DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
Assalamualaikum. Wr. Wb
Dalam kesempatan ini kami dari kelompok III menyusun makalah yang
berjudul Perpaduan Adat & Hukum Syariat di Aceh, apabila ada kesalahan di
dalam pembuatan makalah atau kesilafan yang tidak tersengaja kami mohon maaf
sebesar-besarnya. Dalam hal ini saya dan teman-teman masih dalam proses
pembelajaran. Dan semoga makalah kami dapat di jadikan pembelajaran bagi kita
bersama, dan dapat memperkaya serta memperluas wawasan kita, khususnya sebagai
masyarat Aceh maupun luar Aceh.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
c. Budaya Islam Aceh Melayu.............................................................. 38
B. HUKUM SYARIAT DI ACEH
KESIMPULAN .................................................................................................... 42
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perpaduan adat adalah campuran adat yang tidak sejenis / pertemuan antara
dua adat yang tidak saling sama kemudian bercampur menjadi satu yang saling
melengkapi. Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukota Banda Aceh.
Aceh terletak di ujung pulau sumatera, merupakan provinsi di ujung barat sematera.
Aceh juga di juluki dengan Serambi Mekkah. Aceh terdiri dari 5 kota besar dan 18
kabupaten. Di setiap kabupaten banyal sekali suku-suku dan berbagai macam bahasa
dengan logat yang berbeda-beda, di Aceh mayoritasnya beragama Islam, akan tetapi
tidal hanya Islam, ada juga agama yang masuk ke Aceh dengan jalur perdagagan.
Untuk lebih mengetahui mari sama-sama kita gilas sampai tuntas.
Aceh juga mempunyai Peraturan sendiri atau yang di namakan dengan Qanun.
Dasar hukum di Aceh ada Pada UU No 11 Tahun 2006. Kemudian itu sejalan dengan
tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadialan, maka Aceh memperluas seta
meningkatkan semangat serta kapasitas masyarakat Aceh, untuk sama-sama menjaga
qanun yang sudah di buat oleh pemerintah Aceh.
2. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui perpaduan adat & hukum syariat di Aceh.
2. Mempelajari keseluruan budaya di Aceh.
3. Mengetahui UU/Qanun yang ada di Aceh.
4. Mengkaji ulang kebenaran suatu perpaduan adat di Aceh dengan diskusi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Penduduk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil secara garis besar dapat
dikelompokkan berdasarkan asal-usulnya, walaupun sekarang ini sudah samar (tidak
kentara lagi).Ada beberapa etnis awal atau asal dari penduduk yang menetap di
wilayah Singkil, dan dengan penelusuran jejak asalnya secara global maka terdapat
berbagai etnis didalamnya yaitu : Etnis Aceh, Etnis Batak, Etnis Minangkabau, Etnis
Nias, dan Etnis-etnis lainnya dalam jumlah kecil. Aceh Singkil juga berbatasan
langsung dengan Sumatera Utara yaitu daerah Tapanuli.
Pada masa itu suku Aceh ini terkelompokkan dalam komunitas wilayah
tertentu. Diantara komunitas Aceh yang ada di wilayah Singkil adalah di Kuala
Baru.Budaya etnis Aceh berada dalam kehidupan bersama di kelompok yang telah
ada acuan kebersamaannya. Pada masa itu pula Pemimpin suku Aceh ini ditunjuk
untuk mengurus soal adat (kepala adat), yang sangat erat hubungannya dengan
pemerintahan, ekonomi, politik dan kegiatan masyarakat lainnya.
Ada pula suku batak Merupkan Etnis Mayoritas di Subulussalam dan Aceh
Singkil. Untuk lebih dalam lagi, Etnis Batak ini sendiri terbagi menjadi dua bagian
yaitu: Suku Pakpak dan Suku Boang. Adapun perbedaan yang jelas terlihat adalah
dari segi bahasa yang di gunakan oleh mereka. Walaupun ada perbedaan seperti itu
2
kedua suku mayoritas yang ada di Aceh Singkil, namun mereka tetap hidup harmonis
dan tidak pernah mempermasalahkan suku antara satu dengan yang lain.1
Kemudian suku Minangkabau ini lebih lazim disebut orang Padang. Migrasi
ini lebih di dorong oleh faktor dagang. Orang Padang terkenal sebagai pedagang
ulung dan gigih. Kedatangan etnis ini ke wilayah Singkil berdagang membawa
barang kebutuhan penduduk dan juga merupakan penjaja jasa seperti tukang emas,
tukang pangkas (cukur), penjahit pakaian laki-laki dan perempuan serta jasa lainnya
yang diminati penduduk. Di masyarakat minangkabau juga mengenal kelompok-
kelompok keturunan seperti halnya etnis batak yang disebut marga. Seperti halnya
etnis Batak, orang Padang tidak menonjolkan kelompok keturunan asalnya.
Kemudian suku Nias Etnis ini mempunyai Bahasa sendiri dan dikenal oleh
penduduk wilayah Singkil, tapi tidak digunakan secara umum dengan etnis lainnya.
Selain itu di Singkil juga terdapat suku Jawa, yaitu orang yang migrasi dari Pulau
Jawa dan menetap di Aceh Singkil, mereka juga hidup harmonis dan selalu
berdampingan. Walaupun berbeda-beda tetap satu Jua.
b. Kota Subulussalam
Suku yang berdomisili di Kota Subulussalam antara lain suku Aceh asli, Aceh
Singkil, Jawa, Batak, dan lainnya. Semua suku yang menetap di daerah itu saling
memberi dukungan terhadap berbagai program pembangunan, termasuk adat budaya.
1
Sadri Ondang Singkil dalam konstelasi sejarah aceh (FAM PUBLISHING, 2002)
3
Masyarakat yang berbeda suku daerah ini hidup harmonis dan semua adat
budaya saling mengisi satu sama lain. Budaya masyarakat Jawa, yang populasinya
mencapai 40 persen di daerah itu, terlihat damai dalam melahirkan kombinasi kultur
ya ng menyatu. Masyarakat di Subulussalam bersatu dalam membangun budaya
secara kaffah, termasuk budaya kerja.
Kabupaten Aceh Selatan memiliki 3 suku asli, yaitu suku Aceh (60%),
suku Aneuk Jamee (30%) dan suku Kluet (10%). Suku Aneuk Jamee merupakan para
perantau Minangkabau yang telah bermukim disana sejak abad ke-15. Walau sudah
tidak lagi menggunakan sistem adat matrilineal, namun mereka masih menggunakan
Bahasa Minangkabau dialek Aceh (Bahasa Aneuk Jamee) dalam percakapan sehari-
hari. Suku Kluet atau Keluwat adalah sebuah suku yang mendiami beberapa
kecamatan di kabupaten Aceh Selatan, yaitu kecamatan Kluet Utara, Kluet
Selatan, Kluet Tengah, dan Kluet Timur. Secara etnis, Suku Kluet termasuk dalam
Rumpun Batak yakni Rumpun Batak Utara.
