Anda di halaman 1dari 14

ETIKA PENGENDALIAN POLUSI

Selama berabad-abad, lembaga bisnis diperbnolehkan mengabaikan akibat-akibat


kegiatan mereka terhadap lingkungan alam, satun pemanjaan yang muncul karena beberapa
sebab. Pertama, para pelaku bisnis menganggap udara dan air adalah barang gratis atau
dengan kata lain, tidak ada yang memiliki dan masing-masing perusahaan bias
menggunakannya tanpa perlu mengeluarkan biaya. Selama bertahun-tahun, misalnya pabrik
DuPont di West Virginia membuang 10.000 ton limbah kimia setiap bulan ke Teluk Meksiko
sampai dipaksa berhenti. Perairan teluk tersebut memberikan lokasi pembuangan gratis, dan
DuPont tidak perlu membayar ganti rugi atas kerusakan-kerusakan yang ditimbulkannya.
Karena sumber daya semacam ini tidak punya pemilik, maka juga tidak ada perlindungan
hokum seperti halnya yang dilakukan oleh seorang pemilik dan lembaga bisnis yang
mengabaikan akibat-akibat yang mereka timbulkan pada sumber daya tersebut. Kedua, bisnis
melihat lingkungan sebagai barang tak terbatas. Dengan kata lain, “dayatampung” air dan
udara sangat besar, dan sumbangan polusi dari masing-masing perusahaan pada sumber daya
ini relative kecil dan tidak signifikan. Sebagai contoh, jumlah bahan kimia yang dibuang
DuPont ke Teluk Meksiko mungkin relative kecil bila dibandingkan dengan ukuran teluk,
dan pengaruh-pengaruhnya dianggap tidak berarti. Apabila akibat-akibat dari aktivitasnya
dianggap dapat diabaikan, sebuah perusahaan akan cenderung mengabaikannya. Namun
demikian, apabila semua perusahaan berpikir seperti itu, maka pengaruh-pengaruh yang tidak
berarti dari masing-masing perusahaan akan menjadi sangat berarti dan fatal. “Daya muat” air
dan udara sengan sangat cepat akan penuh, dan barang-barang gratis dan tak terbatas ini akan
hancur dengan cepat.

Tentu saja, maslah-maslah polusi tidak hanya bersumber dari aktivitas bisnis. Polusi
juga muncul dari penggunaan produk oleh konsumen dan produk sampah manusia. Satu
sumber utama polusi udara, misalnya, adalah penggunaan kendaraan bermotor, dan sumber
utama polusi air adalah kotoran. Kita memang benar-benar makhluk pencemar. Karena setiap
manusia adalah makhluk pencemar, maka masalah pencemaran dan polusi juga meningkat
seiring meningkatnya jumlah populasi. Populasi dunia naik dari 1 miliar pada tahun 1850
menjadi 2 miliar pada tahun 1930, dan 5,7 miliar tahun 1995, dan menjelang tahun 2040
diperkirakan naik menjadi 10 sampai 12 miliar. Ledakan penduduk ini telah memberikan
tambahan polusiyang sangat berat bagi sumber daya air dan udara. Terlebih lagi, beban ini
diperburuk dengan kecendrungan terkonsentrasinya populasi di wilayahperkotaan. Di seluruh
dunia, wilayah-wilayah perkotaan tumbuh dengan pesat, dan tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi akibat urbanisasi telah menciptakan beragam beban polusi pada sumber daya air
dan udara.

Masalah polusi berasal dari beragam sumber, dan penanganannya memerlukan pemecahan
yang juga beragam.

Masalah-masalah etis yan muncul akibat polusi dari usaha komersial dan industry

ETIKA EKOLOGI

Masalah polusi dan masalah lingkungan secara umum dilihat oleh sejumlah peneliti sebagai
maslah yang paling baik dilihat dalam kaitannya dengan tugas kita untuk mengenali dan
mempertahankan system-sistem ekologi tempat kita berada. Sebuah system ekologi adalah
rangakaian organism dan lingkungan yang saling terkait dan saling bergantung, seperti danau
dimana ikan bergantung pada organisme air kecil dan organism-organisme ini bergantung
pada tanaman air yang mati dan kotoran ikan. Karena ada banyak system ekologi yang saling
terkait, maka aktivitas dari salah satu bagiannya akan berpengaruh pada bagian lain. Usaha
bisnis (dan juga lembaga-lembaga social) merupakan bagian dari system ekologi yang lebih
beasar, “pesawat ruang angkasa” bumi. Usaha bisnis bergantung pada lingkungan alam dalam
memperoleh energy, sumber daya material, dan pembuangan limbah, dan sebaliknya, alam
dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas bisnis dari perusahaan. Sebagai contoh, aktivitas pabrik-
pabrik pembuat topi dari kulit berang-berang di Eropa pada abad ke-18, telah menghancurkan
populasi berang-berang Amerika, yang selanjutnya mengarah pada keringnya sejumlah besar
daerah rawa yang dihasilkan dari bendungan berang-berang. Kecuali jika para pelaku bisnis
menghargai keterkaitan dan kesalingketergantungan system-sistem ekologi tempat meraka
melakukan aktivitas dan kecuali jika mereka memastikan bahwa aktivitas mereka tidak
mengakibatkan kerusakan serius pada system, maka kita tidak bias berharap mampu
menangani masalah polusi.

Fakta bahwa kita hanya merupakan satu bagian sari sebuah system ekologi yan lebih besar
telah mendorong sejumlah penulis untuk menegaskan bahwa kita perlu menghargai
kewajiban moral untuk melindungi tyidak hanya kesejahteraan umat manusia, namun juga
biagn-bagian system lain yang bukan manusia. Penegasan atas apa yang kadang disebut etika
ekologi atau ekologi dalam tidak didasarkan pada gagasan bahwa lingkungan perlu dilindungi
demi kepentingan manusia. Tetapi, etika ekologi didasarkan pada gagasan bahwa bagian-
bagian lingkungan yang bukan manusia perlu dijaga demi bagian-bagian itu sendiri, tidak
masalah apakah itu menguntungkan manusuia atau tidak. Beberapa pendukung pendekatan
ini merumuskan pandangan mereka dalam sebuah program dengan pernyataan-pernyataan
sebagai berikut

Etika ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa kesejahteraan dari bagian-bagian
non-manusia di bumi ini secara intrinsic memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena adanya
nilai intrinsic ini, kita manusia memiliki tugas untuk menghargai dan mempertahankannya.
Klaim-klaim etika ini memiliki sejumlah implikasi penting bagi aktivitas bisnis yang
berpengaruh pada lingkungan. Pada bulan Juni 1990, misalnya para pencinta lingkungan
berhasil mengajukan petisi ke U.S. Fish and Wildlife Service untuk melarang industry kayu
memotong pohon-pohon tua di California Utara untuk menyelamatkan habitat burung hantu
berbintik, spesies yang terancam punah. Gerakan ini diperkirakan mengakibatkan kerugian
indistri kayu jutaan dollar, mengakibatkan industry tersebut merumahkan 36.000 pegawai dan
menaikkan harga barang-barang konsumen dari produk-produk kayu seperti furniture dan alat
music.

Ada berbagai macam etika ekologi, sebagian lebih radikal dan berjangkauan luas
dibandingkan yang lainnya. Mungkin versi paling popular adalah yang mengklaim bahwa
selain bagi manusia, binatang memiliki nilai intrinsic dan layak kita hargai dan kita lindungi.
Sejumlah pengikut aliran utilitarian mengklaim, misalnya bahwa rasa sakit adalah buruk baik
itu pada manusia atau pada anggota spesies binatang lain. Rasa sakit yang dialami binatang
haruslah dianggap setara dengan rasa sakit manusia, dan adalah satu bentuk prasangka sepsis,
bila kita berpikir bahwa tugas untuk tidak merugikan spesies lain tidak sebanding dengan
tugas kita untuk tidak merugikan spesies kita sendiri.

Sejumlah non utilitarian menyatakan kesimpulan serupa, namun dengan jalur yang berbeda.
Mereka mengklaim bahwa kehidupan setiap binatang memiliki nilai, terpisah dari
kepentingan-kepentingan manusia. Karena adanya nilai intrinsic ini , setiap binatang
memiliki hak-hak moral tertentu, salah satunya adalah diperlakukan dengan hormat. Manusia
berkewajiban untuk menghormati hak tersebut, meskipun dalam kasus-kasus tertentu hak
manusia lebih diutamakan dibandingkanhak binatang.

Argumen utilitarian dan argumen yang didasarkan pada hak, dalam menegaskan kewajiban
manusia terhadap binatang mengimplikasikan adalah salah satu jika kita membiakkan
binatang, untuk makanan, dalam kondisi yang penuh sesak dan menyakitkan seperti yang saat
ini biasa dilakukan oleh usaha-usaha bisnis dalam membiakkan sapi, babi dan ayam.
Argumen-argumen tersebut juga mengimplikasikan bahwa adalah salah jika kita
menggunakan binatang dalam prosedur pengujian yang menyakitkan seperti yang
dilaksanakan sejumlah usaha bisnis saat ini (misalnya untuk menguji kadar racun kosmetika).

Versi-verrsi yang lebih luas dari etika ekologi mencangkup tugas-tugas kita tidak hanya pada
binatang, tapi juga tumbuhan. Dan sejumlah pakar etika mengklaim bahwa adalah hal yang
sewenang-wenang dan hedonistic apabila kita hanya membatasi tugas kita pada makhluk-
makhluk yang bias merasa sakit. Sebaliknya, mereka menyatakan bahwa kita perlu
mengakuia bahwa semua makhluk hidup, termasuk tumbuhan memiliki “kepentingan untuk
tetap hidup” dan bahwa pada akhirnya mereka berhak mendapatkan pertimbangan moral
sdemi mereka sendiri”. Penulis lain mengklaim bahwa tidak hanya makhluk hidup, tapi
bahkan spesies alam-seperti danau, sungai, gunung dan bahkan seluruh komunitas biotik
punya hak agar “integritas, stabilitas dan keindahannya” tetap dijaga. Jika benar, pandangan-
pandangan itu akan memiliki berbagai implikasi penting bagi usaha bisnis pertambangan dan
penebangan kayu.

Sebagian versi etika ekologi beralih dari berbicara tentang tugas dan kewajiban, dan
mengusulkan sebuah pendekatan terhadap alam yang lebih terkit dengan masalah kebaikan
dan karakter. Satu versi awal dari pendekatan ini diusulkan oleh Albert Schweitzer, yang
menulis bahwa ketika berpergian melalui sungai di Afrika, “tepat pada saat matahari
tenggelam, ketika kami melewati kawanan kudanil terlintas di pikiran saya, yang tidak saya
duga sebelumnya, kalimat “Penghormatan kepada kehidupan”. Seperti yang dijelaskannya
kemudian, menjadi seseorang yang menghormati kehidupan berarti melihat kehidupan itu
sendiri, dalam segala bentuknya, sebagai sesuatu yang bernilai, nilai yang menginspirasikan
ketidaksediaan untuk merusak dan keinginan untuk menjaga.

Pakar filsafat Paul Taylor menegaskan pendekatan serupa dengan menuliskan bahwa “sifat
karakter secara moral adalah baik ketika mengekspresikan atau mewujudkan sikap moral
dasar, yang saya sebut sebagai penghargaan terhadap alam”. Penghargaan terhadap alam
menurut Taylor didasarkan pada factor bahwa masing-masing makhluk hidup berusaha
mencari yang baik bagi dirinya dan demikian pula sebuah”pusat teleology kehidupan”. Pusat
teleology kehidupan berarti fungsi internal serta aktivitas eksternalnya berorientasi pada
tujuan, memiliki kecendrungan konstan untuk mempertahankan eksistensinya, dan
memungkinkannya melaksanakan proses-proses biologis untuk bereproduksi dan terus
beradaptasi dengan perubahan kondisi dan lingkungan.
Sifat makhluk hidup yang berorientasi pada tujuan, kata Taylor, mengimplikasikan bahwa
makhluk hidup memiliki “kebaikannya sendiri” yang perlu dihargai. Penghargaan seperti itu
merupakan satu-satunya sikap yang konsisten dengan pandangan biosentris yang menyadari
bahwa kita adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi, bahwa makhluk hidup
memiliki kebaikannya sendiri, dan bahwa kita pada dasarnya tidak lebih unggul dibandingkan
makhluk hidup lain dalam system tersebut.

Namun demikian usaha-usaha untuk memperluas hak-hak moral terhadap makhluk non-
manusia ataupun klaim bahwa sikap menghormati atau menghargai alam secara moral
merupakan kewajiban, samapai saat ini masih sangat kontroversial dan sebagian penulis
menganggapnya luar biasa. Cukup sulit, misalnya untuk mengetahui mengapa fakta bahwa
sesuatu yang hidup mengimplikasikan bahwa sesuatu itu harus tetap hidup dan bahwa kita
berkewajiban menjaganya agar tetap hidup ataupun menunjukkan sikap menghargai atau
menghormatinya. Juga sulit dipahami mengapa fakta bahwa keberadaan sungai dan gunung
mengimplikasikan bahwa objek-objek tersebut harus ada dan bahwa kita harus menjaganya
agar tetap ada dan menghormatinya. Fakta tidak mengimplikasikan nilai dalam cara yang
mudah seperti ini. Juga masih kontroversial apakah kita bias mengklaim bahwa binatang
memiliki hak atau nilai intrinsic. Untuk tujuan tersebut, kita hanya perlu memelajari
pendekatan-pendekatan yang lebih tradisional untuk menghadapi masalah-masalah
lingkungan. Yang satu didasarkan pada hak-hak manusia, dan yang lain didasarkan pada
pertimbangan utilitarian.

HAK LINGKUNGAN DAN PEMBATASAN MUTLAK

William T. Blackstone menyatakan bahwa kepemilikan ats lingkungan yang nyaman tidak
hanya sangat diinginkan, namun merupakan hak bagi setiap manusia. Dengan kata lain
lingkungan yang nyaman bukanlah sesuatu yang kita semua ingin miliki, tetapi sesuatu yang
dimana yang lain berkewajiban untuk memungkinkan kita untuk memilkinya. Karena kita
punya hak untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman, dan hak kita mengimplikasikan
bahwa orang lain memiliki kewajiban korelatif untuk tidak mengganggu kita untuk
menggunakan hak tersebut. Lebih jauh lagi, ini adalah hak yang perlu dimasukkan ke dalam
system hukum kita.

Manusia memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman karena sesorang
memiliki hak moral atas suatu objek bila kepemilikan atas objek tersebut sifatnya penting
karena memungkinkan kita untuk bias menjalani kehidupan sebagaimana layaknya manusia.
Pada saat ini, terlihat bahwa lingkungan yang nyaman adalah penting bagi pemenuhan
kapasitas-kapasitas kita sebagai manusia. Dengan demikian, manusia mempunyi hak moral
untuk memperoleh lingkungan yang layak dan harus menjadi hak hukum yang sah.

Dalam konteks yang lebih luas, konsep lain yang mirip dengan konsep hak lingkungan
Blackstone disebutkan dalam undang-undang federal, yang menyatakan bahwa salah satu
tujuannya adalah untuk menjamin lingkungan yang aman, sehat, produktif dan secara estetis
dan kultural menyenangkan. Undang-undnag selanjutnya berusaha mewujudkan tujuan
tersebut. Water Pollution Control Act (1972) pada tahun 1977 mewajibkan perusahaan untuk
menggunakan “teknologi praktis terbaik” untuk mengatasi polusi misalnya Clean Water Act
pada tahun 1984 mewajibkan perusahaan untuk membersihkan semua limbah beracun dan
limbah non-konvesional dengan menggunakan teknologi terbaik yang ada misalnya teknologi
yang dipaki oleh perusahaan yang paling sedikit menghasilkan polusi. Peraturan-peraturan
pemerintah federal ini tidak didasarkan pada analisis biaya-keuntungan utilitarian atau
dengan kata lain, peraturan tersebut tidak mengatakan bahwa perusahaan harus mengurangi
polusi sejauh keuntungannya lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkn, tetapi sebaliknya hanya
menerapkan pembatasan mutlak atas polusi, berapa pun biaya yang dikeluarkan. Pembatasan
mutlak semacam ini paling baik bila dilihat dengan mengacu pada hak-hak manusia.

Namun demikian, masalah utama dari pandangan Blackstone adalah pandangan ini gagal
memberikan petunjuk tentang sejumlah piihan yang cukup berat mengenai lingkungan seperti
halnya seberapa besar pengendelain polusi yang benar-benar diperlukan, apakah kita harus
memberlakukan larangan mutlak atas polusi dan lain sebagainya karena Teori Blackstone
tidak memberikan cara guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut karena ia hanya
menyuarakan pelarangan mutlak atas polusi. Hal lain yang dipengaruhi oleh penanganan
polusi adalah penutupan terhadap perusahan dan hilangnya lapangan kerja. Banyak, atau
mungkin sebagian besar pegawai yang terkena pemutusan hubungan kerja memperoleh
pekerjaan lain, dan banyak pekerjaan baru yang diciptakan oleh perusahaan-perusahaan yang
mendesain, memproduksi dan mengembangkan peralatan-peralatan pengendalian polusi.
Akan tetapi, peraturan lingkungan jelas memberikan tingkat biaya minimal kepada para
pegawai yang setidaknya harus berganti pekerjaan karena adanya PHK yang berkaitan
dengan peraturan lingkungan.

Karena adanya hambatan-hambatan yang muncul dari pelarangan mutlak, pihak pemerintah
federal pada awal tahun 1980-an mulai beralih pada metode-metode pengendalian polusi
yang berusaha menyeimbangkan biaya dan keuntungan dari pengendalian polusi dan tidak
menerapkan pelarangan mutlak. Seperti halnya batas waktu untuk memenuhi standar-standar
Clean Air Act diperpanjang sehingga biayanya bias ditangani secara lebih tepat. Perusahaan
diizinkan untuk menambah pengeluaran bahan pencemar yang cukup mahal biaya
penanganannya apabila mereka bersedia mengurangi jumlah bahan pencemar yang lebih
murah penangannannya. Peraturan-peraturan baru itu tidak didasarkan pada gagasan bahwa
manusia memliki ha katas lingkungan yang sifatnya mutlak, namun didasarkan pada
pendekatan utilitarian terhadap lingkungan.

UTILITARIANISME DAN PENGENDALIAN PARSIAL

Utilitarianisme memberikan suatu cara guna menjawab pertanyaan yang tidak bias dijawab
oleh teori hak-hak lingkungan Blackstone. Pendekatan yang secara fundamental bersifat
utilitarian terhadap masalah lingkungan adalah dengan melihat masalah-masalah tersebut
sebagai cacat pasar. Jika suatu industry mencemari lingkungan, harga pasar dari komoditas-
komoditasnya tidak lagi mencerminkan biaya sesungguhnya dalam proses produksi
komoditas tersebut; hasilnya adalah kesalahan alokasi sumber daya, peningkatan jumlah
limbah dan distribusi komoditas yang tidak memadai. Konsekuensinya, seluruh masayarakat
dirugikan saat kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan menurun. Jadi, pendekatan
utilitarian menyatakan bahwa seseorang perlu berusaha menghindari polusi karena dia juga
tidak ingin merugikan kesejahteraan masyarakat. Bagian berikutnya menjelaskan argumen
utilitarian secara lebih detail dan menjelaskan sebuah pendekatan yang lebih berbeda yang
bias diberikan dari analisis keuntungan utilitarian.

BIAYA PRIBADI DAN BIAYA SOSIAL

Para pakar ekonomi sering membedakan antara pa yang diperlukan oleh perusahaan untuk
membuat sebuah produk dan apa yang diberikan masyarakat terhadap perusahaan yang
memproduksinya. Kita misalkan sebuah perusahaan listrik mengonsumsi bahan bakar, tenaga
kerja dan peralatan tertentu untuk menghasilkan satu kilowatt listrik. Biaya dari sumber daya
ini adalah biaya pribadi atau harga yang harus mereka bayar untuk memproduksi satu
kilowatt listrik. Akan tetapi untuk memproduksi satu kilowatt listrik juga melibatkan biaya-
biaya eksternal dimana perusahaan tidak membayarnya. Saat membakar bahan bakar
misalnya, perusahaan mungkin menghasilkan asap dan jelaga yang selanjutnya menempel di
rumah-rumah sekitarnya, dan para pemilik rumah menanggung biaya pembersihan dan
mungkin juga biaya berobat yang diakibatkan oleh asap. Jadi, dari sudut pandang masyarakat
keseluruhan, biaya untuk memproduksi satu kilowatt listrik tidak hanya mencangkup biaya-
biaya internal seperti bahan bakar, tenaga kerja dan peralatan, namun juga mencangkup
biaya-biaya eksternal untuk pembersihan dan perawatan kesehatan yang harus dibayar oleh
orang-orang yang berada di sekitar pabrik. Jumlah biaya total ( biaya internal ditambah biaya
eksternal ) adalah yang disebbut biaya social untuk memproduksi satu kilowatt listrik.

Ketika suatu perusahaan mencemari lingkungan dalam cara apapun juga, maka biaya pribadi
selalu lebih kecil dibandingkan biaya social totalnya. Baik itu pencemaran yang sifatnya local
dan langsung seperti contoh tersebut ataupun encemaran yang bersifat global dan berjangka
panjang seperti pengaruh panas akibat banyaknya kandungan karbon dioksida dalam
atmosfer, polusi selalu melibatkan adanya biaya eksternal atau dengan kata lain biaya yang
tidak perlu dibayar oleh pihak yang memproduksi polusi tersebut. Dan polusi merupakan
salah satu masalah dasar dalam perbedaan antara biaya pribadi dan biaya social. Karena saat
biaya pribadi untuk menghasilkan produk berbeda dari biaya social yang terkait dengan
proses produksinya, maka pasar tidak lagi memberikan harga yang tepat atas komoditas yang
dihasilkan. Konsekuensinya, pasar tidak lagi mampu mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya secara efisien. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat menurun.

KURVA HAL 278

Misalkan kurva persediaan mencerminkan biaya pribadi yang harus dibayar produsen untuk
menghasilkan satu kilowatt listrik. Harga pasar dengan demikian akan berada pada titik
keseimbangan E, dimana kurva persediaan yang didasarkan pada biaya pribadi melewati
kurva permintaan dan kurva berpotongan pada harga pasar 3,5 sen dan pada output 600 kwh.
Misalkan selain biaya pribadi dalam proses produksi juga memberikan biaya eksternal pada
lingkungan sekitarnya dalam bentuk polusi. Jika biaya-biaya eksternal tersebut ditambahkan
pada biaya pribadi maka kita akan memperoleh kurva persediaan yang baru yakni S ’, yang
memperhitungkan semua biaya dalam proses produksi satu kilowatt listrik. Jika semua biaya
diperhitungkan maka harga pasar untuk komoditas ini 4,5 sen menjadi lebih tinggi dan
outputnya 350 kwh, menjadi lebih rendah dibandingkan dengan hanya menghitung biaya
pribadi saja. Jadi, bila kita hanya menghitung biaya pribadi, komoditas llistrik dihargai lebih
rendah dan produknya sangat tinggi. Hal ini selanjutnya berarti pasar listrik tidak lagi
mengalokasikan sumber daya dan mendistribusikan komoditas sedemikian rupa sehingga
mampu memaksimalkan utilitasnya. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan disini
yakni :
1. Alokasi sumber daya di pasar-pasar yang tidak memperhitungkan semua biaya adalah
tidak optimal, karena apabila produksi tidak memperhitungkan semua biaya maka
komoditas akan diproduksi secara berlebihan dibandingkan dengan permintaan
masyarakat, sehingga sumber daya yang digunakan untuk kelebihan atas komoditas in
iadlah sumber daya yang sebenarnya bias digunakan untuk menghasilkan komoditas
lain yang permintaannya lebih tinggi. Jadi alokasi sumber daya menjadi salah.
2. Apabila biaya eksternal tidak dihitung oleh produsen maka, mereka cenderung
mengabaikannya dan tidak berusaha meminimalkannya. Karena tidak adanya
kewajiban membayar biaya eksternal maka perusahaan juga tidak tertarik untuk
menggunakan teknologi yang mungkin bias menghapus biaya eksternal tersebut dan
perusahaan juga menjadi tidak berusaha untuk menemukan atau menggunakan
teknologi yang mungkin bias memproduksi komoditas yang tanpa membebankan
biaya eksternal.
3. Membebankan biaya eksternal pada pihak ketiga saat proses produksi komoditas,
menyebabkan barang tidak lagi didistribusikan secara efisien kepada konsumen.
Biaya eksternal memberikan diferensial harga yang efektif pada pasar karena semua
orang tidak membayar pada harga yang sama. Seperti halnya orang-orang yang
tinggal di dekat perusahaan listrik yang tidak hanya membayar harga yang ditetapkan
perusahaan atas komoditas yang diproduksinya melainkan juga mengeluarkan biaya
yang diakibatkan oleh polusi yang dihasilkan perusahaan. Karena mereka harus
membiayai biaya eksternal tersebut tentu saja dana mereka untuk komoditas pasar
lainnya menjadi berkurang.

Jadi, polusi membebankan biaya eksternal dan hal berarati biaya produksi(biaya
pribadi/internal) lebih kecil dibandingkan biaya social yang berdampak pada penurunan
utilitas social. Jadi polusi lingkungan merupakan suatu pelanggaran atas prinsip-prinsip
utilitarian yang merupakan dasar system pasar.

PENYELESAIAN : TUGAS-TUGAS PERUSAHAAN

Penyelesaian utnuk masalah biaya-biaya eksternal, menurut argument utilitarian adalah


dengan memasukkan biaya polusi atau pencemaran ke dalam perhitungan atau dengan kata
lain biaya-biaya ini ditanggung oleh produsen dan diperhitungkan untuk menentukan harga
komoditas mereka. Dengan cara tersebut, harga barang-barnag bias ditetapkan secara akurat,
kekuatan-kekuatan pasar akan memberikan insentif yang mendorong produsen untuk
meminimalkan biaya eksternal, dan sebagai konsumen tidak lagi harus membayar lebih besar
dibandingkan konsumen lain untuk membeli komoditas yang sama. Ada berbagai cara untuk
menginternalisasi biaya eksternal dari polusi. Salah satunya adalah dengan meminta pihak
yang menyebabkan polusi untuk membayar ganti rugi secara sukarela maupun secara gukum
pada pihak-pihak yang dirugikan. Saat Union Oil melakukan penggalian kanal Santa Barbara
di pantai California dan mmengakibatkan minyak tumpah, biaya total yang diakibatkan
peritiwa ini pada penduduk local, Negara dan lembaga federal diperkirakan sekitar
$16,400,000. Pihak Unioin Oil membayar sekitar $10,400,000 atas biaya-biaya tersebut
secara sukarela membayar semua biaya pembersihan dan penanganan atas tumpahan minyak,
dan sekitar $6,300,000 atas kerugian yang diderita pihak ketiga setelah melalui proses
pengadilan. Jadi biaya akibat insiden minyak tumpah ini diinternalisasikan, sebagian melalui
tindakan sukarela sebagian melalui tindakan hukum. Apabila perusahaan yang menyebabkan
polusi membayar biaya yang ditanggung pihak yang dirugikan, seperti yang dilakukan Union
Oil, hal ini akan mendorong perusahaan tersebut memperhitungkan biaya-biaya itu saat ia
menetapkan harga produknya. Mekanisme pasar selanjutnya akan mendorong perusahaan
untuk mencari cara-cara guna mengurangi polusi dengan tujuan untuk mengurangi biaya.
Semenjak insiden di Santa Barbara, Union Oil dan perusahaan minyak lainnya melakukan
investasi dalam jumlah besar untuk mengembangkan metode-metode guna menekan akibat
polusi dari minyak yang tumpah. Namun demikian, satu persoalan dalam proses internalisasi
biaya semacam ini adalah apabila ada beberapa pihak yang menjadi sumber polusi, maka
tidak selali jelas siapa yang dirugikan oleh siapa.

Penyelesaian kedua adalah dengan mewajibkan perusahaan yang menjadi sumber polusi
untuk menghentikan polusi dengan memasang alat-alat pengendali polusi, Dengan cara ini
biaya eksternal dari polusi lingkungan berarti diubah menjadi biaya internal perusahaan untuk
emasang peralatan pengendali polusi. Apabila semua biaya diinternalisasikan dengan cara
seperti itu, mekanisme pasar sekali lagi akan memberikan insentif-insentif penekan biaya dan
menjamin bahwa harga yang ditetapkan mencerminkan biaya yang sesungguhnya dari proses
produksi komoditas. Sebagai tambahan, pemasangan pengendali polusi juga berperan untuk
menekan pengaruh-pengaruh polusi secara global dan jangka panjang.

KEADILAN

Cara utilitarian menangani polusi (dengan menginternalisasikan biaya) tampak konsisten


dengan persyaratan keadilan distributive sejauh keadilan distributive tersebut mendukung
kesamaan hak. Jika sebuah perusahaan melakukan pencemaran maka para pemegang saham
mendapat keuntungan karena perusahaan tidak perlu membayar biaya eksternal polusi dan
juga memberi keuntungan bagi para konsumen yang membeli produk mereka karena biaya
eksternal tidak dibebankan pada biaya produksinya. Dengan demikian pihak-pihak yang
mendapatkan keuntungan dari polusi kemungkinan besar adalah orang-orang yang mampu
membeli saham dan produk perusahaan. Namun demikian, biaya-biaya eksternal saat ini
ditanggung oleh kaum miskin mengingat nilai property di lingkungan yang berpolusi rendah
dan cenderung akan dihuni oleh orang-orang miskin dan ditinggalkan kaum kaya. Jadi polusi
mengakibatkan menjauhnya keuntungan dari kaum miskin dan menuju orang-orang kaya
sehingga menambah ketidakadilan. Sejumlah hasil penelitian mendukung klaim bahwa
tingkat polusi cenderung berkolerasi dengan ras, sehingga semakin tinggi proporsi kaum
minoritas yang tinggal di suatu wilayah, semakin besar pula kemungkinan wilayah tersebut
terkena polusi. Dalam artian bahwa polusi berkorelasi dengan penghasilan dan ras, maka
populasi juga melaggar keadilan distributif. Internalisasi atas biaya polusi, seperti dari kaum
minoritas dankaum miskin ke tangan orang-orang kaya : para pemegang saham dan
konsumen perusahaan. Jadi secara keseluruhan klaim utilitarian bahwa biaya eksternal polusi
harus diinternallisasikan adalah sejalan dengan persyaratan keadilan ditributif. Internalisasi
biaya eksternal juga terlihat konsisten dengan persyaratan keadilan retributive yang
menyatakan bahwa pihak-pihak yang bertanggung jawab dan memperoleh keuntungan dari
sesuatu yang merugikan wajib menanggung semua beban untuk memperbaikinya dan
keadilan kompensatif menyatakan bahwa pihak-pihak yang dirugikan berhak memperoleh
kompensasi dari pihak-pihak yang mengakibatkan kerugian tersebut.

BIAYA DAN KEUNTUNGAN

Ada kemungkina suatu perusahaan melakukan investasi terlalu besar untuk peralatan
pengendalian polusi. Perlu diperhatikan bahwa biaya pengendalian produksi berbanding
terbalik dengan keuntungan dari penggunaan alat pengendalian produksi. Misalnya sebuah
wilayah air terkena pencemaran berat, mungkin cukup mudah dan murah untuk menyaring
sejumlah bahan pencemar tertentu. Namun, untuk menyaring sedikit lebih banyak bahan
pencemar lain dibutuhkan penyaring yang lebih baik dan lebih mahal. Biaya akan terus naik
seiring dengan tingkat kemurnian yang diinginkan. Hal ini dapat digambarkan dalam kurva,
yakni biaya pembersihan pencemarandan keuntungan usaha pembersihan hasilnya adalah dua
kurva yang saling berpotongan. Titik ini merupakan pertemuan antara biaya pengendalian
polusi dan nilai keuntungannya. Jika perusahaan menginvestasikan sumber daya tambahan
untuk menangani polusi, maka nilai utilitas masyarakat akan turun. Di luar titik ini
perusahaan diwajibkan membayar ganti rugi baik secara langsung maupun tidak langsung
(misalnya melalui pajak atau bentuk investasi social lain) kepada masyarakat atas kerugian
pencemaran lingkungan.

Agar perusahaan bisa melakukan analisis biaya-keuntungan semacam itu para peneliti telah
mengembangkan serangkaian metode teoritis serta teknik-teknik menghitung biaya dan
keuntungan untuk menangani polusi. Thoman Klein memberikan ringkasan prosedur analisis
biaya-keuntungan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi biaya dan keuntungan dari usulan program dan juga orang-orang
atau sector yang mengusulkan atau menerimanya, lalu dicatat bukti transfernya.
2. Mengevaluasi biaya dan keuntungan dalam kaitannya dengan nilainya terhadap pihak
yang memberi dan menerima. Tolok ukurnya adalah nilai dari masing-masing unit
marjinal terhadap pihak yang meminta atau memberikan seperti ditunjukkan dalam
harga kompetitif. Penambahann yang berguna termasuk :
a. Memasukkan nilai waktu melalui penggunaan discount rate
b. Memperhitungkan risiko dengan pemfaktoran hasil-hasil yang mungkin terjadi
sesuai dengan tingkat probabilitas
3. Menambahkan biaya dan keuntungan untuk menentukan keuntungan social bersih
dari suatu proyek atau program.

KURVA

Namun demikian, muncul beberapa hambatan dasar dalam pendekatan utilitarian yakni
analisis biaya dan keuntungan untuk menangani polusi cukup sulit dihitung apabila sifatnya
tidak pasti seperti kerugian terhadap kesehatan manusia maupun kematian, dan adanya
hambatan-hambatan dalam melakukan audit social terkait dengan memperoleh nilai yang
akurat.

Dalam kaitannya dengan semua masalah yang muncul dari penggunaan pendekatan utilitarian
terhadap masalah polusi, ada kemungkinan bahwa pendekatan-pendekatan alternative lebih
tepat digunakan misalnya adalah pertama, memilih proyek-proyek yang tidak mengandung
resiko kerusakan fatal contohnya seperti jika ada kemungkinan bahwa polusi yang
diakibatkan oleh penggunaan teknologi tertentu yang bias menimbulkan akibat fatal yang
akan kita rasakan selamanya maka teknologi tersebut harus kita tolak dan memilih teknologi-
teknologi yang dapat kita gunakan secara permanen dan terhindar dari dampak negative yang
cukup fatal. Kedua, apabila resiko tidak dapat diprediksikan maka kita harus mengidentifikasi
pihak yang paling rentan yang harus menanggung beban paling berat apabila terjadi
kesalahan dan selanjutnya mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa mereka
dilindungi. Contohna yakni seperti generasi mendatang yang harus kita lindungi dengan
pilihan-pilihan yang kita tentukan dalam kaitannya dengan polusi.

EKOLOGI SOSIAL, EKOFEMINISME DAN KEWJIBAN UNTUK MEMELIHARA

Banyak ppemikir menyatakan bahwa krisis lingkungan yang kita hadapi berakar dalam
system-sistem hierarki dan dominasi social yang menjadi karakteristik masyarakat kita.
Pandangan ini, yang sekarang disebut ekologi social, yang menyatakan bahwa apabila pola-
pola hierarki dan dominasi tersebut belum berubah, maka kita tidak akan bias mengahadapi
krisis lingkungan. Dalam system hierarki, satu kelompok berkuasa atas kelompok lain dan
anggota kelompok yang berkuasa mendominasi anggota kelompok lain dan memanfaatkan
mereka sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Contoh-contoh system hierarki yang semacam
ini termasuk sejumlah kebiasaan social seperti rasisme, sexism serta kelas-kelas social dan
juga lembaga social seperti hak-hak property, kapitalisme, birokrasi dan mekanisme
pemerintahan. Sistem hierarki dan dominasi tersebut berjalan bersama-sama dengan tingkat
kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar kita serta dengan cara-cara ekonomi untuk
menangani lingkungan.

Sistem hierarki dan dominadi menurut Bokchin, mendorong munculnya mentalitas budaya
yang mendukung dominasi dalam segala bentuk, termasuk dominasi atas alam. Keberhasilan
menjadi diidentifiksikan dengan dominasi dan kekuasaan seperti halnya mengidentifikasikan
kemajuan dengan peningkatan kemampuan untuk mengendalikan dan mendominasi alam
beserta prosesnya. Jadi, kerusakan lingkungan yang terjadi secara luas tidak bias dihentikan
sampai masyarakat kita menjadi tidak terlalu hierarki, tidak terlalu mendominasi, dan tidak
terlalu menindas. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang menjauhkan diri dari semua
dominasi dan dimana semua kekuasaan terdesentralisasi.

Sejumlah pemikiran feminis menyatakan bahwa bentuk hierarki yang paling berkaitan
dengan kerusakan lingkungan adalah dominasi pria atsa perempuan. Ekofeminisme
digambarkan sebagai “posisi di mana terdapat beberapa hubungan penting historis,
eksperensial, simbolis, teoritis antara dominasi atau kaum perepuan dan dominasi atas alam.
Kaum feminism menyatakan bahwa akar dari krisis ekologi yang terjadi pada pola dominasi
atas alam yang berkaitan erat dengan praktik-praktik social dan lembaga-lembaga dimana
perempuan memiliki posisi lebih rendah dibandingkan kaum pria. Karena adanya perbedaan
peran dalam kemampuan bereproduksi , mengasuh anak dan seksualitas, kaum perempuan
dilihat sebagai lebih emosional, lebih dekat pada alam dan tubuh, dan lebih subjektif dan
pasif, sementara pria maskulin, lebih rasional lebih dekat pada artifak dan kehidupan pikiran,
dan lebih objektif dan aktif. Subordinasi atas apa yang feminism selanjutnya ditransfer kea
lam , yang dilihat sebagai objek yang feminism (ibu pertiwi) dimana kaum perempuan
dianggap lebih dekat. Jadi dominasi atas alam menyertai dominasi atas kaum perepuan dan
saat kaum perempuan dieksploitasi demi keuntungan kaum pria, hal yang sama juga terjadi
pada alam.

Sebagai kaum ekofeminisme menyatakan bahwa perempuan perlu berusaha memperjuangkan


budaya androgen, yang menghapuskan peran gender tradisional dan juga menghapuskan
perbedaan antara feminism dan maskulin yang membenarkan dominasi atas alam yang
sifatnya merusak. Secara khusus, sebagian menyatakan bahwa perspektif dominasi dan
hierarki maskulin yang merusak harus diganti dengan perspektif feminism yang lebih
menekankan pada caring atau memberi perhatian.

Dari perspektif etika memberi perhatian, kerusakan alam yang menyertai hierarki dominasi
kaum pria harus diganti dengan tindakan memberi perhatian dan memelihara hubungan
dengan alam dan makhluk hidup. Menurut Warren alam harus dilihat sebagai “yang lain”,
yang perlu diperhatikan dan dimana kita bias menjalin hubungan yang harus dijaga dan
dihormati. Alam tidak boleh dilihat sebagai objek yang harus didominasi, dikendalikan dan
dimanipulasi.

Anda mungkin juga menyukai