Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN BIOLOGI MOLEKULER

ELEKTROFORENSIS

Nama Anggota :
1. Ibnatul Suasti Mujabah (4401416083)
2. Puji Rahayu (4401416042)
3. Intan Nawang Wulan (4401416040)
4. Rima Handayani (4401416056)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
LAPORAN BIOLOGI MOLEKULER
PENGENALAN ALAT DAN BAHAN LABORATORIUM BIOMOL

A. Tujuan
Memvisualisasi DNA hasil isolasi pada elektroforensis gel agarose 0,8 %
B. Landasan Teori
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan komponen atau molekul
bermuatan kation ataupun anion berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam
sebuah medan listrik. Caranya dengan mengalirkan medan listrik pada suatu
medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Pergerakan molekul
dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia
dari molekul Skutkova (2013). Menurut Harahap (2018) elektroforensis
membutuhkan media pemisah berupa fase diam seperti gel Agarosa yang
tercampur larutan buffer untuk menjada kondisi keasaman sampel sampai proses
pemisahan. Media penunjang lainnya yang dapat digunakan seperti gel pati, gel
poliakrilamida dan kertas sellulose poliasetat Magdeldin (2012).
Terdapat beberapa komponen utama dalam penggunaan elektroforensis.
Yang pertama adalah larutan elektrolit yang berfungsi sebagai pembawa
komponen. Umumnya berupa larutan buffer dengan pH tertentu sesuai dengan
karakteristik senyawa yang akan dipisahkan. Yang kedua adalah media pemisah
merupakan tempat proses pemisahan terjadi. Media pemisah ini berupa kertas
(selulosa asetat, selulosa nitrat), gel kanji, gel polikrilamid, busa poliuretan atau
agar-agar. Dan yang ketiga merupakan yang paling penting adalah elektroda yang
berfungsi sebagai penghubung arus listrik dengan media pemisah dan baterai atau
arus listrik sebagai sumber energi (source) pada rangkaian alat Aini (2011).
Prinsip dasar dari metode pemisahan elektroforensis adalah Hukum
Coulomb yang menjelaskan hubungan antara gaya yang timbul antara dua titik
muatan, yang terpisahkan jarak tertentu, dengan nilai muatan dan jarak pisah
keduanya. Gaya yang dihasilkan pada salah satu titik muatan akan berbanding
lurus dengan besar muatannya. Medan listrik merupakan efek yang dihasilkan oleh
muatan listrik seperti elektron, ion atau proton, dalam ruangan yang ada
disekitarnya. (Harahap, 2018).
Turan (2016) menyebutkan bahwa ada dua cara dalam penggunaan teknik
elektroforensis, yang pertama yaitu elektroforesis larutan (moving boundary
electrophoresis), pada teknik ini larutan penyangga yang mengandung makro-
molekul ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan
migrasi dari makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari
molekul (terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Cara yang kedua adalah
elektroforesis daerah (zone electrophoresis) yaitu menggunakan suatu bahan padat
yang berfungsi sebagai media penunjang yang berisi (diberi) larutan penyangga.
Turan (2016) menyebutkan bahwa elektroforesis daerah disebut juga sebagai
elektroforesis gel dengan dua buah model yaitu horizontal dan vertikal. Metode
yang biasa digunakan adalah model horizontal, karena mempunyai beberapa
keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sangat sederhana, relatif murah dan
pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan pemisahan yang lebih baik.
Elektroforensis gel dilakukan menggunakan matriks berupa polimer
berpori dengan ukuran pori (konsentrasi materi polimer) menentukan nilai
koenfisiensi gesekan (f) dimana semakin besar prosentase gel maka semakin kecil
ukuran pori. Matriks yang biasa digunakan adalah poliakrilamida dan agarose
(polisakarida) Hikmatryar (2015). Menurut Turan (2016) metode elektroforensisi
gel agarose merupakan metode yang mudah, bekerja cepat, dan lebih banyak
keuntungan daripada metode lain dalam memisahkan pita DNA dengan cukup
baik. Laju pergerakan di bawah medan listrik tergantung pada kekuatan medan
listrik, ukuran dan bentuk molekul, hidrofobisitas relatif sampel, kandungan ionik
dan suhu buffer di mana molekul bergerak. Molekul DNA ukuran besar diblokir
melewati pori-pori kecil dalam gel. Dengan demikian, fragmen DNA ukuran besar
bergerak lebih lambat dari molekul DNA ukuran kecil.
Salah satu contoh pengaplikasiannya adalah elektroforensis gel