2
H. Damhuri dan Muhajir Al Fairusy Simbol Peradaban Kota Subulussalam (Zahir
Publishing Yogyakarta dan Lhee Sagoe Press Banda Aceh, 2017)
4
Sejak berabad-abad lalu, pesisir barat Sumatra telah menjadi rantau tradisional
bagi orang Minangkabau. Migrasi orang Minang ke pesisir barat Aceh telah
berlangsung sejak abad ke-16, di mana ketika itu banyak dari saudagar Minang yang
berdagang dengan Kesultanan Aceh. Selain berdagang banyak pula dari masyarakat
Minang yang memperdalam ilmu agama ke Aceh. Salah satunya ialah Syei
Burhanuddin Ulakan, seorang ulama yang berasal dari Ulakan, Pariaman, Sumatra
Barat. Syekh Burhanuddin pernah menimba ilmu di Aceh kepada Syekh Abdurrauf
Singkil dari Singkil, Aceh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran
Syekh Ahmad al-Qusyasyi Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang
untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. Gelombang migrasi
berikutnya terjadi pada masa Perang Paderi. Di mana pada masa itu banyak dari
masyarakat Minang yang menghindar dari pergolakan dan penjajahan Hindia
Belanda.
Ada yang menarik dari Aceh Selatan yaitu Tapak Tuan. Legenda lokal
menyebutkan itulah tapak kaki Tuan Tapa, tokoh dalam cerita legenda Aceh Selatan.
Keberadaan tapak yang terletak di kaki Gunung Lampu, Tapaktuan, ini menjadi daya
5
tarik wisatawan. Untuk berkunjung ke sana memang tidak mudah. Pengunjung harus
melewati batu karang beragam ukuran.
Cerita legenda tapak kaki Tuan Tapa menjadi asal muasal nama ibukota
Kabupaten Aceh Selatan, yaitu Tapaktuan. Kota ini terletak sekitar 440 kilometer dari
ibukota provinsi Aceh. Legenda Tapak Tuan menjadi cerita rakyat turun temurun dan
dipercaya masyarakat di sana. Sayang, proses renovasi yang mungkin tujuannya
untuk melestarikan, justru membuatnya tidak alami lagi. Meski kini tapak tidak lagi
alami, tapi lokasi tersebut masih memikat hati pengunjung.
Beberapa tahun kemudian, kedua orangtua bayi yang menjadi raja dan
permaisuri di Kerajaan Asralanoka mengetahui keberadaan putri mereka. Raja
meminta kembali buah hatinya pada kedua naga. Permintaan itu ditolak. Tanpa pikir
panjang, kemudian raja dibawa lari putri raja menggunakan kapal. Kedua naga marah
dan mengejar raja hingga terjadi pertempuran di tengah laut. Hal itu menyebabkan
persemedian Tuan Tapa terusik,". Tuan Tapa lalu keluar dari gunung tempat ia
bertapa dan melangkah ke sebuah gunung. Saat berdiri di puncak gunung, Tuan Tapa
hendak melontarkan tubuh ke arena pertempuran. "Jejak kaki saat dia berdiri itulah
yang membekas di sini," Tuan Tapa berhasil membunuh kedua naga dengan
menggunakan tongkat. Saat itu, niat Tuan Tapa untuk menyelamatkan bayi yang telah
menjadi seorang putri. Ternyata, maksud baik Tuan Tapa membuat kedua naga marah
besar sehingga terjadi pertempuran.
6
Singkat cerita, pertarungan itu dimenangkan oleh Tuan Tapa. Sang putri pun
kembali ke pelukan raja dan permaisuri. Tapi keduanya tidak kembali lagi ke
kerajaan dan memilih menetap di Aceh.3
Penduduk Aceh Barat Daya didominasi oleh Suku Aceh (80%) diikuti
oleh Suku Aneuk Jamee (12%). Sedangkan sisanya adalah pendatang dari berbagai
suku (8%), termasuk suku jawa, dan batak. Di Aceh Barat Daya ini pula lahir pejuang
kemerdekaan Indonesia yaitu Teungku Peukan.
3
Legenda Tapak Tuan
7
pasukan Teungku Peukan pun tiba dan beristirahat sejenak di bale (balai) Teungku
Lhoong Geulumpang Payong, Blangpidie.4
Pada saat itu Teungku Peukan membagi 3 sektor penyerangan dan dibantu
oleh Said Umar, Waki Ali, dan Zakaria Ahmad yang dikenal dengan nama Nyak
Walad. Penyerangan dilakukan pada saat menjelang subuh, sehingga serdadu Belanda
kaget dan kocar-kacir. Pada penyerangan itu banyak serdadu Belanda yang tewas.
Dalam kejadian itu Teungku Tahala putra dari Teungku Peukan menjadi
emosional dan menyerang serdadu Belanda. Saat itu pula di meninggal dalam
pertempuran. Ada beberapa pejuang yang selamat dalam pertempuran itu, yaitu Pang
Paneuk dan Sidi Rajab. Dalam peristiwa tersebut atas inisiatif Teungku Yunus Lhong
jenazah Teungku Peukan dan 5 peujuang lainnya (termasuk putra dia) dimakamkan di
depan Masjid Jami' Baitul 'Adhim Blangpidie.5
Di Aceh Barat Daya juga mempunyai tradisi melindungi ikan Hiu dan Paus,
atau yang di sebut dengan “yee bintang” kerena bagi mereka ikan tersebut
mambawa/mendatangkan rezeki bagi mereka yang berkehidupan sebagai nelayan.
Biasanya memantau keberadaan hiu di lihat dari bintang laut, ketika muncul,
perahunya langsung dirapatkan ke kawasan Hiu dan Paus untuk menanggap ikan-ikan
yang ada disitu seperti Tongkol dan Tuna,sangat mudah di tangkap nelayan saat
berada di sekeliling Hiu besar.
4
Abuya Syammarfaly, H.Nyak Abbas SB, Rozal Nawafil
5
Abuya Syammarfaly, H.Nyak Abbas SB
8
e. Kabupaten Nagan Raya
Nama Nagan Raya merupakan perpaduan dua kata: Nagan dan Raya. Ibu
kotanya bernama Suka Makmue. Di sini ratusan tahun silam sudah berdiri tiga
kerajaan seperti Kerajaan Beutong, Seunagan, serta Seuneuam. Hingga kini masih
memiliki garis keturunan para raja dan bangsawan serta masih memelihara adat
warisan leluhur.
