Materialisme
Uswatun Hasanah
Email: uswah.hs00@gmail.com
Abstrak
Harga diri merupakan salah satu aspek psikologis yang dibutuhkan manusia untuk bahagia.
Sayangnya, penelitian menunjukkan tingkat harga diri seseorang berbanding lurus dengan
tingkat materialismenya. Banyak penelitian menemukan bahwa materialisme tidak membawa
kebahagiaan. Karenanya, paham materialisme perlu ditangkal agar tidak dijadikan dasar
harga diri individu. Hasil penelitian ini menunjukkan 2 responden yang menginternalisasi
budaya ke dalam dirinya mampu tidak mengaitkan harga dirinya dengan materi.
Latar Belakang
Cheng & Furnham (2003) pada penelitiannya yang diikuti 234 peserta rata-rata
berusia 18 thn menemukan bahwa hubungan antara harga diri dan kebahagiaan semakin
signifikan saat dimoderatori oleh kepribadian ekstraversi. Selain kepribadian, kondisi mental
juga mempengaruhi hubungan harga diri dan kebahagiaan. Anak dengan keterbelakangan
mental menunjukkan harga diri lebih rendah dan kecemasan lebih tinggi disbanding anak non
keterbelakangan mental (Dai & Chu, 2016). Hal itu disebabkan sikap orangtua anak
keterbelakangan mental pesimis. Optimisme ditemukan dapat meningkatkan harga diri dan
kebahagiaan (Wani, 2017).
Tinggi rendahnya harga diri berbanding lurus dengan tingkat materialisme individu
(Li, Lu, Xia, & Guo, 2018). Materialisme menurut the Oxford English Dictionary
didefinisikan sebagai a devotion to material needs and desire, to the neglect of spiritual
matters; a way af life opinion, or tendency based entirely upon material interests (pengabdian
terhadap kebutuhan dan keinginan material, hingga pengabaian hal-hal rohani; cara hidup,
atau kecenderungan yang sepenuhnya didasarkan pada kepentingan material). Definisi lain
dari materialism dikemukakan oleh Richins & Dawson (1992) sebagai sef of centrally held
beliefs about the importance of possessions in one's life.
Paham materialisme pada diri individu didukung oleh meningkatnya produksi barang
(materi) dan perkembangan teknologi global, di mana gaya hidup masyarakatnya semakin
erat dengan materi atau barang produksi (Kilbourne, 2009). Guo (2018) menemukan bahwa
individu bersikap materialistis untuk menutupi harga dirinya yang rendah. Belk dan Foxall &
Goldsmith menyatakan bahwa mereka yang materialistis memiliki pemahaman akan nilai
yang lebih rendah dibanding mereka yang memiliki pemahaman akan nilai yang tinggi.
Ketika orang mengalami keraguan diri, telah terbukti bahwa mereka meningkatkan rasa harga
diri, status diri, dan mengurangi ketidakpastian diri dengan memperoleh kekayaan materi
(Chang & Arkin, 2002; Noguti & Bokeyar, 2014). Pemahaman mereka bahwa materi dapat
meningkatkan harga diri dipengaruhi oleh dominasi sistem ekonomi dan ideologi
materialisme (Kilbourne, 2009).
Individu dapat menyaring atau tidak mengikuti paham dominan ketika memiliki
pengetahuan atau alternative paham lainnya yang salah satunya bisa didapatkan dari bacaan.
Haan (2013) pada penelitiannya yang dilakukan pada karyawan perusahaan mobil
Bombardier menemukan, bahwa pengetahuan individu mempengaruhi motivasi dan perilaku
mereka dalam bekerja. Lebih jauh, penelitian Fabrigar dkk (2006) menemukan bahwa
pengetahuan dapat menjadi dasar sikap individu. Sikap ini kemudian menentukan perilaku
mereka. Penelitian Fabrigar menunjukkan individu cenderung berperilaku konsisten relevan
dengan pengetahuannya saat berada dalam kondisi pertimbangan yang tinggi sebelum
bertingdak. Berdasar temuan penelitian tersebut maka ada kemungkinan besar individu
dengan pengetahuan yang bertolak belakang dengan paham materialis tidak mendasarkan
harga dirinya pada materi
Karena itulah penelitian ini hendak menelusuri konsep harga diri menurut subjek yang
memiliki kebiasaan membaca buku kritis atau melawan ideologi umum (materialis) dan
membandingkannya dengan konsep harga diri subjek yang tidak memiliki akses pengetahuan
yang melawan ideologi pendukung materialis.
Harga diri merupakan nilai atau penilaian yang dilekatkan individu terhadap dirinya
sendiri dan diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya (Coopersmith dalam Rahmawati,
2006). Harga diri, salah satunya dapat memberikan manfaat perasaan positif pada diri
seseorang (R F Baumeister et al., 2013).
