Anda di halaman 1dari 133

PRAKTIKUM ALAT – ALAT UKUR

LAPORAN AKHIR

Nama : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
Kelas : Reguler C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
PRAKTIKUM ALAT – ALAT UKUR
PENGUKURAN MENGGUNAKAN SOUND LEVEL METER

Nama : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
Kelas : Reguler C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
I. Judul : PENGUKURAN MENGGUNAKAN SOUND LEVEL METER
II. Hari / tanggal : Selasa/12 Maret 2019
III. Tujuan
Setelah melakukan kegiatan ini mahasiswa diharapkan dapat :
a. Mengoperasikan alat sound level meter
b. Mengukur intensitas bunyi yang dihasilkan pada sebuah kebisingan
c. Menghitung taraf intensitas suatu bunyi.

IV. Alat-alat
a. Sound level meter
b. Sumber bunyi
c. Speaker
d. Penggaris / metera

V. Teori Dasar
Menurut Endah (1995 : 305), bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan
pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara
kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi,
durasi, dan pola waktu.
Pada gelombang diamati dua fenomena sekaligus, yaitu osilasi titik pada medium dan
perambatan pada osilasi. Dua fenomena ini pasti diamati pada gelombang apa saja ketika
menggetarkan salah satu ujung tali maka akan terlihat pola simpangan pada tali bergerak ke
ujung tali yang lain. Jadi, gelombang adalah osilasi yang merambat pada suatu medium tanpa
diikuti perambatan bagian-bagian medium itu sendiri (Mikrajuddin, 2016 : 350).
Alat untuk mengukur tingkat kuat bunyi kebisingan di kenal dengan sound level
meter (selanjutnya disingkat SLM). SLM merupakan alatu kur dengan basis system
pengukuran elektronik. Meskipun pengukuran bisa dibuat secara langsung dengan cara
mekanik, system pengukuran elektronik memberikan banyak keuntungan untuk beberapa
pengukuran, antara lain kecepatan system dalam mengambil, mengirim, mengolah, dan
menyimpan data. SLM banyak di jual di pasaran namun harganya tergolong mahal.
Instrumen utama untuk pengukuran suara lapangan adalah soundlevel met er (SLM).
Komponen dari soundlevel meter yaitu:
1. Mikrofon. Mikrofon berguna mendeteksi fluktuasi tekanan suara dan mengubah sinyal
listrik analog.
2. Preamplifier. Preamplifier digunakan untuk pencocokan impedansi dan terkadang
memberikan tegangan polarisasi DC ke mikrofon.
3. Jaringan pembobotan frekuensi .Tahap ini menyediakan system jaringan, umumnya AC
dan linear yang digunkan untuk memodifikasi karakteristik respon frekuensi dan
instrument pengukuran. Pembobotan frekuensi yang tepat tergantung pada jenis
pengukuran yang di buat.
4. Rentang penguat control. Kebanyakan penguat detector soundlevel meter memiliki
jangkauan terbatas dari sinyal yang mereka operasikan secara akurat. Penguat ini
digunakan untuk mengatur tegangan sinyal ketingkat yang ada dalam kisaran ini.
5. Detektor. Elemen ini digunakan untuk mengkarakterisasi amplitude sinyal yang masuk.
Ada beberapa jenis detector yang umum digunakan. Mereka termasuk RMS(Root
Means Square), puncak dan integrase.
6. Layar. Setelah amplitude sinyal terdet ksi, layar digunakan untuk menunjukkan level
ini. Umumnya tampilan SLM di skala akan dalam deksripsi yang mengacu pada standar
internasional yaitu 2 x 105 pa. Output.
Gelombang adalah bentuk dari getaran yang merambat pada suatu medium. Pada suatu
satuan atau gabungan getaran yang merambat adalah gelombangnya. Rumus umum
gelombang : E = hv/λ = hf. Hubungan antara periode T dan panjang gelombang adalah
ω=2π/T dan k=2π/λ. Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh gelombang
dalam waktu satu detik (Valentinus, 2008 : 111).
Untuk meyatakan tingkat intensitas bunyi biasanya digunakan skala logaritmik, dengan
satuan desibel (dB) β=10 log I/Io. Dengan β adalah kuat bunyi (dB), I adalah intensitas bunyi
yang diterima (w/m2) dan Io adalah intensitas ambang pendengaran (1. 10 -12
w/m2) (wildan,
2009 : 31).
Intensitas adalah jumlah energi bunyi tiap detiknya menembus tegak lurus bidang seluas
satuan luas. Luasnya daerah bunyi yang dapat diterima telinga manusia, dan penggunaan skala
logaritma akan mempermudah pembacaan harga intensitas bunyi. Hubungan intensitas bunyi
(I) dengan tingkat intensitas bunyi dinyatakan dengan TI=10 log I/Io, dimana TI adalah
tingkat intensitas bunyi (sound preasure level) dalam satuan dB (Jamaludim, 2014 : 42) .
High noise levels can contribute to condiovaascular effect in humans and an increased
incidence of desease. So use of sound level meter can help in monitoring sound level various
economic zones in urban areas as well as keep a vigilant eye on welfare of people in the urban
areas (simon, 2017 : 659).
VI. Prosedur kerja
Cara mengkalibrasi sound level meter;
a. Hidupkan kalibrator dan sound level meter.
b. Putar tombol penyetel , dan atur tingkat tekanan suara.
c. Pastikan kalibrator berada pada sound level meter yang benar.
d. Lalu sesuaikan sound level meter untuk memperoleh hasil yang benar.
Pengukuran :
a. Ukurlah intensitas bunyi yang dikeluarkan oleh suatu sumber bunyi dengan
jarak 10 cm dari sumber bunyi.

10cm 20cm 30cm 40cm 50cm


sumber bunyi
b. Ulangi langkah a dengan jarak yang berbeda-beda yaitu 20 cm, 30 cm, 40 cm
dan 50 cm.
c. Catatlah hasil pengukuran pada tabel data.
d. Hitunglah taraf intensitasnya
VII. Analisis Data
1. Intensitas sumber bunyi
I = 10 TI/10 . Io

2. Taraf intensitas bunyi dengan perbedaan jarak

TIn’= TIn - 20 log rn’/rn

VIII. Tabel data


Percobaan Jarak (r) Intensitas bunyi Taraf intensitas (dB)
1 10 cm 10 -1,01 w/m2 109,9
2 20 cm 10 -1,03 w/m2 109,7
3 30 cm 10 -1,04 w/m2 109,6
4 40 cm 10 -1,38 w/m2 106,2
5 50 cm 10 -1,5 w/m2 105

IX. Pembahasan
Percobaan kali ini adalah percobaan tentang pengukuran menggunakan sound
level meter. Saound level meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur taraf
kebisingan atau sound level. Kebisingan adalah bunyi yang termasuk dalam kategori
polutan lingkungan dan dapat mengganggu kesehatan. Untuk mengukur tingkat kekuatan
bunyi kebisingan ini di perlukan sound level meter.
Kebisingan pada faktanya memang mengganggu kesehatan seperti saat kami
melakukan praktikum ini dan kami melakukan dengan membunyikan suara atau bunyi
bising terlihat praktikan – praktikan yang lainya merasa terganggu dengan bunyi tersebut.
Konsentrasi dan fokus mereka saat melakukan praktikum dan kegiatan percobaan
menjadi terganggu.
Kami melakukan percobaan dengan mengukur kebisingan dengan menggunakan
sound level meter. Dengan jarak yang berbeda-beda yakni 10cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm,
dan 50 cm. Hasil yang diperoleh berupa besaran taraf intensitas bunyi bersatuan desibel
(dB). Hasil percobaan pertama pada jarak 10cm yaitu 109,7 dB, Hasil percobaan kedua
pada jarak 20cm yaitu 109,6 dB, Hasil percobaan ketiga pada jarak 30cm yaitu 109,5 dB,
Hasil percobaan keempat pada jarak 40cm yaitu 106,2 dB, Hasil percobaan pertama pada
jarak 50cm yaitu 105dB.

X. Pertanyaan
10.1. Berapa nilai ambang batas tingkat kebisingan?
Jawaban : Nilai ambang batas kebisingan adalah 85 dB yang dianggap aman untuk
sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari.

10.2. Zona-zona kebisingan.


Jawaban : Daerah dibagi dengan titik kebisingan yang diinginkan
- Zona A: Intensitas 34-45 dB. Bagi tempat penelitian, rumah sakit dan sejenisnya.
- Zona B : Intensitas 45-55 dB. Untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi.
- Zona C : Intensitas 50-60 dB. Zona untuk perkantoran, perdagaan, dan pasar.
- Zona D: Intensitas 60-70 dB. Zona untuk industri, pabrik, stasiun KA, dan sejenisnya.

Zona kebisingan menurut IATA (International Air Transportation)


- Zona A : Intensitas 150 dB Berbahaya
- Zona B : Intensitas 135-150 dB Perlu memakai pelindung
- Zona C : Intensitas 115-135 dB Perlu memakai earmuff
- Zona D : Intensitas 100-115 dB Perlu memakai earplug

XI. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan berikut ini didapatlah kesimpulan sebagai berikut :
1. Sound level meter adalah alat ukur untuk mengukur taraf kebisingan dengan satuan
desibel(dB).
2. Intensitas bunyi dapat diukur dengan menggunakan sound level meter.
3. Taraf intensitas bunyi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan TI=10 log I/Io.
DAFTAR PUSTAKA
Endah, Purnomo. 2016. Pengantar Eksperimen Fisika. Yogyakarta: CV Mulya.

Jamaluddin, Suriyanto. 2014. Perancangan dan Implementasi Sound Level Meter (SLM).

Dalam Skala Laboratorium Sebagai Alat Ukur Intensitas Bunyi. Jurnal Pendidikan

Fisika dan Aplikasinya (JPFA). Vol . 4. No. 1. 42-50.

Muhammad, Al-Zubi. 2018. Measurements of Sound Preasure Levels in Anechoic Chamber

and Awisy Environment Experimentally. Open Journal of Acoustic. Vol. 8. No. 1. 13-

22.

Mikrajuddin. 2007. Fisika Dasar 1. Bandung: ITB.

Valentinos. 2017. Pengantar Fisika. Yogyakarta: CV Mulya.

Wildan. 2011. Rancang Bangun Sound Level Meter Berbasis Mikrokontroler AT8851.

Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JPA). Vol.1. No. 2. 31-40.


XII. LAMPIRAN
12.1. Lampiran hitung
12.1.1. Intensitas sumber bunyi
TI= 10 log I/Io

TI/10 = log I/Io

10 TI/10 = I/Io

I = 10 TI/10 . Io

I1 = 10 TI1/10 . Io = 10 109,9/10 . 10 -12 = 10 -1,01 W/m2

I2 = 10 TI2/10 . Io = 10 109,7/10 . 10 -12 = 10 -1,03 W/m2

I3 = 10 TI3/10 . Io = 10 109,6/10 . 10 -12 = 10 -1,04 W/m2

I4= 10 TI4/10 . Io = 10 106,2/10 . 10 -12 = 10 -1,38 W/m2

I5 = 10 TI5/10 . Io = 10 105/10 . 10 -12 = 10 -1,5 W/m2

12.1.2. Taraf intensitas dengan perbedaan jarak

TIn’= TIn - 20 log rn’/rn

TI1 = 109,9 dB

TI2 = TI1 – 20 log r2/r1 = 109,9 – 20 log 20/10 = 109,9 – 6 = 103,9 dB

TI3 = TI2 – 20 log r3/r2 = 103,9 – 20 log 30/20 = 103,9 – 3,52 = 100,38 dB

TI4 = TI3 – 20 log r4/r3 = 100,38 – 20 log 40/30 = 100,38 – 2,46 = 97,84 dB

TI5 = TI4 – 20 log r5/r4 = 97,84 – 20 log 50/40 = 97,84 – 1,92 = 95,92 dB
12.2. Lampiran gambar
PRAKTIKUM ALAT – ALAT UKUR
PENGUKURAN MENGGUNAKAN OSILOSKOP DIGITAL

Nama : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
Kelas : Reguler C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
I. Judul : Pengukuran Menggunakan Osiloskop Digital
II. Hari, tanggal : Selasa, 12 Maret 2019
III. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum iini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menentukan fungsi-fungsi dari menu dan submenu osiloskop digital
2. Dapat mengkalibrasi osiloskop digital
3. Dapat mengukur tegangan DC dengan osiloskop digital
4. Dapat mengukur frekuensi AC dengan osiloskop digital
5. Dapat menggambarkan kurva lissajous dengan osiloskop digital

IV. Landasan Teori


Osiloskop adalah salah satu alat ukur besaran listrik yang dapat memproyeksikan atau
menampilkan bentuk tegangan listrik terhadap perubahan waktu. Secara umum osiloskop dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : osiloskop analog dan digital. Berdasarkan prinsip kerja
keduanya sama-sama menerima sinyal input yang berupa tegangan listrik, kemudian
menampilkannya ke sebuah display. Namun bagaimana proses pengubahan sinyal input tersebut
agar dapat ditampilkan ke dalam display keduanya berbeda (Bachmid,dkk, 2017 : 15-16).
Pada osiloskop analog sinyal input yang masuk hanya melewati bagian vertikal dan
langsung dikondisikan ke bagian sistem display. Sementara itu, osiloskop digital harus melalui
dalam memori dan proses rekonstruksi bentuk gelombang ke sistem display, dikarenakan proses
yang dilalui oleh sinyal input pada osiloskop digital sedikit panjang dan harus melalui proses
digitalisasi, jika ditinjau dari segi fidelity, osiloskop analog akan lebih unggul daripada digital.
Sistem kerja osiloskop digital, di mana sinyak yang diukur (sinyal input) pertama kali masuk
melalui probe ke bagian sistem vertikal, di bagian ini amplitudo sinyal input akan disesuaiakan.
Sehingga apabila perlu diperbesar, maka sinyal akan diperbesar pada bagian amplifier,
sedangkan jika perlu dikecilkan akan dikecilkan pada bagian atenuator. Dari bagian vertikal
sinyal yang diukur, kemudian dimasukkan ke dalam bagian sistem akurasi, di bagianini sinyal
akan diukur dikonversi menjadi bentuk digital melalui ADC
(Analog to Digital Converter). Sehingga sinyal yang keluar dari ADC telah berubah menjadi
suatu nilai digital (kode-kode biner) yang disebut titik sample atau sample point. Sample point
dari ADC ini, kemudian disimpan ke dalam sebuah memori sebagai nilai-nilai yang mewakili
titik tertentu dalam proses rekonstruksi untuk bentuk gelombang di display (Shen dan Kong,
2001 : 39-40).
Untuk memproses sinyal analog dengan perangkat digital, pertamatama perlu
mengkonversikan terlebih dahulu dari besaran analog ke dalam besaran digital yaitu dengan
mengkonversikan menjadi suatu deret angka yang mempunyai presisi terbatas yang
dilambangkan ke dalam bentuk biner. Prosedur ini dinamakan konversi analog ke digital (AID
converter). Sebuah sinyal mengandung informasi tentang amplitudo, frekuensi dan sudut fasa.
Untuk mendapatkan informasi tersebut dari sebuah sinyal menggunakan perangkat analog adalah
rumit dan kurang akurat. Oleh karena itu, biasanya untuk memprosesnya digunakan metode
untuk pengolahan secara digital. Agar sinyal digital yang didapatkan cukup akurat untuk dapat
dikembalikan menjadi sinyal analog, maka perlu diperhatikan jumlah cuplikan (sampling) oleh
perangkat ADC dan besarnya angka yang dipakai untuk mewakili tiap cuplikannya (Kharisma
dan Utama, 2013 :39-40).
Osiloskop sinar katoda (Cathode Ray Oscilloscope disebut CRO) adalah instrumen
laboratorium yang sangat bermanfaat dan terandalkan yang digunakan untuk pengukuran dan
analisa bentuk-bentuk gelombang dan gejala lain dalam rangkaian-rangkaian elektronik. Tabung
sinar katoda atau CRT merupakan jantung osiloskop, dengan yang lainnya dari CRO terdiri dari
rangkaian guna mengoperasikan CRT. Pada dasarnya CRT menghasilkan suatu berkas elektron
yang dipusatkan secara tajam dan dipercepat ke suatu kecepatan yang sangat tinggi. Berkas yang
dipusatkan dan dipercepat ini bergerak dari sumbernya (senapan elektron, elektron gun) ke
depan CRT, dimana dia membentur bahan fluoresensi yang melekat dipermukaan CRT (layar)
bagian dengan energi yang cukup untuk membuat layar bercahaya dalam sebuah bintik kecil.
Selagi merambat dari sumbernya ke layar, berkas elektron lewat di antara sepasang pelay
defleksi vertikal dan sepasanh pelat defleksi horisontal. Tegangan yang dimasukkan ke pelat
defleksi vertikal dapat menggerakkan berkas elektron
pada bidang vertikal. Sehingga bintik CRT bergerak ke atas dan ke bawah. Tegangan yang
dimasukkan ke pelat defleksi horisontal dapat menggerakan berkas pada bidang horisontal dan
bintik CRT ini dari kiri ke kanan. Gerakan-gerakan ini saling tidak bergantungan satu sama lain.
Sehingga binti CRT dapat ditempatkan di setiap tempat pada layar dengan menghubungkan
masukan tegangan vertikal dan horisontalyang sesuai secara bersamaan (Cooper, 1994 : 189-
190).
Penghubungan kesumber tegangan akan mengisikan muatan listrik ke kondensor. Tetapi
jalur tegak pada arah yang berlawanan ini akan menyebabkan pengosongan kondensator dengan
arah arus muatan demikian lalu menimbulkan induksi e.m.f. lagi dalam kumparan dan
seterusnya, sehingga terjadilah osilasi arus listrik dalam rangkaian (Soedojo, 1998:182).
Menurut Sugiri(2004:69) pengukuran tegangan searah dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Memperkirakan besarnya tegangan yang mengalir pada rangkaian.
3. Mengarahkan saklar jangkah pada posisi DC dengan angka yang lebih tinggi dari
perkiraan arus yang akan diundur.
4. Menempelkan kabel colok hitam(-) pada bagian negative baterai dan kabel colok merah
(+) pada bagian positif baterai.
5. Memperhatikan papan skala.Penunjukan jarum meter merupakan besarnya tegangan yang
telah diukur.
6. Merapikan dan mengembalikan alat dan bahan.
V. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Osiloskop digital siglent type SOS 1000 CML/CNL/DL
2. Power supply 1 buah
3. Generator AFG 2 buah
4. Kabel penghubung 1 buah

VI. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Kalibrasi Alat
Adapuun cara mengkalibrasi osiloskop digital adalah sebagai berikut:
1. Dihidupkan osiloskop dengan menekan tombol power
2. Ditekan tombol DEFAUL SETUP untuk mengembalikan ke pengaturan standar
3. Dihubungkan osiloskop dengan prode pada CH 1
4. Dihubungkan prode positif ke ground
5. Diamati gelombangnya dan diatur volt/div menjadi 2 V, agar jarak antara 2 titik 1 cm
6. Diatur Time/Div menjadi 0,5 t
7. Ditekan AUTO
8. Posisi garis osiloskop ditempatkan berada tepat di sumbu x
9. Jika ingin menggunakan 2 chanel, diulangi dengan langkah yang sama
B. Mengukur Tegangan DC
1. Ditekan tombol menu pada vertikal osiloskop
2. Ditekan menu AC-GND-DC dan pilih DC
3. Dihidupkan probe positif dan negarif ke power supply yang telah dihubungkan ke
sumber arus dengan tegangan 1,5 V
4. Diamati jumlah tegangannya
5. Dicatat dalam tabel pengamatan
6. Dihubungkan probe positif dan negarif ke power supply 3 V lalu diamati jumlah
tegangannya
7. Dicatat data di tabel pengamatan dan dibandingkan dengan teori
C. Mengukur frekuensi AC
1. Ditekan tombol menu pada vertikal osiloskop
2. Ditekan menu AC-GND-DC dan dipilih AC
3. Diataur Volt/Div menjadi 2 V
4. Dihidupkan AFG generator dan dipasangkan probe pada AFG
5. Diatur frekuensi osiloskop menjadi 100 Hz
6. Diatur gelombang menjadi gelombang sinusiodal
7. Dihubungkan probe positif dan negatif AFG dan osiloskop
8. Diamati gelombang yang terjadi
9. Ditekan tombol TRIGGER LEVEL untuk menampilkan data
10. Diamati dan dicatat dalam data pengamatan
D. Menggambar Kurva Lissajous dengan 2 Chanel
1. Diatur kembali sumber tegangan tetap AC
2. Dipasangkan probe ke dua ke CH 2
3. Diatur Volt/Div pada CH 1 dan CH 2 menjadi 2 V
4. Diatur posisi garis gelombang dengan menggunakan POSITION agar kedudukan
gelombang pertama dan kedua sejajar (jika ingin mengatur CH 1 tekan CH 1 jika ingin
mengatur CH 2 tekan CH2)
5. Dihidupkan AFG generator kedua dan dipasang probe pada AFG kedua
6. Diatur frekuensi AFG pertama menjadi 100 Hz
7. Diatur gelombang menjadi gelombang sinusoidal
8. Dihubungkan probe positif dan negatif AFG pertama pada osiloskop
9. Duhubungkan probe positif dan negatif AFG kedua pada osiloskop
10. Diamati gelombang yang terjadi
11. Untuk mengukur frekuensi gelombang pada AFG kedua, maka ditekan tombol
frekuensi pada AFG kedua
12. Ditulis frekuensi gelombang AFG kedua sesuai yang di inginkan
13. Ditekan tombol Hz pada AFG kedua
14. Diatur posisi gelombang pertama dan kedua dengan tombol POSITION
15. Ditekan tombol TRIGGER LEVEL untuk menampilka data
16. Dicatat data pengamatan
17. Ditekan tombol measure untuk menampilkan data di page kedua dan kemudian pilih
ADD
18. Untuk mendapatkan grafik lissajous ditekan tombol DISPLAY
19. Untuk mengembalikan dalam bentuk sinusoidal ditekan tombol vertikal kedua setelah
menu
20. Diamati dan dicatat dalam data pengematan