Nagan Raya sebagian besar suku Aceh ada 70%, kemudian suku Jawa ada
23% dan yang 7% lagi suku pendatang. Di Nagan Raya banyak sekali orang Migrasi
kerena mereka di kota sulit mendapatkan kerja. Di Nagan Raya saja kira-kira 6
perkebunan/PT kelapa sawit. Tidak hanya itu masyarakat Nagan Raya juga Bertani
dan Nelayan. Untuk kebudayaan-Nya sendiri mereka saling melengkaapi, tidak
sedikit dari kalangan suku Aceh menikah dengan suku Jawa.
Tak hanya itu. Kehidupan masyarakat di kabupaten ini juga sangat kental
dengan ajaran agama Islam, yang semakin hari terus berkembang dengan hadirnya
sejumlah sarana dan prasarana pendukung meliputi lembaga pengajian, pondok
pesantren, majelis taklim, serta aneka tempat lainnya. Semua itu untuk generasi
penerus, agar tercipta kader yang Islami dan berakhlak mulia, serta memahami dan
melestarikan budaya endatunya.
Di Nagan Raya ada yang namanya adat PEUCICAP, yaitu salah satu dari
serangkaian upacara adat Orang Aceh yang dilakukan pasca ibu melahirkan. Pada
Peucicap bayi diperkenalkan beberapa rasa makanan untuk yang pertama kalinya:
asam, asin dan manis. Tradisi ini seperti latihan buat bayi agar mampu membedakan
antara satu rasa dengan rasa yang lainnya.6 Pengenalan rasa manis kepada anak bayi
menurut Adat Orang Aceh sangatlah penting. Pemberian rasa manis mengandung
6
Zainun, Asnawi. "Anak Dalam Asuhan Adat". acehprov. Diakses tanggal 25 Maret 2019.
9
harapan agar ketika dewasa nanti sang anak memiliki akhlak yang baik, yang
direpresentasikan dengan rasa manis.7
Rasa manis untuk tradisi Peucicap bisa berasal dari manisan(madu) lebah,
tebu maupun dari air perasan buah-buahan, seperti sawo
(sauh), mangga, rambutan maupun buah nangka.8 Bisa juga lidah bayi diberikan
gula, buah srikaya atau makanan-makanan lain yang rasanya manis.9 dan sifatnya
lunak. Peucicap juga dapat dilakukan dengan menggunakan air zam-zam, bagi
keluarga yang memang mampu membelinya.10 Meski sudah jarang dilakukan, ada
juga yang memperkenalkan bayinya dengan (rasa) ikan. Maknanya adalah agar si
anak nantinya tidak canggung hidup bermasyarakat, rajin bekerja seperti halnya
nelayan yang memancing ikan di laut.11 Sebelum Upacara dilaksanakan, madu dan air
perasan buah-buahan tadi, termasuk ikan, hati ayam, Surat Yasin dan Rencong, harus
dipersiapkan terlebih dahulu oleh nenek si bayi dari garis keturunan si ibu.
Peucicap merupakan satu Sunnah Nabi saat bayi baru lahir. Tradisi Orang
Aceh ini serupa dengan Tahnik (sering disebut juga sebagai Mentahnik) yang tertulis
di dalam Kitab Suci Al Quran.12 Ketentuan Adat orang Aceh jenis kelamin bayi
menentukan pula siapa yang bisa melakukan Peucicap. Jika kelamin si bayi laki-laki,
maka yang bertugas adalah Teungku Agam (laki-laki). Sebaliknya, jika bayi berjenis
kelamin perempuan, maka haruslah Teungku Inong (wanita) yang boleh melakukan
Peucicap.
7
Madira, Salman (2 November 2014). "Makna di Balik Peutroen Anuek &
Puecicap". okezone. Diakses tanggal 22 Maret 2019.
8
Madira, Salman (2 November 2014). "Makna di Balik Peutroen Anuek &
Puecicap". okezone. Diakses tanggal 22 Maret 2019.
9
Saifurrohman, Muzaki (Desember 2018). "Peutron Aneuk dalam Budaya
Aceh". ReasearchGate. Diakses tanggal 21 Maret 2019.
10
Jamaluddin; Faisal; Jumadiah; Rasyid, Laila; Herinawati; Amalia, Nanda (2016). Adat Dan
Hukum Adat Nagan Raya. Nagan Raya: Unimal Press.
11
Sufi, Rusdi (2002). Adat-Istiadat Masyarakat Aceh. Banda Aceh: Dinas Kebudayaan
Provinsi Aceh Darussalam.
12
Helmi Abu Bakar, El-Langkawi (14 Desember 2017). "Fiqh Kelahiran (I): Pentingnya
Tahnik (Peucicap) Bayi dalam Islam". portalsatu. Diakses tanggal 25 Maret 2019.
10
Kemudian ada juga yang mengikuti Tarekkat Syattariah/ Habib Muda
Seunagan ( Putra Asli Keturunan Abu Pelekung).
Masyarakat sangat antusias menyambut idul Adha ataupun Idul Fitri kali ini,
alhamdulillah malam ini juga sama seperti lebaran-lebaran sebelumnya berjalan tertib
yang berpusat di Mesjid besar Abu Habib Muda Peuleukung.
Habib Seunagan atau Abu Peuleukung adalah seorang ulama dan pejuang
yang berasal dari daerah Seunagan, Nagan Raya, Aceh. Nama lengkapnya
adalah Habib Muhammad Yeddin bin Habib Muhammad Yasin.13 Ia hidup pada
masa penjajahan Belanda hingga masa kemerdekaan Indonesia. Selain di ladang
politik, ia juga seorang ulama lintas generasi yang berperan di Aceh Barat, Gayo
Lues, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan bagian Aceh lainnya. Ia
adalah seorang mursyid utama Tarekat Syattariah di Seunagan yang masih
berkembang hingga kini. Salah satu peninggalannya yang sampai saat ini dinikmati
masyarakat Nagan Raya yaitu saluran irigasi untuk sawah petani diberi nama "Lhung
Abu" sepanjang 25 kilometer.14
13
Shadiqin, Sehat Ihsan (1 April 2017). "DI BAWAH PAYUNG HABIB: SEJARAH,
RITUAL, DAN POLITIK TAREKAT SYATTARIYAH DI PANTAI BARAT
ACEH". Substantia. 19 (1). Diakses tanggal 21 September 2018
14
Agency, ANTARA News. "Kiprah Abu Habib Muda Seunangan Merebut Kemerdekaan
11
Masyarakat di Nagan Raya meyakini ketika Habib Seunagan meninggal, ia
berumur seratus tahun. Jika perkiraan ini benar maka berarti beliau lahir sekitar tahun
1870-an atau tiga tahun sebelum Belanda memulai agresinya ke Aceh. Salah satu
penulis Belanda, Zentgraaff, mengatakan pada tahun 1917 meletus perang antara
pasukan Belanda dengan pejuang di Aceh Barat yang dipimpin oleh Teungku Puteh
yang tak lain adalah Habib Seunagan.15
Aceh Barat sangat berkaitan dengan sejarah Meulaboh, Ibu kota Kabupaten
Aceh Barat yang terdiri dari Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian Kaway XVI dan
sebagian Kecamatan Meureubo adalah salah satu Kota yang paling tua di belahan
Aceh bagian Barat dan Selatan. Menurut HM.Zainuddin dalam Bukunya Tarih Atjeh
dan Nusantara, Meulaboh dulu dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Nama tersebut
kemungkinan ada kaitannya dengan sejarah terjadinya tsunami di Kota Meulaboh
pada masa lalu, yang pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi kembali.
