PULMONARY ATRESIA
Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. ASEF HIDAYAT
2. DEVI RATNA SARI
3. DEVO SUSANTO
4. FAHMI RIZALDI
DAFTAR ISI........................................................................................................ i
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR TEORI BELL’S PALSY
A. Definisi.................................................................................................... 1
B. Insiden..................................................................................................... 1
C. Etiologi.................................................................................................... 2
D. Faktor Resiko.......................................................................................... 3
E. Anatomi Fisiologi.................................................................................... 4
F. Patofisiologi............................................................................................ 5
G. WOC........................................................................................................ 6
H. Klasifikasi................................................................................................ 7
I. Manifestasi Klinis................................................................................... 7
J. Komplikasi.............................................................................................. 7
K. Penatalaksanaan...................................................................................... 8
L. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian............................................................................................... 11
B. Data Fokus............................................................................................... 13
C. Analisa Data............................................................................................ 14
D. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 15
E. Intervensi................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
i
1
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi
Menurut Nurhayati (2014), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani
yaitu ‘a’ yang berarti “tidak ada” dan trepsis yang berarti “makanan atau
nutrisi”. Dalam istilah kedokteran, “atresia” berarti suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki nama
lain yaitu “anus imperforata”.
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak
mempunyai lubang keluar. (Walley, 2014)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum. (Purwanto, 2014)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2015)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2015)
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
(abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum
yang terjadi pada masa kehamilan.
B. Insiden
Pulmonary Atresia dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu biru (sianosis)
dan tidak biru (non sianosis), yang biru umumnya kompleks. Yang termasuk
penyakit Jantung bawaan tidak biru adalah defeks septum ventrikel (DSV)
atau ventricular septal defect (VSD), defeks septum atrium (DSA) atau atrial
septal defect (ASD), duktus arteriosus paten (DAP) atau patent ductus
arteriosus (PDA) dan pulmonary stenosis (PS). Sedang yang termasuk
1
2
C. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini.
Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,
2014).
4. Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau
dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2015).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah : (Rukiyah, 2014)
a. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan
3
D. Faktor Resiko
Pulmonary Atresia PS adalah penyempitan katup paru yang berfungsi
mengatur aliran darah rendah oksigen dari bilik kanan jantung ke paru-paru.
Dengan penyempitan ini, bilik kanan harus bekerja keras memompa darah
sehingga makin lama makin membesar (hipertrofi). PS terjadi pada 10%
kasus. Banyak penderita yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Bila
demikian, dampaknya mungkin sudah sangat merusak berupa penyakit paru,
risiko stroke tinggi dan usia harapan hidup yang rendah.
E. Anatomi Fisiologi
Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel
kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan rauang yang
terbesar. Katup jantung dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga
darah hanya dapat mengalir dalam satu arah. 4 katup tersebut yaitu :Katup tricuspid,
katup pulmonal, katupmitral dan katup aorta. 2
4
Aliran darah dalam jantung dimana darah dari tubuh masuk keatrium kanan.
Darah dalam tubuh mengandung kadar Oksigen rendah dan harus menambah
oksigen sebelum kembali ke dalam tubuh. Darah dari atrium kanan masuk ke
ventrikel kanan melalui katup t ricuspid. Darah kemudian dipompa oleh ventrikel
kanan ke paru-paru melewati katup pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri
pulmonal ke paru-paru untuk mengambil oksigen.Darah yang sudah bersih yang kaya
oksigen mengalir ke atrium kiri melalui vena pulmonalis.
F. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur
kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada
5
uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus
sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila
kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis). (Rukiyah, 2014)
G. WOC
Kelainan kogenital
Gangguan Pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik
ATRESIA ANI
H. Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. (Rukiyah, 2014)
I. Manifestasi Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses
keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul:
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung. (Ngastiyah, 2015)
J. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2014), komplikasi pada atresia ani antara
lain:
1. Asidosis hiperkloremik
2. Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang
a. Eversi mukosa anus
b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
e. Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g. Fistula kambuhan
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
8
1. Preventif
Menurut Nurhayati (2014), penatalaksanaan preventif yaitu: (a)
diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-
hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol
karena dapat menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan lubang dubur/anus
bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan sebagai diagnosis awal
adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita
ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat
mendesak paru-paru bayi dan organ yang lain. (Rukiyah, 2014)
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I
dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan
tinja tidak membutuhkan penanganan apapun. Sementara pada stenosis
yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan karakter uretra,
dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil. Selanjutnya orang
tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi
dikerjakan beberapa kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai
daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan
pemberian laktulose. Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik
tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian
dilanjutkan dengan dilatasi pada anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling
baik dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan
kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah sampai
tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe III, apabila jarak antara
ujung rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm,
pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti pada
masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu dilakukan
pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif
dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
9
L. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2014), untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu
setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan
dalam keadaan posisi terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam
keadaan sedikit ekstensi, kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior
dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi
organ intenal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
(Rukiyah, 2014)
10
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan:
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual 11
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
11
B. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Ibu klien mengatakan anaknya Perut klien kembung
muntah-muntah pada umur 24-48 Tidak terdapat lubang anus/salah
letak pada klien
jam kelahiran
Ibu klien mengatakan anaknya Terdapat feses yang keluar
bersama urin
tidak mengeluarkan mekonium
12
C. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS: Ketidakseimbangan Kegagalan intake
Ibu klien mengatakan bahwa nutrisi kurang dari makanan (ASI)
ananknya sering muntah kebutuhan tubuh
DO:
Anak menangis, mual, perut
kembung, menolak pemberian
ASI
DO : Gangguan eliminasi Feses masuk ke
Feses keluar bersamaan dengan urine uretra (dysuria)
urine
DS : Cemas orang tua Kurangnya
Ibu klien mengatakan bahwa pengetahuan terkait
dirinya bingung melihat kondisi penyakit anak
sang anak
DO: Kerusakan Integritas Pemasangan
Terpasang kolostomi pada klien Kulit Kolostomi
D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
mencerna makanan (mual, muntah)
2. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria
3. Kecemasan orangtua b.d. kurangnya pengetahuan terkait penyakit anak
4. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
5. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
6. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal
7. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak adekuat
14
E. Intervensi
Intervensi
Tindakan
No Dx. Kep Tujuan dan NOC Rasional
Keperawatan/NIC
1. Ketidakseimba Setelah dilakukan 1. Memonitor 1. Mengetahui
ngan nutrisi tindakan mual dan berapa output
kurang dari keperawatan selama muntah yang keluar
2. Kaji 2. Memberikan
kebutuhan b.d. 1x24 jam diharapkan
kemampuan makanan sesuai
ketidakmampu kebutuhan nutrisi
klien untuk kemampuan
an mencerna klien terpenuhi
mendapatkan (oral atau NGT)
makanan dengan kriteria hasil:
3. Mengetahui
nutrisi yang
Mampu status gizi dan
dibutuhkan
mengidentifikasi 3. Memonitor meminimali-sir
kan kebutuhan status gizi malnutrisi
nutrisi (4) 4. Kolaborasi 4. Terkait
Tidak ada tanda- dengan dokter pemasangan
tanda malnutrisi NGT
(4)
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Memantau 1. Mengetahui
eliminasi urine asuhan keperawatan tanda-tanda tingkat distensi
b.d. obstruksi selama 1x24 jam vital dan tingkat kandung kemih
anatomik diharapkan distensi klien
2. Mengetahui
(atresia ani), gangguan elimnasi kandung kemih
jumlah output
dysuria urine dapat teratasi dengan palpasi
(urine) dan ada
kriteria hasil: dan perkusi
2. Periksa dan tidaknya feses
Kandung kemih
timbang popok yang bercampur
pasien kosong 3. Memastikan
klien
secara penuh (4) 3. Melakukan apakah saluran
Intake cairan
penilaian pada kemih normal
dalam rentang
fungsi kognitif
normal (4)
4.
Bebas dari ISK
(4)
15
cemas
4 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Untuk mencegah
integritas kulit asuhan keperawatan pada tempat tidur perlukaan pada
2. Jaga kebersihan
b.d. selama 1x24 jam kulit
kulit agar tetap 2. Untuk menjaga
pemasangan diharapkan
bersih dan kering ketahanan kulit
kolostomi kerusakan integritas
3. Monitor kulit 3. Untuk
kulit dapat
akan adanya mengetahui
berkurang kriteria
kemerahan adanya tanda
hasil: 4. Oleskan
kerusakan
Integritas kullit lotion/baby oil
jaringan kulit
yang baik bisa pada daerah yang 4. Untuk menjaga
dipertahan-kan tertekan kelembaban kulit
5. Monitor status 5. Untuk menjaga
(4)
Perfusi jaringan nutrisi klien keadekuatan
baik (3) nutrisi guna
Menunjukan penyembuhan
pemahaman luka
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya
cedera berulang
(4)
5 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Observasi reaksi 1. Untuk
trauma asuhan keperawatan nonverbal dari mengetahui
jaringan (post selama 1x24 jam ketidaknyamana bagian mana
operasi) diharapkan nyeri n klien yang nyeri
2. Bantu klien dan 2. Dengan
akut dapat
keluarga untuk dukungan orang
berkurang kriteria
mencari dan tua disekitar klien
hasil:
menemukan bisa mengurangi
Klien tampak
dukungan nyeri
nyaman dan
17
DAFTAR PUSTAKA