PRAKTIKUM MODUL 1
Fluid Measuring System
( ( ))
4
2 𝐷1
ℎ𝑥 = ℎ1 +
ṁ
2
2𝑔.ρ .𝐴1
2 1 − 𝐷𝑥 (
+ 𝑧1 − 𝑧𝑥 ) (5)
Oleh karena itu pressure head di setiap lokasi sepanjang bagian uji dapat
dinyatakan dalam bentuk tekanan di lokasi inlet.
( ( ))
4
2 𝐷2
ℎ𝑥 = ℎ2 +
2𝑔.ρ .𝐴2
ṁ
2 2 1 − 𝐷𝑥 (
+ 𝑧2 − 𝑧𝑥 ) (6)
(James, 1969)
III.2 Venturi meter
Venturi meter merupakan suatu alat yang berbentuk pipa dengan beda
luas permukaan. Pada kondisi pipa di berbeda luasan disambungkan dengan
pipa yang mengarah ke nanometer. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kecepatan aliran fluida dengan mengukur beda tekanan pada tiap kondisi
pipa dengan diameter yang berbeda (Mansour, 2015). Pada venturimeter
yang ideal, peristiwa kehilangan viskos dapat diabaikan dan penurunan
tekanan sepenuhnya merupakan efek dari percepatan aliran yang melewati
throat venturi (Tilton, 2007).
Persamaan teori orifice meter mirip dengan venturi meter, hanya berbeda
nilai koefisien dan karakteristik:
2(ℎ5−ℎ6)
𝑄 = 𝐶𝐴0 2 (11)
1− ( ) 𝐴6
𝐴5
Gambar V.1. Data ℎ𝑐𝑎𝑙 dan ℎ𝑒𝑥𝑝 pada Titik H1 serta Persen Error ℎ𝑒𝑥𝑝
Dari data diatas dapat dilihat bahwasanya sebagian besar hasil pembacaan dari
ℎ𝑒𝑥𝑝 jika dibandingkan dengan hasil perhitungan ℎ𝑐𝑎𝑙 terlihat lebih kecil. Hal ini karena
ketinggian yang dihitung dihitung menggunakan prinsip Bernoulli mengabaikan
beberapa faktor seperti friksi aliran pada pipa. Sedangkan, pada kenyataanya sistem
Fluid Measuring System yang digunakan mengalami fouling yang mengakibatkan faktor
friksi menjadi sangat besar. Hal inilah yang menyebabkan nilai ℎ𝑒𝑥𝑝 lebih kecil daripada
ℎ𝑐𝑎𝑙. Hal yang menyebabkan perbedaan antara hcal dan hexp antara lain karena
beberapa faktor yaitu :
1. Jenis aliran
Pada asumsi Bernoulli, pengukuran fluida dilakukan pada aliran berbentuk
streamline. Hal ini berarti alirannya harus laminar, sedangkan pada praktikum
aliran fluida adalah turbulen. Turbulensi tersebut juga dibuktikan dengan hasil
bilangan Reynolds yang besar.
2. Pengukuran Flowrate
Kemungkinan bisa terjadi pada saat pengukuran flowrate. Pengukuran flowrate
dilakukan secara manual menggunakan gelas beaker untuk menampung air,
stopwatch untuk menghitung waktu ketika air ditampung ke gelas beaker, dan
gelas ukur volumetrik. Ada kemungkinan human error pada saat menggunakan
stopwatch dan melihat skala ukuran yang tertera pada gelas ukur volumetrik.
3. Friksi
Pada asumsi Bernoulli juga selain aliran harus laminar, alat yang dialiri fluida
juga harus bebas dari friksi. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi alat pada saat
praktikum, dimana sistemnya sudah terdapat banyak fouling mengakibatkan
faktor friksi menjadi sangat besar.
4. Steady Flow
Pada asumsi Bernoulli juga mensyaratkan aliran harus steady flow. Namun, pada
praktikum ini aliran jarang sekali menjadi steady flow yang mengakibatkan
pembacaan manometer menjadi tidak akurat. Hal ini dibuktikan dari ketinggian
air yang relatif berubah tiap waktu. Penyebab terjadinya ketidak konstanan
aliran fluida kemungkinan karena valve yang tidak pada kondisi baik pada saat
praktikum mengakibatkan ada air yang bocor dari pipa valve.