Meulaboh sudah berumur 402 tahun terhitung dari saat naik tahtanya Sultan
Saidil Mukamil (1588-1604), catatan sejarah menunjukan bahwa Meulaboh sudah
ada sejak Sultan tersebut berkuasa.
Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636),
demikian HM.Zainuddin negeri itu ditambah pembangunannya. Di Meulaboh waktu
itu dibuka perkebunan merica, tetapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat
menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk mengambil
muatan kemenyan dan kapur barus. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan
Djamalul Alam, Negeri Pasir Karam kembali ditambah pembangunannya dengan
pembukaan kebun lada. Untuk mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang
dari Pidie dan Aceh Besar.
15
1979-, Shadiqin, Sehat Ihsan,; Ardiansyah,; Fakhrurradzie,, Gade,. Abu Habib Muda Seunagan,
republiken dari Aceh : hidup, ajaran, dan perjuangan (edisi ke-Cetakan pertama). Banda
Aceh. ISBN 9786021632505. OCLC 953413631.
12
Di Aceh Barat tidak hanya suku Aceh saja melainkan suku Jawa dan suku
pendatang lain-Nya, mereka hidup dengan harmonis, mengenal toleransi. Menjaga
adat, menjaga etika, sopan dan santun. Tidak sedikit mereka yang suku Aceh tertarik
dengan suku Jawa, kemudian di lamar lalu menikah, hidup penuh dengan
keharmonisan dan rukun.
Teuku Umar yang dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854,
adalah anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan
dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara
perempuan dan tiga saudara laki-laki. Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum
Sati berasal dari Minangkabau. Dia merupakan keturunan dari Laksamana Muda
Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman
13
pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman.16 Salah seorang keturunan Datuk
Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam
oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya
tersebut, orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan
Ranceh. Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan
Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai
anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.17
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan
kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang
keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak
pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang
pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
16
Riwajat hidup (singkat) beberapa orang pahlawan Atjeh, zaman pra-kemerdekaan
17
http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02014.pdf
14
Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh melawan
Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.18
Para prajurit Portugis yang tertawan ini lama-kelamaan masuk Islam, menikah
dengan penduduk setempat dan mengadaptasi tradisi Aceh secara turun-temurun.
Keturunan mereka saat inilah yang terlihat khususnya di kecamatan Jaya (sekitar
75 km arah barat daya Banda Aceh).Tidak hnya itu saja Aceh Jaya banyak juga
masyarakat pendatang dari luar seperti suku Jawa.
18
"T. Umar.pdf" (PDF). Pemerintah Provinsi Aceh.
15
pada 10 Zulhijjah atau pada hari raya pertama Idul Adha. Kerajaan ini kata Maulidi,
diketahui punya relasi yang luas, atau telah membangun hubungan bilateral dengan
berbagai negara sehingga saat dideklarasi banyak perwakilan negara yang hadir
seperti dari Amerika Serikat, Inggris dan Portugis.
Poe Teumereuhom, julukan sang sultan dikenal juga sebagai pelahir adat di
bumi Aceh. Tak heran jika kemudian jika ada sebuah nazam berbunyi Adat Bak Poe
Teumeureuhom, Hukom Bak Syah Kuala, Qanun Bak Putro Phang, Reusam bak
Laksamana.
Aceh Tengah berada di kawasan Dataran Tinggi Gayo. Kabupaten lain yang
berada di kawasan ini adalah Kabupaten Bener Meriah serta Kabupaten Gayo Lues.
Pada umumnya, orang Gayo, dikenal dari sifat mereka yang sangat menentang
segala bentuk penjajahan. Daerah ini dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat
menentang pemerintahan kolonial Belanda. Juga pernah dijajah dengan Hindia
Belanda dan Jepang.
16
Aceh Tengah beragama Islam. Dan 1 persen lagi beragama Kristen khatolik atau
Protestan. Mereka mempunyai toleransi yang begitu harmonis dalam bermasyarakat.
Suku Gayo memiliki adat yang sangat kental baik dalam bermasyarakat
maupun dalam budaya, hal itu dapat dilihat dari 4 jenis adat sumang atau larangan
yang ada didalamnya.19
19
Yusradi Usman al-Gayoni Tutur Gayo (Takengon-lintas Gayo, 2015)
17
memanggilnya kakak, begitu pula dengan laki-laki yang seusia dengan
ayah kita ada baiknya kita memanggilnya bapak atau panggilan lainya
yang sesuai dengan panggilan untuk orang tua. Misalnya Berbicara
antara dua orang yang berlainan jenis dengan cara atau isi
pembicaraan yang tidak baik atau tidak wajar dikatakan , baik
ditempat tertutup maupun terbuka, baik berbisik-bisik ataupun terang-
terangan. Perkataan yang termasuk Sumang ialah berkata kasar,
sombong, angkuh, dalam Bahasa Gayo disebut bercerk
sergakatau jis dan jengkat( tidak sopan ), nada suara yang tinggi saat
seorang anak berbicara dengan orang tuanya dan menentang tatapan
wajahnya, demikian juga dengan seorang pemimpin, guru dan orang
yang dipandang terhormat, menurut budaya Gayo telah termasuk
perilaku Sumang, tidak hormat dan tidak menghargai serta tidak
memuliakan orang yang seharusnya dihormati, dalam istilah budaya
Gayo dinamakan jis. Dalam pepatah Gayo menghormati dan
mengargai itu diungkapkan dalam kata petuah ta'zim kin reje demu
denie, ta'zim kiin guru demu ilmu (artinya, patuh kepada raja dapat
dunia, patuh kepada guru dapat ilmu ).
