Pengertian CAPD
Pengertian CAPD
2. Epidemiologi CAPD
Dengan CAPD dikatakan dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi
penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan
untuk mengkonsumsi makanan.
3. Tujuan CAPD
Sebagai terapi pengganti, kegiatan CAPD mempunyai tujuan :
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
Membuang kelebihan air.
Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
Memperbaiki status kesehatan penderita.
4. Indikasi tindakan CAPD
CAPD merupakan terapi pilihan bagi pasien yang ingin melaksanakan dialysis sendiri di
rumah, indikasi CAPD adalah pasien-pasien yang menjalani HD rumatan (maintenence)
atau HD kronis yang mempunyai masalah dengan caraterapi yang sekarang, seperti
gangguan fungsi atau kegagalan alat untuk aksesvaskuler, rasa haus yang berlebihan,
hipertensi berat, sakit kepala pasca dialisisdan anemia berat yang memerlukan
transfusi.Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat diabetes sering
dipertimbangkan sebagai indikasi untuk dilakukan CAPD karena hipertensi,uremia dan
hiperglikemia lebih mudah diatasi dengan cara ini dari pada HD.
Pasien lansia dapat memanfaatkan teknik CAPD dengan baik jika keluarga atau
masyarakat memberikan dukungan. Pasien yang aktif dalam penanganan penyakitnya,
menginginkan lebih banyak kebebasan dan memiliki motivasi serta keinginan untuk
melaksanakan penanganan yang diperlukan sangat sesuai dengan terapi CAPD. Selain
kemampuan pasien dukungan dari keluarga untuk melasanakan CAPD harus
dipertimbangkan ketika memilih terapi ini.
Pasien memilih CAPD agar bebas dari ketergantungannya pada mesin, mengontrol
sendiri aktifitasnya sehari-hari menghindari pembatasan makanan meningkatkan asupan
cairan, menaikkan nilai hematokrit serum, memperbaiki kontrol tekananan darah, bebas
dari keharusan pemasangan jarum infuse (venipuncture) dan merasa sehat secara umum
meskipun CAPD memberikesan pasien tampak bebas, terapinya berlangsung secara
kontinyu sehingga pasien harus menjalani dialisis selama 24 jam /hari setiap hari.
Sebagian pasien menganggap cara ini membatasi kebebasanya dan memilih HD yang
lebih bersifat intermiten
Indikasi biokimiawi:
Ureum darah >200 mg%
Kalium < 6 mEq/L
HCO3 < 10 – 15 mEq/L
pH < 7,1
Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk
dialisis) ke dalam rongga perutmelalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.
Ketika dialisat berada didalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan
dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat
racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat melalui selaput
rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses
perpindahan ini disebut difusi. Semakin lama waktu retensi, klirens molekul yang
berukuran sedang semakin baik, molekul ini merupakan toksin uremik yang signifikan.
Dengan CAPD, kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah,
seperti ureum, akan berdifusi lebih cepat dalam proses dialisis dari pada
molekul berukuran sedang, meskipun pengeluarannya selama CAPD lebih lambat
daripada selama hemodialisis.
Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialisis peritoneal dicapai dengan
menggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi
sehingga tercipta gradien osmotik. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia
dengan beberapa ukuran volume, mulai dari 500 ml ± 3000 ml, sehingga memungkinkan
pemilihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik
pasien. Semakin tinggi konsentrasi glukosa,semakin besar gradien osmotik dan semakin
banyak air yang dikeluarkan. Perpindahan ini disebut osmosis.
Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan
oleh pasien sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.
Proses pertukaran CAPD dilakukan biasanya 4 kali sehari setiap minggu rata-rata
diulangi 4 jam sekali. Cairan dialisat dimasukkan sebanyak 2 liter setiap pergantian.
Sebelum pemasangan CAPD obat-obat yang biasanya diberikan seperti antibiotik, BP
medicine, obat hiperglikemia, serta vitamin dan mineral.
Untuk pergantian cairan harus memenuhi persyaratan kebersihan seperti clean water,
memakai sarung tangan, masker, mencuci tangan, dan dilakukan di tempat yang bersih.
CAPD bukan teknik dialisis tanpa komlikasi. Kebanyakan komplikasinya bersifat ringan,
meskipun beberapa diantaranya jika tidak diatasi dapt membawa akibat yang serius pada
pasien.
Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dan yang paling serius
komplikasi ini terjadi pada 60% hingga 80% pasien yang menjalani dialisis pritoneal.
Sebagia besar kejadian perotinitis disebabkan kontaminasi Staphylococcus epidermidis
yang bersifat aksidental. Kejadian ini mengakibatkan gejala ringan dan prognosisnya
baik; meskipun demikia, peritonitis akibat Staphylococcus aureus mengasilkan angka
morbiditas yang lebih tinggi, memiliki prognosis yang lebih serius dan berjalan lebih
lama.
Kebocoran
Kebocoran dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter dapat segera
diketahui setelah kateter dipasang. Biasanya kebocoran tersebut berhenti sepontan jika
terapi dialisis ditunda selama beberapa hari untuk menyembuhkan luka insisi dan tempat
keluarnya kateter. Selama periode ini, faktor-faktor yang memperlambat proses
kesembuhan seperti aktivitas abdomen yang tidak semestinya atau mengejan pada saat
buang air besar harus dikurangi. Kebocoran melalui tempat pemasangan kateter atau
kedalam dinding abdomen dapat terjadi sepontan beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah pemasangan kateter tersebut. Kebocoran sering dapat dihindari dengan melalui
infus cairan dialisat dengan volume kecil (100-200 ml) dan kemudian secara bertahap
meningkatkan volime tersebuthingga mencapi 200 ml.
Perdarahan
Cairan drainase (effluent) dialisat yang mengandung darah kadang-kadang dapat terlihat,
khususnya pada pasien wanita yang sedang haid. ( Cairan hipertonik menarik darah ke
uterus lewat orifisium tuba falopii yang bermuara dalam kavum peritoneal )
Komplikasi lain
1. Komlikasi lain mencakup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat peningkatan
tekanan intra abdomen yang terus- menerus. Tipe hernia yang pernah terjadi adalah
type insisional, inguinal, diagfragmatik dan umbilical. Tekanan intra abdomen yang
secara persisten meningkat juga akan memperburuk gejala hernia peatus dan
hemoroid.
2. Hipertrigliseridemia sering dijumpai pada pasien-pasien yang menjalani CAPD
sehingga timbul kesan bahwa terapi ini dapat mempermudah aterogenesis. Penyakit
kardiovaskular tetap merupakan menyebab utama kematian pada populasi pasien ini.
3. Nyeri punggung bawah dan anoreksia akibat adanya cairan dalam rongga abdomen
disamping rasa manis yang selalu terasa pada indra pengecap serta berkaitan dengan
absobsi glukosa dapat pula terjadi pada terapi CAPD.
4. Kesalahan letak kateter
5. Sumbatan pada masuk dan keluarnya cairan dialisa.
Gangguan citra tubuh dan seksualitas
Meskipun CAPD telah memberikan kebebasan yang lebih besar dan hak untuk
mengontrol sendiri terapinya kepada pasien penyakit renal stadium terminal, namun
bentuk terapi ini bukan tanpa masalah. Pasien sering mengalami perubahan citra tubuh
dengan adanya kateter abdomen dan kantong penampung serta selang di badannya.
Seksualitas dan fungsi seksual dapat berubah : pasien beserta pasangannya mungkin
enggan untuk melakukan aktifitas social dan keengganan ini sebagian timbul karena
secara psikologis, kateter menjadi “penghalang” aktifitas tersebut. Keberadaan dua liter
cairan dialisa, kateter peritoneal dan kantong drainase dapat menggangu fungsi seksual
serta cairan tubuh pada pasien-pasien ini.
Sesudah dialisa :
Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan selama
dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan nmenggunakan anti koagulan
selama tindakan menempatkan pasien pada resiko perdarahan dari sisi akses dan
terhadap perdarahan internal.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pada laboratorium didapatkan:
Hb menurun
Ureum dan serum kreatinin meningkat
Elektrolit serum (natrium meningkat)
urinalisis (BJ Urine meningkat, albumin, Eritrosit , leukosit)
2. Pada rontgen :
IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
Pre-CAPD:
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan terhadap informasi ditandai
dengan pasien mengatakan belum tahu mengenai tindakan CAPD, pasien menanyakan
cara melakukan CAPD.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan ditandai dengan pasien tampak gelisah,
pasien tampak bertanya – tanya.
3. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri ditandai dengan pasien mau belajar
dalam melakukan proses dialisis, pasien tampak antusias dengan pengobatan yang
diberikan.
Post-CAPD:
1. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
patogen.
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan terapi penyakit (pasien dengan CAPD)
ditandai dengan pasien mengatakan malu dengan keadaan perutnya yang membesar,
pasien tampak menyembunyikan bagian perut.
4. Risiko ketidakseimbangan gula darah berhubungan dengan manajemen medikasi
(pemasukan cairan dialisat yang mengandung dekstrosa ).
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (CAPD meliputi instrument dan cairan
dialysat yang memberi beban pada rongga abdomen) ditandai dengan klien mengeluh
nyeri punggung.
6. Kelebihan volume cairan berhubungan terapi penyakit (prosedur CAPD pemasangan
kateter secara permanen dan frekwensi terapi berulang 4-5 kai sehari, peningkatan lingkar
pinggang)ditandai dengan adanya udema.
7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gatal (tidak adekuatnya dialysis yang
menyebabkan akumulasi produk sisa metabolisme seperti urea di darah , peningkatan
hormot paratirooid).
Diagnosa prioritas
1. Gangguan citra tubuh berhubungan terapi penyakit (prosedur CAPD pemasangan kateter
secara permanen dan frekwensi terapi berulang 4-5 kai sehari, peningkatan lingkar
pinggang)ditandai dengan verbalisasi perubahan gaya hidup
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
patogen.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan terhadap informasi ditandai
dengan pasien mengatakan belum tahu mengenai tindakan CAPD, pasien menanyakan
cara melakukan CAPD.