Poliakrilamida Sodium Dodesil Sulfat (SDS - PAGE). Metode ini digunakan
secara luas untuk analisis protein karena lebih menguntungkan dibandingkan
kertas dan selulosa asetat dan hasil pemisahannya lebih baik. Medium penyangga
yang digunakan adalah hasil polimerisasi akrilamida dan bis-akrilamida, dengan
katalis amonium persulfat (APS) dan tetrametilendiamin (TEMED). Pada sampel
protein, ditambahkan SDS dan merkaptoetanol untuk merusak struktur protein
Magdeldin (2012).
Selain itu, elektroforesis DNA yang umum digunakan adalah metode
elektroforesis gel agarosa (Huang, 2010). Metode elektroforesis tersebut pada
prinsipnya melibatkan fase stasioner yang berupa gel agarosa dan fase gerak
berupa buffer Tris-acetate EDTA (TAE) atau Tris-borat EDTA (TBE) (Langga,
2012). TBE (Tris-borat EDTA) 1X, Tris/Borat adalah buffer yang umum
digunakan sebagai buffer elektroforesis karena memiliki kapasitas buffering yang
tinggi pada titik isoelektriknya (Alberts, 2010). Borat bertindak sebagai
conducting ion sehingga dapat mempertahankan kesetimbangan ion H+ dan OH-
yang dihasilkan oleh elektroda, hal ini berhubungan dengan fungsi buffer dalam
menjaga kesetimbangan pH saat migrasi fragmen DNA berlangsung, perubahan
pH dapat mendenaturasi struktur DNA sehingga mengubah elektromobilitas DNA
(Boyer, 2014). Selain itu ada juga buffer TAE yang memiliki kapasitas buffering
terendah tetapi memberikan resolusi terbaik untuk DNA yang lebih besar. TAE
(Tris-Asetat-EDTA) adalah buffer memberikan resolusi yang lebih baik dari
fragmen> 4 kb, tegangan untuk buffer TAE adalah 5-50 V / cm dibandingkan
dengan 5-10 V / cm (Langga, 2012).
Setelah dilakukan pemisahan DNA, maka DNA akan di visualiasikan
untuk melihat keberadaan DNA. Visualisasi DNA dilakukan di bawah paparan
sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan
pewarna. Pewarna yang biasa digunakan adalah Ethidium Iintercalating agent
ethidium bromide (EtBr), Bromide (EB) dan Gel Red. Fungsi pewarnaan gel pada
elektroforesis yaitu untuk membantu memonitor jalannyaelektroforesis.
Pewarnaan gel pada metode elektroforesis protein terdiri dari commasieblue
staining dan silver salt staining. Pada pengecatan dengan menggunakan perak
nitratdianalisa jarak migrasi pita-pita protein terbentuk pada gel pemisah. Jarak
migrasi diukurdan dibandingkan dengan jarakyang ditempuh oleh pewarna biru
bromofenol.Sedangkan pewarna biru bromofenol untuk mengamati migrasi
molekul protein selamaelektroforesis (Utami, 2009).
Iintercalating agent ethidium bromide (EtBr) merupakan pewarna
fluoresen untuk deteksi asam nukleat, EtBr akan mengikat pada sela-sela pasangan
basa DNA. EtBr dapat mengurangi mobilitas DNA linier sampai 15%. Hanya
sedikit DNA ± 1 µg dapat dideteksi secara langsung dengan cara gel diletakkan
pada media UV-transilluminator. EtBr dapat digunakan untuk mendeteksi single-
atau double-stranded asam nukleat (DNA atau RNA). Meskipun, affinity dari
EtBr-dye ini untuk single-stranded asam nukleat relative rendah dan pendaran
fluorensen minimum. EtBr termasuk dalam powerful mutagen, pengguna harus
selalu memakai sarung tangan pada saat bekerja, dan lindungi mata anda dengan
kaca pelindung pada saat mengamati di atas UV-transilluminator (Verterberg,
2000). Alternatif pengganti ethidium bromide (EB) yang diklaim lebih aman, salah
satunya yaitu gel red. Penggunaan gel red (stok 10.000x in water) pada larutan gel
agarosa yang direkomendasikan dari produk adalah 1:104 (Boyer, 2014).
Gel Red merupakan asam nukleas fluorescent dye yang memiliki spectrum
sama seperti EB. Selain Gel Red terdapat pula pewarna seperti SYBR Gold
(Molucar Probes, USA) dan SYBR Green I (Molucular, CA, USA), pewarna ini
dapat mendeteksi asam nukleat pada elektroforensis gel agaros dengan sensitivitas
yang lebih baik dari yang bisa dilakukan EB. Yang lebih penting, mereka dapat
memisahkan menjadi lebih banyak mutagenik dari EB. SYB Gold, SYB Green I
dan GelRed merupakan reagen yang mahal, tapi dengan penambahan itu membuat
pemuatan buffer menjadi memungkinkan untuk mengurangi biaya yang
dikeluarkan (Huang, 2010).
C. Alat dan Bahan
Alat :
- Elemeyer
- Microwave
- Mesin elektroforensis (chamber , sisir dan power supply)
- Gel doc (Uv transluminator)
Bahan :
- Agarose 0,8 %
- Tris acetic acid EDTA (TAE) 1x
- Ethidium bromide (10 mg/ml)
- Loading dye