Sumang Pelangkahen (perjalanan) yaitu, sumang melakukan
perjalanan dengan keangkuhan dan kesombongan serta melakukannya
sekehendak hati, maka bagi masyarakat Gayo, bila melakukan
perjalanan tidak hormat, mereka telah menyebarkan aib dirinya serta
keluarga kepada masyarakat, bahkan masyarakat juga malu dengan
perilaku ini. Misal sumang pelangkahen karena berkhalwat dengan
yang bukan mahramnya, karena bila seorang laki-laki dan perempuan
berdua-duaan akan di khawatrirkan melakukan perzinaan.
Sumang kenunulen (kedudukan) yaitu, hal yang tabu bila dikerjakan
saat duduk dihadapan orang. Misalnya laki-laki dan perempuan yang
18
bukan muhrimnya duduk bersama-sama. Aturan adat ini telah
dilakukan oleh mayoritas orang Gayo, yang apabila ada seorang laki-
laki kedapatan sedang duduk berdua-duaan akan ditangkap dan
diserahkan kepada pemerintah setempat dan Seorang yang lebih muda
tidak layak duduk berpapasan atau tempat duduknya lebih tinggi
dengan orang yang lebih tua seperti bapak, ibu, guru, dan orang yang
setara dengan mereka.20
Bahasa Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh suku
Gayo. Bahasa Gayo ini mempunyai keterkaitan dengan bahasa Suku Karo di Sumatra
Utara. Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut "Northwest Sumatra-
Barrier Islands" dari rumpun bahasa Austronesia.
Pengaruh dari luar yaitu bahasa di luar bahasa Gayo turut mempengaruhi
variasi dialek tersebut. Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan
bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge dan Gayo Lues. Hal tersebut
disebabkan karena pengaruh bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur. Begitu
juga halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang, sedikit banyak terdapat pengaruh
Melayu karena lebih dekat ke Sumatra Utara. Kemudian, Gayo Lues lebih
dipengaruhi oleh bahasa Alas dan bahasa Karo karena interaksi yang lebih banyak
20
Taufiqurrahman Setiawan, Stanov Purnawibowo, Negngsi Susilawati, TANOH GAYO
RIWAJATMOU DOELOE, 2017
19
dengan kedua suku tersebut lebih-lebih komunitas Gayo yang ada di kabupaten Aceh
Tenggara.21
Ariga
Cibiro
Linge
Mulala
Munte
Tebe
Alga
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo
adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan
cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari
Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi,
bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan,
sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial
masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari
Munalu, Sebuku /Pepongoten (seni meratap dalam bentuk prosa), guru didong,
dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat).
21
Fathan Muhammad Taufiq, Inspirasi Dari Gayo, (Mahara Publishing)
20
kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai budaya ini
dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang
mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai ini
diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi,
kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama
Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.22
Kemudian Kata Bener kemungkinan berasal dari kata bandar yang berarti
kota, sedangkan Meriah berarti ramai/sejahtera (gemah ripah), sehingga Bener
Meriah dapat memiliki arti Bandar (kota) yang ramai/sejahtera, Bener juga dapat
berarti Benar sehingga dapat diartikan benar-benar ramai/sejahtera, Meriah menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata Riah yang berarti ramai yang
bersifat suka ria, atau upacara (kebesaran, kemuliaan, kemegahan, perayaan,
berwarna, ceria, beragam, dan sebagainya). Bener Meriah juga sering dikaitkan
dengan nama anak Raja Linge.
i. Kabupaten Bireuen
22
Melalatoa, M. Junus (2006). Memahami Aceh Sebuah Perspektif Budaya dalam Aceh,
Kembali ke Masa Depan. IKJ Press. hlm. 14. ISBN 979-3778-27-X.
21
mengadakan pertemuan dengan para saudagar Aceh di Hotel Atjeh, di sebelah selatan
masjid Raya Baiturrahman.
Dua peswat itu juga merupakan cikal bakal lahirnya pesawat Garuda
Indonesia Airways dan Radio Rimba Raya di Kawasan Kabupaten Bener Meriah.
Radio Rimba Raya yang mengudara ke seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan
beberapa bahasa asing juga merupakan cikal bakal RRI sekarang ini. “Dan itu juga
bagian dari radio perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia,”
pungkas mantan pejuang Letnan Yusuf Tank.23
Bireuen juga mempunyai Seni tutur Seumapa ini sangat penting dalam
kehidupan masyarakat Aceh, Menurut riwayat seni tutur Seumapa dalam bahasa Aceh
sudah lahir dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh Khususnya di
Bireuen saat berlangsungnya perkawinan puteri Raja Jeumpa Tamsir Dewi dengan
putera Said Ali Al Mukhtadari dari Peureulak pada tahun 1631 Masehi. Sejak zaman
doeloe dalam adat pesta perkawinan Aceh, saat acara Intat Linto dan Preh Dara Baro,
begitu tiba di halaman rumah Dara Baro sebelum bersanding di pelaminan, diawali
23
Sufa, Rahmad Asri. 2014. Bireuen Dalam Lintas Sejarah
22
dengan perang Seni Tutur Seumapa, antara Seumapa rombongan Linto Baro dengan
pihak Dara Baro.
Bereuen terkenal akan bahasa Aceh-Nya yang sangat kental sekali. Bahasa
Aceh Bireuen atau di daerah timur berbeda dengan di sebelah barat, misalnya
Meulaboh, Nagan Raya, dan lain-lain. Dari pada itu di bereuen juga banyak yang
masuk dari suku lain, misalnya Jawa, mereka berdagang di daerah tersebut.
j. Kabupaten Sigli/Pidie
Pidie adalah salah satu kabupaten di Aceh. Pusat pemerintahan kabupaten ini
berada di Sigli, kabupaten ini merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk
terbesar ke 2 di provinsi aceh setelah kabupaten aceh utara. Dua pertiga masyarakat
kabupaten ini ada di perantauan, buat masyarakat wilayah ini merantau adalah sebuah
kebiasaan yang turun temurun untuk melatih kemandirian dan keterampilan.
Masyarakat wilayah ini mendominasi pasar-pasar di berbagai wilayah di provinsi
Aceh dan sebagian ke provinsi sumatera utara dan negara tetangga malaysia. Selain
itu, wilayah ini juga terkenal sebagai daerah asal tokoh-tokoh terkenal Aceh.
23
Randu dan Nilam. Kemudian peternakan, contoh-nya Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam
dan Itik.
