Anda di halaman 1dari 16

LEGAL OPINION

ANALISA HUKUM TENTANG RESIKO BISNIS DALAM PENDIRIAN PERUSAHAAN


INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Penanaman Modal

Disusun oleh:
DINAR BATANG TARIS (14040704020)
RIZQY AULIA FITRI (14040704044)
AHMAD HAFIDZ JIMMY P (14040704066)
NOVIA KUSUMAWARDANI (14040704107)
RUSMANIAH (14040704115)

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


JURUSAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016
Kasus posisi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di Asia Tenggara, Indonesia
memiliki beribu bahkan jutaan kekayaan alam yang tersimpan, karena itulah Indonesia
memiliki daya tarik dan pesona di mata investor. Daya tarik tersebut terjadi diberbagai sektor
seperti pariwisata, kebudayaan, keilmuan, tehnologi hingga kesehatan. Pulau diujung timur
Indonesia, Papua masih rentan dalam sektor kesehatan terutama Malaria. Dimana penderita
penyakit Malaria tertinggi di Indonesia adalah Papua yaitu 43 per 100, atau di mana 100
orang terdapat 43 penderita malaria. Semetara untuk nasional, penderita malaria 27 per 100.
(Sumber: Dinas Kesehatan Papua). Padahal jika dilihat, Papua memiliki kondisi geografi
yang menguntungkan karena banyak pulau – pulau kecil serta sektor alam yang belum
terjamah dan menguntungkan bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya dalam
bidang kepariwisataan.
John Pieter, pengusaha alat kesehatan dan bahan baku obat di Inggris sedang
melakukan perjalanan liburanya ke Papua dan melihat kasus tersebut pada Januari 2009,
sehingga tercetuslah idenya untuk membantu masyarakat Papua menangkal penyakit Malaria
dengan cara mendirikan perusahaan pembuat obat malaria di Indonesia. Pada Tanggal 4 April
2009, sesaat setelah kembali ke negara asalnya Inggris, John Pieter mengontak temanya
Adrian Yermia yang bekerja di sektor kesehatan di Indonesia untuk membantunya mendirikan
perseroan terbatas dengan penanaman modal asing dari John Pieter.
Karena bantuan Adrian Yermia, pada tanggal 28 Mei 2011 berdirilah PT Edulab Care
di Jalan Justisia nomor 1, Surabaya dengan pembagian penanaman modal dari John Pieter
dan Adrian Yermia. PT Edulab Care bergerak dibidang pengadaan bahan baku obat
konvensional yang konsen pada bidang pembuatan obat anti malaria, sesuai dengan misinya
saat pembuatan perusahaan. Dengan dilakukanya penanaman modal asing, Adrian Yermia
telah memberitahukan resiko – resiko yang akan muncul apabila John Pieter membuka
perseroan terbatas modal asing di Indoneisa, termasuk jika suatu saat diadakanya
nasionalisasi oleh pemerintah Indonesia, PT Edulab Care harus siap diserahkan dengan
penggantian secara keseluruhan atau sesuai yang ditetapkan pada undang – undang lebih
lanjut.
Benar saja, pada awal tahun 2016 terdengar kabar bahwa pemerintah ingin
mengadakan nasionalisasi pada perseroan terbatas modal asing, John Pieter kalang kabut
karena perusahaanya baru berdiri 5 tahun yang mana sedang naik daun dan profit mencapai
titik tertinggi. Akhirnya John Pieter melakukan usaha demi menyelamatkan perusahaanya,
sehingga jika tetap diadakanya nasionalisasi PT Edulab Care mendapatkan ganti yang sesuai
dengan harga pasar internasional.