D. Cara Kerja

0,5 g agarose 0,8 % dilarutkan dengan 50 ml Tris acetic acid EDTA (TAE) 1x

Dipanaskan dalam microwave sampai larutan menjadi jernih

Agarose dituang pada cetak gel yang telah dipasang sisir, dan dibiarkan sampai membeku

Setelah membeku, gel dimasukkan bak elektroforensis yang telah diisi larutan buffer TAE
1x sampai semua gel terendam

5 µl larutan DNA dicampur dengan 2 µl loading dye kemudian dimasukkan ke dalam sumur
– sumur pada gel
Dilakukan running pada 135 volt selama 20 menit

Dilakukan pewarnaan dengan ETBR

Pita – pita DNA produk PCR diamati di atas UV transluminator, hasil posistif ditunjukkan
adanya pita berwarna jingga pada gel agarose.

E. Hasil Pengamatan
a) Sampel DNA Tumbuhan
Keterangan gambar : 1.
DNA Ladder, 2. D. Pisang
(1.2), 3. D. Pisang (1.2), 4.
D. Durian (2.1), 5. D.
Durian (2.2), 6. D.
Singkong Panjang (3.1), 7.
D. Singkong Lebar (3.2), 8.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 D. Pepaya (4.1), 9. D.
Pepaya (4.2), 10. D. Durian
(5.1), 11. D. Durian (5.2), 12. D. Singkong Lebar (6.1), 13. Singkong
Panjang (6.2)
b) Sampel DNA Hewan
Keterangan gambar : 14.
Usus (1.1), 15. Usus (1.2),
16. Hati (2.1), 17. Hati
(2.2), 18. Jantung (3.1), 19.
Jantung (3.2), 20. Paru –
Paru (4.2), 21. Paru – Paru

14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 (4.2), 22. Usus (5.1), 23.


Usus (5.2), 24. Hati (6.1),
25. Hati (6.2)

c) Sampel DNA Bakteri


Keterangan gambar : 26. E.coli kel 1 dan kel 2, 27. E.coli kel 3
dan kel 4, 27. E.coli kel 5 dan kel 6.

