Anda di halaman 1dari 23

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, shingga penulis dapat melaksanakan
kegiatan dalam merampungkan buku yang berjudul “Komponen Dasar
Sistem Imum”. Buku ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Immunologi.
Berbagai hambatan dan kesulitan dalam penulisan buku ini dapat
dihadapi oleh penulis berkat bimbingan, kritik, dan saran yang diberikan oleh
berbagai pihak baik sehi moril maupun materil. Penulis mengucapkan
terimakasih atas dukungan dalam penulisan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku ini.
Dalam penyusunan buku ini penulis berharap semoga segala bantuan
dari semua pihak yang telah membantu penulis dapat memberikan manfaat.
Kemudian dapat diterima saran dan kritik yang membangun.

Bandung, 3 Mei 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
DASAR-DASAR IMUNOLOGI ............................................................................. 4
1.1. Definisi dan Konsep Dasar Imunologi ................................................... 4
1.2. Respon Imun............................................................................................. 4
1.3. Respon Imun Non-Spesifik (Innate Immunity) ...................................... 5
1.3.1. Neutrofil ............................................................................................ 7
1.3.2. Natural Killer (NK) Cells ................................................................ 7
1.3.3. Dendritic Cells .................................................................................. 8
1.3.4. Makrofag .......................................................................................... 8
1.4. Fagositosis ................................................................................................. 9
1.5. Reaksi Inflamasi ..................................................................................... 10
1.5.1. Eosinofil .......................................................................................... 12
1.5.2. Mastosit ........................................................................................... 12
1.5.3. Basofil .............................................................................................. 13
1.5.4. Sitokin ............................................................................................. 14
1.5.5. IL-1 .................................................................................................. 14
1.5.7. TNF (Tumor Nercrotic Factor)..................................................... 15
1.5.8. IFN-y (Gamma Interferon) ........................................................... 15
1.6. Pengertian Antigen Spesifik oleh Innate Immunity ............................. 16
1.7. Respon Imun Spesifik (Adaptive Immunity) ......................................... 16
1.8. Antigen dan Imunogen .......................................................................... 18
1.9. Antibodi/Imunoglobulin (Ig) ................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 22

3
DASAR-DASAR IMUNOLOGI

1.1. Definisi dan Konsep Dasar Imunologi


Imunologi merupakan ilmu yang memperlajari tentang sistem
perlindungan yang ada pada tubuh terhadap suatu penyakit maupun infeksi.
Dengan perkembangan pengetahuan mengenai imunologi, sehingga
maknanya menjadi luas, dengan adanya pencegahan, pengobatan penyakit
infeksi yang secara khusus mempelajari tentang sistem imunitas tubuh.
Sistem imun dapat membedakan sel-sel atau komponen tubuh dari zat
asing atau disebut dengan antigen. Secara fungsional, sistem imum
mempunyai kemampuan dalam membedakan antara zat asing (non-self),
berasal dari tubuh (self), dan sistem imun yang tidak dapat membedakan
keduanya (non-self dan self) , sehingga sel dalam sistem imun membentuk zat
anti terhadap jaringan tubuhnya, biasa disebut autoantibodi.

1.2. Respon Imun


Respon imun adalah suatu respon dari semua komponen sistem imun
secara bersama dan terkoordinasi untuk mengeliminasi antigen yang masuk ke
dalam tubuh. Pada sistem imun terdapat dua bagian fungsional, yaitu sistem
imun alamiah dan sistem imun dapatan. Perbedaan keduanya, yaitu respons
adaptf pada sistem imun hanya bekerja spesifik pada antigen yang khusu, dan
menyimpan memori secara menerus. Sehingga, ketika adanya respon imun
terhadap antigen yang teraktivasi maka suatu saat terpapar dengan antigen
yang sama untuk kedua kalinya, akan terjadi respons yang lebih cepat,
sedangkan sistem imun alamiah bergantung pada sel dan komponen terlarut
untuk bekerja dengan baik.

4
Respon imun tubuh tergantung pada kemampuan komponen sistem
imun dalam mengenali antigen dan membangkitkan serta melakukan reaksi
yang tepat dalam mengeliminasi antigen.

1.3. Respon Imun Non-Spesifik (Innate Immunity)


Respon imun non spesifik adalah imunitas alamiah atau bawaan.
Mekanismenya berupa proses fagositosis sutu mikroorganisme oleh leukosit,
terkhusus pada makrogaf, neutrofil. Respon imun ini sudah berfungsi sejak
dilahirkan, memberikan respon awal pada antigen, dan menginduksi adanya
respon imun selanjurnya adalah respon imun spesifik (Adaptive immunity).
Dalam fungsinya sebagai rspon awal terhadap antigen, maka sangat
berperan sebagai pertahanan utama yang berupa pertahanan fisik dan kiwiawi,
yaitu enzim lisozim dalam air mata, bakteri komensal, kulit, asam lemak, flora

5
normal dalam vagina, mucus, traktur urinaria, silia, serta perubahan pH dalam
saluran pencernaan.