Rincian Inti Kasus Posisi


1. Pada Januari 2009, seorang pengusaha berkewarganegaraan Inggris bernama John
Pieter ingin menanamkan modal di Indonesia.
2. Pada 4 April 2009, John Pieter mengontak Adrian Yermia menyampaikan
keinginannya untuk mendirikan perusahaan dengan penanaman modal asing.
3. Atas bantuan Adrian Yermia, maka pada tanggal 28 Mei 2011 berdirilah PT Edulab
Care di Jalan Yustisia Nomor 1, Surabaya yang bergerak dibidang pengadaan bahan
baku obat konvensional dengan sub bidang pembuatan obat malaria.
4. Karena perusahaan bergerak dibidang pengadaan bahan baku obat, maka penanaman
modal asing yang diizinkan adalah 75% dan sisanya sebesar 25% ditanggung oleh
investor dalam negeri yang dalam hal ini Adrian Yermia bertindak sebagai penanam
modal dalam negeri di PT Edulab Care.
5. Dalam Jangka waktu 4 April 2009 hingga 28 Mei 2011 John Pieter dan Adrian Yermia
telah mengajukan pengajuan izin sementara untuk pendirian PT PMA melalui BPKM
(Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan mengisi surat permohonan investment
application under the foreign investment law.
6. Terhitung hingga Januari 2016, maka PT PMA Edulab Care telah berdiri selama 5
tahun.
7. Pada awal tahun 2016, terdengar kabar bahwa pemerintah Indonesia ingin melakukan
tindakan nasionalisasi terhadap PT PMA tak terkecuali perusahaan milik John Pieter.
John Pieter kalang kabut menghitung aset dan investasinya serta menyiapakn segala
kemungkinan bila benar terjadi nasionalisasi, karena pada saat itu penjualan sedang
naik dan profit pada titik tertinggi menyebabkan John Pieter tidak ingin kehilangan
aset perusahaanya.

Isu Hukum:
1. Apakah prosedur pendirian PT PMA Edulab Care telah sesuai dengan perundang
– undangan yang berlaku ?
2. Apa fasilitas yang akan diperoleh Penanam Modal Asing di Indonesia ?
3. Apa tindakan yang harus dilakukan oleh John Pieter bila terjadi nasionalisasi pada
PT PMA Edulab Care oleh pemerintah Indonesia ?
4. Apa resiko bisnis yang dihadapi oleh John Pieter dan Adrian Yermia selaku
pemilik PT PMA Edulab Care?

Dasar Hukum:
1. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (yang
selanjutnya disebut UUPM)
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 111 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha
Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal.
3. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No 111 Tahun 2007
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar
Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal
5. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi
7. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
Tentang Pedoman Dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

Konsep Hukum:
1. Pasal 1 ayat (3) UUPM "Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri."
2. Menurut Pasal 5 ayat (2) UUPM “Penanaman modal asing wajib dalam bentuk
perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah
Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam undang – undang”.
3. Pasal 5 ayat (3) UUPM, "Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan
penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
b. membeli saham; dan
c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan."
4. Pasal 6 ayat (1) UUPM, “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada
semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan
kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan”
5. Pasal 6 ayat (2) UUPM, “Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa
berdasarkan perjanjian dengan Indonesia”
6. Pasal 7 ayat (1) UUPM," Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi
atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-
undang."
7. Pasal 7 ayat (2) UUPM, “Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi
atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan
harga pasar”
8. Pasal 7 ayat (1) UUPM, “Jika diantara kedua belah pihak tidak tercapai
kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase”
9. Pasal 10 ayat (1) UUPM, "Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi
kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara
Indonesia."
10. Pasal 12 ayat (2) UUPM, "Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing
adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan
undang-undang."
11. Pasal 15 UUPM, "Setiap penanaman modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha

penanaman modal; dan


e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan."
12. Pasal 18 ayat (6) UUPM, "Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang
melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas
berupa keringanan atau pembebasan bea masuk.
13. Pasal 21 UUPM, "Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada
perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.
14. Pasal 23 ayat (2) UUPM, "Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas
keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah penanam modal mendapat
rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal."
15. Pasal 23 ayat (3) UUPM, "Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua)
tahun;
b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi
izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama (2)
tahun berturut – turut
c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi
pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun
diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak izin tinggal terbatas diberikan.
d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi
pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun
diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi
pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan."
16. Pasal 23 ayat (4) UUPM, "Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal
asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal."
17. Pasal 25 ayat (3) UUPM, "Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal
asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan."
18. Pasal 27 ayat (2) UUPM, "Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal."
19. Pasal 27 ayat (3) UUPM, "Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden."
20. Pasal 32 ayat (4) UUPM, "Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal
antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan
sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para
pihak."
21. Lampiran 1 PERPRES No 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal,
huruf c nomor 19 tentang batasan kepemilikan modal asing dalam usaha industri
farmasi, industri bahan baku obat adalah 75%.
22. Pasal 2 ayat (1) PERPRES No 36 Tahun 2010. Bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan
penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadanglan
untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koerasi, bidang usaha yang
dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan
modalnya dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.
23. Pasal 3 ayat (1) PERPRES No 36 Tahun 2010. Penanaman modal pada bidang
usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang – undangan yang berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
24. Pasal 6 ayat (1) PERPRES No 36 Tahun 2010. Dalam hal penanaman modal asing
melakukan perluasan kegiatan usaha dalam bidan usaha yang sama dan perluasan
kegiatan usaha tersebut membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan
saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rigth issue) dan penanam modal
dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut, maka
berlaku ketentuan mengenai hak mendahului bagi penanam modal asing, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang perseroan terbatas.
25. Pasal 6 ayat (2) huruf a PERPRES No 36 Tahun 2010. Dalam hal penambahan
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan jumlah kepemilikan
modal asing melebihi batasan maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan,
maka dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, kelebihan jumlah kepemilikan modal
asing tersebut harus disesuaikan dengan batas maksimum yang tercantum dalam
surat persetujuan, melalui cara:
a. penanam moda asing menjual kelebihan saham yang dimilikinya keoada
penanam modal dalam negeri;
26. Pasal 5 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi
sebagaimana dimaskud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara
Indonesia masing – masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu dan;
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang – undangan di bidang kefarmasian.
27. Pasal 6 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan
prinsip.
28. Pasal 6 ayat (3) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh
industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri,
pemohohn harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi
yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang – undangan
29. Pasal 8 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB
30. Pasal 8 ayat (3) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi, sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang
memenuhi persyaratan.
31. Pasal 11 ayat (6) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi, pemohon izin industri farmasi dengan status penanaman modal
asing atau penanaman modal dalam negeri yang telah mendapatkan surat
persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan
penanaman modal, wajib megajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.
32. Pasal 12 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun.
33. Pasal 13 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan
prinsip seagaimana dimaksud dalam pasal 12 dapat mengajukan permohona izin
industri farmasi
34. Pasal 13 ayat (2) huruf b Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010
Tentang Industri Farmasi. Surta permohonan izin industri farmasi harus ditanda
tangani oleh direktur utama dan apoteker penganggung jawab pemastian mutu
dengan kelengkapan sebagai berikut:
b. surat persetujuan penanama modal untuk industri farmasi dalam rangka
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
35. Pasal 15 Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi Analisis Kasus: industri farmasi mempunyai fungsi:
a. pembuatan obat dan/atau bahan obat
b. pendidikan dan pelatihan;dan
c. penelitian dan pengembangan
36. Pasal 16 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri
farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan
perundang – undangan.
37. Pasal 17 ayat (1) PERKA BKPM No 12 Tahun 2010. Perusahaan penanaman
modal asing yang telah berstatus badan hukum perseroan terbatas yang bidang
usahanya dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman
modalnya membutuhkan fasilitas fiskal, wajib memiliki izin prinsip penanaman
modal.
38. Pasal 18 ayat (1) PERKA BKPM No 12 Tahun 2010. Fasilitas fiskal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) antara lain:
a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin;
b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;
c. Usulan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan.
39. Pasal 33 ayat (3) PERKA BKPM No 12 Tahun 2010. Permohonan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan menggunakan formulir pendaftaran,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dalam bentuk hardcopy maupun
softcopy berdasarkan investor medule BKPM, dengan dilengkapo persyaratan
bukti diri pemohon:
a. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang
dikeluarkan oleh kedutaan besar / kantor perwakilan negara yang
bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain;
b. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan
asing;
c. Rekaman anggaran dasar dalam bahasa inggirs atau terjemahanya dalam
bahasa indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk
badan usaha asing;
d. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahanya beserta pengesahan
dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha
Indonesia;
e. Permohonan pendaftaran ditanda tangani diatas materai bila cukup oleh
seluruh pemohon (bila belum berbadan hukum) atau oleh direksi (bila
sudah berbadan hukum)
f. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang
tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon / direksi perusahaan.

