Anda di halaman 1dari 26

PENGANTAR FISIKA KUANTUM

PARTIKEL IDENTIK

OLEH

IDA AYU YUDIANTARI 1613021002/VIB

PUTU DIAN HARI MELASTI 1613021008/VIB

COKORDA GDE KRISPARINAMA 1613021017/VIB

NI LUH ROPIK SARININGSIH 1613021040/VIB

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2019
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Partikel
Identik”, tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan,
bimbingan, serta semangat dari banyak pihak. Untuk itulah dengan penuh rasa
hormat penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pengampu mata kuliah Pengantar Fisika Kuantum yang telah
memberikan bantuan yang berguna dalam penyusunan laporan ini.
2. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam merapungkan laporan ini.
Penulis sadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih memerlukan
pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat
penulis harapkan agar nantinya dapat diperoleh hasil yang lebih maksimal. Dalam
kesempatan ini penulis juga mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan
dalam makalah ini dan proses yang dilalui dalam penyusunannya. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.

Om Santih, Santih, Santih Om

Singaraja, 17 Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFATR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem Dua Partikel................................................................................
2.2 Sistem Banyak Partikel..........................................................................
2.3 Atom.......................................................................................................
2.4 Gas Elektron dalam Padatan..................................................................
2.5 Contoh Soal............................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan................................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulis makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa yang di maksud dengan sistem dua partikel?
1.2.2 Apa yang di maksud dengan sistem banyak partikel?
1.2.3 Bagaimana atom dalam partikel identik ?
1.2.4 Bagaimana gas electron dalam padatan ?
1.2.5 Bagaimana contoh-contoh soal penerapan dari partikel identik?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui sistem dua partikel.
1.3.2 Untuk mengetahui sistem banyak partikel.
1.3.3 Untuk mengetahui atom dalam partikel identik.
1.3.4 Untuk mengetahui gas elektron dalam padatan.
1.3.5 Untuk mengethui contoh soal dari partikel identik.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang di harapkan dari penulis makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah memberikan berbagai pengalaman bagi
penulis. Disamping itu, penulis juga mendapat ilmu untuk memahami
dan menganalisis materi yang ditulis dalam makalah ini. Penulis juga
mendapatkan berbagai pengalaman mengenai teknik penulisan
makalah, teknik pengutipan, dan teknik penggabungan materi dari
berbagai sumber.

1.4.2 Bagi Pembaca


Mahasiswa yang membaca makalah ini akan dapat memahami konsep
partikel identic pada pengantar fisika kuantum sebagai bahan acuan
untuk membuat makalah berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Dua Partikel
Kita tinjau dulu system dua partikel, dan pelajari persamaan Scrodinger
terkait dan solusinya. Persamaan Scrhodinger system relative tidak berubah, yaitu

i  H (2.1)
t
Untuk partikel tunggal di r pada waktu t menpunyai fungsi gelombang
   ( r , t ) dan Hamiltonian.
2
H  2 V r,t  (2.2)
2m1
Secara umum persamaan Schrodinger tidak berubah, tetap seperti
persamaan (2.1) , dengan bentuk lengkap Hamiltonian yang berubah. Pada kasus
satu partikel kita tidak perlu membuat identifikasi tambahan pada partikel tetapi
kita harus melakukannya jika partikel lebih dari satu. Untuk system dua partikel,
patikel pertama di r1 dan partikel kedua di r2 maka fungsi gelombang pada

persamaan (2.1) adalah    ( r1 , r2, ; t ) dengan Hamiltonian


2 2
H  12   22  V  r1 , r2 , t  (2.3)
2m1 2m2
Interpretasi statistik fungsi gelombang juga mengalami modifikasi,
  r1 , r2 , t  d 2 r1 d 3 r2 (2.4a)
Menyatakan probabilitas mendapatkan partikel pertama dalam elemen volume

d 1 r1 di sekitar r2 dan partikel kedua dalam elemen volume d 3 r2 di sekitar r2


pada waktu t. Total probabilitas mendapatkan kedua partikel
  r1 , r2 , t  d r1 d r2  1 (
2 3
2.4b)
Seperti dalam kasus satu partikel, jika potensial tidak bergantung waktu maka
fungsi gelombang dapat diuraikan
  r1 , r2 , t     r1 , r2  e  iEt /  (2.5)
dan persamaan Schrodinger menjadi
 2 2 
   2
1   22  V  r1 , r2     r1 , r2   E  r1 , r2  (2.7)
 2m1 2m 2 
dengan E adalah energi total system.
Semua operator salah satu partikel komut dengan semua partikel lainnya.

