ATRESIA ESOFAGUS
Pembimbing:
Dr. Dewi Robinar, Sp.A
2.1 Embriologi
Secara umum telah diterima bahwa primordial respirasi merupakan evaginasi ventral dari
lantai foregut postfaringeal pada awal gestasi minggu ke empat dan apeks paru primitif terletak
pada bagian caudal evaginasi ini. Pada masa pertumbuhan cepat, trakea yang terletak di ventral
berpisah dari esofagus yang terletak di dorsal. Menurut sebuah teori, trakea berpisah akibat
pertumbuhan cepat longitudinal dari primordial respirasi yang menjauh dari foregut. Teori lain
menyatakan bahwa trakea pada awalnya merupakan bagian dari foregut yang belum berpisah
kemudian berpisah karena proses pembentukan apeks paru kearah kranial. Proses ini berhubugan
dengan pola temporospatial dari gen Sonic hedgehog (Shh) dan pembelahan selanjutnya. Proses
pemisahan foregut berlangsung ke arah kranial yang akan menyebabkan perpisahan
trakeoesofageal. Lebih lanjut pemisahan epitel foregut ini ditandai dengan peningkatan
apoptosis. Belum jelas bagaimana ekspresi gen ini menyebabkan apoptosis.3
Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa defek primer diakibatkan tidak membelahnya
foregut akibat kegagalan pertumbuhan trakea ataupun kegagalan trakea untuk berpisah dari
esofagus. Menurut kedua teori ini atresia esofagus proksimal bukan merupakan malformasi
primer tetapi sebagai hasil pengaturan kembali foregut proksimal. Teori kegagalan pemisahan ini
menghubungkan keberadaan celah trakeoesofageal pada aresia esofagus dengan FTE. Teori lain
menyatakan bahwa atresia esofagus proksimal merupakan malformasi sebagai akibat dari
persambungan antara trakea dengan esofagus distal. Teori kegagalan pemisahan menyatakan
bahwa FTE merupakan persambungan foregut dorsal sedangkan teori atresia primer menyatakan
bahwa fistula tumbuh dari trakea menuju esofagus.3
2.2 Etiologi
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui. Terdapat laporan
yang menghubungkan atresia esofagus dalam keluarga. Terdapat 2% resiko apabila saudara telah
terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13 dan 18. angka
kejadian pada anak kembar dinyatakan 6 X lebih banyak dibanding bukan kembar.1
Saat ini, banyak yang percaya bahwa perkembangan terjadinya atresia esofagus tidak
berhubungan dengan genetik. Debat mengenai proses embriopatologi ini terus berlangsung, akan
tetapi hanya sedikit perkembangan yan didapat. Teori His lama menyatakan lateral infolding
membagi foregut menjadi esofagus dan trakea, tetapi penemuan di bidang embriologi manusia
tidak mendukung teori ini.1
Pada tahun 1984, O’Rahily menyatakan bahwa terdapat fix cephalad point dari
pemisahan trakeoesofageal, dengan elemen dari trakeobronkial dan esofageal memanjang
menuju kaudal. Teori ini kurang cocok untuk atresia esofagus, tetapi menjelaskan TEF sebagai
defisiensi aau kegagalan mukosa esofagus, sebagai pertumbuhan linear organ pada pembelahan
selular dari epitel esofagus.1
Pada tahun 1987, Kluth menyatakan septal trakeoesofageal memegang peranan penting
dalam perkembangan atresia esofagus. Berdasar proses embriopatologik dalam perkembangan
meskipun masih tahap awal, tetapi telah terjadi diferensiasi antara trakea dan esofagus, dimana
jarak diantara keduanya terlalu dekat sehingga tidak terjadi pemisahan. Ia juga menyatakan
bahwa gangguan vaskularisasi juga dapat berperan dalam terjadinya aresia esofagus ataupun
fistula.1
Pada tahun 2001 Oxford dan lainnya menyatakan bahwa kesalahan posisi ventral ektopik
dari notochord pada embrio berusia 21 hari gestasi dapat menyebabkan gangguan lokus gen,
gangguan apoptosis pada foregut dan jenis jenis atresia esofagus. Kondisi ini dapat terjadi karena
variasi pengaruh teratogen pada masa gestasi awal seperti kembar, paparan racun, atau
kemungkinan aborsi.1
2.4 Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada
janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke
fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat terjadi polihidramnion. Polihidramnion
sendiri dapat menyebabkan kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan
amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.1
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal,
paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula
ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut
yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan
esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau anpa peristaltik. Hal ini
akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju
refluks esofagus.1
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia esofagus. Membran
trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan
kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan
menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret
sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang. Trakea juga dapat kolaps
secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang
daat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan apnea.1
BAB III
DIAGNOSIS ATRESIA ESOFAGUS
3.1 Diagnosis
Atresia esofagus dapat dicurigai keberadaan nya sebelum kelahiran melalui pemeriksaan
USG pada minggu ke 18 kehamilan apabila di dapatkan gelembung perut janin yang sedikit atau
tidak ada. Sensitifitas pemeriksaan ini sebesar 42% akan tetapi bila dikombinasikan dengan
adanya polihidramnion maka nilai prediksi meningkat hingga 56%. Metode lain untuk
meningkatkan diagnosa ini adalah dengan pemeriksaan USG dan MRI pada leher janin untuk
melihat buntunya kantung atas esofagus.3,5
Pada bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion semestinya diperiksa dengan nasogastric
tube sesegera mungkin untuk menyingkirkan ada nya AE. Bayi dengan AE tidak mampu
menelan ludah dan air ludah nya akan terus keluar sehingga membutuhkan suction. Pada tahap
ini sebelum pemberian makan pertama, kateter stiff wide-bored (10 – 12) dimasukan melalui
mulut menuju esofagus. Pada pasien dengan AE kateter tidak dapat masuk lebih dari 10 cm. Foto
polos dada dan abdomen akan memperlihatkan ujung kateter terhenti di mediastinum posterior
(T2 – T4), juga keberadaan udara pada traktus gastrointestinal menandakan keberadaan FTE
distal. Perlu di pehatikan bahwa kateter harus bersifat kaku. Untuk mencegah kesalahan
penilaian.3,5
4.1 Penatalaksanaan
Pada anak yang telah dicurigai menderita atresia esophagus, bayi tersebut harus segera
segera dipindahkan ke bagian neonatal atau pediatrik yang memiliki fasilitas medis. Tindakan
bedah harus segera dijadwalkan sesegera mungkin.4
Sebagai penatalaksanaan preoperasi, perlu diberi tindakan pada bayi dengan AE. Posisi
tidur anak tergantung kepada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan lambung lebih
berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeo-esofagus ditidurkan setengah duduk. Anak
tanpa fistel diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi Trendelenberg). Suction 10F double
lumen di gunakan untuk mengeluarkan sekret dan mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi
diletakan pada incubator dan tanda vital terus di pantau. Akses vena harus tersedia untuk
memberi nutrisi, cairan dan elektrolit, dan sebagai persiapan. Antibiotik spektrum luas dapat
diberikan sebagai profilaksis.3
Bayi dengan distress pernafasan memerlukan perhatian khusus, seperti intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanik. Tekanan intra abdomen yang meningkat akibat udara juga
perlu di pantau. Seluruh bayi dengan AE haus dilakukan echocardiogram untuk mencari kelainan
jantung.3
Tidak dilakukan tindakan merupakan pilihan pada bayi dengan sindroma Potter (agenesis
renal bilateral) dan trisomi 18 karena angka kematian tahun pertama pada bayi ini lebih dari
90%. Bayi dengan kelainan jantung yang tidak bisa dikoreksi atau perdarahan intra ventrikel
grade 4 juga sebaiknya tidak di operasi.3
Anak dipersiapkan untuk operasi sesegera mungkin. Pembedahan dapat dilakukan dalam
satu tahap atau dua tahap tergantung pada tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan
dengan membuat stoma pada esophagus proksimal dari gastrostomi. Penutupan fistel,
anastomosis esophagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian hari setelah janin berusia satu
tahun.4
4.3 Prognosis
Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat penyulit pada paru.
Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa faktor resiko, antara lain berat badan lahir
bayi, ada atau tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan congenital lainnya yang menyertai.
Prognosis jangka panjang tergantung pada ada tidaknya kelainan bawaan lain yang mungkin
multiple.4
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital dengan variasi fistula trakeoesofageal
maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia esofagus dapat dicurigai sejak kehamilan, dan
didiagnosa segera setelah bayi lahir. Bahaya utama pada AE adalah resiko aspirasi, sehingga
perlu dilakukan suction berulang. Penatalaksanaan pada AE utama adalah pembedahan, tetapi
tetap dapat meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan motilitas
esofagus.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia esofagus
pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun
tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun
kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk
mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan
sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan
intravena.
DAFTAR PUSTAKA