Analisis Kasus:
1. Pendirian PT PMA Edulab Care telah sesuai dengan tata cara yang diatur dalam
perundang – undangan.
- Pada Januari 2009, pengusaha asal Inggris bernama John Pieter berlibur ke
Indonesia didaerah Papua dan melihat adanya kesempatan untuk berinvestasi
di bidang kesehatan, khususnya bidang pembuatan obat anti malaria.
- April 2009, John Pieter mengontak temannya di Indonesia yang bernama
Adrian Yermia untuk membantunya membuat perusahaan dibidang pembuatan
obat anti malaria.
- Adrian Yermia mempelajari seluruh peraturan tentang pendirian peseroan
terbatas modal asing. Yang mana menurut Menurut Pasal 5 ayat (2) UUPM
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, kecuali ditentukan
lain dalam undang – undang”.
- Pengajuan izin sementara untuk pendirian PT PMS melalui BPKM diatur
dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2010.
- Dan karena penanaman modal asing yang akan dilakukan John Pieter akan
bergerak dibidang industri bahan baku obat maka menurut Lampiran Perpres
No 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77
Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha
Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, huruf c
nomor 19 tentang batasan kepemilikan modal asing dalam usaha industri
farmasi, industri bahan baku obat j.o Lampiran Perpres No 36 Tahun 2010
lampiran 1 nomor 16 bidang kesehatan, usaha industri farmasi, industri bahan
baku obat adalah 75%. Maka pembagian modal sebagai berikut John Pieter
sebagai penanam modal asing sebesar 75% dan Adrian Yermia sebagai
penanam modal dalam negeri sebesar 25%.
- Menurut Pasal 12 ayat (2) UUPM, "Bidang usaha yang tertutup bagi penanam
modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan
perang; dan b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup
berdasarkan undang-undang." Maka PT PMA Edulab Care merupakan bidang
usaha yang terbuka bagi penanam modal asing
- Untuk mengesahkan pendirian PT PMA Edulab Care, sesuai dengan Pasal 25
ayat (3) UUPM, "Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing
yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan."
- Maka dalam Lampiran I Perka BKPM Nomor 12 Tahun 1009 Permenkes
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi disebutkan
tata cara pendirian PT PMA dibidang Industri Farmasi
- PT PMA Edulab Care masuk kedalam bidang Industri Farmasi karena sesuai
dengan fungsi perusahaanya yang tercantum dalam Pasal 15 Permenkes
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi Analisis
Kasus: industri farmasi mempunyai fungsi:
a. pembuatan obat dan/atau bahan obat
b. pendidikan dan pelatihan;dan
c. penelitian dan pengembangan
- Menurut Pasal 33 ayat (3) huruf a, b, c, d, e, f, Pendaftaranya melampirkan
dokumen – dokumen sebagai berikut:
a. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat
yang dikeluarkan oleh kedutaan besar / kantor perwakilan negara yang
bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain;
b. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah
perseorangan asing;
c. Rekaman anggaran dasar dalam bahasa inggirs atau terjemahanya
dalam bahasa indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon
adalah untuk badan usaha asing;
d. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahanya beserta
pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah
badan usaha Indonesia;
e. Permohonan pendaftaran ditanda tangani diatas materai bila cukup oleh
seluruh pemohon (bila belum berbadan hukum) atau oleh direksi (bila
sudah berbadan hukum)
f. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang
tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon / direksi perusahaan.
- Setelah izin pendaftaran penanaman modal dari BKPM dikeluarkan,
selanjutnya mengajukan permohonan izin prinsip penanaman modal dari
BKPM, yaitu izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha.
- Menurut Pasal 5 ayat (1) Permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010
Tentang Industri Farmasi. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi
sebagaimana dimaskud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara
Indonesia masing – masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu dan;
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang – undangan di bidang
kefarmasian.