Misalkan xˆ mi , pˆ mi dan L̂mi dengan m=1, 2 dan i= 1, 2, 3 masing-masing adalah


operator posisi, momentum linier dan momentum sudut partikel ke-m komponen
ke-i, maka

 xˆ mi 
, xˆ nj  0
 pˆ mi , pˆ mi   0  Lˆ 
, Lˆ mi   mn i ijk Lˆ nk (2.8)
 xˆmi , pˆ mi    mn i ij mi

2.1.1 Partikel Berbeda


Sekarang perhatikan kembali persaman Schrodinger tak bergantung waktu
(2.7). Ada dua jenis masalah bagi persamaan ini. Pertama, potensial dapat dipisah,
V ( rˆ1 , rˆ2 )  V1 (r1 )  V2 (r2 ) (2.9a)
sehingga
2 2
H (1,2)  H 1  H 2  12  V1 ( r1 )   22  V2  r2  (2.9b)
2m1 2m 2
dan persamaan (2.7) menjadi
 2 2 
  1  V1 (r1 ) 
2
 22  V2  r2     r1 , r2   E  r1 , r2  (2.9c)
 2m1 2m 2 
Persamaan terakhir ini dapat dipisah menjadi dua persamaan bebas dengan

menerapkan pemisahan variabel   r1 , r2  = 1  r1  2  r2 


 2 
 12  V1  r1     r1   E11  r1  (2.10a)
 2m1 
dan
 2 2 
  2  V2  r2     r2   E 2 2  r2  (2.10b)
 2m1 
dengan
E  E1  E 2 (2.10c)
Solusi bergantung waktu (2.5) menjadi
  r1 , r2 , t     r1 , r2  e iEt /  2 (r2 )e  E2t /  (2.11a)
Kedua, jika potensial tidak dapat dipisah
V ( rˆ1 , rˆ2 )  V1 ( r1 )  V2 ( rr2 ) (2.11b)
maka
H (1,2)  H 1  H 2
Tetapi jika
V ( rˆ1 , rˆ2 )  V  r1  r2  (2.12)
maka kita dapat mendefinisikan posisi pusat masa
m r  m2 r2
rpm  R  1 1 (2.13a)
m1  m2
dan posisi relatif
r  r1  r2 (2.13b)
yang mereduksi masalah menjadi masalah dua pertikel. Hamiltonian system
menjadi    
   
H ( r1 , p1 ; r2 , p 2 )  H ( R , P; r , p )
 H pm  H rel
2 2 2

 2R    V  r  (2.14)
2m1 2
dengan massa total M  m1  m2 dan massa tereduksi
mm
 1 2 (2.13c)
m1  m 2
dan momentum pusat massa
  
 dR dr dr2
p pm  P  M  m1  m2 (2.13d)
dt dt dt
Momentum relatif
  
 dr dr1 dr2
p   (2.13e)
dt dt dt
Solusi dari persamaan(2.14) diperoleh melalui pemisahan variabel
   
    
  r1 , r2    R, r   R R  r  r  (2.15)
Menghasilkan dua persamaan variabel terpisah
2
  2R R  E M  R (2.16a)
2m1
dan
 2 2 
    V  r   r  E   r (2.16b)
 2 
dengan
E  Em  E
Solusi persamaan (2.16a)
 

 R  exp iP.R /  (2.17a)
dan
P2
EM  (2.17b)
2M
Dengan demikian solusi lengkapnya
 
 
 R  exp iP.R /   r (r ) (2.18)

2.1.2 Partikel Identik


Kembali pada fungsi gelombang tidak bergantung waktu (2.11a)
   
 ( r1 , r2 )   a ( r1 )b ( r2 ) (2.19)
Yakni pertikel pertama berada dalam keadaan dan partikel kedua dalam
keadaan  b . Didalam fisika klasik, meski materi dinyatakan sebagai objek ideal.
Tidak berdimensi tetap objek makro yang diwakili relative mudah dibedakan
antara satu dengan lainnya. Misalkan dua objek diwakili oleh dua kelereng dengan
warna dalam biru dan merah.
Didalam kuantum kita tidak mungkin mewarnai electron menjadi electron
biru dan merah sehingga kita hanya mempunyai electron yang identik satu dengan
yang lainnya. Bukti yang memaksa anggapan bahwa electron itu identic adalah
spectrum atom, misalkan helium, yang selalu sama antara satu eksperimen dengan
eksperimen lainnya jika tidak identic maka spectrum setiap eksperimen juga pasti
berbeda.
Dua partikel dikatakan identic jika tidak ada efek ketika kedua partikel
tersebut dipertukarkan. Lebih tepatnya, semua kuantitas teramati harus tidak
berubah jika posisi, momentum, dan variabel dinamis lainnya seperti spin dari
partikel pertama dipertukarkan dengan variabel dinamis dari partikel kedua yaitu
H (1,2)  H ( 2,1) (2.20)
Persamaan eigen dua partikel identik ini
H (1,2) (1,2)  E (1,2) (2.21a)
dengan fungsi eigen
 
 ( r1 , r2 )   (1,2) (2.21b)
Karena partikel identik maka pelabelan menjadi tak berpengaruh
H ( 2,1) (2,1)  E ( 2,1) (2.21c)
Menggunakan Hamiltonian (2.20) diperoleh
H (1,2) ( 2,1)  E ( 2,1) (2.21d)
Selanjutnya, berkaitan dengan system partikel identic ini, didefinisikan
operator pertukaran (exchange operator) P yang bekerja pada fungsi gelombang
 (1,2) sebagai berikut :
P (1,2))   ( 2,1) (2.22)
Operator pertukaran P mempertukarkan partikel (1) dan partkel (2). Substitusi
persamaan (2.22) ini pada persamaan (2.21c) diperoleh
H (1,2) (1,2)  EP (1,2)
 PE (1,2)
 PH (1,2) (2.23)
Persamaan (2.23) memperlihatkan bahwa P dan H komut
 H , P  0 (2.24)
Karena itu P merepresentasikan suatu kuantitas kekal.
Dari definisi (2.22) didapat,
P 2 (1,2))   (2,1)
Sehingga kuadrat operator pertukaran merupakan operator satuan
P2  1 (2.25)
Bentuk ini memberi nilai eigen  1 bagi operator pertukaran.
Selanjutnya, untuk menghindari kerancuan symbol, sebagai fungsi eigen
dari P ambil    , sebagai fungsi eigen dari P dengan
P 2 (1,2)   (1,2) (2.26a)
Jika P  (1,2)   (1,2)
2
(2.26b)
Maka   1 yang dipenuhi oleh   1 atau   1 . Berkaitan dengan nilai eigen
2