VII. Analisis Data


Tegangan
𝑉𝑜𝑙𝑡
Baterai/output = 𝐷𝑖𝑣 𝑥 𝐷𝑖𝑣

Tegangan/VPP
𝑉𝑃𝑃
1. VP = 2
𝑉𝑃
2. Veff =
√2
1
3. Periode =𝑓

VIII. Hasil Data Pengamatan


Adapun hasil dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Pengukuran Tegangan DC
Panjang Gambar di Layar Angka Volt/Div di Tegangan Berdasarkan
menurut Sumbu Y Osiloskop Baterai
0,2 Div 2,00 Volt/Div 6 Volt Teori
0,2 Div 2,00 Volt/Div 3,04 Volt Praktik

B. Pengukuran Frekuensi AC
Output Perpindahan Angka 𝑇𝑖𝑚𝑒 Freg VPP VP Veff Periode Ket
𝐷𝑖𝑣
Tegangan Gambar Sumbu Y 𝑉𝑜𝑙𝑡
𝐷𝑖𝑣
20 Volt 2 Div 0,12 5 Ms 100,8 20 V 10 7,09 0,009 T
Volt/div
20 Volt 2 Div 11,20 5 Ms 100,8 20 V 10 7,09 0,0033 P
Volt/div

C. Pengukuran Grafik Lissajous


Skal CH Output Perpindaha Angk 𝑇𝑖𝑚𝑒 Fre VPP VP Veff Period Ke
𝐷𝑖𝑣
a teganga n gambar a g e t
freg n sumbu Y 𝑉𝑜𝑙𝑡
𝐷𝑖𝑣
1:3 CH 17 Volt 3,4 div 5 5 100 17 8,5 4,25√ 0,01 T
1 2
CH 22 Volt 2,2 div 10 5 300 22 11 5,5 √2 0,0033
2
1:3 CH 17,60 V 3,4 div 5 5 100 17,6 8,8 6,24 9,91 P
1 0
CH 22,60 V 3,2 div 10 5 300 21,2 10, 7,5 0,0033
2 0 6

IX. Pembahasan
Osiloskop adalah salah satu alat ukur yang dapat menampilkan bentuk dari sinyal
listrik. Pada percobaan osiloskop ini, kita dapat mengetahui prinsip kerja osiloskop. Pada
percobaan pertama dengan menggunakan sumber tegangan DC mengalami perubahan
skala gelombang sesuai dengan sumber dan volt/div yang diinginkan.
Sama halnya seperti pada percobaan pertama dengan meggunakan tegangan DC ,diperoleh
hasil bahwa sumber dan volt/div yang digunakan berpengaruh terhadap skala dan bentuk
gelombang yang dihasilkan. Karena apabila sumber dan volt/div yang digunakan semakin
tinggi maka skala yang dihasilkan pada gelombang AC dilayar osiloskop akan semakin
besar. Kemudian apabila kita menggunakan tegangan positif pada gelombang ,maka titik
gelombang akan naik dan sebaliknya jika menggunakan tegangan negative maka titik
gelombang terebut akan turun.
Frekuensi gelombang pada osiloskop dipengaruhi oleh besarnya time/div yang
digunakan karena semakin tinggi time/div yang digunakan maka akan semakin bear skala
gelombang yang dihasilkan, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan periode dan
frekuensi gelombang pada osiloskop juga meningkat.
Adapun data hasil pengukuran tegangan arus searah (DC). Tersedia baterai
tunggal ,dua baterai dihubungkan secara seri dan dua baterai dihubungkan secara pararel .
Adapun prosedur yang digunakan yaitu, menyiapkan osiloskop sehingga setiap untuk
mengukur tegangan DC , yaitu menyiapkan osiloskop sehingga siap untuk mengukur
tegangan DC, mengatur posisi vertical tepat ditengah-tengah skala yang horizontal,
mengukur tegangan baterai yang sudah disiapkan.
Terdapat tiga percobaan yang kami lakukan, yaitu : mengukur tegangan DC,
mengukur frekuensi AC dan menggambarkan kurva lissajous dengan 2 channel dengan
menggunakan osiloskop digital. Pada percobaan pertama dilakukan pengukuran tegangan
DC kami menggukan sumber tegangan sebesar 1,5 volt dari baterai. Kemudian hasil yang
didapatkan pada layar panel osiloskop menunjukkan 1 kotak 3 garis, di mana 1 kotak
bernilai 1 volt dan 1 garis bernilai 0,2 volt/div. Maka panjang gelombang di layar panel
sebesar 1, 6 volt. Serta tegangan pada baterai bernilai 2,40 volt pada layar osiloskop.
Namun secara teori tegangan baterai sebesar 3,2 volt. Hal ini disebabkan karena daya pada
baterai yang sudah mulai melemah dikarenakan terlalu sering digunakan, sehingga terjadi
ketidaksamaan anatara teori dan praktek.
Dari percobaan dapat diketahui bahwa panjang gelombang dipengaruhi oleh
time/div. Semakin besar saklar time/ div, maka panjang gelomban semakin pendek,
sedangkan amplitudo gelombang dipengaruhi oleh saklar volt/div. Adapun gambar
lissajous adalah sebuah penampakan pada layar osiloskop yang menunjukkan perbedaan
atau perbandingan beda fase, frekuensi dan amplitudo dari 2 gelombang inputan pada
probe osiloskop. Frekuensi adalah banyaknya gelombang yang terjadi tiap detiknya dalam
satuan Hz. Sedangkan beda fase adalah perbadningan besar sudut anatara dua gelombang
sinusoidal yang diamati. Beda fase akan terlihat apabila dua buah gelombang sinusoidal
yang dimasukkan ke dalam osiloskop secara bersama-sama. Ada banyak gambar atau
grafik lissajous di kenyataannya. Namun hanya ada bebarapa grafik lissajous
yang mudah diketahui beda fasemya, lissajous yang frekuensinya sama. Selain itu, dengan
sedikit penyetelan kita dapat mengetahui beda fase antara sinyal masukan serta sinyal
keluaran.

X. Pertanyaan
Adapun pertanyaan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan apa itu noise dan berikan contohnya?
Jawaban: Noise adalah sinyal-sinyal yang tidak diinginkan dalam suatu sistem
komunikasi atau informasi. Sinyal-sinyal noise ini dapat mengganggu kualitas
penerimaan sinyal dan reproduksi sinyal yang akan di pancarkan. Contohnya noise
yang dapat dirasakan seperti pada menyebabkan suara desis di loudspeaker sehingga
terdengan oleh pendengarnya
2. Apa itu kegunaan kurva lissajous dan gambarkanlah macam-macam bentuk kurva
lissajous beserta sudutnya?
Jawaban: Kurva lissajous adalah untk membandingkan atau menunjukkan perbedaan
beda fase, frekuensi dan amplitudo dari 2 gelombang inputan pada probe osiloskop.
Macam-macam bentuk kurva lissajous beserta sudutnya adalah:

XI. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Osiloskop digital merupakan alat ukur yang dapat menganalisis dan menampilkan
suatu gelombang AC, DC dan lissajous pada layar
2. Cara menggunakan osiloskop dengan baik dan benar yaitu dengan cara mengkalibrasi
atau mengembalikan posisi ke arah nol sebelum memulai percobaan
3. Besar kecilnya gelombang yang dihasilkan dipengaruhi oleh sumber tegangan dan
volt/div atau time/div yang digunakan
4. Gambar kurva lissajous

1:3

300 900
XII. Daftar Pustaka
Bachmid,A.,dkk.2017.Osiloskop Portable Digital Berbasis AVR AT mega
644.E. Jurnal Teknik dan Komputer. Vol. 6.No.1. ISSN: 2301-8402. Cooper, W.D. 1984.
Instrumentasi Eektronik dan Teknik Pengukuran. Jakarta :
Erlangga.
Kharisma,A.W.,dan Utama .J.2013.Portable Digital Osiloscope Menggunakan
P1C18F4550 Portable Digital Osiloscope Based on P1C18F4550.
TELEKONTRAN.Vol.1.No.2.
Shen,C.L.,dan Kong,A.J.2011.Aplikasi Elektromagnetik.Jakarta:Erlangga. Soedojo,Peter.1998.
Azas-azas Ilmu Fisika Listrik-Magnet Jilid2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiri.2004.Elektronika Dasar dan Perpheral Komputer.Yogyakarta:ANDI.
XIII. Lampiran
13.1. Lampiran hitung
1. Pengukuran Tegangan DC
a. VPP = 0,2 div X 300 volt/div
= 0,4 Volt

b. VP = VPP/2
= 0,4/2
= 0,2 Volt
c. Veff = VP/√2
= 0,2/√2
=0,1 √2

2. Pengukuran Frekuensi AC
a. VPP = 2 div X 6,12 volt/div
= 6,12 Volt
b. VP = VPP/2
= 12,24/2
= 6,12 Volt
c. Veff = VP/√2
= 6,12/√2
= 3,06√2
d. T = 1/f
= 1/100,89
= 0,00991
3. Pengukuran Grafik Lissajous
F = 100 CH 1
a. VPP = 2,4 div X 5 volt/div
= 17 Volt
b. VP = VPP/2
= 17/2
= 8,5 Volt
c. Veff = VP/√2
= 8,5/√2
= 4,25√2
d. T = 1/f
= 1/100
= 0,01
F = 300 CH 2
a. VPP = 2,2 div X 10 volt/div
= 2,2 Volt
b. VP = VPP/2
= 2,2/2
= 11 Volt
c. Veff = VP/√2
= 11/√2
= 5,5 √2
d. T = 1/f
= 1/300
= 0,033

13.2. Lampiran gambar


PRAKTIKUM ALAT – ALAT UKUR
ANALOG FUNCTION GENERATOR

Nama : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
Kelas : Reguler C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
I. Judul : ANALOG FUNCTION GENERATOR

II. Tujuan :
1. Dapat Mengenal Bagian Function Generaton dan Fungsinya

2. Dapat Menyelidiki Hubungan Frekuensi Dengan Output Yang Terbentuk

III. Dasar Teori


Generator fungsi merupakan sebuah instrument terandalkan yang merupakan
memberikan suatu pilihan bentuk gelombang yang berbeda yang frekuensi nya dapat
diatur sepanjang waktu suatu rangkuman yang lebar. Bentuk-bentuk gelombang
keluaran yang paling lazim adalah sinus,segitiga,persegi dan gigi gergaji. Frekuensi
bentuk-bentuk gelombang ini bisa diatur dari bilangan pecahan dari herz sampai
beberapa ratus kilohertz (Abdullah, 2007 : 350).

Gelombang adalah bentuk dari getaran yang merambat pada suatu medium.
Pada suatu satuan atau gabungan getaran yang merambat adalah gelombangnya. Satu
gelombang dapat dilihat panjangnya dengan menghitung jarak antara lembah dan bukit
(gelombang tranversal) atau menghitung jarak antara satu rapatan dengan satu
renggangan (gelombang longitudinal) (Valentinus, 2017 : 111). Function generator
digunakan sebagai sumber sinyal atau frekuensi untuk menggetarkan loudspeaker.
Frekuensi getaran dari loudspeaker dapat diubah ubah sesuai dengan output function
gerator (Mashuri, 2001 : 101).

Function generator terdiri atas generator utama dan generator modulus. Generator
utama dan generator meyediakan gelombang output sinus, kotak , atau segitiga dengan
frekuensi 0,01 Hz sampai 13 mHz. Sedangkan dengan generation modulasi menghasilkan
bentuk gelombang sinus, kotak, persegi dengan frekuensi 0,001 hz sampai 10 khz . Pada
umumnya frekuensi yang dibangkitkan dapat divariasikan dengan mengatur kapasitor
dalam rangkuman LC atau RC, dalam instrumen ini dikendalikan oleh variasi arus yang
mengemudikan integrator , generator fungsi memberikan keluaran berbagai bentuk
gelombang sinus, segitiga, dan kotak dengan jangkauan frekuensi dari 0,01 Hz sampai 100
kHz. Frekuensi terkendali tegangan (frekuensi controlled voltage) mengatur dua sumber
arus upper dan lower contant curret soutce . Upper constant curret mensuplai arus tegangan
ke integrator yang menghasilkan tegangan output naik secara linear terhadap waktu
menurut persamaan berikut :
Voutput: - 1/C idt

Prinsip kerja ini yaitu saat alat tersebut diberi satuan dari satu daya maka arus
tersebut akan diolah osiloskop ICNE-966-IC NE-566 ini dapat menghasilkan sinyal
maksimal 1 more oleh karna itu kita praktikum dibutuhkan sinyal maksimal 2 Mhz
maka IC tersebut membutuhkan supaya nilai frekuensinya menjadi maksimal 2Hz.
Sesuai dengan ketentuan kit IC NE-566 dapat menghasilkan output sinyal berupa sinyal
sinusoidal didapatkan dengan mengkonversi sinyal segitiga dengan bantuan blok
pengubah sinyal sinusoidal dalam aplikasinya amplitude dan frekuensinya output sinyal
sinusoidal alat ini dapat diatur oleh potensiometer (Tirmare, 2015 : 2394).
Generator fungsi analog umumnya menghasilkan gelombang segitiga sebagai
dasar dari semua outputnya. Segitiga ini sebagai dasar dari semua outputnya segitiga
ini dihasilkan kapasitor yang diawet dan dilepas secara berulang-ulang dari seumber
arus konstan. Hal ini menghasilkan ramp voltase dengan menggunakan
komparator,menghasilkan gelombang segitiga linear dengan arus yang bercontra
function.

Function generator adalah alat ukur elektronika yang menghasilkan gelombang


berbentuk sinus,segitiga sinus,segiempat dan berbentuk gelombang pulsa.gelombang
utama menyediakan gelombang-gelombang output sinus,kotak atau segitiga dengan
frekuensi 0,01 Hz = 0,1 KHz.

Terkadang untuk keperluan tertentu diperlukan penghasilan listrik arus searah


atau generator dc. Generator dc mirip dengan generator AC yang ditambah suatu
komutator dab sikat.output dari generator DC ini berupa arus searah hal ini dapat
dimengerti dengan mengingat bahwa cincin belah pada generator ini bertukar posisi
setiap setengah putaran.

IV. Alat dan Bahan


a. Function generator AFG
b. Osiloscop
c. Probe
V. Prosedur Kerja
a. Siapkan AFG dan osiloskop, pastikan dalam keadaan kondisi baik
b. Hubungkan kedua probe dari AFG dan CRO

c. Guna frekuensi 50hz,100hz,300hz,500hz,dan 1000hz. Amati gelombang yang


terbentuk

d. Gambarkan hubungan grafik frekuensi dan output yang terbentuk

VI. Tabel Pengamatan


Gambar Gelombang yang
No. Frekuensi (Hz) Vpp
terbentuk

1. 50 Hz 2,5 V

2. 100 Hz 2,5 V

3. 300 Hz 2,6 V

4. 500 Hz 2,6 V

5. 1000 Hz 2,5 V
VII. Analisis Data
7.1. Persamaan mencari tegangan
V(t) = A sin (2π f t + ϕ)

7.2. Persamaan mencari tegangan efektif


vrms = 𝐴/√2

VIII. Pembahasan
Percobaan kali ini adalah percobaan dengan menggunakan Analog Function Generator.
Tujuan melakukan percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal bagian function
generator beserta fungsinya, dan dapat menyelidiki hubungan frekuensi dengan output yang
terbentuk. Generator fungsi merupakan sebuah instrument terandalkan yang merupakan
memberikan suatu pilihan bentuk gelombang yang berbeda yang frekuensi nya dapat diatur
sepanjang waktu suatu rangkuman yang lebar. Bentuk-bentuk gelombang keluaran yang paling
lazim adalah sinus,segitiga,persegi dan gigi gergaji.
Sebelum melakukan kegiatan praktikum, disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu yaitu
menyiapkan Analog function generator dan osiloskop. Frekuensi yang akan diuji yakni 50 Hz,
100 Hz, 300 Hz, 500 Hz, dan 1000 Hz. Setelah mendapatkan hasil maka, selanjutnya
menghubungkan grafik frekuensi dan output yang terbentuk.
Hasil praktikum yang diperoleh yakni kami dapat memahami dan mengenal bagian-bagian
dan fungsi dari analog function generator dimana praktikan dapat menggunakan alat
sebagaimana mestinya. Praktikanmemperoleh data dengan menggunakan persamaan teori
mencari tegangan yakni, V(t) = A sin (2π f t + ϕ) dengan ϕ bernilai nol (0) karena bentuk
gelombagnya sinusoidal.
Hasil perhitungan yang kami dapat yakni, V1 = 40,586 V, V2 = 27,07 V, V3 = 6,956 V, V4 =
4,399 V, dan V5 = 2,873 V. Dari hasil yang didapat maka, pada percobaan dapat disimpulkan
bahwa semakin besar nilai frekuensi nilai tegangan akan semakin kecil, dimana frekuensi
berbanding terbalik dengan tegangan. Kemudian dilakukan perhitungan data untuk mencari nilai
amplitudo (A). Hasil perhitungannya yakni, A1 = 57,389 m, A2 = 38,277 m, A3 = - 9,835 m, A4 =
- 6,220 m, dan A5 = -4,061 m. Perhitungan tegangan dilakukan dengan menggunakan persamaan
vrms = 𝐴/√2.
Function generator adalah alat yang menghasilkan atau membangkitkan gelombang
berbentuk sinus, segitiga, ramp, segi empat, dan bentuk gelombang pulsa. Dari percobaan yang
telah dilakukan maka, dapat disimpulkan bahwa hubungan frekuensi dengan tegangan outpu
yang terbentuk berbentuk sinus berbanding terbalik dengan nilai Vpp.

IX. Pertanyaan Akhir


1. Kenapa Vpp analog function generator bebeda dengan Vpp pada osiloskop ?
Jawaban : karena Vpp pada Analog function generator merupakan hasil dari input
suatu gelombang dan function generator ini alat yang menghasilkan dan
membangkitkan gelombang sedangkan Vpp pada osiloskop merupakan alat yang
menampakkan gelombang pada layar. Dan karena perbedaan hambatan dalam
yang dimiliki Afg dan Osiloskop.

X. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpilan antara lain :
1. Function generator adalah alat ukur elektronika yang menghasilkan gelombang
berbentuk sinus,segitiga sinus,segiempat dan berbentuk gelombang
pulsa.gelombang utama menyediakan gelombang-gelombang output
sinus,kotak atau segitiga dengan frekuensi 0,01 Hz = 0,1 KHz.
2. frekuensi dengan tegangan outpu yang terbentuk berbentuk sinus berbanding
terbalik dengan nilai Vpp.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Mikrajudin. 2007. Fisika Dasar II. Bandung : ITB

Danang, Khristiyanto. 2015. System Akuisisi Data Multikanal Berbasis Arduino Uno.