26 27 28
F. Pembahasan
Proses elektroforensis dibagi menjadi 5 tahapan yaitu : pembuatan gel,
preparasi sampel, running, pewarnaan dan visual geldoc. Pada proses yang pertama
yaitu pembuatan gel, gel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah gel agarose
0.8 %. Konsentrasi gel agarose yang digunakan dapat mempengaruhi kecepatan pada
migrasi molekul DNA, pada penggunakan gel berkonsentrasi rendah akan membuat
perpindahan migrasi molekul DNA lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan gel
agarose dengan konsentrasi tinggi (Retnoningsih, 2019). Maka perlu diperhatikan
ukuran molekul DNA yang akan dianalisis dengan konsentrasi gel agarose yang
digunakan. Selain itu, pembekuan gel agarose pada
Proses yang kedua adalah preparasi sampel. Preparasi dilakukan pada sampel
dan gel agarose, gel agarose yang telah membeku dimasukkan kedalam larutan buffer
TAE dalam bak elektroforensis. Perendalam gel agarose ke dalam larutan buffer TAE
berfungsi untuk mengaktifkan DNA, menjaga pH dan memberikan ion untuk
mendukung konduktivitas. Buffer TAE dipilih karena merupakan buffer yang
digunakan untuk running pada gel agarose. Menurut (Suparningtyas, 2018)
dibandingkan dengan buffer TBE, buffer TAE menawarkan keuntungan dalam aplikasi
enzimatik berikutnya untuk sampel DNA, misalnya jika sampel DNA akan digunakan
untuk percobaan kloning. Buffer TAE cocok digunakan untuk tujuan ini, sedangkan
DNA dari buffer TBE tidak cocok. Borat dalam buffer TBE adalah penghambat kuat
bagi banyak enzim, namun buffer TBE dapat lebih baik dalam menjaga integritas DNA
sehingga lebih banyak digunakan untuk tujuan elektroforensis gel agarose untuk
menganalisis ukuran molekul DNA.
Sampel DNA hewan, DNA tumbuhan dan DNA bakteri yang akan dianalisis
dikeluarkan dari lemari pendingin, sampel digosok-gosok menggunakan kedua tangan
sampai sampel mencair dan menurunkan sampel yang tersisa di dinding microtube
dengan menggunakan spin down. Preparasi dilanjutkan dengan pemberian loading dye
pada sampel dengan menggunakan parafilum sebagai alasnya, loading dye berfungsi
untuk memonitor mobilitas elektroforesis, loading dye bermigrasi bersama molekul
DNA selama proses running elektroforesis. Bromphenol blue dan xylenecyanol
merupakan jenis loading dye yang umum digunakan dalam elektroforesis DNA,
bromphenol blue dapat bermigrasi bersama dengan molekul DNA berukuran 0,5 kb
sedangkan xylenecyanol dapat bermigrasi bersama molekul DNA berukuran 5 kb
(Febriana, 2017). Sampel yang telah diberikan loading dye dimasukkan kedalam sumur
pada gel agarose yang sudah terendam pada buffer TAE menggunakan micropipette.
Ketika sampel sudah dimasukkan kedalam sumur yang direndam dalam
larutan buffer, proses selanjutnya adalah proses running. Proses running dilakukan
pada 135 volt selama 20 menit, dipastikan proses sudah berjalan dengan melihat
gelembung yang berada pada sisi positif dan negatif bak, munculnya gelembung yang
lebih banyak pada sisi negatif menjadi penanda bahwa pergerakan DNA sudah benar
dari sisi negatif (katoda) ke sisi positif (anoda) (Khotimah, 2017).
Proses dilanjutkan dengan proses pewarnaan, pewarna DNA dilakukan agar
dapat terlihat ketika elektroforesis pada gel agarose adalah ethidium bromide (EtBr)
yang dapat menyala di bawah sinar UV. Ethidium bromide akan menyisip di dalam
sekuen DNA dan menghasilkan cahaya yang berfluoresen. (Sawitri, 2014). ETBR
merupakan cairan yang bersifat karsinogenik ini berfungsi untuk mengikat molekul
DNA dan dapat menangkap sinar UV. Elektroforesis memiliki prinsip kerja bahwa