Pertahanan kedua, diperankan oleh protein dalam darah, mediator


inflamasi, sel-sel polimorfonuklear (PMN), sitokin, neutrofil, makrofag,
natural killer (NK), dendritic cells (DC).

6
1.3.1. Neutrofil
Neutrofil adalah leukosit granular matur polimorfonuklear
yang memiliki daya lekat yang kompleks dengan imun, dan memiliki
kemampuan fagositosis. Sel ini memiliki diameter 12-15 µm. Nutrofil
merupakan salah satu leukosit yang berperan sebagai pertahanan tubuh
dan muncul ketika pertama kali adanya invasi bakteri. Sel neutrofIk
akan bermigrasi dari tubuh untuk memfagosit mikroorganisme yang
masuk.

1.3.2. Natural Killer (NK) Cells


Natural killer cells berupa stimulasi yang pada awalnya tidak
membutuhkan aktivasi untuk membunuh sel yang tidak dikenali
sebagai self olh marker MHC (Major Histocompability Cells),
merupakan turunan limfosit yang didalamnya terdapat sel T dan sel B.
fungsi NK cells adalah ketika sel terinfeksi virus dan tumor, akan
bereaksi pada 3 hari setelah terjadinya infeksi.

7
1.3.3. Dendritic Cells
Sel ini dapat ditemukan pada bagian organ tubuh, seperti kulit,
paru, lambung, dan usus halus. Fungsi dari sel dendritik adalah
memproses antigen dan mempresentasiknnya ke MHC (berperan
sebagai Antigen Presenting Cells). Selain itu, bertindak sebagai
konduktor yang memberi sinyl terhadap reseptor respon imun dan
mengkoordinasikan semua sel dalam sel imun untuk melakukan
aktivasi dan deaktivasi respon imun.

1.3.4. Makrofag
Makrofag memiliki peranan penting dalam sistem imun dalam
melawan patogen didalam tubuh. Makrofag adalah sel darah putih
yang berada di dalam jaringan. Makrofag berperan dalam fagositosism

8
menelan dan mencerna pung selular dan patogen, merangsang limfosit
dan sel kekebalan lainnya untuk merespon patogen. Sel makrofag
dapat ditemukan disetiap organ tubuh

1.4. Fagositosis
Fagositosis adalah proses yang melibatkan pengenalan antigen/mikroba,
menelan, mencerna, dan degradasi. Proses terjadinya fagositosis adalah
berupa tahap pengenalan dengan migrasi, penelanan, degranulasi, dan
mikrobisidal yang terdaoar asanta proses eliminasi dari penelanan sampai
penghancuran partikel asing yang masuk ke dalam tubuh.
Fagositosis dapat terjadi apabila dilepaskan zat/mediator tertentu
misalnya, faktor kemotaktik yang berasal dari mikroorganisme,
neutrophil/makrofag yang sebelumnya ada di mikroorganisme, atau oleh
komplemen. Selain itu fagositosis dapat terjadi ketika mikroorganisme
mengalami opsonisasi sehingga lebih mudah ditangkap dan difagositosis.
Opsonisasi adalah melapisi mikroorganisme dengan Ig/komplemen (C3b).

9
1.5. Reaksi Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi tubu terhadap jejas sebagai manifestasi
pertahanan kedia dari innate immunity. Ketika sel imun yang tersebar di
seluruh tubuh, apabila terjadi infeksi di suatu tempat maka sel sistem imum
beserta produk yang dihasilkan akan terpusat ke tempat yang terjadi infeksi.

10
Inflamasi dapat diartikan sebagai usaha tubuh merusak organisme yang
menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur perbaikan jaringan.
Adapun tanda-tandanya ketika terjadi inflamasi adalah kemerahan, bengkak,
nyeri, dan panas. Inflamasi umumnya terbagi menjadi tiga fase, yaitu
peradangan akut, repons imun, dan peradangan kronis.
Respon ketika terjadi inflamasi adalah disekresikannya berbagai
rangsangan kimia, seperti histamine dari mast cell, serotonin dari platelets,
enzim lisosom dari kerusakan sel darah putih, dan prostaglandin dari
kerusakan membrane sel.
Terjadinya inflamasi ditandai adanya emigrasi sel-sl inflamatori dari
darah menuju tempat terjadinya infeksi, sel yang paling banyak bereaksi
adalah neutrophil/leukosit PMN. Selama inflamasi terjadi perubahan diameter
pembuluh darah dan peningkatan aliran darah di area infeksi, penngkatan
pemeabilitas kapiler akibat retrasksi sel-sel endotel sehingga molekul besar
dapat menembus dinding vaskuler, serta migrasi keluar vaskuler.
Sel inflamator (sel PMN) memiliki peranan penting, yaitu menelan dan
merusak bakteri, kompleks imun, dan debris dari jaringan nekrotik. Sel PMN
tersebut yaitu eosinophil, mastosit, basophil, dan sitokinin.