2. Fasilitas yang diperoleh Penanam Modal Asing


- Tidak ada pembeda antara penanam modal asing dari berbagai belahan negara
manapun, hal ini dibenarkan oleh Pasal 6 ayat (1) UUPM, “Pemerintah
memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal
dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan” dan Pasal 6 ayat (2)
UUPM, “Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan
perjanjian dengan Indonesia”
- Fasilitas lain yang diberikan Menurut Pasal 17 ayat (1) Perka BKPM No 12
Tahun 2010. Perusahaan penanaman modal asing yang telah berstatus badan
hukum perseroan terbatas yang bidang usahanya dapat memperoleh fasilitas
fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya membutuhkan fasilitas
fiskal, wajib memiliki izin prinsip penanaman modal dilanjut dengan pasal 18
ayat (1) fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) antara
lain:
a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin;
b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;
c. Usulan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan
- Pasal 18 ayat (6) UUPM, "Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung
yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat
diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk.
- Pasal 21 UUPM, "Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada
perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.
- Pasal 23 ayat (2) UUPM, "Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas
fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah penanam modal
mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal."
- Pasal 23 ayat (3) UUPM, "Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas,
yaitu:
a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua)
tahun;
b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi
izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama (2)
tahun berturut – turut
c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi
pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun
diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak izin tinggal terbatas diberikan.
d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi
pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun
diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi
pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan."
- Pasal 23 ayat (4) UUPM, "Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam
modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal."
3. Langkah yang dilakukan bila benar terjadi nasionalisasi pada PT PMA Edulab Care
- Pasal 7 ayat (1) UUPM," Pemerintah tidak akan melakukan tindakan
nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali
dengan undang-undang."
- Pasal 7 ayat (2) UUPM, “Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan
nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya
ditetapkan berdasarkan harga pasar”
- Pasal 7 ayat (1) UUPM, “Jika diantara kedua belah pihak tidak tercapai
kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase”

Adanya peraturan perundang – undangan tersebut membuat pemerintah tidak


semena – mena dalam menasionalisaikan suatu perusahaan PMA dan memberikan
suatu kepastian hukum untuk para investor asing yang akan masuk ke Indonesia.
Apabila tetap dilakukan nasionalisasi, maka pemerintah wajib memberikan
kompensasi atas perusahaan sesuai dengan harga pasar yang berlaku saat itu.
Sehingga tidak ada kerugian di kedua belah pihak dan saling menguntungkan. Tetapi
apabila hal ini tidak ditemukan adanya kesepakatan, maka penyelesaian kompensasi
akan diselesaikan melalui arbitrase.

4. Resiko bisnis yang dihadapi


 Country Risk
Aspek yang perlu diperhatikan adalah resiko negara dalam stabilitas
politik yang berhubungan dengan kebijakan ekonomi, karena kondisi suatu
negara akan sangat mempengaruhi penanaman modal asing. Conyohnya
saja pada tahun era tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis moneter
dan krisis politik yang berujung lengsernya Presiden Soeharto yang telah
berkuasa di Indonesia selama 32 tahun yang pada ujungnya memicu
terjadinya eksodus secara massif para pemodal asing.