  1 ,ambil    s sedangkan untuk   1 ambil    A yang memenuhi


hubungan :
P s   s
P A   A (2.27)
Definisi persaman (2.26a) dan persamaan (2.27) memberikan fungsi eigen
 s (2,1)   s (1,2) (2.28a)
Yang disebut fungsi eigen simetri ( terhadap pertukaran partikel ), sedangkan
 A ( 2,1)   A (1,2) (2.28b)
disebut fungsi eigen anti simetri. Fungsi yang memenuhi dua sifat diatas adalah
1
 s  (1,2)   (1,2)   (2,1)
2
1
 A  (1,2)   (1,2)   (2,1) (2.29)
2
Sebagai ilustrasi, perhatikan operasi berikut.
1
P A  (1,2)  P (1,2)   ( 2,1)
2
1
  P (1,2)  P (2,1)
2
1
  (2,1)   (1,2)
2
1
  (1,2)   (2,1)
2
  A (1,2)

2.2 Sistem Banyak Partikel


Kembali pada fungsing gelombang simetri dan antisimetri bagi dua partikel
identic (2.29) dapat menuliskan fungsi gelombang sistem dua partikel dalam
bentuk umum.
 1,2    a 1b  2 
(2.30)
  2,1   a  2 b 1

Fungsi gelombang simetri


1
 s 1,2   a 1b  2  a  2b 1 (2.30a)
2
yang berarti kita tidak dapat membedakaan apakah partikel yang menempati
keadaan  a dan b adalah partikel pertama atau kedua. Keduanya identik, tidak
dapat dibedakan dan mempunyai kemungkinan yang sama untuk menempati
masing-masing keadaan. Fungsi gelombang antisimetri dapat dituliskan dalam
bentuk
1  a 1  a  2 
 A 1,2  (2.30b)
2 b 1 b  2 

2.2.1 Prinsip Larangan Pauli


Hasil atau ungkapan bahwa P merupakan tetapan gerak mempunyai arti
bahwa keadaan simetri setiap saat akan selalu simetri, dan keadaan antisimetri
akan senantiasa tetap antisimetri. Kesimetrian ini merupakan hukum alam dan
menjadi karakteristik dari partikel-partikel. Hukum simetri-antisimetri
dirumuskan oleh Pauli dan dinyatakan bahwa:
1. Sistem yang terdiri dari partikel-partikel identik dengan spin tengahan (1/2,
3/2, 5/2, ….) mempunyai sifat antisimetri. Partikel-partikel ini disebut fermion
dan memenuhi satistik Fermi-Dirac.
2. Sistem yang terdiri dari partikel-partikel identic dengan spin bulat (0, 1, 2,…)
mempunyai sifat simetri. Partikel-partikel ini disebut boson dan memenuhi
statistik Bose-Einstain.
Sifat pertama, asimetri bagi fermion mempunyai implikasi menarik. Dari
fungsi gelombang asimetri (2.29b) kita dapatkan jika  a  b maka fungsi
gelombang asimetri lenyap atau nol. Artinya, dua fermion tidak dapat mempunyai
atau menempati satu keadaan yang sama. Inilah bentuk prinsip Larangan Pauli.
2.2.2 Sistem N Partikel Identik
Perumusan bagi sistem dua partikel identic di depan dapat diperluas untuk
sistem N partikel. Sebagai ilustrasi kita tunjau sistem tiga partikel. Pertama, jika
partikel adalah boson maka fungsi gelombangnya
1
 s 1,2,3   1,2,3   1,3,2    2,1,3    2,3,1    3,1,2    3,2,1 (2.31a)
6
Kedua, jika partikelnya fermion,
1
 A 1,2,3   1,2,3   1,3,2    2,1,3    2,3,1    3,1,2    3,2,1
6

(2.31b)
Jika ketiga partikel tersebut tidak berinteraksi satu dengan lainnya, maka  dapat
dituliskan sebagai perkalian fungsi eigen individual
 1,2,3   a 1b 2 c  3
  2,1,3   a  2 b1c  3
(2.32)

  3,2,1   a  3b 2 c 1

Menggunakan ungkapan (2.33), fungsi gelobang antisimetri (2.31b) dapat


dituliskan dalam determinan :
 a 1  a  2  a  3
1
 A 1,2,3  b 1 b  2  b  3 (2.33)
3!
 c 1  c  2  c  3