11
1.5.1. Eosinofil
Eosiofil adalah diferensiasi sel darah putih yang berperan
dalam memfagosit parasite. Diameter dari eosinofil berkisar 13-17 µm.
sel ini berkembang dalam sumsum tulang belakang sebelum
bermigrasi ke dalam aliran darah serta memiliki jangka hidup 3-5 hari.
Eosinofil memiliki sitoplasma yang berwarna lebih bersih, biru pucat
dan granulanya berdiameter 0,5µm, berbentuk lebih terang dan
cenderung berada di pinggir.

1.5.2. Mastosit
Mastosit atau sel mast memiliki diameter 10-15µm dan
memiliki granula dengan diameter 0.1-0.4 µm yang mengandung
mediator inflamasi yaitu, histamine, heparin, dan TNF-α. Mastosit
untuk reaksi inflamasi yang diperantarai IgE. Mastosit ditemukan pada
kulit, alveoli, mukosa gastrointesntinal, dan membran mukosa nasalis.

12
1.5.3. Basofil
Basofil adalah sel darah putih yang mempunyai peranan dalam
reaksi alergi. Sel basofil memiliki kandungan heparin yang dapat
menghambat proses pembekuan darah. Basofil sangat memiliki
peranan penting dalam respons imun, diawali ketika adanya kontak
yang menyebabkan alergi dengan mennghasilkan mediator berupa
histamine yang kemudia menarik sel-sel imun lainnya. Basofil
merupakan derivate granulosit yang paling kecil dengan diameter 5-7
µm. basofil terakumulasi di jaringan pada berbagai inflamasi yang
terjadi pada kulit, misalnya alergi konjungtiva, penolakan transplantasi
ginjal, dan fase akhir dari alergi cutaneous.

13
1.5.4. Sitokin
Sitokin dikenal sebagai iterkulin (L). sitokin adalah sel PMN
selanjutnya yang memiliki peran dalam reaksi inflamasi. Sitokin
berupa sinya intraseluler yang mengatur adanya reaksi inflamasi lokal
maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar.
Sitokin memiliki nama yang beragam sesuai dengan area
dimana sel tersebut disekresikan. Sitokin yang disekresikan oleh
limfosit disebut dengan limfokin, sedangkan sitokin yang disekrosikan
oleh monosit disebut dengan monokin. Contoh sitokin yang diproduksi
dan bekerja sebagai mediator pada inflamasi, yaitu IL-1,IL-6, TNF
(Tumor, Necrotic Factor), dan IFN-y (Gamma Interferon).

1.5.5. IL-1
IL-1 atau sitokin PMN memiliki fungsi sebagai mediator
respon inflamasi pada adaptive immunity. IL-1 berperan dalam
mediator inflamasi lokal, misalnya berinteraksi dengan endotel untuk
meningkatkan koagulasi dan ekspresi molekul permukaan yang
membantu adhesi leukosit, dimana terjadi peningkatan migrasi
limfosit dan neutrofil ke area inflamasi secara berlebih. Saat kadarnya
tinggi, IL-1 akan masuk ke dalam sirkulasi dan melancarkan endokrin,
misalnya menyebabkan demam.

1.5.6. IL-6
IL-6 berperan secara individu, IL-6 mampu mengaktivasi sel T
bersama dengan IL-1 dan TNF-α, menginduksi respon inflamasi akut,
meningkatkan CRP oleh hepatosit. IL-6 bersumber dari makrofag dan

14
limfosit di daerah inflamasi. Memicu produksi ACTH (Adeno Cortico
Tropic Hormone) yang merangsang pembentukan glukortikoid dan
menyebabkan terjadinya aktivasi faktor koagulasi.

1.5.7. TNF (Tumor Nercrotic Factor)


TNF bersama dengan IL-1 menimbulkan manifestasi demam,
sebab TNF dapat berinteraksi dengan sel-sel yang berad di sekitar
hipotalamus. Selain itu, TNF bisa merangsang fagosit mononuclear
untuk memproduksi IL-1 dan IL-6, kemudian sitokin ini juga dapat
mengaktifkan sistem koagulasi dengan merubah keseimbangan
aktivitas pro-koagulan dan anti koagulan pada endotel vaskuler.
TNF memiliki dua tipe yaitu TNF- α dan TNF-β. Dimana TNF-
α berperan dalam modulator respon imun yang memperantarai induksi
molekul adhesi, sitokin ain, dan aktivasi neutrophil, sedangkan TNF-β
menunjukan berbagai aktivasi terhadap limfosit, sel-sel tulang,
endotel, dan neuron.