 Birokrasi
System birokrasi yang panjang di bidang penanaman modal, dapat
mengakibatkan situasi yang tidak kondusif bagi kegiatan penanaman
modal, sehingga bisa menyebabkan hilangnya minat para pemodal untuk
melakukan investasi. Birokrasi yag terlalu panjang dan berbelit-belit
sehingga terkesan mempersulit para pemodal asing dapat menyebabkan
keengganan bagi para pemodal asing untuk berinvestasi di Indonesia.
 Transparansi dan Kepastian Hukum
Masalah transparansi dan kepastian hukum bagi calon investor adanya
transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan
mencipatakan suatu kepastian hukum bagi jaminan usaha investo.
Sehingga pada akhirnya dapat dijadikan stimulus untuk merangsang minat
para penanam modal asing untuk berinvestasi di Indonesia.

 Alih Teknologi
Dalam hal ini, adanya pengaturan yang ketat mengenai kewajiban alih
teknologi dapat menurunkan minat penanam modal untuk berinvestasi,
karena diperlukan adanya pertimbangan yang benar-benar matang untuk
melakukan alih teknologi bagi kalangan investor. Sehingga harus ada
kontraprestasi yang dapat diterima oleh pihak Investor sebelum melakukan
alih teknologi.

 Jaminan Investasi
Jaminan investasi dalam hal ini terjadi perubahan kebijakan host
country, kerusuhan, huru hara, penyitaan, nasionalisasi, pengambil alihan,
termasuk masalah repatriasi modal, serta penarikan keuntungan.

 Ketenagakerjaan
Permasalahan ketenagakerjaan pada kegiatan penanaman modal yaitu:
 Proses pengalihan teknologi dan keterampilan seringkali berjalan
lambat dan tersendat;
 Adanya pelanggaran terhadap izin kerja tenaga kerja asing.
 Mekanisme Penyelesian Sengketa Alternatif
Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif forum penyelesaian
sengketa, baik melalui peradilan atau badan arbitrase internasional atau
penyelesaian sengketa alternatif lainnya mencerminkan netralitas serta
profesionalisme hakim atau arbiter dalam pengambilan keputusan.

Kesimpulan:
1. Perusahaan yang didirikan oleh John Pieter telah memenuhi persyaratan pendirian
industry farmasi, yang antara lain adalah:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggungjawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu dan;
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Selain itu, perusahaan yang didirikan oleh John Pieter dan Adrian Yermia tersebut
telah memenuhi ketentuan dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang
Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka j.o Lampiran Perpres
Nomor 36 Tahun 2010 lampiran 2 nomor 16 bidang kesehatan usaha industri
farmasi yang menyatakan bahwa maksimal penanaman modal asing di bidang
tersebut adalah 75%. Dimana pihak John Pieter telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Fasilitas yang diperoleh bagi PMA yaitu fasilitas fiskal, keringanan bea masuk,
pemberian izin tinggal terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3)
UUPM.

3. Apabila akan terjadi nasionalisasi perusahaan yang dilakukan oleh Pemerintah


Indonesia, maka John Pieter harus melakukan permintaan ganti rugi ataupun
kompensasi kepada Pemerintah Indonesia. Dan apabila tidak terjadi kesepakatan
diantara keduabelah pihak, maka John Pieter dapat menyelesaikannya melalui
penyelesaiaan sengketa melalui arbitase.

4. Pertimbangan diperlukan John Pieter dalam menghadapi risiko penanaman


modalnya yaitu country risk, birokrasi, transparasi dan kepastian hukum, alih
teknologi, jaminan investasi, ketenagakerjaan, mekanisme penyelesaian sengketa
alternatif.

Anda mungkin juga menyukai