Sedangkan fungsi gelombang simetri (2.31a) dapat diperoleh melalui determinan


(3.33) dengan mengganti semua tanda minus menjadi tanda plus.
Perluasannya untuk N partikel, dapat diperoleh dengan mengambil N fungsi
eigen untuk N partikel, i  j  yang berarti partikel ke-j mempunyai/menempati

keadaan ke-i. Fungsi gelombang asimetri  s diberikan oleh determinan,


1 1 1  2  ... 1  N 
1  2 1  2  2  ...  2  N 
 S 1,2,....., N   (2.34)
N!    
 N 1  N  2 ...  N  N 

Determinan (2.34) ini disebut determinan Slater. Jelas, dari determinan ini jika
terdapat sedikitnya dua keadaan individual i   j maka  A lenyap. Artinya
tidak boleh ada dua partikel (atau lebih) yang menempati keadaan sama; hal inilah
yang dikenal sebagai prinsip larangan Pauli (exclusion principle of Pauli) untuk
fermion.
Seperti dalam kasus tiga partikel, fungsi gelombang simetri untuk boson
diperoleh dari ekspansi determinan Slater dengan mengganti semua tanda minus
dengan plus. Konsekwensi pergantian tanda ini adalah jika i   j , s tidak nol.
Artinya, dua atau lebih partikel boson bisa menempati satu keadaan yang sama.
Berikut ini kita lihat konsekwensi penting dari prinsip (larangan) Pauli terhadap
tingkat energy sistem boson dan sistem fermion. Misalkan ada N partikel identic
di dalam kubus potensial berukuran L3. Menurut uraian pada subbab kotak
potensial tiga dimensi, didapatkan energi eigen untuk setiap partikel.
 2 2 2
E=
2mL2
 n1  n22  n32 
dan fungsi eigennya
1
8 2
 n   n    n  
  n1 , n2 , n3     sin  1 x  sin  2 y  sin  3 z 
V   L   L   L 
Energi keadaan dasar bagi sistem partikel-partikel identik boson atau fermion
mempunyai perbedaan yang sangat menyolok.
Pertama, jika partikel-partikel tersebut adalah boso. Karena satu keadaan
boleh ditempati oleh lebih dari satu boson maka dalam keadaan dasar semua
boson menempati keadaan dengan energy terendah yaitu    1,1,1 .
Energi masing-masing partikel boson adalah
3 N 2 
E0  (2.35a)
2mL2
Karena itu, energy total sistem yang terdiri dari N boson identik tidak lain adalah
N kali energy partikel individual
3 N 2 
E  NEo  (2.35b)
2mL2
dengan fungsi gelombang total
 s 1,2,..., N   1 1 2  2  3  3...1  N 
N /2
8      
  sin  x1  sin sin  x 2 ... sin  x N 
V  L  L  L 
      (2.36c)
 sin  y1  sin  y 2 ... sin  y N 
 L   L   L 
     
 sin  Z 1  sin  Z 2 ... sin  Z N 
 L   L   L 
Kedua, bila N partikel tersebut adalah femion misalnya electron. Karena
electron mempunyai spin-up dan spin-down, maka setiap titik (n 1,n2,n3) diisi oleh
dua elektron. Dalam kondisi keadaan dasar, elektron mengisi keadaan-keadaan
dengan energi paling rendah yang mungkin dan akan dibahas tersendiri di
belakang.

2.3 Atom
Atom secara umum memunyai banyak electron, proton, dan neutron dengan
proton dan neutron membentuk inti atom dan electron bergerak mengitarinya.
Atom netral dengan nomor atom Z terdiri dari inti berat bermuatan positif Ze dan
dikitari oleh Z, electron masing-masing bermuatan –e. helmitonian system atom
tersebut adalah :
z
 1 Ze 2  1  1  z e2
    i2     (2.37a)
i 1  2m 4 0 ri  2  4 0  i  j ri  r j

Jelas, di sini inti atom yang jauh lebih berat dari electron dipandang sebagai
acuan yang diam. Dua suku pertama di dalam kurung merupakan energy electron
tanpa interaksi dengan sesamanya. Suku terakhir merupakan energy potensial
antara electron, faktor setengah di depan diberikah karena terjadi penghitungan
ganda, seperti :
1 e2 1 e2 1 e2
 2 (2.38)
4 0 r 1  r 2 4 0 r 1  r 2 4 0 r 1  r 2

Penulisan lain yang tanpa faktor setengah adalah:


z
 1 Ze 2   1  z e2
    i2    (2.37b)
i 1  2 m 4 0 ri   4 0  i  j ri  r j

Persamaan eigen system ini diberikan oleh:


  
 r 1 , r 2 ,..., r z ,  1 ,  2 ,...,  Z   r 1 , r 2 ,..., r z ,  1 ,  2 ,...,  Z 
(2.38)
Maka masalahnya sekarang adalah menentukan energy eigen dan fungsi

 
eigen  r 1 ,...,  Z . Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, mengingat
partikelnya adalh electron maka tidak semua fungsi eigen dapat diterima sebagai
solusi melainkan hanya fungsi yang antisimetri terhadap pertukaran electron yang
memenuhi.
Hal yang tidak menyenangkan adalah persamaan schrodinger dengan
Hamiltonian (2.37a) tidak dapat diselesaikan dengan analitik, kecuali untuk Z = 1
sehingga tanpa suku interaksi antar electron seperti atom hydrogen. Solusi hanya
dapat diperleh melalui pendekatan.
2.3.1 Atom Helium
Atom paling sederhana setelah hydrogen adalah helium dengan nomor atom
Z = 2. Hemiltoniannya :