Khuri Top Blang adalah adat bertani Pidie Setiap tahap tersebut selalu diawali
dengan acara makan bersama atau khauri. Dalam dua tahap pertama yaitu rah
bijeh dan seumula, khauri tidak dilakukan secara besar-besaran. Namun saat
penutupan terdapat acara makan bersama yang ditutup dengan wejangan salah satu
tokoh di kampung setempat. Adalah Gampong Leupeum Mesjid, Kecamatan Sakti,
Kabupaten Pidie yang masih melaksanakan adat pertanian di atas. Setiap regulasi adat
dalam bidang pertanian tersebut diikuti oleh masayarakat atas kesadaran masing-
masing. Di akhir prosesi Top Blang tersebut Teungku Imum memberikan
wejangannya terkait hidup bermasyarakat dan dalam kehidupan bertani, berkebun,
dan bersosialisasi sesama masyarakat. 24
Pidie Jaya salah satu Kabupaten di Aceh pemekaran dari kabupaten Pidie,
beribu kota di Meureudu. Negeri Meureudu sudah terbentuk dan diakui sejak zaman
Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa (1607-1636) Meureudu
semakin diistimewakan. Menjadi daerah bebas dari aturan kerajaan. Hanya satu
kewajiban Meureudu saat itu, menyediakan persediaan logistik (beras) untuk
kebutuhan kerajaan Aceh. Sampai Kerajaan Aceh runtuh, Meureudu masih sebuah
negeri bebas.
24
Aminullah Yacob, (Pernak-Pernik Pidie, Bandar Publishing. 2018)2018)
24
Hal itu sebegaimana tersebut dalam Qanun al-Asyi atau Adat Meukuta Alam,
yang merupakan UU Kerajaan Aceh. Saat Aceh dikuasai Belanda dan Masjid Indra
Puri direbut, dokumen undang-undang kerajaan itu jatuh ke tangan Belanda. Oleh
K.F van Hangen dokumen itu kemudian diterbitkan dalam salah satu majalah yang
terbit di negeri Belanda.
Adat Keumaweh / mengantar nasi Pidie Jaya, dilakukan saat pengantin wanita
(dara baro) diketahui sudah hamil. Kabar kehamilan tersebut segera disampaikan
kepada keluarga mempelai pria (linto baro). Mendapat kabar gembira itu, maka ibu
linto baro selaku mertua (mak tuan) pada suatu waktu akan mengunjungi dara baro
yang hamil tersebut bersama sanak keluarganya. Dalam kunjungan tersebut,
rombongan mak tuan membawakan nasi bungkus berbentuk piramida (bu kulah) yang
dibungkus daun pisang.26
25
H.M. Zainuddin, (Singa Atjeh) Pustaka Iskandar Muda, 1957
26
Iskandar Norman, Pidie Jaya Dalam Lintasan Sejarah
25
Pada dasar keumaweh di wilayah hampir sama walaupunada sedikit
perbedaannya dalam bentuk penyajiannya. Hal ini juga di rasakan sendiri dan telah di
praktekkan oleh masyarakat Pidie Jaya yang merupakan dulunya masih sekabupaten
dnegan Pidie. Namun dalam banyak tradisi juga ada perbedaannya walaupun di Pidie
“keumaweh” itu sangat terasa dan dilakukan dalamdurasi beberapa kali mulai seorang
isteri sudah berumur kandungannya di bawah 5 bulan dan menjelang tujuh bulan.
Uniknya di Pijay (Pidie Jaya) dikenal adanya “me gateng” nama lain
“Keumaweh” basah dan mentah. Dalam tradisi masyarakat Pidie Jaya, “Me Bu
gateng” mentah itu hanya membawa makanan ala kadar dengan hidangan atau tabak
yang tidak terlalu istimewa,namun lebih berorientasi menggantinya dengan
memasukkan cincin untuk istri yang mengandung oleh Ibu sang suami. Kadar
“mentah” itu bervariasi minimalnya setengah mayam, maksimalnya tergantung
kemampuan dan kesanggupan pihak orang tua suami tersebut.
Sedangkan sang calon ayah sudah duluan di peusijuek oleh orang tua istri
dalam hal ini oleh ibunya atau yang di wakilkan oleh ibu si isteri tersebut. Peusijuek
di samping adanya penyerahan amplop berupa uang atau sedekah semampu orang tua
istri juga ada seperngakat pakaian atau kain sarung yang di bungkus dalam kado.
Suami harus memberi tahu kepada orang tuanya bahwa dia telah di peusijuek di
tempat kediaman istrinya.
Wilayah Aceh Utara memiliki topografi wilayah yang sangat bervariasi, dari
daerah dataran rendah yang luas di utara memanjang barat ke timur hingga daerah
26
pegunungan di selatan. Ketinggian rata-rata wilayah Aceh Utara adalah 125 m. Jalan
lintas timur Sumatra melintasi wilayah dataran rendah sehingga menjadikan wilayah
rendah ini menjadi kawasan yang lebih berkembang secara ekonomi dibanding
wilayah selatan yang ada dipedalaman.
27
Putra Gara, Samudra Pasai, (Mizan, 463 Hal)
27
beragama masyarakat di Aceh Utara. Karena itu di wilayah Aceh Utara bahkan tidak
menemukan satupun sarana rumah peribadatan selain masjid, mushala dan meunasah.
Mop-Mop dalam bahasa Aceh yang berarti mengunyah, seni pertunjukan ini
dikatakan Mop-Mop karena tingkah laku pemainnya yang lucu ketika berakting
dengan mulut monyong kedepan seperti orang mengunyah makanan. Kesenian Mop-
Mop diangkat dari keseharian masyarakat dalam berumah tangga, yang terkadang
sering terdapat perselisihan antara suami istri.
28
Athaillah, dkk. 1981. Kesenian Tradisional Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
28
dewasa, Pucook Sulooh dinobatkan menjadi Raja Tamiang bergelar "Pucook Sulooh
Raja Te-Miyang", yang artinya "seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong,
tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal".29
29
"Kabupaten Aceh Tamiang dalam Angka 2017". BPS. Diakses tanggal 30 Maret 2019.
30
"APBD 2018 ringkasan update 04 Mei 2018". 2018-05-04. Diakses tanggal 2018-07-06.
29
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan kaya minyak dan gas, meski
jumlahnya tidak sebesar Kabupaten Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan
salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Di samping itu, Aceh Tamiang
juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air
merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai
besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang
Kanan) dan Sungai Kaloy. Kabupaten Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor
pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.
