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat
racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat melalui selaput
rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses
perpindahan ini disebut difusi. Semakin lama waktu retensi, klirens molekul yang
berukuran sedang semakin baik, molekul ini merupakan toksin uremik yang signifikan.
Dengan CAPD, kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah,
seperti ureum, akan berdifusi lebih cepat dalam proses dialisis dari pada
molekul berukuran sedang, meskipun pengeluarannya selama CAPD lebih lambat
daripada selama hemodialisis.

Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialisis peritoneal dicapai dengan
menggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi
sehingga tercipta gradien osmotik. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia
dengan beberapa ukuran volume, mulai dari 500 ml ± 3000 ml, sehingga memungkinkan
pemilihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik
pasien. Semakin tinggi konsentrasi glukosa,semakin besar gradien osmotik dan semakin
banyak air yang dikeluarkan. Perpindahan ini disebut osmosis.

8. Prosedur tindakan CAPD


pemasangan CAPD dilakukan dengan pembedahan untuk pemasangan peritoneum dan
kateter untuk memasukan cairan dialisat. Setelah itu proses dialisis pun dapat dilakukan
dengan cairan dextrose.

1. Proses dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit.


2. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah.
 Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit
 Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode waktu
tertentu (4-6 jam)
 Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit

Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan
oleh pasien sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.

Proses pertukaran CAPD dilakukan biasanya 4 kali sehari setiap minggu rata-rata
diulangi 4 jam sekali. Cairan dialisat dimasukkan sebanyak 2 liter setiap pergantian.
Sebelum pemasangan CAPD obat-obat yang biasanya diberikan seperti antibiotik, BP
medicine, obat hiperglikemia, serta vitamin dan mineral.
Untuk pergantian cairan harus memenuhi persyaratan kebersihan seperti clean water,
memakai sarung tangan, masker, mencuci tangan, dan dilakukan di tempat yang bersih.

9. Keuntungan dan kelemahan CAPD


Keuntungan :
a. dapat dilakukan sendiri di rumah
b. lebih mudah dilakukan dan lebih simple
c. mudah dipelajari prosedur dan tindakannya oleh pasien
d. waktu lebih fleksibel dan tidak harus ke rumah sakit
e. tidak terasa nyeri saat melakukan exchange fluid
f. diet dan intake cairan lebih bebas
g. diindikasikan untuk pasien dengan gangguan jantung
Kerugian :
a. lebih mudah terkena peritonitis
b. resiko infeksi dari jalan masuk kateter
c. gangguan citra tubuh akibat terpasangnya selaput peritonium pada bagian
abdomen.

10. Alat yang digunakan untuk CAPD


Untuk perawatan harian :
a. Air bersih, sabun
b. Kantong dialisat dan kantong produk sisa
c. Standar infuse
d. Kateter bentuk X
e. Sarung tangan bersih disposable
f. Medical masker
g. Clam kateter dan lap bersih yang halus
h. Disposable syiremge
11. Komplikasi