 1 2e 2    1 2e 2   1  e2
 12      
2
 
4 0 r2   4 0
2
 2m 4 0 r1   2m  r1  r2
(2.39)
Dengan dua suku pertama di dalam kurung adalah Hamiltonian mirip
hydrogen dengan muatan inti 2e, dan suku terakhir adalah suku interaksi antara
dua electron. Suku terakhir ini membuat persamaan schrodinger bagi atom helium
tidak dapat diselesaikan secara eksak analitik.
Jika suku terakhir (2.39) ini diabaikan maka solusi persamaan schrodinger
merupakan perkalian dua solusi atom mirip hydrogen:
     
 r 1 , r 2   nlm r1  n 'l 'm ' r 2 (2.40a)
dengan nilai eigen:

E  4 E n  E n'  (2.40b)
 13,6eV  13,6eV
yang mana E n  2 . Faktor 4 diperoleh dari persamaan E n 
n n2
untuk besar muatan inti Z = 2. Untuk keadaan dasar:

     
 r 1 , r 2   100 r1  100 r 2 
8  2 ( r1  r2 ) / a0
a 03
e (2.41a)

dan energi dasar:


E  8( 13,6 eV )  108,8 eV (2.41b)

Fungsi  r 1 , r 2  harus antisimetri sedangkan  100  r1  100  r 2  simetri, karena
itu sifat antisimetri dibawa oleh spin :
 1  2   q  2

Yakni keadaan singlet.


Keadaan dasar sesungguhnya atom helium memang singlet tetapi dengan
energy E  78,975 eV yang jauh dari nilai energi (2.41b). ketaksesuaian ini
dapat dipahami sebagai akibat pengabaian suku terakhir Hamiltonian (2.37a) yang
positif. Pelibatan suku terakhir ini membuat persamaan schrodinger tidak dapat
diselesaikan secara analitik dan penyelesaiannya dilakukan dengan metoda
variasi.
Keadaan tereksistasi atom helium terdiri dari satu elektron pada keadaan
dasar dan elektron lainnya tereksistasi:
     
 r 1 , r 2   100 r1  nlm r 2 (2.42)
Hal ini terjadi karena jika kedua elektron (dipaksa) berada pada keadaan
tereksistasi salah satu elektron akan segera jatuh menuju keadaan dasar dengan
melepas energi yang cukup untuk mendepak keluar elektron lainnya sehingga

terjadi ion helium positif H e dan elektron bebas.


2.3.2 Tabel Periodik
Sekarang kita tinjau atom yang lebih berat. Elektron-elektron keadaan dasar
atom lebih berat tersebar dalam beberapa tingkat energi sesuai dengan sifat
antisimetri elektron. Kita tinjau keadaan dasar kasus sederhana yaitu dengan
pengabaian suku interaksi antar elektron (2.37a).
Tanpa suku interaksi antar elektron, solusi persamaan Schrodinger dengan
Hamiltonan (2.37) merupakan perluasan (2.40a)
  
 nlm  r1  n 'l 'm '  r2 ... n"l "m"  rz 
 
z elektron
(2.43)
Dengan mempertimbangkan keantisisteman elektron. Setiap pasangan bilangan
kuantum (nm) disebut kulit dan terisi maksimum dua elektron dengan spin
berlawanan. Untuk setiap kulit atom n yang mengalami degenerasi lipat n 2 terisi
maksimum 2n 2 elektron.
Atom helium mempunyai Z=2, kedua elektronnya mengisi kuli n=1. Atom
lithium dengan Z=3 akan menempatkan dua elektronnya pada kulit n=1 dan satu
elektron sisanya pada kulit n=2. Elektron ketiga ini mempunyai dua pilihan   0
dan   1 , tetapi akan mencapai   0 , (2,0,0) karena momentum sudut
cenderung melempar keluar elektron. Atom berikutnya Z=4 beryllium, elektron
keempat juga mempunyai keadaan (2,0,0) tetapi dengan spin yang berlawanan.
Atom boron Z=5 baru menempati   1 .
Dalam penulisan urutan posisi elektron digunakan notasi yang biasa
digunakan di dalam spektroskopi. Notasi tersebut   0 ,   1 ,   2 dan   3
disebut s (sharp), p (principle), d (diffuse) dan f (fundamental). Selanjutnya
digunakan notasi urut abjad setelah f yaitu g, h, i,… dan seterusnya. Sebagai
contoh dapat diperhatikan konfigurasi elektron beberapa atom berikut.
H  Z  1  (1s)
He  Z  2  (1s) 2
Li  Z  3  (1s) 2 (2 s )
Be  Z  4  (1s ) 2 (2 s ) 2
B  Z  5  (1s ) 2 (2 s ) 2 (2 p )

Setiap elektron mempunyai momentum sudut internal spin. Momentum


sudut spin elektron total adalah jumlah spin dari semua elektron.
 