30
Penduduk kabupaten Aceh Timur terdiri dari pelbagai suku, dengan suku
dominan berasal dari orang Aceh 95,1%, kemudian disusul orang Gayo 1,9% yang
menumpu di kecamatan Serbajadi, peunaron dan simpang jernih, serta
orang Jawa yang mendiami kawasan transmigrasi di kecamatan serbajadi, peunaron
dan simpang jernih bercampur dengan suku gayo, sunda, aceh dan batak toba serta
karo.
Di Aceh timur ada tradisi Peuayon Aneuk. atau lebih dikenal dengan
menidurkan anak adalah suatu kegiatan membuai atau melalaikan anak dalam ayunan
yang terbuat dari kain tebal dan tali sambilnya menyanyikan lagu-lagu. Keberadaan
peuayôn aneuk di gampong Lhok Dalam Kecamatan Peureulak telah mendapatkan
pengakuan dari sejumlah masyarakatnya sehingga dalam kehidupan keluarga
masyarakat disana memiliki rutinitas wajib dilakukan kepada seorang anak. Rutinitas
tersebut adalah membuai anak di dalam ayunan yang dilakukan seorang ibu kepada
sang anak untuk memberikan pendidikan karakter kepada anak semenjak usia dini.
Peuayôn aneuk dalam masyarakat lhok Dalam bukan hanya sekedar mengayunkan
anak di dalam ayunan saja, tetapi dalam mengayunkan anak juga terdapat irama yang
berisikan syair yang dinyanyikan oleh sang ibu. Peuayôn aneuk yang hingga saat ini
masih dilakukan oleh masyarakat Lhok Dalam memiliki makna sendiri di
masyarakatnya sehingga kebiasaan peuayôn aneuk sambil menuturkan lagu tersebut
masih dipelihara hingga saat ini.
31
kerusuhan yang melibatkan SARA (suku, agama dan ras). Masyarakatnya mampu
menjaga perdamaian sampai saat ini.
Suku perantau lainnya adalah suku Jawa yang sekarang bermukim di desa
Purwodadi, dan pada akhir-akhir ini etnis pendatang bertambah kembali dengan
datangnya Suku Sunda dari Provinsi Jawa Barat.
Ada pula Marga di Aceh Tenggara Menurut buku (Sanksi dan Denda Tindak
Pidana Adat Alas, Dr Thalib Akbar MSC, 2004) adapun marga–marga etnis Alas
yaitu: Selian, Deski, Bangko, Keling, Kepale Dese, Keruas, dan Pagan. kemudian
hadir lagi marga Acih, Beruh, Gale, Kekaro, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe,
Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen, Sepayung, Sebayang
dan marga Tarigan.
32
Di Aceh Tenggara ada kessenian yang namanya Ngekhane. Ngekhane adalah
Seni berbicara dalam budaya alas yang biasanya di terapkan pada acara pesta, dalam
ngekhane terdiri dari dua orang atau lebih pembicara yang saling bersahutan, unik
ngekhane hampir sama seperti balas pantun di Adat Melayu. isi ngekhane ini pun bisa
beragam bisa kritikan, nasehat, dll.31
a. Suku-Suku di Aceh
- Suku Aceh : Suku ini mendiami ujung utara Sumatra dan menganut agama
Islam. Mereka menggunakan bahasa Aceh yang masih berkerabat dengan
bahasa Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh merupakan bagian
dari bahasa Melayu-Polynesia barat, cabang dari keluarga bahasa
Austronesia. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia yang pertama
memeluk Islam dan mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh
mayoritas bekerja sebagai petani, pekerja tambang, dan nelayan.
- Suku Aneuk Jamee : Secara harfiah, istilah Aneuk Jamee berasal dari
Bahasa Aceh yang berarti “anak tamu”. Suku ini tersebar di sepanjang
pesisir barat dan selatan Aceh. Bahasa yang digunakan bahasa Aneuk
31
Drs.H. M. Salim Wahab. Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Aceh Tenggara,
Mahara Publishing. 2015
33
Jamee, masih merupakan dialek dari bahasa Minangkabau. Namun,
Bahasa Aneuk Jamee hanya dituturkan di kalangan orang-orang tua saja
dan saat ini umumnya mereka lebih menggunakan Bahasa Aceh sebagai
bahasa pergaulan sehari-hari.
34
- Suku Singkil : Suku Singkil terdapat di kabupaten Aceh Singkil daratan
dan kota Subulussalam di provinsi Aceh. Namun, kedudukan suku Singkil
sampai saat ini masih diperdebatkan, apakah suku ini termasuk dalam
suku Pakpak suak Boang atau berdiri sebagai satu suku yang tersendiri
terpisah dari suku Pakpak.
- Suku Sigulai : Suku Sigulai mendiami Pulau Simeulue bagian utara dan
terdapat di kecamatan Simeulue Barat, Alafan dan Salang.
- Suku Tamiang : Suku Tamiang mendiami kabupaten Aceh Tamiang,
termaksud suku melayu dan lebih sering disebut Melayu Tamiang. Suku
ini mempunyai kesamaan dialek dan bahasa dengan masyarakat Melayu
yang tinggal di kabupaten Langkat, Sumatera Utara serta berbeda dengan
masyarakat Aceh. Meski demikian suku ini telah sekian abad menjadi
bagian dari Aceh. Kebudayaan suku ini juga sama dengan masyarakat
Melayu pesisir timur Sumatera lainnya.
b. Perpaduan Adat Istiadat, Budaya dan kebiasaan di Aceh
- Upacara Pesijuek : Upacara adat yang ada di Aceh bukan hanya upacara
yang digelar dalam acara perkawinan saja, masih ada lagi seperti upacara
peusijeuk yang merupakan tradisi memercikkan air yang dicampur dengan
tepung tawar kepada seseorang yang sedang mempunyai hajat tertentu.
- Ranup : Masyarakat Aceh dari sejak dahulu sampai sekarang masih
menggunakan Daun Sirih sebagai teman untuk mengunyah biji buah
Pinang. Selain itu, Daun Sirih untuk pembalut biji buah Pinang ini di Aceh
dikenal dengan sebutan "Ranup". Ranup di Aceh hanya disuguhkan dalam
35
momen dan kesempatan tertentu saja. Seperti, Upacara Adat Perkawinan.
Upacara Peumulia Jame (penyambutan tamu). Dalam beberapa Upacara
Adat tersebut, Ranup diletakkan ke dalam Cawan yang terbuat dari Logam
Kuningan. Bahkan dalam Adat Perkawaninan itu Ranup disusun dan ditata
hingga membentuk Kerucut setinggi paha orang dewasa. Ranup menjadi
simbol bahkan menjadi salah satu tradisi yang diutamakan serta sakral
dalam Upacara Adat perkawinan dan Peumuliya Jamee. "Ranup masih di
sakralkan sebagai umpama tamsilan pengganti lidah dan lisan, dalam
prosesi meminang, pesta perkawinan, maupun peumuliya jamee, sirih
tetap diutamakan. Ranup merupakan salah satu syarat yang tidak boleh
terlewat dalam prosesi adat tersebut".