suatu molekul (DNA) yang bermuatan negatif jika dialiri listrik akan bergerak menuju
kutub positif (Pratiwi, 2010).
Pengamatan visualisasi DNA tumbuhan pada kelompok kami sampel nomor
4 D. Durian (2.1) dan nomor 5 D. Durian (2.2) menunjukkan bahwa terdapat DNA
yang terekstrasi cukup baik ditunjukkan dengan pita yang tampak jelas dan smear yang
terlihat tidak terlalu banyak, selain itu penarikan DNA juga cukup baik. Dibandingkan
dengan sampel D. Durian pada sampel nomor 10. D. Durian (5.1) dan sampel nomor
11. D. Durian (5.2) menunjukkan bahwa pita DNA tidak terlalu tampak dan smear pada
masing – masing juga masih cukup tampak.
Pengamatan visualisasi DNA hewan pada kelompok kami sampel nomor 16.
Hati (2.1) dan sampel nomor 17. Hati (2.2) menunjukkan hasil yang kurang baik, dilihat
dari pita DNA yang tidak jelas dan smear yang tampak terlihat jelas. Selain itu,
penarikan DNA tampak dipaksakan hal ini dikarenakan molekul DNA yang terlalu
besar. Hasil yang hampir serupa juga di dapatkan pada sampel hati di kelompok 6
nomor 24. Hati (6.1) dan sampel nomor 25. Hati (6.2).
Pengamatan visualisasi DNA bakteri pada kelompok kami sampel nomor 26.
E.coli menunjukkan hasil yang kurang baik, meskipun tidak tampak terdapat smear
namun pita yang terbentuk juga tampak sangat tipis. Namun dibandingkan dengan
kedua sampel lainnya, sampel yang kami buat terlihat lebih baik karena pada sampel
nomor 27 justru tidak tampak sama sekali pita yang terbentuk dan pada sampel nomor
28 juga tidak tampak pita yang terbentuk dan terdapat smear.
Perbedaan hasil pada masing - masing sampel tergantung pada banyaknya
konsentrasi DNA yang terekstraksi. Kualitas DNA yang terekstraksi juga ditunjukkan
oleh ada tidaknya smear pada pita DNA, semakin sedikit atau tidak adanya smear maka
kualitas DNA akan semakin baik. Irmawati (2010) menyatakan bahwa pita DNA yang
tebal dan mengumpul (tidak menyebar) menunjukkan konsentrasi yang tinggi dan
DNA yang terekstraksi dalam keadaan utuh. Sedangkan, pada pita DNA yang terlihat
menyebat menunjukkan adanya ikatan antar molekul DNA yang terputus pada saat
proses ekstraksi berlangsung, sehingga genom DNA terpotong menjadi bagian - bagian
yang lebih kecil.
Adapun DNA yang tidak tervisualisasi dapat disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya : kontaminasi gel / buffer; kontaminasi DNA berupa RNA, protein, atau
asam nukleat atau debrish yang ditandai dengan warna putih pada bagian dasar hasil
visualisasi masing-masing sampel; perbandingan antara sampel DNA dengan loading
dye tidak 3:1 sehingga sampel DNA akan melayang setelah dimasukkan kedalam
sumur karena pemberat yang digunakan kurang; kecepatan penyemprotan sampel dari
mikrotube terlalu cepat sehingga sampel akan melayang dan kedalaman sumur yang
berbeda mempengaruhi hasil visualisasi DNA menjadi kurang valid (Suranto, 2016).
DNA dalam sel eukariotik dibedakan menjadi DNA intraseluler dan DNA
ekstraseluler, DNA ekstraseluler terdiri atas DNA mitokondria dan DNA kloroplas
pada tumbuhan. DNA mitokondria umumnya berbentuk sirkuler yang terdiri atas rantai
DNA utas berat dan utas ringan. Ukuran dan sekuen DNA dari genom mitokondria
ayam telah dipetakan dan terdapat 16.775 pasang basa (Sartika dkk, 2000). Sirkuler
yang terdiri atas rantai DNA utas berat dan utas ringan ini yang menjadikan ukuran
pada setiap DNA bervariasi, ukuran DNA tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan
ukuran DNA pada hewan. Ukuran DNA Durio zibethinus berkisar 1000 bp (Yulita,
2013)

G. Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa hasil visualisasi dari hasil
isolasi DNA menggunakan elektroforensis gel agarose 0,8 % mendapatkan hasil yang
cukup baik. Semua sampel hewan, tumbuhan dan bakteri yang digunakan
menunjukkan pita DNA walaupun ada yang jelas dan ada yang tidak jelas tergantung
dari keberhasilan ekstraksinya.

H. Daftar Pustaka
Aini, A.N. at all. 2011. Pemurnia DNA Plasmid Puc19 Menggunakan Kolom Silika
dengan Denaturan Urea. Jurnal Sains dan Matematika, Vol. 19 (2): 47 - 53.
Boyer, R. 2014. Modern Experimental Biochemistry. California: The Benjamin
Publishing Company
Fibriana, F at all. 2017. Isolasi dan Karakterisasi Mikroorganisme Penghasil Pigmen
dari Limbah Kulit Kentang. Jurnal MIPA 40 (1) : 7-13 ISSN 0215-9945.
Harahap, M.R. 2018. Elektroforesis: Analisis Elektronika Terhadap Biokimia
Genetika. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, Vol.2, No.1: 21-26
ISSN: 2549-3698.
Hikmatyar, M.F at all. 2015. Isolation and amplification of Keladi tikus (Thyponium
flagelliform) DNA for identification of genetic variation. J Bioteknol Bios
Indon – 2 (2) : 42-48 ISSN 2442 - 2606.
Huang, Qing at all. 2010. Simple and Practical Staining of DNA with GelRed in
Agarose Gel Electrophorensis. Clin. Lab, 56:149-152.
Khotimah, Husnul at all. 2017. Keragaman Secara Molekuler Bakteri Asam Laktat
pada Ileum dan Sekum Ayam Broiler yang Diberi Perlakuan Pakan Hasil
Fermentasi Chrysonilia crassa. Jurnal Biologi, Vol 6 No 4 : 29-40.
Langga, I.F at all. 2012. Optimization of Temperature and Length of Incubation in
Extracting Bitti Plant (Vitex cofassus Reinw.) Dna and Genetic Variety
Analysis with RAPD-PCR. J. Sains & Teknologi 12(3): 265 - 276 ISSN
1411-4674.
Magdeldin, Sameh. 2012. Gel Electrophoresis – Principles and Basics. Croatia :
InTech.
Pratiwi, Rianta. 2010. Mengenal Metode Elektroforensis. Oseana, Volume XXVI,
Nomor 1,2001 : 25 - 31.
Sawitri, R & Mariana T. 2011. Keragaman Genetik dan Situs Polimorfik Trenggiling
(Manis javanica Desmarest, 1822) di Penangkaran (Generic Diversity and
Situs Polynorphic of Javan Pangolin in Captive Breeding). J. Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam 11(1) : 1 – 11.
Skutkova, Helena at all. 2013. Preprocessing and Classification of Electrophoresis
Gel Images Using Dynamic Time Warping. Int. J. Electrochem. Sci., Vol. 8 :
1609 - 1622.
Suparningtyas, J.F. at all. 2018. Phylogenetic Analysis of Rubber Tree Clones using
AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) Marker. J Bioteknol
Biosains Indones, Vol 5 No 1 ISSN 2548 – 611X.
Suranto. 2016. Electrophoresis Studies of Ranunculus Triplodantus Population.
Biodiversitas. 1(1) 1-7
Turan, M.K. at all. 2016. Analysis of DNA Gel Electrophoresis Images with
Backpropagation Neural Network Based Canny Edge Detection Algorithm.
International Journal of Scientific and Technological Research, Vol 2, No.2,
ISSN 2422-8702.
Utami, E.S.W. at all. 2009. Sintetis Protein Selama Embriogenesis Somatik Anggrek
Bulan Phalaenopsis amabilis (L.). Jurnal Biodiversitas. Vol.8, No.3,
Hal.188-191
Vesterberg, Olof. 2000. History of Electrophorentic Methods. Journal of
Chromatography, 480 : 3-l 9.
Wulandari, Nuring at all. 2015. Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya Berbasis
Protein dan DNA Barcoding. JPHPI, Volume 18 Nomor 2.
Yulita, K.S. 2012. Identifikasi Molekuler Pohon Induk beberapa varietas Durian Asal
Jepara Menggunakan Random Amplified Polymorphic DNA. J.Hort. 23(2):
99-106.

Anda mungkin juga menyukai