Data pada Tabel V.1. kemudian diplotting ke dalam grafik sehingga dapat
dilihat secara jelas pola dari grafiknya pada kondisi tertentu sehingga mudah dianalisis
Dari Gambar V.2 hingga Gambar V.8 menunjukkan perbedaan pola hasil yang
didapatkan. Variabel yang digunakan adalah skala dari flowmeter yang akan
menunjukkan seberapa besar dari debit airnya. Secara keseluruhan dari pola grafiknya
masih terlihat bahwa hasil praktikum polanya masih mengikuti teori Bernoulli
walaupun perbedaanya cukup jauh. Hal ini terjadi karena Bernoulli menganggap bahwa
alirannya wajib optimal dan tidak ada pengaruh gesekan maupun pressure drop. Pada
data ke 8 dapat dilihat bahwa perbedaan tinggi posisi aliran tidak terlalu berpengaruh
ketika skala rotameternya di 4 dan 6. Terlihat hasil yang membuktikan perbedaan
ketinggian ini optimal saat skalanya di antara 8 sampai 10. Peristiwa ini bisa saja terjadi
karena tidak ideal nya aliran air dan adanya friksi pada pipa lurus maupun pada elbow.
Padai Gambar V.9 dapat dilihat nilai bilangan reynold dari aliran fluida yang
mengalir melalui venturimeter (H1 dan H2) dan orificemeter (H5 dan H6). Nilai
bilangan reynold yang dihasilkan sangat besar melebihi 4000 dimana hal ini
menunjukkan alirannya berjenis turbulen yang mana hal ini berbeda dengan prinsip
Bernoulli yang mengasumsikan aliran laminar pada perhitungannya.
Pada praktikum fluid measuring system ini menggunakan anggapan bernoulli
dimana fluida yang digunakan sesuai dengan asumsi-limitasi fluida meliputi fluida tidak
dapat dimampatkan, fluida tidak memiliki viskositas, aliran fluida tidak berubah
terhadap waktu, dan persamaan persamaan yang masuk pada streamline masing masing
alat seperti manometer, venturimeter, expander, dan orificemeter. Namun, anggapan
Bernoulli dalam percobaan ini tidak sepenuhnya akurat karena pada kenyataannya
venturimeter dan orificemeter membutuhkan faktor koreksi berupa Co dan Cv.
Sedangkan pada prinsipnya hukum Bernoulli tidak memperhitungkan faktor koreksi dan
menganggap tidak ada gesekan pada pipa dan juga faktor penghambat lainnya. Hukum
Bernoulli tetap dapat digunakan sebagai acuan dalam perhitungan dengan memasukkan
Co dan Cv.
Data pada Tabel V.3 adalah faktor koreksi (C) pada alat venturimeter dan
orificemeter. Faktor koreksi tersebut dihitung pada setiap variasi skala rotameter. Dari
ketujuh data tersebut kemudian dibuat rata-ratanya dan dihasilkan faktor koreksi untuk
orificemeter (Co) adalah 0.723495 dan faktor koreksi untuk venturimeter (Cv) adalah
1.091381. Nilai C yang didapatkan lebih besar dari teori dimana menurut referensi
4
Geankoplis, Cv bernilai 0.98 pada Nre > 10 pada pipa dibawah 0.2 m sedangkan untuk
Co bernilai 0.61 pada Nre diatas 20,000. Hal ini bisa disebabkan karena friksi yang
besar akibat fouling yang mempengaruhi perhitungan ataupun karena faktor human
error pada saat pembacaan ketinggian air pada manometer.
Berikut ini dicoba membandingkan antara hasil faktor koreksi (C) yang
didapatkan dari tiap skala rotameter dengan bilangan Reynolds yang dihitung. Grafik
berikut menggambarkan hubungan antar keduanya.
Gambar V.11. Grafik Hubungan Nre dengan C Venturi dan Orifice
Dari grafik pada Gambar V.11 menunjukkan bahwasanya nilai Co dan Cv tidak
konstan dan linear terhadap bilangan Reynolds. Hal ini sesuai dengan literatur dimana
nilai Co dan Cv merupakan faktor koreksi dari gesekan yang diabaikan dalam
persamaan hukum Bernoulli. Perbedaan nilai faktor koreksi antara venturi orifice
diakibatkan karena perbedaan karakteristik alat terhadap fluida.
Head recovery adalah kenaikan tekanan setelah tenggorokan venturi, ketika
kecepatan fluida melambat, tekanan lokal meningkat. Setelah fluida mengalir melalui
tenggorokan venturi, fluida mengalir memasuki area diffuser pemulihan tekanan yang
secara bertahap melebar yang memungkinkan sekitar 98,5% dari tekanan diferensial
(98% jika diameter kurang dari 0,2 m, 99% untuk ukuran yang lebih besar dan NRe
lebih dari 10.000). Pemulihan tekanan pada orifice hanya sekitar 61% (Do/D1 kurang
dari 0,5 dan NRe lebih dari 20.000), kehilangan tekanan permanen jauh lebih tinggi
daripada venturimeter karena pusaran yang terbentuk ketika aliran air mengembang di
bawah vena contracta pada orifice meter (Geankoplis, 1993).
Gambar V.12. Aliran pada Venturimeter dan Head Loss beserta Head Recovery-nya
Gambar V.13. Aliran pada Orifice Meter dan Head Loss beserta Head Recovery-nya
Pengukuran laju alir fluida tidak akan terpengaruh oleh ukuran dari alat yang
digunakan karena ukuran alat yang digunakan pada pengukuran sistem fluida ini akan
selalu konstan
Pada proses aliran fluida pada praktikum dapat dilihat melalui lampu, aliran
tersebut terlihat stabil, sehingga dapat disimpulkan aliran laminar dan steady state. ciri
aliran turbulen yaitu aliran yang memiliki ‘eddy’ atau suatu bentuk aliran yang memiliki
arah vortex didalamnya. walaupun pada praktikum diamati tidak ada bentuk aliran
vortex, masih ada aliran yang terkena polutan/fouling pada alat praktikum disebabkan
karena alat yang sudah lama dipakai. fouling merupakan adanya akumulasi zat atau
bahan yang tidak diinginkan pada fluida. zat seperti debu/kotoran yang masuk pada air
dan tersangkut pada alat-alat praktikum, akan mengganggu aliran fluida. fouling juga
dapat berdampak pada alat alat lain seperti membran, dimana terjadi penurunan kinerja
membran akibat terbentuknya cake pada permukaan membran yang dapat menyumbat
pori-pori membran (Mohammed, 2017). Pada praktikum, cake dapat terlihat
mengambang pada venturimeter dan orifice meter.
Pada praktikum ini alat ukur yang paling hemat energi adalah venturimeter
karena alat ini memiliki head recovery lebih rendah dibandingkan dengan orifice meter.
Hal ini dapat terjadi karena tidak terdapat aliran ‘eddy’ pada venturimeter sehingga
energi kinetik terbesar yang terbentuk saat aliran mengalami kecepatan terbesar hampir
dapat diubah kembali (recovery) dengan venturimeter sehingga tidak terjadi kehilangan
energi yang signifikan. Alat yang paling sederhana adalah orificemeter karena pada
desain alatnya hanya menggunakan sekat antar pipa. Yang paling sensitif adalah
venturimeter karena venturimeter adalah alat ukur yang paling akurat antara
orificemeter dan rotameter.
Korelasi antara bacaan dan flow rate yang bersifat linear dapat dilihat antara
hubungan antara skala rotameter dan flowrate. Semakin besar skala rotameternya
semakin besar juga flowrate nya dan bersifat linear. Perbedaan antara linear atau
tidaknya hubungan antara skala dengan flowrate belum bisa dibuktikan keefektifannya
karena kurangnya data.\
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Fluid Measuring System meliputi:
1. Hukum Bernoulli tidak sepenuhnya dapat diterapkan dikarenakan persamaan
yang dirumuskan menggunakan asumsi-asumsi pada keadaan ideal sedangkan
pada sistem yang dikerjakan pada praktikum jauh dari kondisi ideal dimana
terdapat banyak fouling di sepanjang sistem. Fouling ini mengakibatkan aliran
pada sistem menjadi turbulen. Walaupun demikian, Hukum Bernoulli dapat
digunakan sebagai model perhitungan yang membutuhkan faktor koreksi Cv
untuk Venturimeter dan Co untuk Orificemeter. Asumsi-limitasi pada hukum
bernoulli masih digunakan.
2. Nilai rata-rata koefisien Venturimeter yang diperoleh dari hasil eksperimen
adalah 1.091381 dan nilai rata-rata koefisien Orifice Meter adalah 0,723945.
Orificemeter lebih baik dari segi penggunaan, karena Orifice Meter
membutuhkan tempat yang lebih kecil dan murah, serta nilai diameter celah
dapat berubah (tidak permanen seperti Venturimeter) sehingga dapat
disesuaikan. Namun, Orificemeter memiliki nilai koefisien koreksi yang kecil
yang menunjukkan bahwa alat ini memiliki gesekan yang lebih tinggi daripada
venturimeter.
DAFTAR PUSTAKA
James R, Welty., Gregory L, Rorrer., David G, Foster. (1969). Fundamentals of
Momentum, Heat and Mass Transfer 6th Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Mansour M, S. (2015). Design and Evaluation of Orifice Meters of Fluid Flow in Pipes.
University of Tripoly-Faculty of Engineering, ME Department.
McCabe, W., Smith, J. C., and Harriott, P. (1993). Unit Operations of Chemical
Engineering 5th edition. United States of America : McGraw-Hill Book, Co.
M.A, Mohammed J., Jaafar A. F, Ismail., M.H.D, Othman., M.A, Rahman. (2017).
Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy, Membrane Characterization.
Pages 3-29.
Tilton, James N. (2007). Perry’s Chemical Engineers’ 8th Edition. McGraw-Hill
APPENDIKS
Berikut ini adalah contoh perhitungan dengan menggunakan data pertama
praktikum percobaan yang pertama:
1. Luas Permukaan Pipa
2
(𝐷𝑖)
𝐴𝑖 = π 4
2 2
26 2 51 2
𝐴1 = π = 530. 929 𝑚𝑚 𝐴5 = π 4
= 2042. 82 𝑚𝑚
4
2 2
16 2 20 2
𝐴2 = π = 201. 062 𝑚𝑚 𝐴6 = π 4
= 314. 159 𝑚𝑚
4
2 2
26 2 51 2
𝐴3 = π = 530. 929 𝑚𝑚 𝐴7 = π 4
= 2042. 82 𝑚𝑚
4
2 2
51 2 51 2
𝐴4 = π = 2042. 82 𝑚𝑚 𝐴8 = π 4
= 2042. 82 𝑚𝑚
4
2. Flowrate
𝑉
𝑄= 𝑡
3 3
555000 𝑚𝑚 𝑚𝑚
𝑄1 = 4.88 𝑠
= 113729. 5 𝑠
3. Mass rate
𝑚˙ 1 = ρ𝑄1
3
𝑚˙ = 0. 00099652
𝑔 𝑚𝑚 𝑔
3 × 113729. 5 𝑠
= 113. 3337 𝑠
𝑚𝑚
4. Tinggi Teoritis
2 4
𝑚˙ 1
ℎ𝑥 = ℎ1 + 2 2 ⎢1 −
⎡
2.ρ .𝑔.𝐴1 ⎢
⎣
( )
𝐷1
𝐷𝑥
⎤
⎥
⎥
⎦
ℎ1 = 227 𝑚𝑚
4
ℎ2 = 227 +
113.3337
2
⎡
2 ⎢1 −
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
( )
26 ⎤
16 ⎥
⎦
= 213. 0169 𝑚𝑚
26 4⎤
ℎ3 = 227 +
113.3337
2
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
⎡
2 ⎢1 − ( )
26 ⎥
⎦
= 227 𝑚𝑚
26 4⎤
ℎ4 = 227 +
113.3337
2
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
⎡
2 ⎢1 − ( )
51 ⎥
⎦
= 229. 1829 𝑚𝑚
26 4⎤
ℎ5 = 227 +
113.3337
2
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
⎡
2 ⎢1 − ( )
51 ⎥
⎦
= 229. 1829 𝑚𝑚
26 4⎤
ℎ6 = 227 +
113.3337
2
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
⎡
2 ⎢1 − ( )
20 ⎥
⎦
= 222. 655 𝑚𝑚
4
ℎ7 = 227 +
113.3337
2 2 ⎢
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
( )
⎡1 − 26 ⎤ = 229. 183 𝑚𝑚
51 ⎥
⎦
26 4⎤
ℎ8 = 227 +
113.3337
2
2.(0.00099652) .9800.(530.929) ⎣
⎡
2 ⎢1 − 51 ⎥( )
⎦
− 20𝑚𝑚 = 209. 183 𝑚𝑚
20 mm merupakan beda ketinggian dari posisi ke 7 dan 8
5. Persen perbandingan error antara h teoritis dengan h eksperimen
|ℎ𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠−ℎ𝑒𝑥𝑝|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = ℎ𝑒𝑥𝑝
𝑥100%
|227 −227|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ1 = 227
𝑥100% = 0%
|213.0169−209|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ2 = 209
𝑥100% = 1. 9219%
|227−224|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ3 = 224
𝑥100% = 1. 3393%
|229.1829 −224|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ4 = 224
𝑥100% = 2. 3138%
|229.1829 −225|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ5 = 225
𝑥100% = 1. 8590%
|222.655−207|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ6 = 207
𝑥100% = 7. 5626%
|229.183−210|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ7 = 210
𝑥100% = 9. 1347%
|209.183 −207|
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ℎ8 = 207
𝑥100% = 1. 0545%
6. Velocity
𝑄
𝑣= 𝐴
113729.5 113729.5
𝑣1 = 530.929
= 214. 2084 𝑣5 = 2042.82
= 55. 6728
113729.5 113729.5
𝑣2 = 201.062
= 565. 6442 𝑣6 = 314.159
= 362. 0123
113729.5 113729.5
𝑣3 = 530.929
= 214. 2084 𝑣7 = 2042.82
= 55. 6728
113729.5 113729.5
𝑣4 = 2042.82
= 55. 6728 𝑣8 = 2042.82
= 55. 6728
7. Reynold Number
𝑣.𝑑.ρ
𝑁𝑟𝑒 = µ
214.2084 𝑥 26 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒1 = 0.0007679
= 7220. 953
565.6442 𝑥 16 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒2 = 0.0007679
= 11734. 05
214.2084 𝑥 26 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒3 = 0.0007679
= 7220. 953
55.6728 𝑥 51 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒4 = 0.0007679
= 3681. 27
55.6728 𝑥 51 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒5 = 0.0007679
= 3681. 27
362.0123 𝑥 20 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒6 = 0.0007679
= 9387. 239
55.6728 𝑥 51 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒7 = 0.0007679
= 3681. 27
55.6728 𝑥 51 𝑥 0.00099652
𝑁𝑟𝑒8 = 0.0007679
= 3681. 27
8. Venturimeter Koefisien
2𝑔 (ℎ1−ℎ2)
𝑄 = 𝐶𝑣 𝐴2 2
1− ( ) 𝐴2
𝐴1
𝐶𝑣 =
𝑄
1− ( )
𝐴2
𝐴1
𝐴2 2𝑔 (ℎ1−ℎ2)
201.062 2
𝐶𝑣 =
113729.5 1− ( 530.929 ) = 0. 8814
201.062 2(9800) (227−209)
2𝑔 (ℎ5−ℎ6)
𝑄 = 𝐶𝑜 𝐴𝑜 2
1− ( ) 𝐴𝑜
𝐴5
𝐶𝑜 =
𝑄
1− ( )𝐴6
𝐴5
𝐴6 2𝑔 (ℎ5−ℎ6)
314.159 2
𝐶𝑜 =
113729.5 (
1− 2042.82 ) = 0. 6022
314.159 2(9800)(225−207)
𝐶𝑜 0.6022
𝐶= = = 0, 6095
2 314.159 2
1−( )𝐴6
𝐴5
1− ( 2042.82 )