Prosidiry Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika(SNFPF). Vol 6 (1). 2302 –

7827.

Mashuri. 2000. Fisika. Yogyakarta : CV MULYA.

Tirmare. 2015. FPGA Based Function Generator. International Research Journal of

Enginering and Technology (IRJET). Vol 2 (9). 2395 – 0072.

Valentinus, Galih. 2006. Pengantar Fisika Dasar, Yogyakarta : CV MULYA.

Zuly, Wiwiwn. 2014. Rekayasa Sistem Kendali Generator Sinyal XR-2206 Berbasis UNO

R3. Jurnal Teknologi Informasi Dinamik. Vol 19 (2). 101-111.


XI. Lampiran

11.1. Lampiran hitung

11.1.1. Tegangan

V(t) = A sin (2πft + ϕ)

V1 = 57,389 sin (2 . 3,14 . 50 . 4 + 0)


= 57,389 sin (2 . 3,14 . 50 . 4 )
= 40,586 V

V2 = 38,2776 sin (2 . 3,14 . 100 . 4 + 0)


= 38,2776 sin (2 . 3,14 . 100 . 4)
= 27,02 V

V3 = - 9,835 sin (2 . 3,14 . 300 . 4 + 0)


= - 9,835 sin (2 . 3,14 . 300 . 4)
= 6,956 V

V4 = - 6,2208 sin (2 . 3,14 . 500 . 4 + 0)


= - 6,2208 sin (2 . 3,14 . 500 . 4)
= 4,399 V

V5 = - 4,0617 sin (2 . 3,14 . 1000 . 4 + 0)


= - 4,0617 sin (2 . 3,14 . 1000 . 4)
= 2,873 V

11.1.2. Mencari Tegangan Efektif

𝐴
𝑉𝑟𝑚𝑠 =
√2

𝐴 57,389
𝑉𝑟𝑚𝑠1 = = = 40,992 𝑉
√2 √2
𝐴 38,2776
𝑉𝑟𝑚𝑠2 = = = 27,341 𝑉
√2 √2

𝐴 −9,835
𝑉𝑟𝑚𝑠3 = = = − 6,956 𝑉
√2 √2

𝐴 −6,2208
𝑉𝑟𝑚𝑠4 = = = − 4,233 𝑉
√2 √2

𝐴 − 4,0617
𝑉𝑟𝑚𝑠5 = = = − 2,833 𝑉
√2 √2
11.1.3. Tegangan Puncak Ke Puncak Pada Osiloskop

𝑉𝑜𝑙𝑡
𝑉𝑝𝑝 = . 𝑑𝑖𝑣
𝑑𝑖𝑣

2 𝑉𝑜𝑙𝑡
𝑉𝑝𝑝 = . 2 𝑑𝑖𝑣
𝑑𝑖𝑣

𝑉𝑝𝑝 = 4 𝑉𝑜𝑙𝑡

11.1.4. Persamaan Mencari t

𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑡= . 𝑑𝑖𝑣
𝑑𝑖𝑣

2 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑡= . 2 𝑑𝑖𝑣
𝑑𝑖𝑣

𝑡 = 4 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛
11.2. Lampiran Gambar
Gelombang 300 Hz Gelombang 100 Hz Gelombang 50 Hz

AFG Gelombang 1000 Hz Gelombang 500 Hz

Frekuensi 1000 Hz Frekuensi 500 Hz Frekuensi100 Hz


PRAKTIKUM ALAT – ALAT UKUR
PENGUKURAN MENGGUNAKAN MULTIMETER ANALOG DAN MULTIMETER
DIGITAL

Nama : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318107
Kelas : Reguler C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
201
I. Hari/Tanggal : Selasa/ 31 April 2019
II. Judul : Pengukuran Menggunakan Multimeter Analog dan Multimeter Digital

III. Tujuan

Setelah melakukan praktikum diharapkan mahasiswa dapat:


1. Melakukan observasi alat Multimeter Analog dan Multimeter Digital.
2. Melakukan pengukuran dengan Multimeter Analog dan Multimeter Digital sebagai
Ohmmeter.
3. Melakukan pengukuran dengan Multimeter Analog dan Multimeter Digital sebagai
Voltmeter AC (ACV).
4. Melakukan pengukuran dengan Multimeter Analog dan Multimeter Digital sebagai
Voltmeter DC (DCV).
5. Melakukan pengukuran dengan Multimeter Analog dan Multimeter Digital sebagai
Amperemeter DC (DC mA).
6. Melakukan pengukuran dengan Multimeter Digital sebagai Ampermeter AC (AC
mA).
7. Melakukan pengukuran hfe transistor.

IV. Landasan Teori

Menurut Giancoli (2001:67), untuk menghasilkan arus listrik pada rangkaian,


dibutuhkan beda potensial. Suatu cara untuk menghasilkan beda potensial adalah dengan
baterai. Georg Simon Ohm (1787-1854) menentukan dengan eksperimen bahwa arus
pada kawat logam sebanding dengan potensial V yang diberikan ke ujung-ujungnya :
I∞V
sebagai contoh, jika kita menghubungkan kawat ke baterai 6 V, aliran arus akan dua kali
lipat dibandingkan jika dihubungkan ke baterai 3 V.
Manurut Sugiri (2008:74), setelah mengetahui alat ukur dan fumgsinya, dalam
menggunakan multimeter perlu memperhatikan rambu-rambu di bawah ini :
1. Sebuah multimeter selalu dilengkapi dengan dua buah kabel colok yang berwarna
hitam dan merah.
2. Menggarahkan saklar jangkah pada posisi yang sesuai dengan besaran yang akan
diukur.
3. Memperhatikan jarum alat ukur.
4. Pada saat melakukan pengukuran, usahakan tangan tidak menyentuh kedua ujung
kabel.

Salah satu kesalahan yang teradi dalam amperemeter adalah kesalahan kalibrasi.
Timbulnya kesalahan ini karena permukaan meter (alat ukur) mungkin tidak ditandai
secara cermat atau pembacaan skala yang tidak cermat atau pembuatan skala yang tidak
cermat (Fadlisyah, 2012:200). Dasar multimeter elektronik analog dapat dikelompokkan
kedalam tiga bagian utama yaitu aringan pengukuran, rangkaian penguat, dan penggerak
meter analog(seperti jenis PM-MC) (Sutiagah, 2006:235).

Fluke Digital Multimeters (DMM's) berada pada sabuk alat yang lebih banyak,
menemukan lebih banyak masalah, daripada alat uji lainnya yang sebanding. Setiap
desain diuji secara ekstrem: drop, shock, kelembaban, sebutkan saja. Setiap Fluke Digital
Multimeter memberi Anda apa yang Anda butuhkan: pengukuran yang akurat; Konsisten,
kinerja yang andal; Memperhatikan keamanan; dan garansi terkuat yang tersedia
(Pulungan, 2017;96).

V. Alat dan Bahan


1. Multimeter Analog 1 buah
2. Multimeter Digital 1 buah
3. Resistor 2 buah
4. Sakalar 1 buah
5. Power Supply 1 buah
6. Kabel 4 potong

VI. Prosedur Percobaan


A. Multimeter Analog
1. Observasi dan kalibrasilah Multimeter Analog
2. Multimeter analog sebagai Ohmmeter
a. Siapkan dua buah resistor kemudian ukur tahanan dari masing-masing resistor
tersebut yaitu R1 dan R2.
b. Hubungkan kedua resistor secara seri kemudian ukur tahanan pada rangkaian seri
tersebut (R seri).
c. Hubungkan kedua resistor secara parallel kemudian ukur tahanan pada rangkaian
parallel tersebut (R parallel).
d. Masukan semua nilai yang telah didapat ke dalam Tabel 1.1

R1 R2 R seri R parallel

3. Multimeter analog sebagai Voltmeter AC (ACV)


a. Rangkailah komponen seperti gambar dibawah ini

b. Hubungkan power supply dengan stop kontak kemudian nyalakan.


c. Hubungkan kabel Multimeter Analog pada kedua sisi resitor.
d. Ukur voltase dengan memvariasikan tegangan pada power suply yaitu 2V, 4V,
6V, 8V, 10V, dan 12V.
e. Catat hasil pengukuran pada tabel 1.2
(T) − × 100%

V pada Power Suply %Kesalahan=


V pada saat diukur (M)

2 Volt
4 Volt
6 Volt
8 Volt
10 Volt
12 Volt

4. Multimeter Analog sebagai Voltmeter DC (DCV)


a. Rangkai komponen seperti pada gambar

b. Hubungkan power supply dengan stop kontak kemudian nyalakan.


c. Hubungkan kabel Multimeter Analog pada kedua sisi resistor
d. Ukur voltase dengan memvariasikan tegangan pada power suply yaitu 2V, 4V,
6V, 8V, 10V, dan 12V.
e. Catat hasil pengukuran pada tabel 1.3
(T) − × 100%

V pada Power Suply %Kesalahan=


V pada saat diukur (M)

2 Volt
4 Volt
6 Volt
8 Volt
10 Volt
12 Volt
5. Multimeter Analog sebagai Amperemeter DC (DC mA)
a. Rangkailah komponen elektronika seperti pada gambar dibawah ini:

b. Ukur kuat arus pada rangkaian menggunakan Multimeter Analog


c. Kemudian tambah satu buah baterai lagi yang dihubungkan secara seri kemudian
ukur arus yang mengalir pada rangkaian tersebut.
d. Catat hasil pada tabel 1.4
Baterai Arus (I)
1 buah
2 buah

B. Multimeter Digital
1. Observasi dan kalibrasilah Multimeter Digital
2. Lakukan memindah-mindahkan kabel dan menekan tombl-tombol sesuai dengan
teori dasar sebelum anda melakukan pengukuran langsung.
3. Pengukuran hambatan dengan multimeter digital:
a. Siapkan dua buah resistor kemudian ukur tahanan dari masing-masing resistor
tersebut yaitu R1 dan R2.
b. Hubungkan kedua resistor secara seri kemudian ukur tahanan pada rangkaia seri
tersebut (R seri).
c. Hubungkan kedua resistor secara parallel kemudian ukur tahanan pada rangkaian
parallel tersebut (R parallel).
d. Masukan semua nilai yang telah didapat ke dalamTabel 2.1

R1 R2 R seri R parallel

4. Pengukuran tegangan DC dengan multimeter digital:


a. Rangkai komponen seperti gambar dibawah ini
b. Hubungkan power supply dengan stop kontak kemudian nyalakan.
c. Hubungkan kabel Multimeter pada kedua sisi resistor
d. Ukur voltase dengan memvariasikan tegangan pada power suply yaitu 2V, 4V,
6V, 8V, 10V, dan 12V.
e. Catat hasil pengukuran pada tabel 2.2
(T) − × 100%

V pada Power Suply %Kesalahan=


V pada saat diukur (M)

2 Volt
4 Volt
6 Volt
8 Volt
10 Volt
12 Volt

5. Pengukuran tegangan AC dengan multimeter digital:


a. Rangkai komponen seperti gambar dibawah ini

b. Hubungkan power supply dengan stop kontak kemudian nyalakan.


c. Hubungkan kabel Multimeter pada kedua sisi resistor
d. Ukur voltase dengan memvariasikan tegangan pada power suply yaitu 2V, 4V,
6V, 8V, 10V, dan 12V.
e. Catat hasil pengukuran pada tabel 2.3
(T) − × 100%

V pada Power Suply %Kesalahan=


V pada saat diukur (M)
2 Volt
4 Volt
6 Volt
8 Volt
10 Volt
12 Volt

6. Pengukuran kuat arus DC dengan multimeter digital:


a. Rangkailah komponen elektronika seperti pada gambar dibawah ini dengan
hambatan R1 dan tegangan 1,5 Volt.

b. Ukur kuat arus pada rangkaian tersebut.


c. Ganti hambatan R1 dengan R2 dan ukur kuat arus pada rangkaian tersebut.
d. Naikan tegangan menjadi 3 Volt dengan hambatan R1 setelah itu ukur kuat arus
pada rangkaian tersebut.
e. Pada point d ganti R1 menjadi R2 kemudian ukur kuat arus pada rangkaian.
f. Catat hasil pengukuran pada tabel 2.4
%Kesalahan=
I
1. 1,5 Volt R I= × 100%

No. E (Volt) (Ohm) (Teori=T) Terukur −

(M)

2. 1,5 Volt
3. 3 Volt
4. 3 Volt
7. Pengukuran kuat arus AC dengan multimeter digital:
a. Rangkai komponen elektronika seperti pada gambar

b. Ukur tahanan bola lampu 100 watt dengan multimeter digital


c. Ukur tegangan input dengan multimeter digital
d. Ukur kuat arus pada rangkaian tersebut.
e. Lakukan prosedur a sampai d dengan memvariasikan nilai daya pada bola lampu.
f. Catat hasil percobaan pada tabel 2.5
%Kesalahan=
Hambatan I
Bola V I= × 100%

Lampu Bola Lampu Input (Teori=T) Terukur −

R (Ohm) (M)

100 watt
60 watt
40 watt
25 watt

8. Pengukuran hfe transistor dengan multimeter digital


a. Semua tombol samping kiri tidak ditekan, bebaskan kemudian tekan tombol
samping kiri nomor dua dari atas warna abu-abu untuk hfe.
b. Masukan kaki transistor pada lubang pengukuran hfe PNP dan NPN sesuai
dengan transistor yang akan diukur, kemudian cocokan kaki-kaki transistor
tersebut dengan lubang yang sudah tersedia, kolektor, basis, emitor.
c. Hidupkan power suply ke posisi on
d. Ukur hfe transistor NPN dan PNP.
VII. Anlisis Data

1. Perhitungan Resistor
Hitam 100
Coklat 101
Merah 102
Jingga 103
Kuning 104
Hijau 105
Biru 106
Ungu 107
Abu-Abu 108
Putih 109
Emas 5%
Perak 10%
Tak Berwarna 20%

1 1 1
Paralel = + 𝑅2 + .... + 𝑅𝑛
𝑅1

Seri = R1 + R2 + ... + Rn

2. Pengukuran menggunakan multitester dan multimeter sebagai ohmmeter

a. Multitester
Ω = skala ukur x skala tunjuk
b. Multimeter Digital
Ω = skala yang tertera di display

3. Pengukuran menggunakan multitester dan multimeter digital sebagai voltmeter AC

a. Multitester
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑢𝑘𝑢𝑟 𝑥 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑡𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘
ACV = 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

b. Multimeter Digital
ACV = skala ukur
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
• Kesalahan = x 100%
𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
• Kesalahan mutlak = │ │
𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘

4. Penggukuran menggunakan multitester dan multimeter digital sebagai voltmeter DC

a. Multitester
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑢𝑘𝑢𝑟 𝑥 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑡𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘
DCV = 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

b. Multimeter Digiital
DCV = skala ukur

VIII. Tabel Hasil Praktikum


1. Multimeter Analog
• Multimeter Analog sebagai Ohmmeter
R1 R2 Rseri Rparallel Ket
100Ω 100Ω 200Ω 50Ω Teori
100Ω 100Ω 200Ω 50Ω Praktek

• Multimeter Analog sebagai Voltmeter AC (ACV)


V pada power V pada saat
𝑇−𝑀
supply (T) diukur (M) % kesalahan = x 100%
𝑀

0V 0V 0%
3V 2,4 V 20%
6V 5V 16,6%
9V 8V 11,11%
12 V 9V 25%

• Multimeter Analog sebagai Voltmeter DC (DCV)


V pada power V pada saat
𝑇−𝑀
supply (T) diukur (M) % kesalahan = x 100%
𝑀

0V 0V 0%
3V 2V 33,3%
6V 5,5 V 8,3%
9V 8,2 V 8,8%
12 V 11 V 8,3%

2. Multimeter Digital
• Pengukuran Hambatan
R1 R2 Rseri Rparallel Ket
100Ω 100Ω 200Ω 50Ω Teori
98,7Ω 98,7Ω 199Ω 50Ω Praktek

• Pengukuran Tegangan DC
V pada power V pada saat
𝑇−𝑀
supply (T) diukur (M) % kesalahan = x 100%
𝑀

0V 0V 0%
3V 2,3 V 29%
6V 5,57 V 7,1%
9V 8,38 V 6,8%
12 V 11,47 V 4,4%

• Pengukuran Tegangan AC
V pada power V pada saat
𝑇−𝑀
supply (T) diukur (M) % kesalahan = x 100%
𝑀

0V 0,06 V 0%
3V 2,95 V 1,6%
6V 5,50 V 8,3%
9V 8,30 V 7,7%
12 V 10,97 V 8,5%

IX. Pembahasan
Multimeter adalah alat ukur yang prinsip keranya sama dengan voltmeter,
ohmmeter, serta amperemeter. Multimeter dapat mengukur tegangan, hambatan, dan kuat
arus secara mekanis. Percobaan kali ini adalah percobaan tentang multimeter. Multimeter
yang digunakan yanag digunakan yaitu multimeter analog dan multimeter
digital.perbedaan multimeter analog dan multimeter digital adalah multimeter analog
perlu dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan sedangkan multimeter digital tidak
perlu dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
Percobaan dilakukan dengan menguji multimeter analog dan multimeter digital
sebagai ohmmeter, voltmeter, dan amperemeter. Percobaan yang dilakukan pada
kesempatan kali ini hanya percobaan menguji multimeter analog dan multimetr digital
sebagai Ohmmeter dan Voltmeter AC/DC. Multimeter sebagai amperemeter tidak
dilakukan karena tidak adanya power supply sebagai sumber daya untuk menguji
percobaan ini. Pertama percobaaan menguji multimeter sebagai ohmmeter. Penguian
dilakukan dengan menghitung nilai hambatan yang digunakan secara teori yani
menghitungnya dengan sesuai garis warna pada resistor. Warna resisto yakni coklat,
hitam, coklat. Sesuai itu didapatkan R1 = 100 Ω, R2 = 200 Ω, dan Rparalel = 50 Ω.
Sedangkan pada multimeter digital R1 = 98,7 Ω, R2 = 199 Ω, dan Rparalel = 50 Ω.
Perbedaan ini terjadi karena pada multimeter digital tidak dilakukan kalibrasi serta
tingkat akurasi atau letepatan yang berbeda dengan multimiter analog.
Kemudian melakukan percobaan menuji multimeter sebagai voltmeter. Pertama
menguji multimeter sebagai voltmeter AC. Dimana hasilnya pada multimeter analog
yaitu 0 V , 2,4 V, 5 V, 8 V, dan 9 V. Hasil pada multimeter digital yaitu 0,9 V, 2,13 V,
5,57 V, 8,38 V, dan 11,43 V. Hasil pengukuran terlihat berbeda dengan tegangan sumber
yaitu 0 V, 3 V, 6 V, 9 V, dan 12 V. Perbedaan ini erjadi karena adanya nilai hambatan
pada rangkaian percobaan. Sama haknya dengan pengukuran multimeter digital sebagai
voltmeter AC. Nilainya juga berbeda dari tegangan sumber karena adanya hambatan
pada rangkaian percobaan.
Selanjutnya multimeter analog dan multimeter digital sebagai Voltmeter DC.
Terjadi hal yang sama yakni nilai tegangan yang dihasilkan berbeda dengan sumber
tegangan pada power supply tunjukkan. Namun, tingkat akurasi atau ketepatan yang
lebih baik dibandingkan dengan miltimeter analog.
Menurut litelatur, pada prinsipnya untuk menguji suatu transistor adalah dengan
menguji fungsi dasar transistor sebagai saklar. Apabila fungsi dasar transistor sebagai
saklar dapat dilakukan oleh transistor tersebut, maka transistor dalam keadaan baik.
Multimeter analog dapat digunakan untuk test transistor. Caranya dengan mengatur
multimeter pada fungsi ohm x1 atau x10. Sedangakan untuk test transistor dengan
multimeter digital jauh lebih mudah, karena pada multimeter digital yang murah
sekalipun saat ini selalu menyediakan hfe tester untuk mengukur faktor penguatan
transistor.
X. Pertanyaan dan Tugas

1. Multimeter Analog
a. Dalam menyimpan multimeter analog ganggang saklar pengatur jangkauan ukur,
sebaiknya diletakkan pada skala mana? Kenapa demikian!
b. Dapatkah multimeter analog dipergunakan untuk mengukur kuat arus PLN.
c. Carilah harga tahanan R dari kuat arus yang sudah saudara ukur dengan Ma dan beda
pottensial titik a dan b yang sudah saudara ukur dengan DCV. Carilah untuk 1 buah
baterai dan 2 buat baterai?