CAPD bukan teknik dialisis tanpa komlikasi. Kebanyakan komplikasinya bersifat ringan,
meskipun beberapa diantaranya jika tidak diatasi dapt membawa akibat yang serius pada
pasien.
 Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dan yang paling serius
komplikasi ini terjadi pada 60% hingga 80% pasien yang menjalani dialisis pritoneal.
Sebagia besar kejadian perotinitis disebabkan kontaminasi Staphylococcus epidermidis
yang bersifat aksidental. Kejadian ini mengakibatkan gejala ringan dan prognosisnya
baik; meskipun demikia, peritonitis akibat Staphylococcus aureus mengasilkan angka
morbiditas yang lebih tinggi, memiliki prognosis yang lebih serius dan berjalan lebih
lama.
 Kebocoran
Kebocoran dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter dapat segera
diketahui setelah kateter dipasang. Biasanya kebocoran tersebut berhenti sepontan jika
terapi dialisis ditunda selama beberapa hari untuk menyembuhkan luka insisi dan tempat
keluarnya kateter. Selama periode ini, faktor-faktor yang memperlambat proses
kesembuhan seperti aktivitas abdomen yang tidak semestinya atau mengejan pada saat
buang air besar harus dikurangi. Kebocoran melalui tempat pemasangan kateter atau
kedalam dinding abdomen dapat terjadi sepontan beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah pemasangan kateter tersebut. Kebocoran sering dapat dihindari dengan melalui
infus cairan dialisat dengan volume kecil (100-200 ml) dan kemudian secara bertahap
meningkatkan volime tersebuthingga mencapi 200 ml.
 Perdarahan
Cairan drainase (effluent) dialisat yang mengandung darah kadang-kadang dapat terlihat,
khususnya pada pasien wanita yang sedang haid. ( Cairan hipertonik menarik darah ke
uterus lewat orifisium tuba falopii yang bermuara dalam kavum peritoneal )
 Komplikasi lain
1. Komlikasi lain mencakup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat peningkatan
tekanan intra abdomen yang terus- menerus. Tipe hernia yang pernah terjadi adalah
type insisional, inguinal, diagfragmatik dan umbilical. Tekanan intra abdomen yang
secara persisten meningkat juga akan memperburuk gejala hernia peatus dan
hemoroid.
2. Hipertrigliseridemia sering dijumpai pada pasien-pasien yang menjalani CAPD
sehingga timbul kesan bahwa terapi ini dapat mempermudah aterogenesis. Penyakit
kardiovaskular tetap merupakan menyebab utama kematian pada populasi pasien ini.
3. Nyeri punggung bawah dan anoreksia akibat adanya cairan dalam rongga abdomen
disamping rasa manis yang selalu terasa pada indra pengecap serta berkaitan dengan
absobsi glukosa dapat pula terjadi pada terapi CAPD.
4. Kesalahan letak kateter
5. Sumbatan pada masuk dan keluarnya cairan dialisa.
 Gangguan citra tubuh dan seksualitas
Meskipun CAPD telah memberikan kebebasan yang lebih besar dan hak untuk
mengontrol sendiri terapinya kepada pasien penyakit renal stadium terminal, namun
bentuk terapi ini bukan tanpa masalah. Pasien sering mengalami perubahan citra tubuh
dengan adanya kateter abdomen dan kantong penampung serta selang di badannya.
Seksualitas dan fungsi seksual dapat berubah : pasien beserta pasangannya mungkin
enggan untuk melakukan aktifitas social dan keengganan ini sebagian timbul karena
secara psikologis, kateter menjadi “penghalang” aktifitas tersebut. Keberadaan dua liter
cairan dialisa, kateter peritoneal dan kantong drainase dapat menggangu fungsi seksual
serta cairan tubuh pada pasien-pasien ini.

12. Asuhan keperawatan pasien CAPD


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum perumusandiagnose
keperawatan serta intervensi keperawatan pada klien. Adapun pengkajian yang
dilakukan pada klien dengan tindakan CAPD secara umum antara lain:
 Sebelum dialisa :
a) Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alas an perawatan dirumah sakit.
b) Kaji ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan sebelumnya.
c) Kaji fistula tersumbat bekuan.
d) Adanya pembuatan fistula.
e) Tanyakan tipe diet yang digunakan dirumah, jumlah cairan yang diijinkan, obat -
obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa, jumlah haluaran urin.
f) Kaji kepatenan fistula bila ada. Bila paten, getaran ( pulsasi ) akan terasa desiran yang
terdengar dengan stetoskop di atas sisinya. Tidak adanya pulsasi dan bunyi desiran
menandakan fistula tersumbat.
g) Kaji terhadap manifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhan tentang dialisa :
Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan dialisa
terakhir
h) Kaji adanya pernafasan cepat pada saat istirahat, peningkatan sesak nafas dengan
kerja fisik maksimal.
i) Kaji adanya kelelahan dan kelemahan menetap.
j) Kaji adanya hipertensi berat.
k) Kaji hasil laboratorium adanya peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya
kalium. Kemungkinan perubahan EKG pada adanya hiperkalemia.

 Sesudah dialisa :
Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan selama
dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan nmenggunakan anti koagulan
selama tindakan menempatkan pasien pada resiko perdarahan dari sisi akses dan
terhadap perdarahan internal.

Pengkajian Riwayat Penyakit


1. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan / penyakit yang lalu, berhubungan
dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
2. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan / gangguan yang berhubungan
dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak, nyeri abdomen,Pinggang, edema.

Pengkajian Pemeriksaan Fisik


1. Aktivitas/istirahat\
Gejala : Kelemahan/malaise, kelelahan estrem, gangguan pola tidur
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama/berat, anemia
Tanda : Hipertensi, pucat, edema
3. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, perubahan pola berkemih (oliguri), anuria
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan BB (edema), anoreksia, mual, muntah
Tanda : Distensi abdomen/asites, Penurunan haluaran urine
5. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek, dispnea noktural paroksismal
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri pinggang, sakit kepala, keram otot/nyeri kaki, gatal
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

Pemeriksaan Penunjang
1. Pada laboratorium didapatkan:
 Hb menurun
 Ureum dan serum kreatinin meningkat
 Elektrolit serum (natrium meningkat)
 urinalisis (BJ Urine meningkat, albumin, Eritrosit , leukosit)
2. Pada rontgen :
IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
Pre-CAPD:
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan terhadap informasi ditandai
dengan pasien mengatakan belum tahu mengenai tindakan CAPD, pasien menanyakan
cara melakukan CAPD.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan ditandai dengan pasien tampak gelisah,
pasien tampak bertanya – tanya.
3. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri ditandai dengan pasien mau belajar
dalam melakukan proses dialisis, pasien tampak antusias dengan pengobatan yang
diberikan.