Harga diri yang tinggi pada individu dapat menimbulkan perasaan positif pada diri
individu itu sendiri. Perasaan positif ini kemudian membuat individu mengevaluasi secara
positif peristiwa-peristiwa di masa lalu, membuat individu lebih melihat kesempatan
dibanding kesulitan dan meningkatkan rasa humor (Roy F Baumeister et al., 2003). Kondisi
tersebut cenderung memberikan perasaan bahagia pada individu. Sebaliknya, harga diri
rendah menimbulkan perasaan negative yang membuat individu mengevaluasi segala
perisitiwa secara negative dan cenderung menyalahkan dri sendiri di masa lalu yang
menyebabkan individu tidak bahagia (Hoffman, 1982)
Metode Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 4 orang (2 laki-laki, 2 perempuan). Satu
laki-laki dan satu perempuan tinggal di Madura, satu perempuan tinggal di Malang dan satu
laki-laki tinggal di Jogja. Satu laki-laki dan perempuan yang bertempat tinggal di Madura
tidak memiliki akses buku atau tidak membaca buku-buku yang bertentangan dengan
ideologi dominan (materialisme dan kapitalisme). Sedangkan laki-laki dan perempuan yang
tinggal di Malang dan Jogja merupakan subjek yang membaca buku-buku yang memuat
konten ideologi alternatif.
Penelitian dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dan melalui email serta
chat personal Whatsapp. Wawancara dilaksanakan sejak 20 Mei 2018. Daftar pertanyaan
dalam wawancara mengacu pada aspek-aspek variabel harga diri (penerimaan diri dan
penghargaan diri dan materialisme).
Subjek 1: HR, berusia 26 thn merupakan seorang dosen perempuan asal Madura. Bagi
HR, harga diri berarti berkenaan dengan citra dirinya di mata masyarakat sekitarnya. HR
merasa kesal saat harus berdiri di pinggir jalan karena menunggu informasi tempat acara
diadakan. Menurut HR, masyarakat di lingkungannya cenderung menilai negative perempuan
yang nongkrong (HR membawa sepeda motor) di pinggir jalan dalam waktu yang lama
(W1.HR.1d; W1.HR.2a). Masyarakat tempat HR tinggal ialah masyarakat Madura yang
masih kuat dengan nilai-nilainya. Mereka memberlakukan norma khusus bagi perempuan.
Setiap lelaki yang bergerombol di pinggir jalan, dianggap biasa. Namun jika perempuan yang
bergerombol di pinggir jalan akan mendapat stigma negative dari masyarakat.
Selain pada norma masyarakat, HR juga mengaitkan harga dirinya dengan bagaimana
etika memperlakukan perempuan. Menurut HR, seorang lelaki seharusnya tahu tempat dan
waktu yang tepat untuk sekedar mengajak kenalan atau meminta nomer telepon (W1.HR.1a).
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa HR menghargai dirinya sendiri. Meskipun bagitu,
keluarga lebih utama bagi HR dibandingkan dirinya sendiri (W1.HR.3a). Masyarakat Madura
merupakan salah suku yang memegang erat kekeluargaan. Dampak dari eratnya rasa
kekeluargaan yaitu adanya budaya carok dan tanean lanjheng. Budaya kekeluargaan inilah
yang mempengaruhi HR sehingga mengaitkan harga dirinya dengan keluarganya.
Cara HR bersikap saat merasa harga dirinya dirusak yaitu dengan memperlakukan
lawan bicaranya dengan cara yang sama. HR bahkan mengaku bahwa ia bersedia berbohong
demi membalas perlakuan orang lain yang mengecewakan dirinya (W1.HR.4a). HR tidak
mempresentasikan masyarakat Madura secara umum, namun untuk mengetahui dan
memahami diri HR perlu memperhatikan budaya tempat ia tinggal. Orang-orang Madura
dikenal keras karena ketegasannya. Ketegasan berkaitan erat dengan keras kepala atau tidak
adanya kompromi. Hal itu tergambar dalam diri HR yang bersikap layaknya sebuah pepatah
‘mata dibalas mata’.
Meski memasang peraturan atau etika yang ketat untu menghargai dirinya sendiri
(W1.HR.11a), HR tetap menyadari bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan dalam
pergaulan sosial (W1.HR.8a). Subjek juga lebih mengaitkan harga dirinya terhadap nama
baik keluarga dibanding dirinya sendiri. Sedangkan Pengetahuan HR mengenai paham yang
bersebrangan dengan materialisme tidak terlihat. Ia pun tidak membaca buku selain buku
primer yang ia gunakan untuk mengajar perkuliahan. Jadi HR tidak membaca buku-buku
berkonten paham yang melawan materialis, namun harga dirinya tidak kemudian didasarkan
pada materi. Ada unsur lain selain pengetahuan yang didapat dari buku yang mempengaruhi
konsep harga diri HR, yaitu budaya tempat ia tinggal: budaya Madura.