2. Multimeter Digital
a. Kenapa semakin besar batas kuat arus yang dipakai semakin besar pula tingkat
kesalahannya?
b. Kapan saat mengukur tegangan AC angka multimeter digital pada displaynya tidak
mau diam?
*Jawaban*
1. Multimeter analog
a. Sebelum dan sesudah multimeter digunakan, posisi saklar jangkauan ukur harus
selalu berada pada posisi ACV dangan batas ukur 250 ACV atau lebih. Karena posisi
saklar jangkauan ukur harus pada posisi yang sesuai dengan besaran yang akan
diukur. Jika akan mengukur tegangan ACV letakkan saklar pada posisi batas ukur
yang lebih tinggi dari tegangan yang diukur.
b. Bisa, hanya saja multimeter analog jarang ada fitur untuk pengukuran arus AC
memakai multimeter untuk mengukur ampere harus lebih hati-hati. Karena posisi seri
dengan bebas, sehingga ada arus listrik yang mengalir di kabel multimeter. Agar
lebih aman sebaiknya kabel probe tidak dipegang oleh tangan tetapi dijepit oleh suatu
terminal agar posisinya tidak berubah dan peralatan listrik tidak 0n-off.

2. Multimeter digital
a. Karena setiap alat ukur memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda, semakin besar
batasan ukurnya maka semakin kecil pula tingkat ketelitiannya. Dengan
menggunakan tingkat yang tinggi maka harga pengukurannya yang didapat semakin
akurat.
b. Saat tegangan yang diukur lebih tinggi dari skala ukur yang dipilih dan arus pun tidak
stabil.
XI. Kesimpulan
1. Multimeter analog dan multimeter digital dapat digunakan untuk mengukur
hambatan, tegangan AC dan DC, kuat arus AC dan DC, serta mengukur hfe.
2. Multimeter analog dapat digunakan sebagai ohm meter.
3. Multimeter analog dapat digunakan untuk mengukur tegangan AC hanya saja
hasilnya memiliki selisih yang kecil dengan tegangan yang diukur.
4. Multimeter analog digunakan untuk mengukur tegangan DC hasilnya juga memiliki
selisih yang kecil.
5. Multimeter digital dapat juga digunakan untuk mengukur kuat arus meskipun kami
tidak melakukan percobaan tersebut.
6. Multimeter analog juga bisa digunakan untuk mengukur kuat arus listrik.
7. Multimeter analog dan multimeter digital juga digunakan untuk mengukur hfe
transistor.
XII. Daftar Pustaka

Giancoli, C. Douglas. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.


Guntoro, Nanang Arif. 2013. Fisika Terapan. Jakarta : Rosda.
Petrovic, P. 2004. Digital Multimeter for Accurate Measurement of Synchronously Sampled AC
Signal. IEEE Transactions on Instrumentation and Measurument. Volume 53. No. 3.
Pulungan, Ahmad Saudi. 2016. Implementasi Alat Ukur Kapasitansi Digital (Digital
Capacitance Meter) Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. Vol 10
(1).
Sugiri. 2008. Elektronika Dasar dan Peripheral Komputer. Jakarta : Andi.
Sutiagah, R., dkk. 2016. Pengukuran dan Analisa Data Kalibrasi Voltmeter dengan Multi
Product
Caliblator. Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2016. Volume 5. No. 2.
XIII. Lampiran
A. Lampiran Hitung

1. Pengukuran Resistor
R1 = R2 = R
maka, R= 100Ω
2. Pengukuran Menggunakan Multimeter Analog dan Digital sebagai
Ohmmeter
a. Multimeter Analog
• R1 = 100Ω Rseri = 100Ω
• R2 = 100Ω Rparalel = 50Ω
b. Multimeter Digital
• R1 = 98,7Ω Rseri = 199Ω
• R2 = 98,7Ω Rparalel = 50Ω
3. Penggukuran Menggunakan Multimeter Analog dan Digital sebagai
Voltmeter DC
a. Multimeter Analog
• DCV1 = 0 V
2 𝑥 12
• DCV2 = V = 2,4 V
0
2 𝑥 25
• DCV3 = V=5V
10
1𝑥8
• DCV4 = V =8V
1
1𝑥9
• DCV5 = V =9V
1

b. Multimeter Digital
• DCV1 = 0,06 V
• DCV2 = 2,95 V
• DCV3 = 5,57 V
• DCV4 = 0,38 V
• DCV5 = 11,47 V
4. Penggukuran Menggunakan Multimeter Analog dan Digital sebagai
Voltmeter AC
a. Multimeter Analog
• ACV1 = 0 V
1𝑥2
• ACV2 = V=2V
1
1 𝑥 5,5
• ACV3 = V = 5,5 V
1
1 𝑥 8,2
• ACV4 = V = 8,2 V
1
1 𝑥 11
• ACV5 = V = 11 V
1

b. Multimeter Digital
• ACV1 = 0,06 V
• ACV2 = 2,95 V
• ACV3 = 5,50 V
• ACV4 = 8,30 V
• ACV5 = 10,97 V
5. Kesalahan
a. Multimeter Analog (ACV)
0−0
• (%)1 = x 100% = 0 %
0
3−2,4
• (%)2 = x 100% = 20 %
3
6−5
• (%)3 = x 100% = 16,6 %
6
9−8
• (%)4 = x 100% = 11,11 %
9
12−9
• (%)5 = x 100% = 25 %
12

b. Multimeter Analog (DCV)


0−0
• (%)1 = x 100% = 0 %
0
3−2
• (%)2 = x 100% = 33,3 %
3
6−6,5
• (%)3 = x 100% = 8,3 %
6
9−8,2
• (%)4 = x 100% = 8,8 %
9
12−11
• (%)5 = x 100% = 8,3 %
12

c. Multimeter Digital (ACV)


0−0
• (%)1 = x 100% = 0 %
0
3−2,13
• (%)2 = x 100% = 29 %
3
6−5,57
• (%)3 = x 100% = 7,1 %
6
9−8,18
• (%)4 = x 100% = 6,8 %
9
12−11,47
• (%)5 = x 100% = 4,4 %
12

d. Multimeter Digital (DCV)


0−0,06
• (%)1 = x 100% = 0 %
0
3−2,95
• (%)2 = x 100% = 1,6 %
3
6−6,5
• (%)3 = x 100% = 8,3 %
6
9−8,3
• (%)4 = x 100% = 7,7 %
9
12−10,97
• (%)5 = x 100% = 8,5 %
12

6. Kesalahan Mutlak
a. Multimeter Analog (ACV)
0−0
• KM1 = │ │= 0
0
3−2,4
• KM2 =│ │= 0,2
3
6,5
• KM3 =│ │= 0,166
6
9−8
• KM4 =│ │= 0,111
9
12−9
• KM5 =│ │= 0,25
12

b. Multimeter Analog (DCV)


0−0
• KM1 =│ │= 0
0
3−2
• KM2 =│ │= 0,33
3
6−5,5
• KM3 =│ │= 0,083
6
9−8,2
• KM4 =│ │= 0,088
9
12−11
• KM5 =│ │= 0,083
12

c. Multimeter Digital (ACV)


0−0
• KM1 =│ │= 0
0
3−2,13
• KM2 =│ │= 0,29
3
6−5,57
• KM3 =│ │= 0,071
6
9−8,38
• KM4 =│ │= 0,068
9
12−11,49
• KM5 =│ │= 0,044
12

d. Multimeter Digital (DCV)


0−0,06
• KM1 =│ │= 0
0
3−2,95
• KM2 =│ │= 0,016
3
6−5,5
• KM3 =│ │= 0,083
6
9−8,3
• KM4 =│ │= 0,077
9
12−10,97
• KM5 =│ │= 0,085
12

B. Lampiran Gambar
PRAKTIKUM ALAT – ALAT UKUR
PERCOBAAN DENGAN MENGGUNAKAN OSILOSKOP ANALOG

Nama : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
Kelas : Reguler C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
I. Judul : Percobaan Dengan Menggunakan Osiloskop Analog
II. Hari, Tanggal : Selasa, 12 Maret 2019

III. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum iini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengkalibrasi osiloskop.
2. Dapat menentukan tegangan searah ( tegangan DC) dan tegangan bolak-balik (
tegangan AC ).
3. Dapat menentukan frekuensi tegangan AC pada tegangan sekunder power supply 6
volt dan 12 volt serta frekuensi input power supply.

IV. Landasan Teori


Osiloskop (Oscilloscope) adalah serangkaian alat untuk pengukuran dan
analisa bentuk gelombang serta gejala lain dalam rangkaian-rangkaian elektronik dengan
memanfaatkan masukan berupa sinyal-sinyal listrik. Osiloskop pada dasarnya
bermanfaat untuk menganalisa besaran-besaran dalam kelistrikan (frekuensi, periode,
amplitudo, dan tegangan) yang berubah terhadap waktu (Dwi, 2018:2).
Pengukuran tegangan dilakukan dengan menghitung jumlah pembagi yang
meliputi muka gelombang pada bagian skala vertikal. Sinyal dapat diatur dengan
mengubah-ubah kontrol vertikal, untuk pengukuran terbaik pilihlah skala volts/div (volt
per kotak) yang paling cocok. Waktu dapat diukur dengan menggunakan skala horizontal
pada osiloskop. Pengukuran waktu meliputi periode, lebar pulsa (pulse width), dan waktu
dari pulsa. Pengukuran waktu akan lebih akurat bila mengatur porsi sinyal yang akan
diukur untuk mengatasi besarnya area pada layar. Pengukuran waktu yang lebih akurat
dapat dilakukan dengan mengatur tombol time/div (Samoko, 2014:4).
Osiloskop analog terdiri dari dua jenis utama, yaitu osiloskop analog
standard dan osiloskop dual trace. Osiloskop standard hanya mampu memperagakan
sebuah sinyal untuk diamati. Sedangkan osiloskop dual trace dapat memperagakan dua
buah sinyal sekaligus pada saat yang sama. Osiloskop jenis ini biasanya digunakan untuk
melihat bentuk sinyal pada dua tempat yang berbeda dalam suatu rangkaian elektronik
(Andi, 2016:3).
Osiloskop banyak digunakan pada industri-industri seperti penelitian,
sains, engineering, medikal dan telekomunikasi. Saat ini, terdapat 2 jenis Osiloskop yaitu
Osiloskop Analog yang menggunakan Teknologi CRT (Cathode Ray Tube) untuk
menampilkan sinyal listriknya dan Osiloskop Digital yang menggunakan LCD untuk
menampilkan sinyal listrik atau gelombang
Frekuensi merupakan jumlah getaran yang dihasilkan selama 1 detik yang
dinyatakan dengan Hertz. Sedangkan periode adalah kebalikan dari Frekuensi, yaitu
waktu yang dibutuhkan untuk menempuh 1 kali getaran yang biasanya dilambangkan
dengan t dengan satuan detik. Kemampuan Osiloskop dalam mengukur maksimum
Frekuensi berbeda-beda tergantung pada tipe osiloskop yang digunakan. Ada yang dapat
mengukur 100MHz, ada yang dapat mengukur 20MHz, ada yang hanya dapat mengukur
5MHz (Vita, 2013: 1).
Amplitudo adalah ukuran besarnya suatu sinyal atau biasanya disebut
dengan tingginya puncak gelombang. Terdapat beberapa cara dalam pengukuran
Amplitudo yang diantaranya adalah pengukuran dari Puncak tertinggi ke Puncak
terendah (Vpp), ada juga yang mengukur salah satu puncaknya saja baik yang tertinggi
maupun yang terendah dengan sumbu X atau 0V (Medugu, 2014:20).

V. Alat dan Komponen


1. Osiloskop (HAMEG-HM 203) beserta probe.
2. Audio generator
3. Baterai
4. Power supply
5. Beberapa kabel penghubung

VI. Prosedur Kerja


6.1 Kalibrasi Alat
Sebelum melakukan kegiatan pengukuran osiloskop, periksalah jaringan listrik
ditempat akan melakukan kegiatan. Sesuaikan tegangan jaringan dengan tegangan
osiloskop, dengan cara mengatur Switch tegangan input Osiloskop (220 volt atau 110
volt). Periksalah sekring apakah baik atau sudah putus. Untuk sumber tegangan 220 volt
sebaiknya digunakan sekering 0,5 A dan untuk tegangan 110 volt gunakan 1 A.
Periksalah kedudukan tombol-tombol osiloskop seperti tabel dibawah ini sebelum
dihubungkan dengan sumber arus
Nama Tombol Kedudukn Tombol Pengatur
Pengatur
POWER Pada keadaan OFF
INTESITY Pada posisi kekiri dari tengah-tengah
FOCUS Pada posisi di tengah-tengah
POSITION Pada posisi di tengah-tengah
TIME/DIV Pada posisi 1ms/cs
AC-DC Pada posisi AC-DC tertekan
VOLT/DIV Pada skala 2volt/div
VARIABEL Pada posisi ujung kanan
Setelah memeriksa keadaan tombol-tombol pada tabel diatas lakukan langkah-
langkah kalibrasi sebagai berikut:
1. Hubungkan osiloskop dengan sumber tegangan
2. Hidupkan osiloskop dengan menekan tombol POWER
3. Nantikan beberapa saat hingga terlihat garis hijau melintang pada layar osiloskop.
4. Putar tombol INTENSITY ke kanan dan ke kiri serta amati kejelasan garis hijau
pada layar.
5. Putar tombol FOCUS ke kanan dan ke kiri serta amati ketajaman garis hijau pada
layar.
6. Putar tombol TIME/DIV sehingga pada layar terbentuk sebuah titik.
7. Putar tombol POSITION ( X-POS/Y-POS) sehingga titik tepat berada pada
perpotongan salib sumbu (sumbu X dan sumbu Y).
8. Ulangi memutar tombol FOCUS dan tombol INTENSITY agar titik yang terjadi
pada layar cukup terang dan tajam.
9. Pasang probe P-17 pada jack INPUT, gunakan perbandingan 1:1.
10. Hubungkan ujung probe PC pada terminal Cal 2 dan alihkan saklar time/div ke 0,5.
11. Tombol volt/div, X-POS, dan Y-POS digerak-gerakkan agar jarak antara dua titik 1
cm( 1 kotak).
12. Bila jarak antara dua titik disalib sumbu sudah 1 cm berarti osiloskop telah
terkalibrasi.

6.2 Menetukan tegangan searah (DCV/ tegangan DC)


Untuk mengukur tegangan searah (DCV) kembalikanlah kedudukan tombol-tombol
pengatur osiloskop pada keadaan semula seperti pada kedudukan dalam tabel waktu
mengerjakan pemeriksaan tombol-tombol osiloskop.
1. Tombol AC_DC pada keadan tertekan.
2. Pasang probe terminal INPUT, kemudian hubungkan badan probe PC ke kutub (-)
baterai dan alihkan VOLT/DIV ke 0,5 VOLT kemudian sentuhkan ujung probe PC
pada kutub (+) baterai tersebut. Ukurlah dengan mengamati perpindahan gambar
pada layar. Untuk lebih mudah menghitungnya gambar pada layar dapat di geser-
geser dengan mengatur kembali tombol X-POS dan Y-POS agar gambar yang
terjadi berada pada salib sumbu.
3. Lakukan pula untuk dua buat baterai yang dihubungkan seri kemudian tiga buah
baterai yang dihubungkan seri.
4. Catatlah data:
a. Perpindahan gambar =...........................Cm
b. Angkai yang dipakai pada VOLT/DIV =...........................volt
5. Catat data pengukuran tegangan pada tabel kerja

6.3 Menentukan tegangan bolak-balik (ACV/ Tegangan AC).


Untuk mengukur tegangan bolak-balik (ACV) kembalikanlah kedudukan tombol-
tombol pengatur osiloskop pada keadaan semula seperti pada kedudukan dalam tabel
waktu mengerjakan pemeriksaan tombol-tombol osiloskop.
1. Alihkan tombl TIME/DIV ke 5 ms dan tombol EXT dalam keadaan tertekan, serta
tombol Volt/DIV ke 5 Volt.
2. Hubungkan tansformator ke power supply dengan sumber tegangan dan hidupkan
switchnya dari OFF ke ON.
3. Pasang probe pada terminal INPUT dan hubungkan badan probe dengan output
power supply berturut-turut dengan memindahkan variabel outputnya ke 0V, 3V,
6V, 9V, dan 12V.
4. Carilah data:
a. Perpindahan gambar secara vertikal =.......................cm
b. Angka yang dipakai pada VOLT/DIV =.......................VOLT
5. Bilangan yang menunjukkan perpindahan gambar vertikal pada layar kali dengan
angka yang dipakai pada VOLT/DIV disebut tegangan puncak-puncak (Vpp). Jadi
yang terbaca pada layar osiloskop adalah Vpp.
6. Carilah tegangan (Vpp) untuk 0V, 3V, 6V, 9V, dan 12V.
7. Carilah tegangan maksimum (Vmaks) untyk 0V, 3V, 6V, 9V, dan 12V dimana
𝑉𝑝𝑝
Vmaks = 2

8. Carilah tegangan efektif (Veff) untuk 0V, 3V, 6V, 9V, dan 12V dimana
𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠
Veff =
√2

6.4 Menentukan Frekuensi Tegangan AC pada Tegangan Sekunder Power Supply


6 Volt dan 12 Volt serta Frekuensi Input Power Supply
1. Karena percobaan sebelum ini menetukan tegangan AC maka tombol-tombol tidak
perlu semuanya dikembalikan kepada keadaan semula, kecualikan alihkan
TIME/DIV ke 5 ms/cm
2. Pasang probe pada terminal INPUT dan hubungkan ujung probe pada output power
supply sedemikan rupa sehingga gambar sinusoidal pada layar.
3. Jika perlu geser-geserlah posisi gambar yang terbentuk dengan mengatur tombol
X-POS dan tombol Y-POS. Sehingga gambar sinusoidal mulai dari titik setimbang
atau pada fase nol sehingga mudah membaca dan mengukur 1 panjang gelombang
sinusoidal tersebut.
4. Lakukan pengukuran dan frekuansi tegangan power supply untuk variabel (6V dan
12V) dengan menghubungkan ujung probe pada output C power supply.
5. Baca panjang gelombang pada layar (λ) serta pada angka TIME/DIV yang dipakai
pada saat melakukan pengukuran.
6. Carilah data
1. Perpindahan gambar secara vertikal =.........................cm
2. Angka yang dipakai pada VOLT/DIV =..........................volt
7. Carilah frekuensi tegangan output power supply dengan menggunakan persamaan
1 𝑉
F=𝑇 dan f= 𝜆

Dimana:
λ= Panjang gelombang dapat diukur dari gambar yang dibentuk pada layar osiloskop
1
= angka TIME/DIV yang dipakai saat melakukan pengukuran, angka TIME/DIV ini
𝑉

sama dengan seperkecepatan sapu elektron untuk menempuh 1 λ, yang terjadi dilayar.
1
= .............................................detik/cm
𝑉

𝑉 = .............................................cm/detik
𝑉
Maka, f= 𝜆 Hertz

8. Catat data pada tabel hasil

VII. Hasil
1. Tabel Tegangan Arus Searah (DCV/Tegangan DC)
Panjang gambar
Jumlah Angka
dilayar menurut Tegangan Baterai
Baterai Volt/div
sumbu y
1 6,7 div 2 volt/div 1,4 V
2 1,4 div 2 volt/div 2,8 V
3 2 div 2 volt/div 4V

2. Tabel Tegangan Bolak-Balik (ACV/Tegangan AC)


Output Perpindahan Angka a x b Vp =𝑉𝑝𝑝 Veff= 𝑉𝑝
2 √2
power gambar di layar volt/div =Vpp
supply menurut sumbu (b)
y (a)
0 8,8 div 2 volt/div 1,6 V 0,8 V 0,5657 V
3 4,4 div 2 volt/div 8,8 V 4,4 V 3,1117 V
6 3,4 div 2 volt/div 17 V 8,5 V 6,0113 V
9 4,8 div 5 volt/div 24 V 12 V 1,4865 V
12 6,4 div 5 volt/div 32 V 16 V 1,3154 V

3. Tabel frekuensi AC pada tegangan sekunder power supply 6 Volt dan 12 Volt
serta frekuensi input power suplly
Output Panjang 1 Angka V T=a f=1/T F=V/λ
Power gelomban TIME/DI (cm/dt) xb (Hz) (Hz)
Supply g V (1/V (dt)
(a) dt/cm)
(cm) (b)
0,2x103 13x1
6 2,6 -3
5x10 s -3
0,076x103 0,076x103
s 0 s
0,2x103 14x1
12 2,8 -3
5x10 s -3
0,071x103 0,071x103
s 0 s
VIII. Analisis Data
1. Mengukur tegangan DC
𝑣𝑜𝑙𝑡
➢ 𝑉𝑏𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑖 = 𝑑𝑖𝑣 × 𝑑𝑖𝑣

2. Mengukur Tegangan AC
𝑣𝑜𝑙𝑡
➢ 𝑉𝑝𝑝 = 𝑑𝑖𝑣 × 𝑑𝑖𝑣
𝑉𝑝𝑝
➢ 𝑉𝑝 = 2
𝑉𝑝
➢ 𝑉𝑒𝑓𝑓 =
√2

3. Mengukur frekuensi tegangan AC


1
➢ 𝑉= 𝑇𝑖𝑚𝑒⁄
𝑑𝑖𝑣
𝑇𝑖𝑚𝑒
➢ 𝑇= 𝜆 × 𝑑𝑖𝑣
1
➢ 𝑓= 𝑇
𝑉
➢ 𝑓= 𝜆

IX. Pembahasan
Percobaan kali ini adalah percobaan tentang penggunaan osiloskop analog. Osiloskop
adalah alat ukur besaran listrik yang dapat memetakan sinyal listrik dengan osiloskop
maka kita dapat menentukan atau mengukur serta mengetahui berapa nilai frekuensi,
periode dan tegangan dari sinyal listrik yang bernilai bervariasi terhadap waktu secara
berulang-ulang.
Percobaan kali ini terdapat tiga kali percobaan yang pertama percobaan menentukan
tegangan searah (DCV), kemudian yang kedua yaitu percobaan menentukan tegangan
arus bolak-balik(ACV), dan yang ketiga adalah percobaan mengukur frekuensi tegangan
AC pada tegangan sekunder 6 volt dan 12 volt serta frekuensi input power supply.
Pertama percobaan menentukan tegangan DCV, sebelum melakukan percobaan
dilakukan kalibrasi pada osiloskop analog dengan menyesuaikan tegangan jaingan
dengan tegangan osiloskop, dengan cara mengatur swicth tegangan input osiloskop
menadi 220 v atau 110 volt. Kemudian periksa sekring 0,5 A dan untuk tegangan yaitu
110 volt. Berdasarkan hasil percobaan ini didapat pengukuran tegangan berdasarkan
layar gelombang yang terbentuk pada osiloskop diperoleh tegangan yaitu 2,8 volt.
Tegangan yang diukur yaitu tegangan pada baterai ABC.
Selanjutnya percobaan mengukur tegangan arah bolak-balik (ACV). Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan besaran input power supply bervariasi yaitu 0 V, 3 V, 6
V, 9 V, dan 12 V. Angka volt/div yang digunakan yaitu 2 dan 5. Apabila hanya menggunakan
angka 2 volt/div maka nantinya pada tegangan output power supply 6 sampai 12 volt gambar
gelombang yang muncul besar dan akan sulit dalam pengukuran dan perhitungannya. Hasil Vpp
yang didapat yaitu 1.6 V, 8.8 V, 17 V, 24 V, dan 32 V. Besaran Vp yang diperoleh yakni 0.8 V, 4.4
V, 8.5 V, 12 V, dan 16 V. Kemudian besar tegangan efektinya yaitu 0.5657 V, 3.177 V, 6.313 V,
8.4865 V, Dan 11.315 V.
Percobaan ketiga yaitu percobaan menentukan frekuensi pada tegangan sekunder power
supply yaitu pada 6 V dan 12 V serta frekuensi input power supply. Angka time/div yang dipakai
yaitu 5 time/div. Setelah itu diperoleh periode sebesar 13 x 10-3 s. Setelah itu diperoleh
frekuensi sebesar 0,076 x 103 Hz dan 0,071 x 103 Hz. Serta panjang gelombang sebesar 2,6 cm
dan 2,8 cm.
X. Pertanyaan dan tugas
Coretlah yang salah dari 2 pertanyaan di dalam kurung seperti yang terdapa t
dalam kalimat dibawah ini !
e. Terang suramnya gambar pada layar osiloskop dapat diatur dengan tombol ( Intensity /
Focus ). Sedangkan tajam dan baurnya gambar dapat diatur oleh tombol ( Intensity /
Focus ).
f. Makin besar angka yang ditunjukkan skala TIME/DIV kecepatan sinar katoda menyapu
layar makin ( cepat / lambat)
g. Ketika pemgaturan pelemahan vertikal (Volt/DIV) menunjukkan angka 0,5 seperti
percobaan : mencoba fungsi-fungsi tombol osiloskop kegiatan ke II, jarak ke 2 titik
pada layar 1 cm, ini berarti tegangan yang dimasukkan melalui jack besarnya 0,5 Volt,
yaitu tegangan (- Vmaks/Vpp).

XI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :
1. Sebelum melakukan kegiatan pengukuran osiloskop analog, maka osiloskop analog
harus dikalibrasi terlebih dahulu yang dengan cara memeriksa jaringan listrik tempat
akan dilakaukan percobaan. Sesuaikan tegangan jaringan dengan osiloskop, mengatur
switch tegangan input osiloskop dan memeriksa sekring apakah baik atau sudah putus.
2. Tegangan searah dapat ditentukan dengan cara menghubungkan kabel penghubung pada
CH 2 diosiloskop dan kutub positif dan negative dijepit ekkutub positif dan kutub
negative yang terdapat baterai. Kemudian, atur volt/divnya serta tine/div diatur juga jika
hasil osiloskop dilayar tidak terbaca. Setelah itu didapatakan hasil tegangan bolak balik.
Sedangkan tegangan bolak – balik dapat ditentukan dengan cara menghubungkan kabel
penghubung kepower supply sesuai dengan prosedur kemudian ataur volt/div
diosiloskop sesuai ketentuan, maka hasilnya akan terlihat.
3. Frekuensi tegangan Ac dapat ditentukan dengan cara menghubungkan dengan power
supply dengan tegangan output power supply 6 volt dan 12 volt. Kemudian diatur
time/divnya. Setelah itu didapatkan hasil yang dapat dibaca dilayar osiloskop analog.
DAFTAR PUSTAKA
Andi, dwi. 2018. Elektroniks Telekomunikasi. Bandung : Universitas Telkom.
Medugu, jiya. 2013. Journal of reseach and method education (IOSR-JRME).Virtual
Osiloscope : Alternative Instruction Materials for Teachinglectronics at The echnical
Colleges, In North East Geopolitical Zone, Nigeria. Vol 1 (2). 38 - 43.
Sarwoko. 2013. Rangkaian Elektronika Analog. Yogyakarta : CV Madya.
Vita, Saraatmadja. 2013. Jurnal Penelitian dan Metode Pembelajaran. Perancangan dan
Realisasi Function Generator Frekuensi Maksimal 2 MHz. Vol 2 (1). 33 – 43.
Widyanuklida. 2014. Jurnal Penelitian dan Metode Dalam Pendidikan.Osiloskop dan
Pembangkit Gelombang Virtual Berbasis Lab View Menggunakan Antarmuka Kartu Suara. Vol
5 (1). 19 – 31.
XII. Lampiran
12.1 Lampiran Hitung
a. Mengukur Tegangan DC
• Jumlah Baterai 1
V = 𝑑𝑖𝑣 x volt/div
= 0,7 x 2
= 1,4 volt
• Jumlah Baterai 2

V = 𝑑𝑖𝑣 x volt/div
= 1,4 x 2
= 2,8 volt
• Jumlah Baterai 3

V = 𝑑𝑖𝑣 x volt/div
=2x2
= 4 volt
b. Mengukur Tegangan AC
• Output power supply 0 volt
𝑣𝑜𝑙𝑡
1. Vpp = 𝑥 𝑑𝑖𝑣 = 2 x 0,8 = 1,6 volt
𝑑𝑖𝑣
𝑉𝑝𝑝 1,6
2. Vp = = = 0,8 volt
2 2
𝑉𝑝 0,8
3. Veff = = = 0,5657 volt
√2 √2

• Output power supply 3 volt


𝑣𝑜𝑙𝑡
1. Vpp = 𝑥 𝑑𝑖𝑣 = 2 x 4,4 = 8,8 volt
𝑑𝑖𝑣
𝑉𝑝𝑝 8,8
2. Vp = = = 4,4 volt
2 2
𝑉𝑝 4,4
3. Veff = = = 3,117 volt
√2 √2

• Output power supply 6 volt


𝑣𝑜𝑙𝑡
1. Vpp = 𝑥 𝑑𝑖𝑣 = 5 x 3,4 = 17 volt
𝑑𝑖𝑣
𝑉𝑝𝑝 17
2. Vp = = = 8,5 volt
2 2
𝑉𝑝 8,5
3. Veff = = = 6,0113 volt
√2 √2
• Output power supply 9 volt
𝑣𝑜𝑙𝑡
1. Vpp = 𝑥 𝑑𝑖𝑣 = 5 x 4,8 = 24 volt
𝑑𝑖𝑣
𝑉𝑝𝑝 24
2. Vp = = = 12 volt
2 2
𝑉𝑝 12
3. Veff = = = 8,4865 volt
√2 √2
• Output power supply 12 volt
𝑣𝑜𝑙𝑡
1. Vpp = 𝑥 𝑑𝑖𝑣 = 5 x 6,4 = 32 volt
𝑑𝑖𝑣
𝑉𝑝𝑝 32
2. Vp = = = 16 volt
2 2
𝑉𝑝 16
3. Veff = = = 11,3154 volt
√2 √2
12.2 Lampiran gambar
PRAKTIKUM ALAT ALAT UKUR
PERCOBAAN DENGAN MENGGUNAKAN GALVANOMETER

Nama : Syarif Mahmud Jailani

NIM : A1C318072

KELAS : REGULER C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERAITAS JAMBI
2019
I. JUDUL : Percobaan Dengan Menggunakan Galvanometer
II. HARI,TANGGAL : Sabtu, 11 Mei 2019
III. TUJUAN
Adapun tujuan dari Percobaan ini, yaitu sebagai Berikut :

1. Dapat membuat rangkaian arus DC dalam orde µA.

2. Dapat melakukan pegukuran arus DC dalam orde µA dengan galvanometer

3. Dapat memelihara galvanometer

4. Dapat menentukan tahanan dalam galvanometer.

II. ALAT DAN KOMPONEN


1. Galvanometer (basicmeter) dengan batas ukur 100µA
2. Kabel Penghubung 2 buah
3. Baterai 10 buah
4. Tempat Baterai 1 buah
5. Bola lampu senter 1 buaH
6.
IV. LANDASAN TEORI
Tegangan atau sering kali orang menyebut dengan beda potensial
(voltage) adalah kerja yang dilakukan untuk menggerakkan suhu muatan
(sebesar satu coulomb), pada elemen atau komponen dari satu terminal
atau kutub ke terminal atau kutub lainnya, atau pada pada kedua
terminal atau kutub akan mempunyai beda potensial. Jika menggerakkan
atau memindahkan muatan sebesar satu coulomb dari satu terminal ke
terminal lainnya ( Irwan,2015:84 ).
Daya reaktif yang di suplay kesebuah rangkain arus bolak balik
sebagai satuan yang disebut VAR ( Volt-Ampere-Reaktif ), yang
memberikan perbedaan antara daya nyata dan daya oleh komponen
reaktif merupakan dua faktor E dan I yang menyatakan tegangan dan
arus pada sudut fasa. Daya nyata adalah perkalian komponen komponen
sefasa dari tegangan dan arus, sedangkan daya reaktif adalah perkalian
komponen komponen reaktif yaitu E.I sin ( Waluyanti,2008:40)
Pengantar rangkaian elektrik adalah satu bentuk aplikasi dari teori
listrik magnet. Contoh sederhana dari penggunaan teori listrik magnet
adalah pada saat orang menyalakan lampu, maka ia telah
menghubungkan lampu tersebut dengan suatu benda potensial yang
menyebabkan muatan mengalir sehingga lampu menyala (
Valentinus,2016:58 ).
Daya listrik didefinisikan sebagai besarnya energy listrik
yang dikonsumsi atau dihasilkan setiap waktu oleh peralatan listrik.
Satuan SI daya listrik adalah watt yang menyatakan banyaknya tenaga
listrik yang mengalir persayuan waktu (joule/detik). Berdasarkan
jenisnya daya listrik dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu daya
listrik AC dan DC ( Yuliza,2016:47 ).
Alat ukur listrik dikelompokan menjadu dua yaitu, alat ukur yang
menunjukkan besaran dari komponen listrik yang diukur dengan batas
batas pada konstanta dan penyimpangan pada alat itu sendiri.
Contohmya adalah galvanometer dan alat sekunder maksudnya adalah
semua alat yang menunjukkan hanya besaran listrik yang dapat diukur
dan ditentukan hanya dari simpangan alat ukur tersebut. Contohnya dari
alat ukur ini yaitu alat ukur listrik yang sering digunakan sehari hari (
Waluyanti,2008:12).

Resonance is the tendency of a system to oscillate with great


amplitudo at some frequencies than at others. Resonance frequency w’
or f’ is the frequency at which the response amplitudo is relature
maximum electrical reconance occurs in any circuit that has at least one
inductor and one capacitor. The condition of the LCR circuit in which
the research reactance of capacitor C coincides with that of the indicator
in magnitude ( Uswatun,2017:1607).

V. PROSEDUR KERJA
a. Buatlah rangkaian seperti gambar dibawah ini
G

15kΩ IG

E S

1.5V
b. Hitunglah besar arus yang melalui galvanometer menurut teori
c. Selanjutnya hubungkan saklar S, kemudian amati besarnya arus
yang mengalir pada galvanometer (IG)
d. Hitunglah harga RG
e. Untuk rangkaian yang sama, lakukan pengukuran berulang sebanyak
5x, catat data yag diperoleh pada kolom data.
f. Buatlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini

15kΩ lampu IG

E S

1,5V
g. Hubungkan saklar s, selanjutnya amati besar arus yang mengalir pada galvanometer
dan amati bola lampu nyala/tidak nyala
h. Buatlah rangkaian seperti gambar

30kΩ IG

E S

1,5V
i. Carilah besar arus menurut teori yang melalui Galvanometer (IG)
j. Selanjutnya hubungkan saklar S dan amati besar arus yang mengalir pada
galvanometer (IG)
k. Untuk rangkaian yang sama, lakukan pengukuran berulang sebanyak 5 kali. Catat
data yang diperoleh pada kolom data.
l. Buatlah rangkaian seperti gambar di bawah ini

15kΩ lampu IG

E S

1,5V
m. Hubungkan saklar S dan amati besar arus yang mengalir pada galvanometer serta
amati bola lampu nyala/ tidak nyala.
VI. ANALISIS DATA
1. Mencari hambatan resistor

𝑉
𝑅=
𝐼

2. Mencari arus pada galvanometer

𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


𝐹𝐺 = 𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

3. Menghitung hambatan menggunakan galvanometer

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 =
𝐼𝐺

VII. DATA HASIL


Untuk r =
20 KΩ
No IT IG RG E-R (IG) KETERANGAN
= IG
3000 Tidak
1 -6
75 x 10 A 71 x 10 A -6
Ω menggunakan LED
Tidak
2 75 x 10-6 A 71 x 10-6 A 1126 Ω menggunakan LED
Tidak
3 75 x 10-6 A 71 x 10-6 A 1126 Ω menggunakan LED
4 75 x 10-6 A 71 x 10-6 A 1126 Ω Tidak menyala
5 75 x 10-6 A 71 x 10-6 A 1126 Ω Tidak menyala
Untuk r =
47 KΩ
RG E-R
No IT IG (IG) KETERANGAN
= IG
Tidak
1 31,9 x 10-6 A 30 x 10-6 A 3000 Ω menggunakan LED
Tidak
2 31,9 x 10-6 A 30 x 10-6 A 3000 Ω menggunakan LED
Tidak
Menggunakan
3 31,9 x 10-6 A 30 x 10-6 A 3000 Ω LED
4 31,9 x 10-6 A 30 x 10-6 A 3000 Ω Tidak menyala
5 31,9 x 10-6 A 30 x 10-6 A 300O Ω Tidak menyala

VIII. PEMBAHASAN
Galvanometer adalah alat ukur listrik yang digunakan untuk mengukur kuat
arus dan beda potensial yang relative kecil. Pada percobaan kali ini praktikan
mendapatkan kesempatan untuk melakukan beberapa pengukuran menggunakan
galvanometer.
Dalam praktikum ini kami melakukan pengukuran pada sebuah rangakaian
dengan melakukan perlakuan yang berbeda. Dimana pada kali ini kami
menggunakan 2 resistor yaitu resistor dengan nilai 20 kΩ dan resistor 47 kΩ. sumber
arus listrik yang praktikan gunakan sebesar 1,5 volt dimana masing masing
pengukuran resistor dilakukan sebanyak 5 kali menggunakan dan tidak
menggunakan lampu.
Pada pratikum kali ini praktikan akan menentukan nilai It, Ig, dan Rg. It
adalah arus pada resistor dimana untuk mencari nilai It dapat menggunakan
persamaan It= V/R. Ig sendiri adalah nilai arus yang tertera pada galvanometer,
dimana jika pada galvanometer terdapat batas ukur dapat digunakan persamaan
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘
𝐼𝑔 = 𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟 Rg sendiri adalah hambatan dalam
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝐸−𝑅(𝐼𝐺)
galvanometer. Rg ditentukan dengan persamaan 𝑅𝐺 = .
𝐼𝐺

Dari data yang praktikan dapatkan dari pengukuran ini menunjukan bahwa
percobaan yang dilakukan berhasil, ini ditandai dengan niali Ig yang lebih kecil
dibandingkan nilai It dan mengakibatkan nilai Rg bernilai positif namun pada lampu
LED tidak dapat menyala.
Dari rangakaian arus DC dapat disimpulkan dalam orde µA. LED tidak
menyala dikarenakan nilai arus pada rangkaian ini terlalu kecil atau berbanding
terbalik dengan nilai tegangan dan berbanding lurus dengan nilai hambatan.
IX. Pertanyaan dan Tugas
1. Mengapa bola lampu senter tidak hidup padahal jarum galvanometer bergerak?
Jawab : akibat dari lampu led tidak menyala yaitu dikarenakan kesalahan yang
terjadi pada saat melakukan prosedur kerja.
2. Dapatkah galvanometer mengukur tegangan?
Jawab : tidak, karena galvanometerbmerupakan alat ukur listrik yang biasanya
mengukur kuat arus dan beda potensial. Sedangkan tegangan tidak diukur dengan
menggunakan galvanometer .
3. Jika galvanometer mengukur arus 100 µA dan hambatan dalamnya RG= 150Ω.
Tentukan kemampuan maksimum galvanometer ini untuk mengukur tegangan!
Jawab :

Dik . IG = 100 µA = 100 x 10-6 A


RG = 150 Ω
Dit . V….?
Jawab V = I. R
= 10-4 x 150
= 15 x 10-3 volt

XI. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percoban yang telah dilakukan yaitu, sebagai berikut :
1. Galvanometer dapat digunakan untuk mengukur pada rangkaian dalam orde
mikroamper.
2. Pengkuran arus Dc menggunakan galvanometer dengan cara dirangkai secara
seri, tetapi hanya bisa mengukur arus yang relatif kecil.
3. Pada saat menggunakan galvanometer digunakan pada batas ukur terendah,
lalu menengah, setelah itu tertinggi agar tidak rusak.
4. Tahanan listrik pada galvanometer digunakan untuk menghambat arus,
sehingga arus yang diukur tidak terlalu besar.
XII. Daftar Pustaka
Dinata irwan,dkk. 2015. Implementasi wireless monitoring energi listrik berbasis
web database. Jurnal nasional teknik elektro. ISSN:2302-2949.
Galih valentinus,dkk. 2016. Pengantar listrik magnet dan terapannya.yogyakarta :
CV. Mullia jaya.
Hasanah uswatun,dkk. 2017. A teaching material for learning alternating current
circuit using soundcard oscilloscope-experiments for tehe electrical
resonance.unnes science education journal. ISSN:2252-6617.
Waluyanti sri. 2008. Alat ukur dan teknik pengukuran jilid I. direktorat pembinaan
sekolah menengah kejuruan pertama.
Waluyanti sri. 2008. Alat ukur dan teknik pengukuran jilid II. direktorat
pembinaan sekolah menengah kejuruan pertama.
Yuliza. 2016. Prototype pengukuran pemakain energi listrik pada kamar kost
dalam satu hunian berbasis ARDUINO UNO R3 dan GSM SHIELD SIM900.
Journal online teknik elektro. ISSN:2252-7036.
XIII. LAMPIRAN
a. Lampiran gambar
b. Lampiran hitung
➢ Mencari arus resistor
• R=20 kΩ
It 1 = V/R
= 1,5/20000
= 75 µA

It 2 = v/r
= 1,5/2000
= 75 µA

It 3 = v/r
= 1,5/2000
= 75 µA

It 4 = v/r
= 1,5/2000
= 75 µA

It 5 = v/r
= 1,5/2000
= 75 µA

• R=47 kΩ
It 1 = V/R
= 1,4/47000
= 31,9 µA

It 2 = V/R
= 1,4/47000
= 31,9 µA

It 3 = V/R
= 1,4/47000
= 31,9 µA

It 4 = V/R
= 1,4/47000
= 31,9 µA

It 5 = V/R
= 1,4/47000
= 31,9 µA

➢ Mencari arus dengan galvanometer


• R= 20 KΩ
Ig 1 = 71 µA
Ig 2 = 71 µA
Ig 3 = 71 µA
Ig 4 = 71 µA
Ig 5 = 71 µA
• R=47 KΩ
Ig 1 = 30 µA
Ig 2 = 30 µA
Ig 3 = 30 µA
Ig 4 = 30 µA
Ig 5 = 30 µA

➢ Mencari hambatan dengan galvanometer


• R=20 KΩ
𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 1 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 2000 x 0.000071 / 0,000071


= 1126 Ω
𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 2 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 2000 x 0.000071 / 0,000071


= 1126 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 3 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 2000 x 0.000071 / 0,000071


= 1126 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 4 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 2000 x 0.000071 / 0,000071


= 1126 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 5 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 2000 x 0.000071 / 0,000071


= 1126 Ω

• R=47 KΩ
𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 1 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 47000 x 0.00003 / 0,00003


= 3000 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 2 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 47000 x 0.00003 / 0,00003


= 3000 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 3 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 47000 x 0.00003 / 0,00003


= 3000 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 4 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 47000 x 0.00003 / 0,00003


= 3000 Ω

𝐸 − 𝑅(𝐼𝐺)
𝑅𝐺 5 =
𝐼𝐺

= 1,5 – 47000 x 0.00003 / 0,00003


= 3000 Ω
13.2 Lampiran Gambar

Lampu LED Resistor Galvanometer

Kabel Probe Baterai 1,5 V Baterai 9V

Tanpa lampu Rangkaian Lampu Tegangan 1,5 V


LAPORAN PRAKTIKUM ALAT-ALAT UKUR
THERMOCOUPLE

NAMA : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
KELA : PEND. FISIKA REG C
2018
S

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
I. Judul : THERMOCOUPLE
II. Hari/tanggal : Selasa/15mei 2019
III. Tujuan
1. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa dapat mengenal bagian serta
fungsi dari Alat Ukur Thermocouple.
2. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa dapat memahami timbulnya
gerak energi listrik yang diakibatkan dari perbedaan suhu.
3. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa dapat menyelidiki pengaruh
perubahan suhu terhadap tegangan.
4. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa dapat menentukan beda
potensial di kedua ujung kawat.
5. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa dapat menentukan koefisien
seebeck.
IV. Landasan teori
Termokopel (Thermocouple) adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk
mendeteksi atau mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang
digabung pada ujungnya sehingga menimbulkan efek “Thermo-electric”. Efek
Thermo-electric pada Termokopel ini ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia
bernama Thomas Johann Seebeck pada Tahun 1821, dimana sebuah logam
konduktor yang diberi perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan
tegangan listrik. Perbedaan Tegangan listrik diantara dua persimpangan (junction)
ini dinamakan dengan Efek “Seeback”(Nandakumar, 2017:399).
Termokopel merupakan salah satu jenis sensor suhu yang paling populer dan sering
digunakan dalam berbagai rangkaian ataupun peralatan listrik dan Elektronika yang
berkaitan dengan Suhu (Temperature). Beberapa kelebihan Termokopel yang
membuatnya menjadi populer adalah responnya yang cepat terhadap perubahaan suhu dan
juga rentang suhu operasionalnya yang luas yaitu berkisar diantara -200˚C hingga
2000˚C. Selain respon yang cepat dan rentang suhu yang luas, Termokopel juga tahan
terhadap goncangan/getaran dan mudah digunakan (Warsito, 2010:143)
Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya Termokopel
hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis dan digabungkan
ujungnya. Satu jenis logam konduktor yang terdapat pada Termokopel akan berfungsi
sebagai referensi dengan suhu konstan (tetap) sedangkan yang satunya lagi sebagai logam
konduktor yang mendeteksi suhu panas.

Berdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction


memiliki suhu yang sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang melalui
dua persimpangan tersebut adalah “NOL” atau V1 = V2. Akan tetapi, ketika
persimpangan yang terhubung dalam rangkaian diberikan suhu panas atau
dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan suhu diantara
dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan listrik yang
nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1 – V2. Tegangan
Listrik yang ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 µV – 70µV pada tiap derajat
Celcius. Tegangan tersebut kemudian dikonversikan sesuai dengan Tabel referensi
yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan pengukuran yang dapat dimengerti
oleh kita (Istyawan, 2016:128).

Termokopel tersedia dalam berbagai ragam rentang suhu dan jenis bahan.
Pada dasarnya, gabungan jenis-jenis logam konduktor yang berbeda akan
menghasilkan rentang suhu operasional yang berbeda pula. Berikut ini adalah
Jenis-jenis atau tipe Termokopel yang umum digunakan berdasarkan Standar
Internasional (Valentinus, 2007:455)

Sensor termokopel adalah sensor yang mampu mengukur suhu sangat


tinggi sehingga sensor suhu thermocouple ini sering digunakan untuk industri
pengolahan minyak atau baja. Sensor suhu termokopel memiliki nilai output yang
kecil pada kondisi level noise yang tinggi, sehingga memerlukan pengkondisi
sinyal agar nilai output tersebut dapat dibaca (Satriawan,2012:138).

Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan


Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam
sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas.
Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak.
Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam
menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum
kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck (Abdullah,
2016:609).

V. Alat dan bahan


5.1. Alat
1. Termokopel Chromel - Alumel : 1 Unit
2. Termometer Batang : 1 Unit
3. Multimeter Digital : 1 Unit
4. Pemanas Bunsen : 1 Unit
5. Statif : 1 Unit
6. Gelas Beker : 2 buah
7. Pemantik Api (mancis) : 1 buah
8. Dudukan Gelas Beker Dari Asbes : 1 Unit
9. Penyangga Kaki Tiga : 1 Unit
10. Kabel Jumper Merah dan Hitam : 2 Pcs
5.2. Bahan
1. Air : Secukupnya
2. Es batu : Secukupnya
3. Spritus : Secukupnya

VI. Prosedur kerja


1. Panaskan air dalam beker glass menggunakan rangkaian pengapi (kaki tiga +
Asbes + Bunsen).
2. Celupkan Termometer batang kedalam air yang dipanaskan, gantung
menggunakan statif.
3. Jepitkan kabel Jumper merah ke ujung Thermocouple (T1) pada kabel merah.
Jepitkan kabel Jumper hitam ke ujung Thermocouple (T2) padakabel merah.
(Note. Hindari jepitan jumper mengenai kabel putih Thermocouple).
4. Hubungkan kedua ujung kabel Jumper ke multimeter digital. Atur skala ukur
multimeter ke satuan millivolt (mV).
5. Tempatkan salah satu ujung (probe) termokopel chromel-alumel (T1) sebagai
suhu ukur ( Tu ) pada gelas beker (A) yag dipanaskan hingga air mendidih.
6. Tempatkan salah satu ujung (probe) termokopel chromel-alumel (T2) sebagai
suhu referensi (Tr) pada gelas beker (B) yang berisi es batu yang mencair.
7. Catatlah pembacaan suhu air thermometer pada Thermocouple (T1) setiap
kenaikan suhu 5o C dan saat itu juga dicatat tegangan keluaran termokopel
oleh voltmeter.
8. Catatlah pembacaan suhu air thermometer pada Thermocouple (T1) setiap
penurunan suhu 5o C dan saat itu juga dicatat tegangan keluaran termokopel
oleh voltmeter.
9. Hubungkan grafik perubahan suhu air (Tu) terhadap tegangan keluaran
Thermocouple (VAB).
VII. Analisis data
1. Menghitung σAB
𝜎𝐴𝐵𝑛
𝜎𝐴𝐵 =
∆𝑇
2. Menghitung σAB rata-rata
∑ 𝜎𝐴𝐵𝑛
𝐴𝑣𝑔𝜎𝐴𝐵 =
𝑛

3. Menghitung VAB
𝑇𝑢
𝑉𝐴𝐵𝑛 = ∫ 𝜎𝐴𝐵 𝑑𝑇
𝑇𝑟

4. Menghitung VAB rata-rata


∑ 𝑉𝐴𝐵𝑛
𝐴𝑣𝑔 𝑉𝐴𝐵 =
𝑛
5. Menghitung persentase kesalahan pengukuran koefisien seebeck
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝐴𝑣𝑔 𝜎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 %
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
6. Menghitung persentase kesalahan pengukuran VAB
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝐴𝑣𝑔 𝜎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 %
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
Keterangan :
VAB = beda potensial antara kedua ujung kawat.
σAB = konduktivitas chromel (A) dan alumel (B) (Koefisien seebeck)
∆T = Perubahan suhu (Tu-Tr) (℃)
VIII. Hasil percobaan
Table 1 Hasil pengamatan pada saat kenaikan suhu
NO VAB (Mv) Tu (oC) Tr (oC) Tbatang (oC)
1 1,1 85 5,9 68
2 1,2 70 4,9 73
3 1,3 75 5,6 78
4 1,3 80 7,9 84
5 1,4 85 8,6 87
AFG 1,26 75 6,56 78,2

Table 2 Hasil pengamatan pada saat penurunan suhu Pembahasan


NO VAB (Mv) Tu (oC) Tr (oC) Tbatang (oC)
1 1,6 95 8,9 97
2 1,5 90 9,1 91
3 1,4 85 8,9 88
4 1,3 80 9,1 83
5 1,2 75 9,6 78
AFG 1,12 85 9,12 87,4

IX. Pembahasan
Thermocouple merupakan sensor temperatur yang bisa digunakan mengukur
suhu dengan nilai yang tinggi. Sehingga sensor suhu termokopel ini banyak
digunakan untuk industri. Sensor suhu termokopel memiliki nilai output yang
kecil dengan noise yang tinggi, sehingga memerlukan rangkaian pengkondisian
sinyal agar nilai output tersebut dapat dibaca dengan baik.
Bagian-bagian dari termokopel dibedakan menjadi dua bagian yaitu general
purpose rope dan thermocouple, bagian general purpose rope memiliki jack yang
berfungsi menghubungkan dengan termokopel, stick yang berfungsi sebagai
variabel pendeteksi suhu, dan pemegang yang digunakan sebagai tempat dimana
tangan melakukan pengukuran. Sedangkan untuk bagian termokopel terdiri dari
display sebagai penunjuk hasil dan kenop sebagai pemutar on atau off.
Percobaan menggunakan termokopel ini dilakukan dengan beberapa alat bantu
seperti multimeter dan termometer batang, kedua alat ini digunakan untuk
pengukuran tegangan keluaran dan suhu air yang dipanaskan. Untuk pembacaan
tegangan keluaran dapt dilakukan dengan menghubungkan rangkaian ke
multimeter yang kemudian akan menampilkan tegangan keluaran ketika kenaikan
suhu maupun penurunan suhu. Setelah melakukan praktikum terlihat nilai
tegangan keluaran yang terbaca pada multimeter semakin meningkat seiring
dengan kenikan suhu dari air panas, sebaliknya jika suhu semakin menurun maka
tegangan keluaran yang terbaca juga kan semakin menurun.
Setelah mendapatkan nilai dari tegangan keluaran, hal yang selanjutnya
dilakukan yaitu membandingkan hasil percobaan dengan koefisien seebeck jenis
k. Koefisien seebeck dapat ditentuksn dengan menggunakan rumus:
𝑉𝑎𝑏𝑛
σabn =
∆𝑇
dengan menggunakan rumus ini kita dapat memebandingkan nilai yang didapat
melalui melalui praktek dengan teori yang ada. Setelah melakukan percobaan
didapatkan nilai yang tidak sama persis dengan prinsip yaitu sebesar 40,6 𝜎𝑉/℃.
Nilai yang tidak sama ini diakibatkan pada saat memasukan kabel pada gelas ukur
berisi es, kabel yang seharusnya mengenai secara langsung ke batu es malah
mengenai embu-embunya saja.

X. Pertanyaan akhir
1. Sebut dan jelaskan fungsi bagian-bagian dan fungsi dari thermocouple?
Jawaban :
Bagian dari termokopel dibagi menjadi dua yaitu bagian general
purpose rope dan termokapel, bagian general purpose rope terdiri dari jack,
stick dan pemegang. Sedangkan untuk bagian termokapel terdiri dari display
dan kenop pemutar on dan off.

2. Jelaskan prinsip kerja Thermocouple ?

Jawaban :
➢ Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya
Termokopel hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda
jenis dan digabungkan ujungnya. Satu jenis logam konduktor yang
terdapat pada Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu
konstan (tetap) sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor
yang mendeteksi suhu panas.
➢ Karena pada saat pengukuran menggunakan termometer suhu langsung
dibaca secra langsung, sedangkan untuk pembacaan termokopel harus
diteruskan terlebih dahulu melalui kabel pada rangkaian sehingga
memungkinkan terjadinya perubahan suhu pada proses tersebut.
➢ Ketika arus DC dialirkan keelemen peltier akan menyebabkan salah satu
sisi elemen menjadi dingin dan sisi lain menjadi panas dan sebaliknya
jika arah arus dibalik

3. Jelaskan Manfaat Thermocouple?


Jawaban : Termokopel beermanfaat sebagai sensor pengukuran suhu secara
elektromagnetik.
XI. Kesimpulan
1. Bagian dari termokopel dibagi menjadi dua yaitu bagian general purpose rope
dan termokapel, bagian general purpose rope terdiri dari jack, stick dan
pemegang. Sedangkan untuk bagian termokapel terdiri dari display dan kenop
pemutar on dan off.
2. Kenaikan suhu menyebabkan garak energi listrik semakin cepat sehingga
menghasilkan tegangan keluaran yang semakin tinggi. Sedangkan jika suhhu
semakin menurun menyebabkan gerak energi listrik akan semakin lambat
dibandingkan sebelumnya.
3. Kenaikan suhu menyebabkan tegangan keluaran semakin meningkat, dan
penurunan suhu menyebabkan tegangan keluaran akan semakin mengecil.
4. Beda potensial dari percobaan dapat ditentukan dengan melihat pembacaan
tegangan pada multimeter yang telah dihubungkan dengan rangkaian percobaan
termokopel.
5. Koefisien seebeck dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
𝑉𝑎𝑏𝑛
σabn = .
∆𝑇
XII. Daftar pustaka
Abdullah, Mikrajuddin. 2016. Fisika Dasar I. Bandung : ITB.

Istyawan, Pryahapsara. 2016. Karakteristik Minimum Quantity Lubricatium dengan

Pelumas Nabati Terhadap Jarak Potong dan Flank Wear Pahat Carbide.

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Kedirgantaraan. Vol 6 (1).

2528-1666.

Sathyanat, Nandakumar. 2017. Thermod-Signal Conditioning Module With Cold

Junction Compentation In Thermocouple. International Journal of

Sciencetific and Engineering Reseach. Vol 8 (8). 399-415.

Satriawan, Mirzha. 2012. Fisika Dasar. Semarang : UNDIP.

Valentinus, Galih. 2016. Pengantar Fisika Dasar. Yogyakarta : CV MULYA.

Warsito. 2010. Analisis Resolusi Sensor Temperatur Terintegrasi IC LM35 dan

Sensor Thermistor. Jurnal Sains MIPA. Vol 16 (3). 143-148.


XIII. Lampiran
13.1 Lampiran Gambar

Proses pemanasan air panas Proses pemasangan kabel jumper


termokopel

Hasil pembacaan Termokopel Hasil pembacaan tegangan

13.2Lampiran Hitung
13.2.1 kenaikan suhu
1. Menghitung σAB
𝜎𝐴𝐵𝑛
𝜎𝐴𝐵 =
∆𝑇
40,6
𝜎𝐴𝐵1 = = 0,688
(65 − 5,9)
40,6
𝜎𝐴𝐵2 = = 0,617
(70 − 4,3)
40,6
𝜎𝐴𝐵3 = = 0,683
(75 − 5,6)
40,6
𝜎𝐴𝐵4 = = 0,571
(80 − 7,9)
40,6
𝜎𝐴𝐵5 = = 0,537
(85 − 8,6)

2. Menghitung σAB rata-rata


∑ 𝜎𝐴𝐵𝑛
𝐴𝑣𝑔𝜎𝐴𝐵 =
𝑛
0,688 + 0,617 + 0,683 + 0,571 + 0,537
𝐴𝑣𝑔𝜎𝐴𝐵 = = 0,619
5

3. Menghitung VAB
𝑇𝑢
𝑉𝐴𝐵𝑛 = ∫ 𝜎𝐴𝐵 𝑑𝑇
𝑇𝑟
65
𝑉𝐴𝐵1 = ∫ 0,688 𝑑𝑇 = (44,72) − (4,05) = 40,67
5,9
70
𝑉𝐴𝐵2 = ∫ 0,617 𝑑𝑇 = (43,19) − (2,7765) = 40,4135
4,5
75
𝑉𝐴𝐵3 = ∫ 0,683 𝑑𝑇 = (51,225) − (3,8248) = 47,4002
5,6
80
𝑉𝐴𝐵4 = ∫ 0,571 𝑑𝑇 = (41,36) − (4,5109) = 36,8491
7,9
85
𝑉𝐴𝐵5 = ∫ 0,537 𝑑𝑇 = (45,645) − (4,6182) = 41,0268
8,6

4. Menghitung VAB rata-rata


∑ 𝑉𝐴𝐵𝑛
𝐴𝑣𝑔 𝑉𝐴𝐵 =
𝑛
40,67 + 40,4135 + 47,4002 + 36,8491 + 41,0268
𝐴𝑣𝑔 𝑉𝐴𝐵 = = 41,27132
5
5. Menghitung persentase kesalahan pengukuran koefisien seebeck
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝐴𝑣𝑔 𝜎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 %
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
40,6 − 0,616
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 % = 98,1 %
40,6
6. Menghitung persentase kesalahan pengukuran VAB
1,26 − 41,27132
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 % = 44,9 %
1,26

13.2.2 Penurunan suhu


13.3Menghitung σAB
𝜎𝐴𝐵𝑛
𝜎𝐴𝐵 =
∆𝑇
40,6
𝜎𝐴𝐵1 = = 0,471
(95 − 8,9)
40,6
𝜎𝐴𝐵2 = = 0,446
(90 − 9,1)
40,6
𝜎𝐴𝐵3 = = 0,533
(85 − 8,9)
40,6
𝜎𝐴𝐵4 = = 0,572
(80 − 9,1)
40,6
𝜎𝐴𝐵5 = = 0,620
(75 − 9,6)

13.4Menghitung σAB rata-rata


∑ 𝜎𝐴𝐵𝑛
𝐴𝑣𝑔𝜎𝐴𝐵 =
𝑛
0,471 + 0,446 + 0,533 + 0,572 + 0,620
𝐴𝑣𝑔𝜎𝐴𝐵 = = 0,532
5

13.5Menghitung VAB
𝑇𝑢
𝑉𝐴𝐵𝑛 = ∫ 𝜎𝐴𝐵 𝑑𝑇
𝑇𝑟
95
𝑉𝐴𝐵1 = ∫ 0,471 𝑑𝑇 = (44,74) − (4,19) = 40,54
8,9
90
𝑉𝐴𝐵2 = ∫ 0,446 𝑑𝑇 = (40,14) − (4,24) = 35,9
9,1
85
𝑉𝐴𝐵3 = ∫ 0,533 𝑑𝑇 = (45,305) − (4,743) = 40,561
8,9
80
𝑉𝐴𝐵4 = ∫ 0,572 𝑑𝑇 = (45,76) − (5,205) = 40,554
9,1
75
𝑉𝐴𝐵5 = ∫ 0,620 𝑑𝑇 = (46,5) − (5,9524) = 40,548
9,6

13.6Menghitung VAB rata-rata


∑ 𝑉𝐴𝐵𝑛
𝐴𝑣𝑔 𝑉𝐴𝐵 =
𝑛
40,54 + 35,9 + 40,61 + 40,554 + 40,548
𝐴𝑣𝑔 𝑉𝐴𝐵 = = 39,6304
5
13.7Menghitung persentase kesalahan pengukuran koefisien seebeck
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝐴𝑣𝑔 𝜎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 %
𝜎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
40,6 − 0,532
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 % = 97,1 %
40,6

13.8Menghitung persentase kesalahan pengukuran VAB


1,12 − 39,6304
% 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = | | × 100 % = 34,9 %
1,12
LAPORAN PRAKTIKUM ALAT-ALAT UKUR
THERMOCOUPLE

NAMA : Syarif Mahmud Jailani


NIM : A1C318078
KELAS : PEND. FISIKA REG C 2018

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
Jembatan AC

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dengan baik kegunaan dari masing-masing
jenis jembatan AC beserta dengan konfigurasi, teori, dan konsep-
konsepnya.

2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran dengan berbagai jenis jembatan


AC.

3. Mahasiswa dapat menganalisis pengaruh dari masing-masing komponen


dalam jembatan AC.

B. Landasan Teori
Menurut Cooper (1999:24), Jembatan arus bolak-balik merupakan perluasan
wajar dari jembatan arus searah dan dalam bentuk dasarnya terdiri dari empat
lengan jembatan, sumber eksitasi, dan sebuah detector nol. Sumber daya
menyalurkan suatu tegangan bolak-balik ke jembatan pada frekuensi yang
diinginkan. Untuk pengukuran pada frekuensi rendah, antaran sumber daya
(power line) dapat berfungsi sebagai sumber eksitasi, pada frekuensi yang lebih
tinggi, sebuah osilator umumnya menyalurkan tegangan eksitasi. Detektor nol
harus memberi tanggapan terhadap ketidakseimbangan arus-arus bolak-balik dan
dalam bentuk yang paling sederhana (tetapi sangat efektif) terdiri dari sepasang
telepon kepala (head phones). Dalam pemakaiaan lain, detektor nol dapat terdiri
dari sebuah penguat arus bolak-balik bersama sebuah alat pencatat keluaran atau
sebuah indikator tabung sinar elektron (tuning eye).
Menurut Soedjana (1976 : 123 – 124), Sebuah jembatan AC bentuk dasarnya
terdiri dari empat lengan, sumber eksitasi dan menyeimbangkan detektor. Setiap
lengan terdiri dari impedansi. Sumber AC adalah pasokan persediaan tegangan
AC pada frekuensi yang diperlukan. Karena hukum Ohm juga berlaku untuk arus
bolak-balik, maka kondisi untuk keseimbangan didapat sebagai berikut:
. = . (6.1)
Persamaan ini adalah sama dengan dua persamaan di bawah ini:
| | |=| | (6.2)
Bila kondisi keseimbangan tersebut ditulis dengan suatu persamaan yang
memperlihatkan hubungan-hubungan antara bagian-bagian nyata dan bagian-
bagian imajinernya, maka didapat hubungan keseimbangan sebagai berikut:
. - . = . - . (6.3)
. + . = . + . (6.4)
Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan
dinyatakan dalam dua persamaan. Hal ini adalah merupakan perbedaan pokok
dengan persamaan keseimbangan dalam jembatan arus searah. Jadi dengan
demikian, maka berbeda dengan jembatan arus searah, dimana keseimbangan
bisa dicapai dengan pengaturan satu cabang, maka untuk jembatan arus bolak-
balik, keseimbangan hanya didapat dengan pengaturan dua komponen dari
jembatan. Jembatan arus bolak-balik beraneka macam ragamnya. Kondisi-kondisi
keseimbangan pada arus bolak-balik pada umumnya tergantung dari frekuensi
sumber energinya, akan tetapi untuk pengukuran impedansi adalah sangat
memudahkan bila kondisi-kondisi keseimbangan dibuat tidak tergantung pada
frekuensi. Jembatan arus bolak-balik yang kondisi keseimbangannya tergantung
dari frekuensi disebut jembatan- jembatan frekuensi dan jembatan ini
mendapatkan penggunaannya untuk pengukuran frekuensi sederhana atau dalam
osilator dan filter.
Menurut Dinata (2015: 84-85), Daya pada arus bolak-balik atau alternating
current (ac) ada 3 macam yaitu daya aktif, dayareaktif dan daya nyata.
1. Daya Aktif
Daya aktif digunakan secara umum oleh konsumen. Daya aktif inilah yang
biasanya dapat dikonversikan dalam bentuk kerja. Satuan dayaaktif dinyatakan
dalam watt. Daya aktif (realpower), didapat dari persamaan:
P = V.I.cos [ ]
2. Daya Reaktif
Daya reaktif adalah jumlah daya yang diperlukan untuk pembentukan medan
magnet. Dari pembentukan medan magnet. Maka akan terbentuk fluks magnet.
Satuan daya reaktif dinyatakan dalam VAr. Daya reaktif (reactivepower), didapat
dari persamaan:
Q = V.I.sin [ ]
3. Daya Nyata
Daya nyata adalah penjumlahan geometris dari daya aktif dan daya reaktif.
Daya nyata merupakan daya yang diproduksi oleh perusahaan sumber listrik
untuk diditribusikan ke konsumen. Satuan daya nyata ini dinyatakan dalam VA.
Daya nyata (apparent power), didapat dari persamaan:
S = V.I [ ]
Daya aktif dan reaktif didefinisikan secara matematika sebagai berikut:
P + JQ = Vsrms.Irms S
Rangkaian jembatan AC pada umumnya banyak digunakan dalam aplikasi
pengukuran nilai suatu komponen., rangkaian jembatan dikatakan seimbang
apabila arus yang mengalir pada cabang yang menghubungkan dua lengan dari
jembatan tersebut sama dengan nol ampere. Dalam penerapannya, Digunakan
resistor variabel yang nilainya sangat presisi yang diatur sehingga arus yang lewat
pada bagian tengah (biasanya memakai galvanometer) sama dengan nol
ampere. Untuk rangkaian AC, kondisi seimbang pada rangkaian jembatan terjadi
saat nilai impedansi dari masing-masing lengan/cabang dalam jembatan
(Marthein, 2006: 45).
Menurut Cooper (1999:176-177), Jembatan Hay berbeda dari jembatan
Maxwel yaitu mempunyai tahanan R1 yang seri dengan kapasitor standar C1
sebagai pengganti tahanan parallel.Kelihatan bahwa sudut-sudut fasayang besar.
R1 akan mempunyai nilai yang sangat rendah. Dengan demikian rangkaian Hay
lebih menyenyangkan untuk pengukuran Q tinggi.

Gambar 8.6 Jembatan Hay untuk


pengukuran induktansi
Persamaan-persamaan setimbang
diturunkan dengan memasukan nilai
impedansi lengan-lengan jembatan
kedalam persamaan umum
kesetimbangan jembatan. Pada rangkaian gambar 8.6 kita peroleh bahwa :

; ;

Dengan memasukan nilai-nilai ini kedalam persamaan (8.4 a), diperoleh

( )( )

yang akan berubah menjadi

Pemisahan bagian nyata dan bagian khayal menghasilkan

dan

Menurut Syakur dkk (2009:108-109), Besarnya rugi-rugi dielektrik pada suatu


peralatan sebanding dengan faktor rugi-rugi dielektrik (tan δ). Jika tan δ bernilai
besar, maka rugi-rugi dielektrik makin besar. Rugi-rugi dielektrik menimbulkan
panas yang dapat menaikkan temperatur dielektrik adan pada akhirnya dapat
mempercepat penuaan dielektrik. Adapun alat untuk mengukur tan δ adalah
jembatan schering.

Gambar Jembatan Schering

Terdapat dua macam pengukuran tan δ yang biasa dilakukan, yaitu :


1. tan δ sebagai fungsi dari tegangan dengan suhu sebagai parameter
2. tan δ sebagai fungsi dari suhu dengan tegangan sebagai parameter.
Menurut Wasito ( 2006 : 87-89, 107-109), Jembatan Wien digunakan
untuk mengukur kapasitas dengan cermat berdasarkan perlawanan dan frekuensi.
Dalam kondisi bersetimbang berlaku :

( )
( )
Atau

( )

Untuk pengukuran frekuensi :


Jika Cx = Cs ; Rx = Rs dan R1 = 2 · R3
Berlakulah :

Jembatan Maxwell guna mengukur induktansi yang Q-nya kecil (perlawanan ohm
kumparan relative besar)
Lx = induktansi yang diukur
Rx = perlawanan ohm kumparan yang sedang diukur
Cs = kondensator standar, presisi dan variable; terkalibrasi dengan cermat
Rs = perlawanan standar
R1 = menentukan jangkah ukur
Indikator dapat berupa telepon-kepala, osiloskop, alat ukur-volt ac.
Dalam kondisi bersetimbang berlaku secara simultan:

Jika harga Cs diketahui dengan cermat, harga Q berkoresponden dengan setelan Rs


. (dalam jembatan komersial, Rs terkalibrasi langsung untuk membaca harga Q).

C. Alat Dan Komponen

1. Resistor Box.

2. Kapasitor.

3. Induktor.

4. Capit Buaya.

5. Oscillator.

6. Galvanometer (menggunakan Multimeter Analog).

7. Multimeter Digital.

D. Percobaan

1. GAMBAR PERCOBAAN

Gambar 3.1 Gambar 3.2


Jembatan Maxwell Jembatan Hay

Gambar 3.3 Gambar 3.4

Jembatan Wien Jembatan Schering


2. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Jembatan Maxwell

 Susunlah rangkain Jembatan Maxwell seperti gambar di atas.

 Nilai tegangan, frekuensi, Rx, Lx, Rs, Ra, Rm ditentukan oleh asisten.

 Atur nilai kapasitansi Cs agar jembatan menjadi setimbang.

 Catat data pengamatan kedalam tabel berikut:

V F(Hz) Rx Rm Ra Rs Cs Lx KET

 Buktikan dengan hasil perhitungan apakah nilai yang di dapat sesuai


dengan teori yang berlaku

b. Jembatan Hay

 Susunlah rangkain Jembatan Hay seperti gambar di atas.

 Nilai tegangan, frekuensi, Rx, Lx, Rs, Ra, Rm ditentukan oleh asisten.
 Atur nilai tahanan Cs agar jembatan menjadi setimbang.
 Catat data pengamatan kedalam tabel berikut:

V F(Hz) Rx Rm Ra Rs Cs Lx KET

 Buktikan dengan hasil perhitungan apakah nilai yang di dapat sesuai


dengan teori yang berlaku

c. Jembatan Wien
 Susunlah rangkain Jembatan Wien seperti gambar di atas.
 Nilai tegangan, R1, C1, R2, R3, C3, R4 ditentukan oleh asisten.
 Atur frekuensi sumber tegangan agar jembatan menjadi setimbang.
 Catat data pengamatan kedalam tabel berikut:

V F(Hz) Rx Rm Ra Rs Cs Lx KET
 Buktikan dengan hasil perhitungan apakah nilai yang di dapat sesuai
dengan teori yang berlaku

d. Jembatan Schering
 Susunlah rangkain Jembatan Schering seperti gambar di atas.
 Nilai tegangan, frekuensi, R1, C1, R2, C3, Cx, ditentukan oleh asisten.
 Atur nilai tahanan Rx agar jembatan menjadi setimbang.
 Catat data pengamatan kedalam tabel berikut:

V F(Hz) Rx Rm Ra Rs Cs Lx KET

 Buktikan dengan hasil perhitungan apakah nilai yang di dapat sesuai


dengan teori yang berlaku.

3. ANALISIS DATA
1) jembatan Maxwell
 Menentukan Hambatan


2) Jembatan Wien
 Menentukan Hambatan

 Menentukan Frekuensi

3) Jembatan Schering
 Menentukan Tan θx . Tan θs
 Tan θx . Tan θs = w (C2 s - C1 Q)
4) Jembatan carey-foster
 Menentukan nilai M

 Menentukan L

 * +

E. Data Hasil Percobaan


1. Jembatan maxwell
NO. R1 (Ω) R2 (Ω) R3 (Ω) C
1. 0,25 0,26 13,45 12
2. 250 82,6 134,5 1200

2. Jembatan Wien
NO. R1 (Ω) R2 (Ω) R3 (Ω) R4 (Ω) C1 C2 F
1. 0,25 74,4861 13,45 0,71 12 2,6 0,016
2. 250 7,45x1012 134,5 710 1200 260 0,16 x10-5

3. Jembatan Schering
NO. CS S Q W C1 C2
1. 22 44,61 70,897 0,84 12 7,4
2. 2200 446,1 708,97 84,1 1200 740

4. Jembatan Carey-foster

NO. C Q R S
1. 12 70,897 0,25 44,61
2. 1200 708,97 82,6 446,1

F. Pembahasan
Jembatan arus bolak-balik merupakan perluasan wajar dari jembatan arus
searah dan dalam bentuk dasarnya terdiri dari empat lengan jembatan, sumber
eksitasi, dan sebuah detektor nol. Sumber daya menyalurkan suatu tegangan
bolak-balik ke jembatan pada frekuensi yang diinginkan. Untuk pengukuran pada
frekuensi rendah, antaran sumber daya (power line) dapat berfungsi sebagai
sumber eksitasi, pada frekuensi yang lebih tinggi, sebuah osilator umumnya
menyalurkan tegangan eksitasi. Detektor nol harus memberi tanggapan terhadap
ketidakseimbangan arus-arus bolak-balik dan dalam bentuk yang paling sederhana
(tetapi sangat efektif) terdiri dari sepasang telepon kepala (head phones). Dalam
pemakaiaan lain, detektor nol dapat terdiri dari sebuah penguat arus bolak-balik
bersama sebuah alat pencatat keluaran atau sebuah indikator tabung sinar elektron
(tuning eye). Jembatan AC digunakan untuk pengukuran impedansi yang tidak
diketahui dengan cara membandingkan nilai komponen yang besarannya
diketahui. Impedansi merupakan hambatan (R) yang ada pada rangkaian AC.

Bentuk umum Jembatan AC

Dimana Syarat kesetimbangan arus

Dan sudutnya

Contoh soal :
Dik: Z1 = I w < 80°
Z2 = 250 Ω
Z3 = 400 < 30°

Dit: Z4 =...... ?

Jawab: Z1.Z4 = Z2.Z3

100 . 24 = 250 . 400


Z4= 1000 Ω

Dik: Z1 = 289° < 62,5° Ω

Z2 = 450 Ω
Z3 = 560 < 45,45° Ω

Dit: Z4 =...... ?

Jawab: Z1.Z4=Z2.Z3

289 . Z4 = 450 . 560

Z4 = 871,97 Ω

<

<62,5° + °

= -17,05°

Jembatan Ac terdiri dari beberapa macam jembatan diantaranya yaitu :


1. Jembatan Maxwell

Gambar Jembatan Maxwell dalam dua bentuk yang berbeda

Gambar Jembatan Maxwell


Jembatan Maxwell ini berfungsi untuk mengukur induktansi yang tidak
diketahui dan memiliki syarat kesetimbangan. Cara mengukur induksi diri dengan
menggunakan metoda jembatan Maxwell ini diperlukan sumber arus bolak-balik
(AC) dalam pengukurannya. Induktansi yang akan diukur (Lx) ini disambung
pada rangkaian jembatan yang akan dipersamakan

Dan

Ketika sakelar S ditutup dalam jembatan, maka akan dialiri oleh arus
bolak- balik. Untuk memperoleh keseimbangannya diaturlah induktansi standar
Lx dengan tahanan standar Rn. Maka setelah dicapai keseimbangan berlakulah:

( ) ( )

( ) ( )

( )
( )

Pada kondisi seimbang, nilai-nilai tahanan nyata R dan tahanan imaginer ( )


pada tiap-tiap induktansi harus sama, maka didapatkan lah sebagai berikut:

Dimana:
Lx = Induktansi yang diukur
Rx = Tahanan nyata dari
Ln = Induktansi standar
R1= Tahanan nyata dari
Rn = Tahanan standar
Contoh soal :
Jika diketahui R3 0,65 ohm, R1 12,8 ohm R2 11,11 dan C adalah 5 maka
tentukanlah nilai Rx dan Lx !

Penyelesaian :

Rx =

=
= 0,564 ohm
Lx = R2 R3 C
= 11,11. 0,65 . 5
= 36,10

2. Jembatan Hay

Gambar Jembatan Hay


Jembatan Hay merupakan jembatan yang digunakan untuk mengukur nilai
Q yang tinggi. Jembatan Hay, digunakan untuk mengukur sebuah induktansi yang
tidak diketahui yang dinyatakan dalam kapasitansi yang diketahui. Pada gambar
ditunjukkan rangkaian jembatan Hay dimana tahanan R1 dihubungkan seri dengan
kapasitor C1.
Dimana syarat kesetimbangannya :

Dan
( )

Untuk Q > 10

Contoh soal :
Dik: R1= 18,117 Ω
Rx= 8,67 Ω
R2= 60,55 Ω
R3= 14,14 Ω
C1= 1
= 4,2 colum

Dit: Lx....... ?

Penyelesaian :

( )

Lx = R2. R3. C

Lx = 60.55 . 14,14 . 1

Lx = 856,177

3. Jembatan Schering
Gambar Jembatan Schering
Jembatan Schering ini berfungsi untuk mempersamakan kapasitas dan
tahanan dalam diri kondensator, dengan kapasitas dan tahanan dalam dari suatu
kondensator standar. Jembatan Schering digunakan untuk mengukur sifat-sifat
isolasi yakni pada sudut-sudut fasa yang sangat mendekati 90 .
Syarat setimbang jembatan ini adalah jumlah sudut fasa lengan satu dan
lengan empat sama dengan jumlah sudut fasa lengan 2 dan 3. Persamaan
setimbang diturunkan dengan cara yang biasa dan dengan memasukkan nilai-nilai
impedansi dan admitansi yang memenuhi kedalam persamaan umum. Diperoleh :

Zx = Z2 Z3 Y1

Rx = - = R2 (- )( )

Dan dengan menghilangkan tanda kurung


Rx - = –

Dengan menyamakan bagian nyata dan bagian khayal diperoleh


Rx = R2

CX = C3

Contoh soal :
Diket :
CS = 22
S = 44,61
Q = 70,897
W = 0,84
C1 = 12
C2 = 7,4
Dit:

Penyelesaian :
Cx
Tan θx . Tan θs = w (C2 s - C1 Q)
=0,84 (7,4(44,61) – 12 (70,897))
= 0,84 (330,114 – 850,764)
= - 437,346

4. Jembatan Carey-foster

Gambar Jembatan Carey-foster


Jembatan Carey-foster ini digunakan untuk mempersamakan induktansi
persamaan M dan kapasitansi C. L dan R adalah induktansi sendiri dari pada
induktansi bersamaan yang terdapat pada sisi jembatan, dan R adalah tahanannya.
Untuk jembatan ini, kondisi keseimbangannya adalah: tegangan diantara lilitan
dari pada induktansi bersamaan yang terdapat pada sisi jembatan, sama dengan
nol. Suatu hal perlu dicatat, bahwa seakan-akan tidak terdapat kondisi
keseimbangan, karena salah satu dari cabang-cabang jembatan dihubung-
pendekkan.
Untuk jembatan ini, kondisi keseimbangannya adalah: tegangan diantara
lilitan dari pada induktansi bersamaan yang terdapat pada sisi jembatan, sama
dengan nol. Suatu hal perlu dicatat, bahwa seakan-akan tidak terdapat kondisi
keseimbangan, karena salah satu dari cabang-cabang jembatan dihubung-
pendekkan. Dengan mempergunakan referensi-referensi arus yang diperlihatkan
dalam gambar maka syarat keseimbangan dapat dituliskan sebagai berikut:

(R + jwL)l1 – jwM(I1+I2) = 0
Persamaan di atas ini hanya benar bila rasio dari I1 terdapat I2 adalah tepat,
dan didapat dari persyaratan bahwa tegangan antara cabang SC adalah sama
dengan tegangan melalui cabang Q.

( )

Gambar Jembatan Carey – Foster

Gambar Polaritas suatu inductor bersama (mutual inductor)

Gambar Rangkaian ekivalen suatu rangkaian induktansi bersam (inductance)

Contoh soal :

Diket :
C = 12
Q = 70,897
R = 0,25
S = 44,61

Dit : M = …?
L = …?
Penyelesaian

( )

( )
mm

5. Jembatan Maxwell-Wien

Gambar Jembatan Maxwell-Wien


Jembatan Maxwell-Wien ini dipakai untuk mengukur Lx (atau C)
bila C (atau Lx) diketahui. Pada Gambar diperlihatkan sirkuit yang disebut
jembatan Maxwell-wien. Jembatan tersebut dipakai untuk mengukur Lx(atau C)
bila C (atau Lx) diketahui. Sudah tentu tahanan-tahanan R dan S harus pula
diketahui, karena harga-harga dari tahanan dapat ditentukan pada umumnya jauh
lebih mudah dari pada L dan C, maka pengukuran tahanan-tahanan murni tidak
dimasukkan sebagai suatu objek pengukuran, dengan mempergunakan jembatan-
jembatan arus bolak-balik, kecuali hal itu memang diharuskan demikian
pengukurannya. Sebaliknya tahanan seri yang menjadi bagian tahanan dari suatu
induktor atau tahanan paralelnya dari suatu kondensator, dianggap sebagai objek
dari pengukuran.
( )

Sehingga kedua persamaan tersebut bisa disederhanakan menjadi:


PS = QR Lx = CQR
Bagian yang pertama adalah yang berhubungan dengan tahanan atau
bagian nyatanya dan yang terakhir dengan induktansi atau bagian imajinernya.
Untuk membuat keseimbangan maka, pengaturan diadakan pada S dan C (Lx). bila
Lx dan C ditentukan atau tertentu, S dan Q atau R dapat diatur.

Contoh soal :

Dik:
R1 = 250 Ω
R3 = 134,5 Ω
R4 = 710 Ω
C1 =1200
C3 =260

Dit: R2 = ….?
F = …?

Penyelesaian :

250. 1200. 134,5. 260

√ √

Hz
G. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
Sebuah jembatan AC bentuk dasarnya terdiri dari empat lengan, sumber
eksitasi dan menyeimbangkan detektor. Setiap lengan terdiri dari impedansi.
Sumber AC adalah pasokan persediaan tegangan AC pada frekuensi yang
diperlukan.

Cara mengukur induksi diri dengan menggunakan metoda jembatan


Maxwell ini diperlukan sumber arus bolak-balik (AC) dalam pengukurannya.
Induktansi yang akan diukur ( ) ini disambung pada rangkaian jembatan yang
akan dipersamakan.

Rangkaian jembatan AC pada umumnya banyak digunakan dalam aplikasi


pengukuran nilai suatu komponen., rangkaian jembatan dikatakan seimbang
apabila arus yang mengalir pada cabang yang menghubungkan dua lengan dari
jembatan tersebut sama dengan nol ampere. Dalam penerapannya, Digunakan
resistor variabel yang nilainya sangat presisi yang diatur sehingga arus yang lewat
pada bagian tengah (biasanya memakai galvanometer) sama dengan nol ampere.
Untuk rangkaian AC, kondisi seimbang pada rangkaian jembatan terjadi saat nilai
impedansi dari masing-masing lengan/cabang dalam jembatan.
H. Daftar Pustaka

Cooper, William D. 1999. Instrumentasi Elektronika dan Teknik Pengukuran.


Jakarta: Erlangga
Dinata, Irwan dan Wahri Sunanda. 2015. Implementasi Wireless Monitoring
Energi Listrik Berbasis Database: Jurnal Nasional Teknik Elektro Vol.4
(1) ISSN: 2302-2909.
Kanginan, Marthein. 2006. Fisika. Erlangga. Jakarta
Soedjana, Sapiie.1976. Pengukuran dan Alat – Alat Ukur Listrik.
Jakarta:PT.Pradya Paramita.
Syakur, Susilowati G, Satyagraha A.K., A. Parlindungan Siregar. 2009. Pengujian
Tan pada Kabel Tegangan Menengah: Jurnal Teknik Elektro vol 11(2).
Wasito. 2006. Vademekum Elektronika. Jakarta: Gramedia Pustaka.
I. Lampiran
A. Lampiran Hitung
1. Jembatan Maxwell
a. Dik:
R1 = 0,25Ω
R2 =8,26 Ω
R3 = 13,45 Ω
C=12

Dit Rx = …..?
Lx =…...?

Penyelesaian:

b. Dik :
R1 = 250 Ω
R2 =82,6 Ω
R3 = 134,5 Ω
C=1200

Dit Rx = …..?
Lx =…...?

Penyelesaian:
2. Jembatan wien
a. Dik:
R1 = 0,25Ω
R3 = 13,45 Ω
R4 = 0,71 Ω
C1 =12
C3 =2,6

Dit: R2 = ….?
F = …?

Penyelesaian


b. Dik:
R1 = 250 Ω
R3 = 134,5 Ω
R4 = 710 Ω
C1 =1200
C3 =260

Dit: R2 = ….?
F = …?

Penyelesaian

250. 1200. 134,5. 260


3. Jembatan schering
a. Dik :
CS = 22
S = 44,61
Q = 70,897
W = 0,84
C1 = 12
C2 = 7,4

Dit:

Penyelesaian :
Cx

Tan θx . Tan θs = w (C2 s - C1 Q)


=0,84 (7,4(44,61) – 12 (70,897))
= 0,84 (330,114 – 850,764)
= - 437,346
b. Dik :
CS = 2200
S = 446,1
Q = 708,97
W = 84,1
C1 = 1200
C2 = 740

Dit:
Penyelesaian :
Cx

Tan θx . Tan θs = w (C2 S - C1 Q)


= 84,1 (740 (446,1) – 1200 (708,97))
= 0,84 (330114 – 850764)
= - 43786

4. Jembatan carey-foster
a. Dik :
C = 12
Q = 70,897
R = 0,25
S = 44,61

Dit : M = …?
L = …?

Penyelesaian

( )

( ) mm
b. Dik :
C = 1200
Q = 708,97
R = 82,6
S = 446,1

Dit : M = …?
L = …?

Penyelesaian :

( )

( )
,3 mm

2. Lampiran gambar

Gambar Jembatan Maxwell Gambar Jembatan Hay

Gambar Jembatan Wien Gambar Jembatan Schering


PRAKTIKUM ALAT ALAT UKUR

PENGUKURAN PENCAHAYAAN

Nama : Syarif Mahmud Jailani

NIM : A1C318078

KELAS : REGULER C

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERAITAS JAMBI

2019
I. Judul : PENGUKURAN PENCAHAYAAN
II. Hari/tanggal : Selasa/26 mei 2019
III. Tujuan
1. Mengetahui alat ukur pencahayaan
2. Menjelaskan prinsip kerja alat ukur pencahayaan
3. Memahami fungsi dilakukannya pengukuran pencahayaan
IV. Alat dan Bahan
- Fitting lampu
- Lampu
- Sistem tertutup
- Kabel
- Luxmeter
- Penggaris
V. Teori Dasar

Pencahayaan adalah sebagai penerangan rumah atau bangunan kita agar kita
dapat merasakan kenyamanan dalam beraktivitas baik di dalam maupun diluar.
Contoh penggunaan pencahayaan di dalam bangunan seperti untuk mengerjakan
aktivitas membaca, menulis, melihat sekeliling dan sebagainya, dapat dibuat
dengan desain penerangan umum (General Lighting). Namun apabila penggunaan
pencahayaan digunakan untuk aktivitas efek visualisasi, display, estetika, karya
seni (lukisan, patung, dll) sering disebut desain pencahayaan khusus (Special
Lighting) (Wulan, 2018 : 162).

Pencahayaan Langsung (Directional) adalah pencahayaan yang bertujuan


hanya menerangi obyek area yang dituju saja. Lampu untuk pencahayaan terarah
ini memiliki sinar cahaya yang terfokus. Jenis-jenis pencahayaan langsung ini
seperti lampu-lampu yang diletakkan di plafond (Ceiling) yang sering disebut
“Downlight”. Posisi lampu tertanam di plafond dan mengeluarkan cahaya sempit
yang menyebar ke arah lantai. Posisi sumber cahaya sengaja diletakkan agak
tersembunyi ke dalam plafond dan diberi reflektor yang dapat diarahkan bisa
untuk spot ke lantai atau ke dinding (Wall Washer). Lalu ada lampu-lampu yang
diletakkan di bawah (lantai atau tanah) yang sering disebut “Uplight”. Lampu
jenis Uplight ini biasanya digunakan untuk menerangi langit-langit, dinding atau
pohon besar (Dedy, 2018 : 86).

Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya intensitas
cahaya di suatu tempat. Besarnya intensitas cahaya ini perlu untuk diketahui
karena pada dasarnya manusia juga memerlukan penerangan yang cukup. Untuk
mengetahui besarnya intensitas cahaya ini maka diperlukan sebuah sensor yang
cukup peka dan linier terhadap cahaya (Guntur, 2017 : 116).
Lux meter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi. Hampir semua lux
meter terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto, dan layer panel. Sensor
diletakkan pada sumber cahaya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi
yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin banyak cahaya yang
diserap oleh sel, arus yang dihasilkan lebih besar. Kunci untuk mengingat tentang
cahaya adalah cahaya selalu membuat beberapa jenis perbedaan warna pada
panjang gelombang yang berbeda. Oleh karena itu, pembacaan merupakan
kombinasi efek dari semua panjang gelombang (Abdullah, 2007 : 405).

Sensor yang digunakan pada alat ini adalah photo diode. Sensor ini termasuk
kedalam jenis sensor cahaya atau optic. Sensor cahaya atau optic adalah sensor
yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun
bias cahaya yang mengenai suatu daerah tertentu. Kemudian dari hasil dari
pengukuran yang dilakukan akan ditampilkan pada layar panel.Berbagai jenis
cahaya yang masuk pada luxmeter baik itu cahaya alami atapun buatan akan
mendapatkan respon yang berbeda dari sensor. Berbagai warna yang diukur akan
menghasilkan suhu warna yang berbeda,dan panjang gelombang yang berbeda
pula. Oleh karena itu pembacaan yang ditampilkan hasil yang ditampilkan oleh
layar panel adalah kombinasi dari efek panjang gelombang yang ditangkap oleh
sensor photo diode (Satriawan,2012 : 215).

Pencahayaan adalah ukuran dari berapa banyak flux cahaya yang tersebar di
daerah tertentu. Seseorang dapat berpikir tentang fluks cahaya (diukur dalam
lumen) sebagai ukuran "jumlah" total cahaya yang terlihat, dan pencahayaan
sebagai ukuran intensitas pencahayaan pada suatu permukaan. Jumlah cahaya
yang menerangi permukaan akan lebih samar-samar jika tersebar di area yang
lebih besar, sehingga pencahayaan berbanding terbalik dengan area dimana
pancaran cahaya adalah konstan (Valentinus, 2016 : 346).

Luminous intensity atau intensitas cahaya I didefinisikan sebagai


banyaknya fluks cahaya yang memancar Φ persudut ruang ω:

I= Φ ω

Total sudut ruang adalah ω = 4π (steradian). Fluks cahaya adalah besarnya


intensitas cahaya yang memancar pada sudut ruang tertentu. Iluminasi cahaya
adalah sinar yang jatuh (datang) pada sebuah permukaan atau fluks cahaya yang
menerangi bidang tiap satu satuan luas, sehingga dapat ditulis persamaan:

E= Φ A

Karena fluks cahaya yang memancar dari titik seluruh ruang adalah Φ=4π
dan luas permukaan bola adalah A=4πr2, suatu sumber intensitas cahaya I
menghasilkan iluminasi total adalah
1
E = 𝑟2

Ini menunjukkan bahwa iluminasi pada jarak r berbanding lurus terhadap


intensitas cahaya sumber dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak.

VI. Prosedur Percobaan


1. Siapkan sistem sehingga tidak ada cahaya yang masuk ke dalam sistem.
2. Siapkan Luxmeter di dalam sistem tertutup.
3. Pasang lampu pada fittingnya, letakkan pada sistem tertutup yang telah
disiapkan kemudian hubungkan pada sumber tegangan.
4. Ukurlah panjang, lebar serta tinggi system.
5. Ukurlah `iluminasi (kekuatan cahaya) dengan jarak (r) yang berbeda.
6. Catat hasil pengukuran dan ulangi percobaan sebanyak tiga kali.
7. Lakukan percobaan dengan daya lampu dan jenis lampu yang berbeda.

Gambar. Percobaan Luxmeter

VII. Data Percobaan

Panjang system tertutup =…………

Lebar system tertutup =…………

Tinggi system tertutup =…………

Luas sistem tertutup = ………...

No. Daya Lampu Jarak Luxmeter ke Lampu (r) Iluminasi (Lux)


1. 5 watt (LED)
2. 5 watt (Neon)
3. 7 watt (LED)
VIII. Analisis Data
1. Luminous intensity
I= Φ ω
2. Fluks cahaya adalah besarnya intensitas cahaya yang memancar pada
sudut ruang tertentu
E= Φ A
3. Fluks Cahaya berdasarkan Jarak
1
E = 𝑟2

IX. Tabel hasil


Luas sistem tertutup = 0,1921 𝑚2

No. Daya Lampu Jarak Luxmeter ke Lampu (r) Iluminasi (Lux)


1. 5 watt (LED) 22 cm 358
2. 5 watt (Neon) 10 cm 247
3. 7 watt (LED) 22 cm 391
X. Pembahasan
Luxmeter adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur kuat atau
lemahnya cahaya yang terdapat pada suatu ruang atau tempat tertentu. Dalam
kehidupan sehari-hari Luxmeter lebih sering digunakan pada bidang arsitektur,
industri dan lain-lain. Prinsip kerja alat ini banyak digunakan pada alat fotografi
seperti available light, reflected lightmeter dan incident lightmeter. Selain itu alat
ini juga sering digunakan dalam penelitian-penelitian mengenai tingkat
keanekaragaman dan lain-lain yang senantiasa diperlukan data mengenai tingkat
pencahayaan.

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata


dengan panjang gelombang sekitar 380-750 nm. Pada bidang fisika cahaya adalah
radiasi elektromagnetik baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang
tidak. Untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya maka diperlukan sebuah
sensor yang cukup peka dan linier terhadap cahaya.

Luxmeter dalam memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format


digital. Alat ini terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto dan layar panel.
Sensor pada alat ini diletakkan pada sumber cahaya yang akan diukur
intensitasnya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh
sel foto menjadi arus listrik. Pada prinsipnya makin banyak cahaya yang diserap
oleh sel foto, arus yang dihasilkan pun semakin besar. Sensor yang digunakan
pada alat ini adalah photo diode. Sensor ini termasuk sensor cahaya atau optik.
Sensor cahaya atau optik adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari
sumber cahaya pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengenai suatu daerah
tertentu. Kemudian dari hasil pengukuran yang dilakukan akan ditampilkan pada
layar panel. Beragam warna yang diukur dengan Luxmeter ini akan menghasilkan
suhu warna yang berbeda dan panjang gelombang yang berbeda.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan kami menggunakan 4


macam sumber cahaya yaitu lampu Pijar 5 watt, lampu Neon 7 watt, lampu LED 5
watt serta lampu LED 3 watt. Kami mencoba 3 macam aplikasi Luxmeter yang
berbeda-beda untuk mendapatkan hasil intesitas cahayanya. Perbedaan aplikasi
Luxmeter ini bertujuan agar dapat membandingkan hasil tiap intensitas cahaya
pada masing-masing jenis lampu. Namun, pada percobaan sebenarnya dilakukan
dengan menggunakan satu lampu saja yaitu lampu yang berukuran 3 Watt.

Data yang kami peroleh yaitu dengan jarak bervariasi secara berturut-turut
yaitu 22 cm, 10 cm, dan 22 cm. Diperoleh hasil pengukuran lux pada lux meter
yaitu 358 lux, 247 lux, dan 391 lux. Dari data yang didapat maka diperoleh
hubungan antara jarak dengan lux yaitu semakin dekat jarak luxmeter dengan
sumber cahaya atau lampu maka lux yang diperoleh akan semakin besar maka
dapat ditarik kesimpulan yaitu jarak berbanding terbalik dengan lux dan
luminositas cahaya.

Daya lampu serta jenis lampu berpengaruh terhadap besar intensitas cahaya.
Jenis lampu LED memiliki efektifitas paling baik dibandingkan jenis lampu
NEON dan lampu Pijar karena memilki tingkat pembuangan energi yang paling
kecil dan menghasilkan intensitas pencahayaan yang besar dibandingkan jenis
lampu lainnya. Selain itu semakin jauh jarak antara sumber cahaya ke sensor
Luxmeter maka akan semakin kecil nilai yang ditunjukkan oleh Luxmeter
tersebut. Hal ini membuktikan bahwa semakin jauh jaraknya maka nilai intensitas
akan semakin berkurang.

Selain itu ada faktor yang mempengaruhi besar kecilnya intensitas cahaya
pada lampu yaitu kemungkinan ada debu atau kotoran yang terdapat pada bola
lampu akibat sudah terlalu lama digunakan, selain itu penggunaan sistem tertutup
yang kurang tetap dalam suatu percobaan dapat membuat penerangan menjadi
tidak maksimal.
XI. Pertanyaan akhir
1. Bagaimana tingkat pencahayaan diberbagai tempat?
Jawab : berikut adalah tabel standar kuat penerangan diberbagai tempat.
Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (lux)
1. Rumah sakit / Balai Pengobatan
• Ruang rawat inap 250 lux
• Ruang operasi, Ruang 300 lux
Bersalin
• Laboratorium
500 lux
• Ruang rehabilitasi
250 lux
2. Pertokoan / Ruang Terbuka
• Ruang pameran dengan
objek berukuran besar
• Toko Kue dan Makanan 500 lux
• Toko Bunga
• Toko Alat Tulis 250 lux
• Toko Perhiasan 250 lux
• Toko Pakaian 300 lux

• Toko Alat Listrik 500 lux

• Toko Alat musik dan 500 lux


Olahraga 250 lux
3. Industri
250 lux
• Gudang
• Pekerjaan kasar
• Pekerjaan menengah
100 lux
• Pekerjaan halus 100 – 200 lux
• Pekerjaan amat halus 200 – 500 lux
• Pemeriksaan warna 500 – 1000 lux
4. Rumah Ibadah 1000 – 2000 lux
• Masjid 750 lux
• Gereja
200 lux
200lux
XII. Kesimpulan
1. Lux meter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur
kuat lemahnya intensitas cahaya di suatu ruangan dengan satuan
Lux.
2. Prinsip Kerja Luxmeter yaitu dengan menggunakan sensor. Sensor
menangkap cahaya, energi cahaya yang menyinari sel foto diteruskan
menjadi energi arus listrik. Semakin banyak cahaya yang diterima atau
masuk oleh sensor, maka arus yang dihasilkan semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. 2016. Fisika Dasar I. Bandung : ITB.

Citra, Wulan. 2018. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap keragaman


Tanaman Puring (Codiaeum Varriegetum). Jurnal Produksi
Tanaman. Vol 6 (1). 161-169.

Dedy, Malik. 2018. Deteksi dan Perhitungan Objek Berdasarkan Warna


dan Pengguanaan Color Objek Tracking. Jurnal Pseudocode. Vol 5
(2). 85-90.

Guntur, Adi. 2017. Analisis Intensitas Cahaya Pada Area Produksi


Terhadap Keselamatan dan Pengamanan Kera Sesuai dengan
Standar Pencahayaan. Jurnal Opsi. Vol 10 (2). 115-120.

Satriawan, Mirzha. 2012. Fisika Dasar. Semarang : UNDIP.

Valentinus, Galih. 2016. Pengantar Fisika Dasar. Yogyakarta : CV


MULYA.
XIII. Lampiran
12.1. Lampiran hitung
1. Luminous intensity
I = E x r2
I1 = 358 x 0,222 = 17,32 Watt
I2 = 247 x 0,12 = 2,47 Watt
I3 = 391 x 0,222 = 18,92 Watt
12.2. Lampiran gambar

Pengukuran ketinggian Lux meter

Pengukuran jarak Pengukuran ketinggian

Lux meter

Anda mungkin juga menyukai