Post-CAPD:
1. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
patogen.
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan terapi penyakit (pasien dengan CAPD)
ditandai dengan pasien mengatakan malu dengan keadaan perutnya yang membesar,
pasien tampak menyembunyikan bagian perut.
4. Risiko ketidakseimbangan gula darah berhubungan dengan manajemen medikasi
(pemasukan cairan dialisat yang mengandung dekstrosa ).
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (CAPD meliputi instrument dan cairan
dialysat yang memberi beban pada rongga abdomen) ditandai dengan klien mengeluh
nyeri punggung.
6. Kelebihan volume cairan berhubungan terapi penyakit (prosedur CAPD pemasangan
kateter secara permanen dan frekwensi terapi berulang 4-5 kai sehari, peningkatan lingkar
pinggang)ditandai dengan adanya udema.
7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gatal (tidak adekuatnya dialysis yang
menyebabkan akumulasi produk sisa metabolisme seperti urea di darah , peningkatan
hormot paratirooid).

Diagnosa prioritas
1. Gangguan citra tubuh berhubungan terapi penyakit (prosedur CAPD pemasangan kateter
secara permanen dan frekwensi terapi berulang 4-5 kai sehari, peningkatan lingkar
pinggang)ditandai dengan verbalisasi perubahan gaya hidup
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
patogen.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan terhadap informasi ditandai
dengan pasien mengatakan belum tahu mengenai tindakan CAPD, pasien menanyakan
cara melakukan CAPD.

13. Pendidikan kesehatan pada pasien CAPD


Pendidikan pasien CAPD
Pasien diberi pengajaran untuk melaksanakan sendiri CAPD setelah kondisinya secara
medis dianggap stabil. Pelajaran dapat diberikan secara rawat jalan atau rawat inap.
Biasanya latihan CAPD memerlukan 5 hari hingga 2 minggu.
 Program latihan
Selama periode latihan pasien diajarkan tentang materi anatomi dan fisiologi
dasar ginjal, proses penyakitnya, prosedur terapi pertukaran, komplikasi yang
mungkin terjadi secara respons yang tepat terhadap komplikasi tersebut,
pemeriksaan tanda-tanda vital, perawatan kateter, teknik membasuh tangan yang
baik, dan yang paling penting siapa yang harus dihubungi jika timbul suatu
masalah, serta kapan menghubunginya.
 Terapi Diet
Perawat, ahli gizi dan pekerja social harus menemui pasien beserta keluarganya
selama periode latihan pada saat-saat tertentu sesudahnya. Informasi dan instruksi
tentang diet harus diberikan meskipun diet pada pasien dengan terapi CAPD
merupakan diet yang bebas, ada beberapa rekomendasi yang perlu disampaikan.
Karena protein akan hilang pada dialisis peritoneal kontinu, maka pasien
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanaan yang tinggi protein dengan gizi yang
baik dan seimbang. Mereka juga dianjurkan untuk meningkatkan asupan serat
setiap hari untuk membantu mencegah konstipasi yang dapat menghambat aliran
cairan dialisat ke dalam atau keluar cavum peritoneal.
 Asupan Cairan
Paisen biasanya kehilangan 2L cairan lebih atau diatas 8L cairan dialisat yang di
infuskan ke dalam rongga abdomen selama periode 24 jam. Keadaan ini
memungkinkan asupan cairan yang normal bahkan pada psien yang anefrik(
pasien tanpa ginjal).
 Perawatan tindak lanjut
Pasien diajari menurut kemampuannya sendiri dan tingkat pengetahuannya untuk
belajar, banyaknya materi yang diberikan harus dapat dipahami pasien tanpa rasa
terganggu atau terlalu dijejalkan informasi yang berlebihan. Perawatan tindak
lanjut melalui telpon, kunjungan pasien ke klinik rawat jalan, serta perawatan di
rumah yang kontinyu akan membantu pasien untuk beralih kepada perawatan
dirumah dan berperawn aktif dalam perawatan kesehatannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai