Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PULMONARY ATRESIA

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1. ASEF HIDAYAT
2. DEVI RATNA SARI
3. DEVO SUSANTO
4. FAHMI RIZALDI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (DIII)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
T. A 2019/ 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................ i
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR TEORI BELL’S PALSY
A. Definisi.................................................................................................... 1
B. Insiden..................................................................................................... 1
C. Etiologi.................................................................................................... 2
D. Faktor Resiko.......................................................................................... 3
E. Anatomi Fisiologi.................................................................................... 4
F. Patofisiologi............................................................................................ 5
G. WOC........................................................................................................ 6
H. Klasifikasi................................................................................................ 7
I. Manifestasi Klinis................................................................................... 7
J. Komplikasi.............................................................................................. 7
K. Penatalaksanaan...................................................................................... 8
L. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian............................................................................................... 11
B. Data Fokus............................................................................................... 13
C. Analisa Data............................................................................................ 14
D. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 15
E. Intervensi................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA

i
1

TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi
Menurut Nurhayati (2014), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani
yaitu ‘a’ yang berarti “tidak ada” dan trepsis yang berarti “makanan atau
nutrisi”. Dalam istilah kedokteran, “atresia” berarti suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki nama
lain yaitu “anus imperforata”.
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak
mempunyai lubang keluar. (Walley, 2014)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum. (Purwanto, 2014)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2015)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2015)
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
(abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum
yang terjadi pada masa kehamilan.

B. Insiden
Pulmonary Atresia dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu biru (sianosis)
dan tidak biru (non sianosis), yang biru umumnya kompleks. Yang termasuk
penyakit Jantung bawaan tidak biru adalah defeks septum ventrikel (DSV)
atau ventricular septal defect (VSD), defeks septum atrium (DSA) atau atrial
septal defect (ASD), duktus arteriosus paten (DAP) atau patent ductus
arteriosus (PDA) dan pulmonary stenosis (PS). Sedang yang termasuk
1
2

penyakit jantung bawaan biru adalah Tetralogy of Fallot (ToF), pulmonary


atresia, Transposition of the Great Arteria (TGA) dan sebagainya.

C. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini.
Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,
2014).
4. Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau
dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2015).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah : (Rukiyah, 2014)
a. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan
3

paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular


septal defect.
b. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
c. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
d. Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER
(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan
VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality). (Rukiyah, 2014)

D. Faktor Resiko
Pulmonary Atresia PS adalah penyempitan katup paru yang berfungsi
mengatur aliran darah rendah oksigen dari bilik kanan jantung ke paru-paru.
Dengan penyempitan ini, bilik kanan harus bekerja keras memompa darah
sehingga makin lama makin membesar (hipertrofi). PS terjadi pada 10%
kasus. Banyak penderita yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Bila
demikian, dampaknya mungkin sudah sangat merusak berupa penyakit paru,
risiko stroke tinggi dan usia harapan hidup yang rendah.

E. Anatomi Fisiologi
Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel
kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan rauang yang
terbesar. Katup jantung dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga
darah hanya dapat mengalir dalam satu arah. 4 katup tersebut yaitu :Katup tricuspid,
katup pulmonal, katupmitral dan katup aorta. 2
4

Gambar. 1 .Struktur Jantung 2

Aliran darah dalam jantung dimana darah dari tubuh masuk keatrium kanan.
Darah dalam tubuh mengandung kadar Oksigen rendah dan harus menambah
oksigen sebelum kembali ke dalam tubuh. Darah dari atrium kanan masuk ke
ventrikel kanan melalui katup t ricuspid. Darah kemudian dipompa oleh ventrikel
kanan ke paru-paru melewati katup pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri
pulmonal ke paru-paru untuk mengambil oksigen.Darah yang sudah bersih yang kaya
oksigen mengalir ke atrium kiri melalui vena pulmonalis.

F. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur
kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada
5

uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus
sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila
kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis). (Rukiyah, 2014)

G. WOC

Kelainan kogenital

 Gangguan Pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik

ATRESIA ANI

Feses Tidak Keluar Vistel Rektovaginal

Feses Menumpuk Feses Masuk Ke Uretra

Ketidakseimbangan Perubahan Defekasi:


Mikroorganisme masuk
Nutrisi
Reabsorbsi
< Kebutuhan
sisa Pengeluaran Tak
Peningkatan Tekanan
Nyeri ke saluran
Perawatan
Gang. kemih
tdak
Eliminasi adekuat
Urine
metabolisme
Tubuh Intraabdominal Terkontrol
Mual,
Keracunan
muntah Resiko
Gang. kerusakan kulit
RasaAnsietas
Nyaman Operasi Anoplast
Inkontinensia
Abnormalitas Defekasi
spingter
Iritasi Mukosa Gang.Trauma
Dysuria
Resiko
Rasa
Nyerinyaman
jaringan
Infeksi
6
7

H. Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. (Rukiyah, 2014)

I. Manifestasi Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses
keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul:
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung. (Ngastiyah, 2015)

J. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2014), komplikasi pada atresia ani antara
lain:
1. Asidosis hiperkloremik
2. Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang
a. Eversi mukosa anus
b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
e. Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g. Fistula kambuhan

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
8

1. Preventif
Menurut Nurhayati (2014), penatalaksanaan preventif yaitu: (a)
diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-
hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol
karena dapat menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan lubang dubur/anus
bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan sebagai diagnosis awal
adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita
ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat
mendesak paru-paru bayi dan organ yang lain. (Rukiyah, 2014)
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I
dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan
tinja tidak membutuhkan penanganan apapun. Sementara pada stenosis
yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan karakter uretra,
dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil. Selanjutnya orang
tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi
dikerjakan beberapa kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai
daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan
pemberian laktulose. Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik
tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian
dilanjutkan dengan dilatasi pada anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling
baik dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan
kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah sampai
tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe III, apabila jarak antara
ujung rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm,
pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti pada
masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu dilakukan
pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif
dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
9

yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, kolostomi


dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum.
Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan
adalah operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun,
anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan
sakrum menurut metode Stephen setelah bayi berumur 6-9 bulan.
Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari setelah operasi dan
selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula
dengan jari kelingking kemudian dengan jari telunjuk selama 23 bulan
setelah pembedahan definitif. Sedangkan pada penanganan tipe IV
dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian dilanjutkan dengan
operasi abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon
congenital. (Rukiyah, 2014)

L. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2014), untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu
setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan
dalam keadaan posisi terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam
keadaan sedikit ekstensi, kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior
dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi
organ intenal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
(Rukiyah, 2014)
10

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PULMONARY ATRESIA

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan:
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual 11
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
11

h. Pola seksual Reproduksi


Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Klien lemah
b. Tanda-tanda vital
1) Nadi : 120 – 140 kali per menit
2) Tekanan darah : normal
3) Suhu : 36,5ºC – 37,6ºC
4) Pernafasan : 30 – 40 kali per menit
5) BB : > 2500 gram
6) PB : normal
c. Data sistematik
1) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah normal
Denyut nadi normal (120 – 140 kali per menit )
2) Sistem respirasi dan pernafasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit
4) Sistem musculosceletal
Klien tidak mengalami gangguan sistem muskuloskeletal
5) Sistem integumen
Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen
6) Sistem perkemihan
Terdapat mekonium di dalam urin.

B. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
 Ibu klien mengatakan anaknya  Perut klien kembung
muntah-muntah pada umur 24-48  Tidak terdapat lubang anus/salah
letak pada klien
jam kelahiran
Ibu klien mengatakan anaknya  Terdapat feses yang keluar

bersama urin
tidak mengeluarkan mekonium
12

melalui lubang anus

C. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS: Ketidakseimbangan Kegagalan intake
Ibu klien mengatakan bahwa nutrisi kurang dari makanan (ASI)
ananknya sering muntah kebutuhan tubuh
DO:
Anak menangis, mual, perut
kembung, menolak pemberian
ASI
DO : Gangguan eliminasi Feses masuk ke
Feses keluar bersamaan dengan urine uretra (dysuria)
urine
DS : Cemas orang tua Kurangnya
Ibu klien mengatakan bahwa pengetahuan terkait
dirinya bingung melihat kondisi penyakit anak
sang anak
DO: Kerusakan Integritas Pemasangan
Terpasang kolostomi pada klien Kulit Kolostomi

DS: Nyeri akut Trauma jaringan


Ibu klien mengatakan bahwa
anak menangis
DO:
Klien terlihat lemas dan tidak
nyaman
DO: Inkontinensia defekasi Abnormalitas
13

BAB klien tidak terkontrol sfingter rektal


sebagaimana normalnya
DS: Resiko Infeksi Trauma jaringan
Ibu klien mengatakan bahwa post operasi
luka pada anaknya memerah dan
seperti terjadi peradangan
DO:
Ada tanda-tanda radang pada
daerah post operasi antara lain:
rubor, dolor, calor, tumor
Pasien terlihat tidak nyaman

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
mencerna makanan (mual, muntah)
2. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria
3. Kecemasan orangtua b.d. kurangnya pengetahuan terkait penyakit anak
4. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
5. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
6. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal
7. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak adekuat
14

E. Intervensi
Intervensi
Tindakan
No Dx. Kep Tujuan dan NOC Rasional
Keperawatan/NIC
1. Ketidakseimba Setelah dilakukan 1. Memonitor 1. Mengetahui
ngan nutrisi tindakan mual dan berapa output
kurang dari keperawatan selama muntah yang keluar
2. Kaji 2. Memberikan
kebutuhan b.d. 1x24 jam diharapkan
kemampuan makanan sesuai
ketidakmampu kebutuhan nutrisi
klien untuk kemampuan
an mencerna klien terpenuhi
mendapatkan (oral atau NGT)
makanan dengan kriteria hasil:
3. Mengetahui
nutrisi yang
 Mampu status gizi dan
dibutuhkan
mengidentifikasi 3. Memonitor meminimali-sir
kan kebutuhan status gizi malnutrisi
nutrisi (4) 4. Kolaborasi 4. Terkait
 Tidak ada tanda- dengan dokter pemasangan
tanda malnutrisi NGT
(4)
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Memantau 1. Mengetahui
eliminasi urine asuhan keperawatan tanda-tanda tingkat distensi
b.d. obstruksi selama 1x24 jam vital dan tingkat kandung kemih
anatomik diharapkan distensi klien
2. Mengetahui
(atresia ani), gangguan elimnasi kandung kemih
jumlah output
dysuria urine dapat teratasi dengan palpasi
(urine) dan ada
kriteria hasil: dan perkusi
2. Periksa dan tidaknya feses
 Kandung kemih
timbang popok yang bercampur
pasien kosong 3. Memastikan
klien
secara penuh (4) 3. Melakukan apakah saluran
 Intake cairan
penilaian pada kemih normal
dalam rentang
fungsi kognitif
normal (4)
 4.
Bebas dari ISK
(4)
15

3 Kecemasan Setelah dilakukan 1. Kaji status 1. Derajat ansietas


orang tua asuhan keperawatan mental dan akan
berhubungan 1x24 jam diharapkan tingkat ansietas dipengaruhi
dengan kurang rasa cemas orangtua dari klien dan bagaimana
pengetahuan dapat hilang atau keluarga. informasi
2. Dengarkan
tentang berkurang. tersebut
dengan penuh
penyakit dan Kriteria Hasil: diterima.
perhatikan
prosedur 1.) Ansietas 2. Menjadi
3. Jelaskan dan
perawatan berkurang pendengar yang
persiapkan
2.) Ibu klien tidak baik dapat
untuk tindakan
gelisah mengurangi rasa
prosedur
cemas orangtua
sebelum
3. Membuat orang
dilakukan
tua lebih
operasi.
4. Beri mengerti
kesempatan keadaan
klien untuk anaknya
mengungkapkan 4. Dapat
isi pikiran dan meringankan
bertanya. ansietas terutama
5. Ciptakan
ketika tindakan
lingkungan
operasi tersebut
yang tenang dan
dilakukan.
nyaman. 5. Mengungkapkan
rasa takut dan
bertanya secara
terbuka dimana
rasa takut dapat
ditujukan.
6. Lingkungan
nyaman dapat
mengurangi
16

cemas
4 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Untuk mencegah
integritas kulit asuhan keperawatan pada tempat tidur perlukaan pada
2. Jaga kebersihan
b.d. selama 1x24 jam kulit
kulit agar tetap 2. Untuk menjaga
pemasangan diharapkan
bersih dan kering ketahanan kulit
kolostomi kerusakan integritas
3. Monitor kulit 3. Untuk
kulit dapat
akan adanya mengetahui
berkurang kriteria
kemerahan adanya tanda
hasil: 4. Oleskan
kerusakan
 Integritas kullit lotion/baby oil
jaringan kulit
yang baik bisa pada daerah yang 4. Untuk menjaga
dipertahan-kan tertekan kelembaban kulit
5. Monitor status 5. Untuk menjaga
(4)
 Perfusi jaringan nutrisi klien keadekuatan
baik (3) nutrisi guna
 Menunjukan penyembuhan
pemahaman luka
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya
cedera berulang
(4)
5 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Observasi reaksi 1. Untuk
trauma asuhan keperawatan nonverbal dari mengetahui
jaringan (post selama 1x24 jam ketidaknyamana bagian mana
operasi) diharapkan nyeri n klien yang nyeri
2. Bantu klien dan 2. Dengan
akut dapat
keluarga untuk dukungan orang
berkurang kriteria
mencari dan tua disekitar klien
hasil:
menemukan bisa mengurangi
 Klien tampak
dukungan nyeri
nyaman dan
17

tenang (4) 3. Kontrol 3. Lingkungan yang


lingkungan nyaman dapat
yang dapat mengurangi rasa
memengaruhi nyeri
4. Analgesik dapat
nyeri
4. Kolaborasi mengurangi nyeri
dengan dokter
terkait
pemberian
analgesik
6 Inkontinensia Setelah dilakukan 1. Intruksikan 1. Untuk
defekasi b.d asuhan keperawatan keluarga untuk mengetahui
abnormalitas 1x24 jam diharapkan mencatat bentuk fisik feses
sfingter rektal pengeluaran defekasi keluaran feses yang keluar
2. Jaga kebersihan 2. Mencegah
terkontrol dengan
baju dan tempat terjadinya resiko
kriteria hasil:
tidur infeksi
 Defekasi lunak, 3. Evaluasi status 3. Mengetahui
feses berbentuk BAB secara perkembangan
(4) rutin perubahan
defekasi
7 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk
b.d trauma tindakan dan gejala infeksi mengetahui tanda
jaringan, keperawatan selama sistemik dan infeksi lebih dini
2. Untuk
perawatan 1x24 jam diharapkan lokal
2. Batasi menghindari
tidak adekuat klien bebas dari
pengunjung kontaminasi dari
tanda-tanda infeksi
3. Pertahankan
pengunjung
dengan kriteria hasil:
teknik cairan 3. Untuk mencegah
 Klien bebas dari asepsis pada klien penyebab infeksi
tanda dan gejala 4. Untuk
yang beresiko
infeksi (4) 4. Inspeksi kondisi mengetahui
 Jumlah leukosit luka/insisi bedah kebersihan luka
dalam batas 5. Ajarkan keluarga
18

normal (4) klien tentang dan tanda infeksi


5. Agar gejala
tanda dan gejala
infeksi dapat di
infeksi
6. Laporkan deteksi lebih dini
6. Agar gejala
kecurigaan
infeksi dapat
infeksi
segera teratasi
19

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nuraruf Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta. Mediaction
Irfandi, Febri. 2012. Askep Atresia Ani. Jombang.
http://chocolateperfect.blogspot.co.id
Lynn, Betz Cecily, dkk. 2014. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta.
EGC
Marlaim. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta. Fakultas
Kedokteran UI
Nurhayati. 2015. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta. Trans Info Media
Rukiyah Ai, dkk. 2014. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta. Trans
Info Media

Anda mungkin juga menyukai