S   Si (2.44)
i

Spin total elektron ditulis dengan huruf besar S. Selain itu, setiap elektron juga
mempunyai momentum sudut orbital. Momentum sudut orbital elektron total tidak
lain adalah jumlah momentum sudut ortbital setiap elektron.
 
L   Li (2.45)
i

Bilangan kuantum momentum sudut orbital elektron total ditandai dengan huruf besar L.
L 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Huruf S P D F G H I K L

Seperti pada subbab penjumlahan momentum sudut, momentum sudut


    
orbital L dapat dijumlahkan dengan momentum sudut internal spin S , J LS.

Nilai J dari L+S sampai LS . Terkait dengan tiga besaran L dan J ini terdapat
cara penulisan hieroglyphic.
2 S 1
Lj
dengan S dan J dalam angka, sedangkan L huruf. Karena untuk L dan S tertentu J
dapat mempunyai nilai yang belum tentu tunggal penulisan memenuhi kaidah
Hund yang menyatakan:
a. Setiap keadaan mempunyai peluang yang sama untuk ditempati, keadaan
dengan spin total tertinggi mempunyai energy terendah.
b. Jika subkulit ( n, ) terisi tidak lebih dari separuh maka tingkat energi
terendah mempunyai J  LS , sedangkan jika terisi lebih dari separuh
maka J=L+S mempunyai energi terendah.
Secara lebih spesifik kaidah pertama menyatakn untuk   1 mempunyai 2  1
keadaan serta yang mempunyai peluang yang sama untuk diisi. Jika terdapat
elektron kurang atau sama dengan 2  1 maka elektron-elektron tersebut akan
mengisi keadaan satu elektron dengan spin sama. Sebagai contoh, elektron terluar
Boron dapat berada pada keadaan (2,1,1), (2,1,0) atau (2,1,-1) dengan peluang
yang sama. Sedangkan dua elektron karbon akan menempati dua dari keadaan
(2,1,1), (2,1,0) atau (2,1,-1) dengan spin sejajar, tidak bertumpuk dengan spin
berlawanan di satu keadaan.
2.4 Gas Elektron dalam Padatan
Dalam keadaan padat, atom – atom tersusun sebagai kisi – kisi yang teratur.
Elektron valensi terluar setiap atom lepas dari ikatan atom dan bergerak di dalam
keseluruhan badan. Elektron tidak lagi terikat oleh gaya Coulomb inti atom induk
melainkan dikendalikan oleh potensial keseluruhan kisi Kristal. Pada subbab ini
hanya ditinjau model sommerfeld tentang gas elektron. Dalam model ini elektron
dipandang bergerak bebas di dalam bahan tanpa gaya apapun kecuali gaya yang
mengikatnya agar tidak keluar permukaan bahan.
Kita andaikan terdapat bahan padat berukuran L x xL y xL z dan kita
bayangkan elektrn – elektron bergerak bebas tanpa gayab di dalamnya kecuali
dinding yang tidak dapat ditembus

L L Lz
0, 0 x  x , 0  y  y , 0 Z 
V ( x, y , z )  { (2.46)

,Lainnya
Persamaan Schrodinger partikel di dalam kotak
2
  2  = E (2.47)
2m
Solusi eigennya

n   x sin n  
 x sin n z  z

 n n n ( x, y , z ) = 8
Lx Ly Lz
sin 
 
x
 Ly 
y
 L 
 Lx   Z 
x y z
 
(2.48a)
dan

   n y 
2
  
  n z
2

2
n
2
 2
  2 k
E nxn ynz ( x, y, z )  2m  xL   
 
  
 x   L y   L   2m
    z 
(2.48b)

dengan vektor gelombang k  ( k x k y k z ) dan

n, n, y n (2.49)


ky  kz 
x z
kx 
Lx Ly Lz
Sekarang, perhatikan gambar berikut
Gambar 1. Ruang Vektor Gelombang
Satu sel volume k x k y k z dalam ruang vector gelombang ini terkait dengan
volume bahan V menurut hubungan
     3
kxkykz = 
      = (2.50)
 
 Lx   Ly   Lz  V
dan menyatakan satu keadaan yang ditempati dua elektron spin – up dan spin –
down. Misalkan di dalam bahan bervolume V terdiri dari atom dan setiap atom
melepas s elektron maka di dalam bahan terdapat Ns elektron, sehingga kerapatan
elektron per satuan volume
Nz
 (2.51)
V
Dalam keadaan dasar elektron – elektron mengisi tingkat energi dari paling kecil.
Karena setiap sel dapat diisi dua elektron maka di dalam seperdelapan bola

k di ruang vector gelombang


berjejari f

N      1  4 
3 3
3

2 8 3 k 
s
F
2 V
atau

k F
 3   2 1/ 3
(2.52)

disebut vector gelombang Fermi. Energi maksimum atau energy tertinggi elektron
bebas dalam padatan.

EF   2 k F2
2m

2
2m
3   2 2/3
(2.53)

disebut sebagai energi Fermi.