Subjek 2: VQ, berusi 23 thn tidak bekerja asal Madura. Harga diri baginya berkenaan
dengan kemampuannya di mata masyarakat. VQ merasa harga dirinya dilecehkan saat
menerima komentar negative yang bersangkutan dengan kemampuan atau sifatnya
(W1.VQ.2a). Sikap VQ saat merasa harga dirinya diusik ialah hanya diam namun bertekad
untuk membuktikan bahwa ucapan orang lain tentang dirinya keliru. VQ tidak mengaitkan
harga dirinya pada materi (W1.VQ.4a). VQ tidak membaca buku melainkan menonton film
bergenre action hero (W1.VQ.7a).
VQ juga berasal dari Madura, tempat tinggal VQ memiliki budaya yang sama dengan
budaya tempat tinggal HR. Karena itulah, meski VQ tidak membaca buku yang berisi paham
bersebrangan dengan materialisme, harga diri VQ tetap tidak didasaran pada materi. Seperti
HR, budaya Madura menjadi penyebab VQ tidak mendasarkan harga dirinya pada barang,
melainkan pada kemampuan dan kompetensi.
Subjek 3: NS, seorang perempuan berusia 25 thn, wiraswasta asal Malang. Subjek
mengaku cukup menghargai dirinya sendiri (W1.NS.9a), namun ia mengabaikan orang-orang
berkomentar negative tentangnya (W1.NS.3a). Buku-buku yang sering dibaca oleh NS
adalah karya Dee Lestari. Penulis ini dikenal dengan perspektif tokoh novelnya yang
cenderung melawan perspektif umum. Setelah banyak membaca buku Dee yang sering
memnawarkan perspektif berbeda itulah, NS memiliki pandangan yang cukup plural
mengenai harga diri. NS menganggap bahwa harga diri orang lain berbeda-beda. Namun
perbedaan itu tetap menjadikan setiap manusia untuk dihardiri (W1.NS.7a).
Subjek 4: FO, mahasiswa berusia 24 tahun asal Jogja. Buku-buku yang dibaca FO
berupa buku-buku kiri (tidak sejalur dengan pemikiran pada umumnya) dan kritis. Misalnya,
2 buku karya Noam Chomsky yaitu Who Rules The World dan How the World Works yang
dapat memberikan wawasan pada pembaca tentang bagaimana penguasa mengendalikan
pengetahuan masyarakat demi kepentingan ekonomi atau lainnya. Buku ini dapat memancing
pembaca bahwa setiap pengetahuan, sistem atau bahkan paham diciptakan guna kepentingan
beberapa golongan. Misalnya, paham materialis.
Pengetahuan
Budaya Madura: tentang paham
norma masyarakat Harga diri non
alternative selain
dan kompetensi diri materialis
materialis
Gambar 1. Budaya dan pengetahuan individu mempengaruhi hubungan materialisme dengan harga
diri.
Paham materialis menjadi paham yang umum, secara tidak sadar, dianut oleh
masyarakat dan mempengaruhi konsep harga diri mereka. Untuk mengurangi dampat
negative paham materialis terhadap diri individu seperti rasa tak pernah puas dan tidak
bahagian, individu bisa melakukan menangkalnya dengan memiliki wawasan luas dan
memegang erat budayanya. Sehingga individu memiliki pengetahuan yang teguh tentang
bagaimana seharusnya tubuhnya dihargai.
Daftar Pustaka
Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does High Self- Esteem Cause
Better Performance, Interpersonal Success, Happiness or Healtier Lifestyles? Psychological
Science in the Public Interest, 4(1), 1–44.
Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J. I., Vohs, K. D., Solomon, L. J., Rothblum, E. D., … Fend,
H. a. (2013). Mindfulness and Self-esteem: A Systematic Review. Personality and Individual
Differences, 35(2), 213–240. https://doi.org/10.1007/s12671-015-0407-6
Cheng, H., & Furnham, A. (2003). Personality, self-esteem, and demographic predictions of
happiness and depression. Personality and Individual Differences, 34(6), 921–942.
https://doi.org/10.1016/S0191-8869(02)00078-8
Dai, Q., & Chu, R. X. (2016). Anxiety, happiness and self-esteem of western Chinese left-behind
children. Child Abuse and Neglect. https://doi.org/10.1016/j.chiabu.2016.08.002
Haan, T. W. de. (2013). Factors Influencing Knowledge Contributing and Knowledge Seeking
Behaviour Applied To the Case of Lessons Learned At Bombardier Transportation. University Of
Twente Berlin, (September 2013).
Hill, E. (2015). The Relationship between Self-Esteem , Subjective Happiness and Overall Life
Satisfaction . National College of Ireland, 1–63.
Hwang, H., Kang, H., Tak, J., & Lee, S. (2015). Impact of Self-esteem and Gratitude Disposition on
Happiness in Pre-service Early Childhood Teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
174, 3447–3453. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.1017
Jang, W. (Eric), Bucy, E., & Cho, J. (2018). Self-Esteem Moderates the Influence of Self-Presentation
Style on Facebook Users’ Sense of Subjective Wellbing. Computers in Human Behavior, 85, 190–
199. https://doi.org/10.1016/j.chb.2018.03.044
Li, J., Lu, M., Xia, T., & Guo, Y. (2018). Materialism as compensation for self-esteem among lower-
class students. Personality and Individual Differences, 131(February), 191–196.
https://doi.org/10.1016/j.paid.2018.04.038
Strandell, J. (2016). Culture, cognition and behavior in the pursuit of self-esteem. Poetics, 54, 14–24.
https://doi.org/10.1016/j.poetic.2015.08.007
Wani, mohammad amin. (2017). Optimism , happiness , and self-esteem among university students.
Indian Association of Health, Research and Welfare, 8, 275–279.
Yuki, M., Sato, K., Takemura, K., & Oishi, S. (2013). Social ecology moderates the association
between self-esteem and happiness. Journal of Experimental Social Psychology, 49(4), 741–
746. https://doi.org/10.1016/j.jesp.2013.02.006
Lampiran
TABEL KODING DAN PEMADATAN FAKTA
SUBJEK PRIMER
Inisial : HR (Perempuan. Dosen, 26 thn)
Asal : Madura
Keterangan : kode dalam tabel disesuaikan dengan kode wawancara
Transkrip Transkrip Jawaban Partisipan Pemadatan fakta Koding Kategori
Pertanyaan
Kapan Anda Mungkin saat UTS ada soal yang Penghormatan
merasa harga berkenaan dengan mata kuliah, diri
diri anda tapi jawabannya nyeleneh. Malah
dilukai? jawabannya tentang senyum
manis dan sejenisnya.
Juga waktu lewat di depan cowok Subjek merasa kesal saat W1.HR
trus digodain, naik sepeda motor digoda laki-laki di jalan. .1a
di jalan ada yang nyamperin dan Menurutnya, tindakan
nanya-nanya nama, alamat, seperti itu melecehkan
ngajak kenalan. Sebagai laki-laki subjek sebagai perempuan.
seharusnya mereka tidak berkata Menurut subjek, ajakan
kasar atau mengumpat pada kenalan seharusnya
perempuan. atau bahkan dilakukan di tempat dan
melakukan pelecehan dengan waktu yang tepat. Jalanan
tindakan atau ucapan. Ada tempat bukanlah tempat yang tepat.
dan waktu tertentu kalau memang
kenalan. Bukan di saat berkendara
atau sedang berjalan. Subjek merasa harga dirinya W1.HR
dilukai saat laki-laki yang .1b
Ada lagi yang ketika bilang suka, awalnya berkata
tapi tidak ada perkembangan. menyukainya tiba-tiba
Perlakuannya sama seperti tidak secara terus terang
ada hubungan. Didiemin tiba-tiba menunjukkan ketertarikan
menghubungi dan meminta pada teman subjek setelah
bantuan dikenalin dan bilang suka lama taka da kabar.
sama tema dekat saya.
Sebenarnya kami saling suka
hanya waktu saja yang tidak tepat.
Ketika rasa suka saya mulai
berkurang dia menyatakan suka
sama saya, kami jalan berdua,
makan, ke warnet. Tapi perasaan
saya waktu itu biasa-biasa saja.
Dan hampir semua teman- kelas
mengatakan kami cocok, respon
saya hanya tersenyum. Mungkin
dia juga merasa hubungannya
dengan saya tidak berkembang Subjek terlalu cuek pada W1.HR
sehingga dia memutar hubungannya dengan .1c
perasaannya tanpa pamitan. pasangannya.
Berselang lama dia tiba-tiba minta
bantuan untuk dikenalkan dengan
teman akrab saya (kost), dan Subjek merasa harga dirinya W1.HR
rasanya sungguh tak rela. dilukai saat etikanya sebagai .1d
Sebenarnya sebelum itu kami ada perempuan yakni ‘tidak
hubungan, tapi saya terlalu cuek bediri/ nongkrong di pinggir
dan hubungan itu tidak jalan’, tidak diperhatikan
berkembang. oleh orang lain.