- Makmeugang : adalah tradisi memasak daging & menikmatinya bersama
keluarga, kerabat dan yatim&piatu oleh masyarakat Aceh, Indonesia.
Meugang atau Makmeugang adalah tradisi menyembelih kurban
berupa kambing atau sapi dan dilaksanakan setahun tiga kali, yakni
Ramadhan, Idul Adha, dan Idul Fitri. Sapi dan kambing yang disembelih
berjumlah ratusan. Selain kambing dan sapi, masyarakat Aceh juga
menyembelih ayam dan bebek. Tradisi Meugang di desa biasanya
berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari raya, sedangkan
di kota berlangsung dua hari sebelum Ramdhan atau hari raya. Biasanya
masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu membawanya ke mesjid
untuk makan bersama tetangga dan warga yang lain. Setiap perayaan
Meugang, seluruh keluarga atau rumah tangga memasak daging dan
disantap oleh seisi rumah. Pantang jika keluarga tidak memasak daging
pada hari Meugang. Meugang memiliki nilai religius karena dilakukan
pada hari-hari suci umat Islam. Masyarakat Aceh percaya bahwa nafkah
yang dicari selama 11 bulan wajib disyukuri dalam bentuk tradisi
Meugang.
- Interaksi/komunikasi Etnis Jawa dengan Etnis Aceh
36
1. Interaksi Sosial dalam Perkawinan Campuran
Dilihat dari segi konsepsi budaya kedua etnis terjadi perbedaan dalam
pelaksanaan pesta perkawinan, akan tetapi interaksi kedua kelompok.
Kehidupan masyarakat di setiap Kota. Dalam pelaksanaan
pesta perkawinan antaralaki-laki Aceh dengan perempuan Jawa atau
laki-laki Jawa dengan perempuan Aceh,adat perkawinan sangat
bergantung pada hasil musyawarah, pada umumnya keduaadat
perkawinan baik jawa maupun Aceh dipergunakan dalam perkawinan
campuran.Adat perkawinan ini sudah berlangsung secara akrap dalam
adatAceh, sehingga dalam pesta perkawinan sesama etnis pun telah me
nggunakan beberapa bagian proses yang sama seperti menyambut tam
u utama dari keduamempelai dengan tarian Ranup Lampuan dan
menggunakan pakaian adat jawa, Acehdan lain-lain sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan. Dilihat dari proses ini
keduakelompok etnis baik etnis Jawa maupun etnis Aceh mengakui
adat masing-masingdan mempertahankannya. Interaksi kedua
kelompok ini terus berjalan dengan baik,sehingga perkawinan
campuran etnis Jawa dengan etnis Aceh bertambah meningkatdan
sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat do Aceh.
37
c. Gotong Royong
d. Pendidikan
c. Budaya Islam Aceh Melayu
Di atas segalanya adalah ikatan antara Aceh dengan Islam. Yang utama sekali
adalah bahwa Aceh, atau jelasmya sejarah Aceh di mulai saat masuknya Islam ke
Aceh. Dalam kaitan inilah bahasa memiliki peran penting dalam mengakomodir
segara khazanah yang hadir bersama Islam di Aceh.
Bahasa dapat dianggap puncak peradaban, bagaimana kalau kita tidak punya
bahasa, atau punya tapi bahasa lisan saja. Melalui bahasa Aceh atau Melayulah
identitas Aceh-Melayu itu terbentuk.
a. Hikayat32
b. Syair
c. Kisah
d. Panton
e. Seulaweut
f. Hiiem
g. Seumapa
h. Meudike
i. Meurukon
j. Meusifeut
k. Sejarah
l. Dll
32
Hikayat dalam bahasa Aceh berbentuk syair bersajak. Berbeda dengan syair dalam istilah
bahasa Indonesia atau dalam Bahasa Melayu yang berbentuk prosa.
38
Semua istilah di atas adalah saluran dimana bahasa Aceh itu diungkapkan
khususnya dalam bentuk syair dan bersajak. Istilah meurukon dan meusifeut adalah
nsuatu cabang kesenian dimnanaajaran agama itu diungkapkan beramai-ramai dalam
bentuk syair bersajak. Sehingga ia member keindahan tersendiri bagi pembaca,
penutur, dan untuk pendengarnya.
Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribu kota Banda Aceh.
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi status sebagai daerah
istimewa dan juga diberi kewenangan otonomi khusus. Aceh terletak di ujung utara
pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia.
Akan tetapi Aceh mempunyai peraturan sendiri yang di sebut dengan Qanun.
Qanun ini hanya bisa di ubah di Aceh saja. Qanun ini tidak bisa di ganggu gugat oleh
pemerintah pusat. Karena Qanun ini memiliki legalitas pemerintah Aceh dan hukum-
hukum di Aceh sebagai daerah Istimewa Aceh.
39
Apa itu Qanun? Qanun adalah Peraturan Perundang-undangan sejenis
Peraturan Daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
masyarakat di Provinsi Aceh.
40
Inalah beberapa Perda / Qanun yang ada di Aceh
41
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Salain itu aceh mempunyai berbagai macam Qanun yang yang di dapatkan di
daerah Aceh saja. Ini bentuk keistimewaan Aceh sebagai daerah Istimewa. Dan
berbagai adat budaya di Aceh itu ada.
Budaya Aceh sudah tereknal dan sudah sampai tingkat internasional. Selain
itu bahasa di setiap daerah di Aceh itu berbeda-beda, akan tetapi dari bahasa mereka
bisa berhubungan erat kerena bahasa alat pemersatu bangsa. Aceh juga terkenal akan
SDM nya yang begitu besar, sehingga banyak dari suku-suku jawa migrasi ke Aceh.
Kemudian Aceh dari sebelah timur maupun barat berbatasan langsung dengan
Sumatera Utara yang menjadi jalur pusat perdagangan masyarakat Aceh Khusus-nya.
Aceh beragam suku, etnis, budaya, dan bahasa. Meski demikian mereka
menjadikan alat pemersatu dalam keharmonisan bermasyarakat, maka-nya di Aceh
jarang terjadi konflik atau hal-hal yang tidak di inginkan. Walaupun berbeda-beda
tetap satu jua.
42
DAFTAR PUSTAKA
43