Gambar 2. Kulit 1/8 Bola-k
Elemen volume dalam ruang vektor gelombang pada jejari k dan ketebalan
dk seperti Gambar 6.3 diberikan oleh
1
8
4k dk 2
(2.54a)

Elemen volume ini sekian kali volume satuan  3 / V  , jika dikalikan dua akan
menyatakan jumlah elektron pada elemen volume (2.54a)
1
4k dk V
2

28 (2.54b)
2
3

 / V   2 k dk

Karena setiap elektron pada elemen volume ini mempunyai energi (  2 k 2 / 2m)
maka elemen energi pada elemen volume (2.54a) diberikan oleh

 2k 2  V 2
dE    2 k dk (2.55)
 2m  
Karena itu, energi total gas Ns elektron

EF  2 V k F 4 2 5

E  dE    2   k dk   Vk F2 (2.56)
 
0  2m  0 10m
Yang berperan seperti energi dalam gas biasa
Sekarang andaikan gas dimamfaatkan maka elektron – elektron saling
mendekat, panjang gelombang de Broglie berkurang dan energi kinetik
bertambah. Dengan demikian pemampaatan akan dilawan dan tekanan yang
melawan pemempaatan disebut tekanan degenarasi yang diberikan oleh
 3 
5/3

E   2 2
P    (2.57)
V 15m
 
Dari tekanan ini didefinisikan juga modulus bulk B dari bahan sebagai

 3 
5/ 3

P   2 2
B V    (2.58)

 
V 9m

Sebagai contoh untuk logam tembaga diketahui  = 8,47 x10 28 elektron/m3

2
sehingga B  6,4 x1010 N / m, sedangkan dari eksperimen

2
B  14 x1010 N / m .

2.5 Contoh Soal


1. Dua electron (dianggap) tidak berinteraksi berada dalam kotak potensial satu
dimensi sepanjang L. Jika kedua spin electron tersebut sama maka fungsi
gelombang keadaan dasar adalah..
Penyelesaian:

Karena keadaan spin kedua electron sama maka keadaan dasar yang mungkin
adalah satu electron di keadaan dasar 1 dan electron lainnya dikeadaan
tereksitasi pertama  2 , dengan:

2  
1 1  sin  x1 
L L 
2  
1  2   sin  x 2 
L  L 
2  2 
 2 1  sin  x1 
L  L 
2  2 
 2  2  sin  x2 
L  L 
Fungsi gelombang keadaan dasar anti simetri system dua electron:
1
 A 1,2   1 1 2  2  2 11  2
2
2      2   2    
 A 1,2   sin  x1  sin  x 2   sin  x1  sin  x 2 
L   L   L   L   L 
Spin kita abaikan karena sama.

2. Jika dua electron (dianggap) tidak berinteraksi berada dalam kotak potensial
satu dimensi sepanjang L serta jika kedua spin electron tersebut sama maka
energy keadaan dasar system dua electron tersebut adalah ..
Pembahasan :
Energy keadaan dasarnya:
 2 2
E  E1  E 2  5E1  5
2mL2
3. Dua partikel boson (dianggap) tidak berinteraksi berada dalam kotak
potensial satu dimensi sepanjang L. Jika kedua spin electron tersebut sama
maka fungsi gelombang keadaan dasar, adalah ..
Penyelesaian:
Keadaan dasar ini adalah keadaan dengan kedua partikel boson berada di
tingkat paling bawah 1 ,
2  
1  x1   sin x1 
L L 
2  
1  x 2   sin  x 2 
L L 
Secara umum posisi kedua boson berbeda, x1  x 2 . Jadi,
2    
 1,2  1  x1 1  x 2   sin  x1  sin  x 2 
L L  L 

4. Dua partikel boson (dianggap) tidak berinteraksi berada dalam kotak


potensial satu dimensi sepanjang L. Jika kedua spin electron tersebut sama
maka energy keadaan dasar system dua partikel boson tersebut.
Penyelesaian :
Energy keadaan dasarnya:
 2 2
E  2 E1 
mL2
Gambar dari keadaan dua partikel dalam keadaan dasar adalah
Gambar 1. Keadaan dasar system dua (a) fermion berspin sama, (b) boson

5. Tiga partikel identik diikat ke ujung – ujung sebuah segitiga siku – siku sama
kaki oleh batang – batang penghubung tak bermassa. Kedua sisi yang sama
memiliki panjang. Momen inersia benda tegar ini untuk sumbu rotasi
berimpit dengan hipotenusa (sisi miring) segitiga adalah
Pembahasan:
Momen inersia benda tegar dinyatakan dengan

I total  I 1 I 2 ..... I n

I total  mR   mR   ....  mR 


2 2
2
2
n

Keterangan:

M = Massa Partikel

R = Jarak partikel dan titik pusat rotasi


Karena kedua partikel di ujung sisi miring berimpit dengan sumbu rotasi,
maka ke dua partikel tidak perlu diperhatikan dalam perhitungan. Partikel
yang berpengaruh adalah partikel pada sudut siku – siku segitiga dengan
memanfaatkan teorema phytagoras diperoleh.
1
R 2a
2
1 2

Maka, momen inersianya


I  mR 2 
2 ma

6. Dua buah partikel identik terpisah pada jarak 3 m. gaya coulomb yang bekerja
pada keduanya 2x10 4 Hitunglah muatan masing – masing partikel.
Pembahasan:
q q1 2
q

Fr 2
F
k

F
qr
k

2 x104 N
q   3m 
9 x109 Nm 2 / C 2

2
=  3m  x10 5 c 2 / m 2
9

 2 
=  3m   3 x10 C / m 
 2 ,5

 

= 2 x10 2 , 5 C

7. Konfigurasi elektron suatu atim adalah (1s ) 2 ( 2 s ) 2 (2 p )(3d ) , tentukanlah


nilai bilangan kuantumnya!
a. Spin total S yang mugkin
b. Momentum orbital total L yang mungkin
Penyelesaian:
a. Diketahui dari konfigurasu terdapat 6 elektron. 2 elektron di kulit s
pertama dan menurut kaidah Pauli berspin up dan down sehingga spin
total nol. 2 elektron berikutnya di 2s juga memiliki spin total nol. 2
elektron terakhir di 2p dan 2d, karena tempatnya berbeda maka spin bisa
sama dan memberikan S=1, bisa juga berbeda dan member S=0. Dengan
demikian kontribusi spin total hanya berasal dari 2 elektron terluar dengan
S=0 dan S=1.
b. 2 elektron 1s memiliki momentum sudut orbital nol sehingga tidak
berkontribusi pada momentum sudut orbital, demikian pula 2 elektron 2s.
2 elektron terakhir, elektron 2p mempunyai   1 dan elektron 3d
mempunyai   2 sehingga bilangan kuantum momentum sudut orbital
yang mungkin adalah 1+2=3 sampai 1-2=1 yakni L=3,2,1. Dengan
demikian konfigurasi elektron (1s ) 2 ( 2 s ) 2 ( 2 p )(3d ) membangkitkan

keadaan P,D dan F.


8. Tentukan nomenklatur hieroglyphic elektron atom-atom.
a. Hidrogen
b. Helium
c. Boron
d. Nitrogen
Penyelesaian:
a. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya konfigurasi elektron atom
hydrogen adalah (1s) sehingga spin S=1/2 dan 2S+1=2,   0  S dan
2
J=L+S=1/2, nomenklatur S1 / 2 . Litium memiliki elektron luar (2s)

serupa dengan hidrogen.


b. Konfigurasi elektron atom helium adalah (1s)2 dua elektron mengisi
orbital sama sehingga spin berlawanan atas abwah dan spin total S=0,

2S+1=1,   0  S dan J=L+S=0, nomenklatur 1 S 0 . Berilium mempunyai


elektron terluar (2s)2 serupa dengan helium.
c. Elektron terluar boron (2p) berarti spin S=1/2 dan 2S+1=2,   1  P dan

J=L-S=1/2, nomenklatur 2 P1 / 2 .
d. Elektron terluar nitrogen (2p)3 menempati semua keadaan (2,1,1), (2,1,0)
dan (2,1,-1) sehingga spin S =3/2 dan 2S+1=4, kerapatan probabilitasnya
2 2 2 2
   211   211   210  r2 seperti L=)=S dan J=L+S=3/2,

nomenklatur 4 S 3 / 2 .
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

3.1.1. Sistem dua partikel, dua partikel ideentik dikatakan identik jika
tidak ada efek kedua partikel tersebut dipertukarkan.
3.1.2. Sistem banyak partikel dengan fungsi gelombang simetri

1
 s 1,2   a 1b  2  a  2b 1
2
yang berarti kita tidak dapat membedakaan apakah partikel yang
menempati keadaan  a dan b adalah partikel pertama atau kedua.
Keduanya identik, tidak dapat dibedakan dan mempunyai
kemungkinan yang sama untuk menempati masing-masing
keadaan.

3.1.3 Atom secara umum mempunyai banyak electron, proton, dan


neutron dengan proton dan neutron membentuk inti atom dan
electron bergerak mengitarinya.
3.1.4 Gas electron dalam keadaan padat, atom – atom tersusun sebagai
kisi – kisi yang teratur. Elektron valensi terluar setiap atom lepas
dari ikatan atom dan bergerak di dalam keseluruhan badan.
Elektron tidak lagi terikat oleh gaya Coulomb inti atom induk
melainkan dikendalikan oleh potensial keseluruhan kisi Kristal
3.2. Saran

3.2.1. Pada bagian pembahasan telah banyak dijelaskan mengenai partikel


identik beserta persamaanya dan juga sudah ada beberapa contoh
dari materi partikel identik. Saran untuk pembaca disamping dapat
memahami konsep dari materi partikel identic juga diharapkan
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehingga bermanfaat untuk
pemecahan masalah yang terjadi khusunya mengenai partikel
identik.

DAFTAR PUSTAKA

Claude Cohen-Tannoudji,dkk. (1997). Quantum Mechanicss, Vol 1. New York.

Greiner. (1994). Relativistic Quantum Mechanics. New York.

Griffith, D., J. (2005). Introduuction to quantum mechanics. Second edition.


London: Pearson Education.

Purwanto, A. (2016). Fisika kuantum. Edisi kedua. Yogyakarta: Gava Media.

Richard L Libooff. (1992). Introduction to Quantum Mechanics.

Santyasa, I W. (2016). Introduction to quantum physics. Singaraja: Universitas


Pendidikan Ganesha.

Siregar, R. (2018). Fisika kuantum. Jatinagor : Universitas Padjajaran.

Anda mungkin juga menyukai