1.5.8. IFN-y (Gamma Interferon)


IFN-y memiliki fungsi sebagai aktivator potensial untuk
fagosit mononuclear, mengktivasi neutrophil, meningkatkan
respiratory burst, adhesi sel T-CD4, dan perubahan morfologik yang
memudahkan esktravasasi limfosit. Sitokin ini diproduksi oleh sel
CD4, CD8, dan sel NK teraktivasi. IFN-y secara langsung dapat
menginduksi sintesis enzim respiratoru burst sehingga makrofag
dapat membunuh mikroorganisme yang terfagosit.

15
1.6. Pengertian Antigen Spesifik oleh Innate Immunity
Antigen sebagai za(t asing yang masuk pertama kali ke dalam tubuh
ketika sudah dikenali oleh reseptor melalui epitope antigen. Kemudian,
antigen yang dikenali akan diopsonisasi oleh Ig/komplemen (C3b) dan di
presentasikan ke sel limfosit T ataupun B oleh MHC (Major Histocompbility
Cells).
Pada molekul antigen dapat melalui 2 jalur, yaitu T-Independent Antigen
dan T-Dependent Antigen. Jalur T-Indepndent antigen terjadi pada molekul
antigen yang besar dengan struktur yang berulang, sehingga dikenali secara
langsung oleh sel B tanpa bantuan sel T. kemudian, respon yang terjadi, yaitu
adanya pembentukan antibody yang hanya kelas IgM, dengan melakukan
proteksi jangka pendek,tidak memiliki reaksi anamnestic, dan tidak ada efek
booster.
Berbeda dengan jalur T--Independent Antigen,apabila melewati jalur T-
dependent antigen, menyebabkan molekul antigen tidak dikenali oleh sel B
tanpa melewati sel T. kemudian, respon yang diberikan dapat menimbulkan
reaksi anamnestic positif dan berupa pembentukan semua kelas antibody (IgA,
IgD, IgE, dan IgG), sehingga dapat digunakan sebagai proteksi jangka
panjang.

1.7. Respon Imun Spesifik (Adaptive Immunity)


Respon imun spesifik merupakan respon imun yang didapat atau adaptif
yang timbul akibat adanya unit-unit kecit mikroorganisme. Respon imun
spesifik memiliki ciri yang khas, yaitu heterogen dan memori. Heterogen
merupakan kemampuan interakdi dan memberikan respon terhadap produk
populasi sel yang berbeda, misalnya antibody, sedangkan memori merupakan

16
kemampuan untuk mempercepat dan memperbesar respon spesifik dengan
menggunakan caea poliferasi dan diferensiasi sel-sel yang terdisensitisasi.
Kemudian pada mekanisme efektor dari respon imun dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler. Imunitas seluler
ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferensiasi di bawah pengaruh
timus, sehingga disebut sebagai limfosit T. dimana limfosit T terbagi menjadi
T helper untuk memicu respon imun T suppressor untuk menekan respon
imun, dan T cytoxic untuk membunuh sel lainnya.
Imunitas humoral ditengahi oleh limfosit yang berdifereniasi pada
sumsum tulang belakang yang disebut sebagai limfosit B. Limfosit B
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibody. Antibody ini
memiliki kemampuan bereaksi dengan benda asing yang merangsang
pembentukan imunogen atau antigen.
Adaptive immunity akan terjadi ketika distimulasi oleh innate immunity.
Repon pada imun bersifat spesifik dengan tingkat spesialisasi yang cukup
tinggi dan menunjukkan toleransi terhadap antigen self karena limfosit yang
mempunyai reseptor terhadap antigen self telah tereliminasi saat
perkembangan. Meskipun demikian, respon imun mempunyai self limitation,
dimana semua respon secara normal akan mereda dalam kurun waktu tertentu
setelah rangsangan antigen, karena antigen yang merangsang telah
dieliminasi.
Adaptive immunity terjadi karena setiap limfosit mengekspresikan
reseptor yang mampu memvedakan struktur antigen satu dengan yang lainnya.
Limfosit dalam respon imun mempunyai kemampuan sebagai pengingat
antigen yang pernah dijumpai, sehingga saat paparan selanjutnya ada, akan
meningkatkan efektivitas mekanisme respon imun.

17
Sistem limforekuler adalah sistem yang mengendalikan semua
mechanism imun yang terdiri dari organ limfoid primes (thymus dan sumsum
tulang) serta organ dan jaringan limfoid sekunder.

1.8. Antigen dan Imunogen


Antigen adalah semua substansi yang dapat merangsang respon imun.
Antigen terbagi menjadi dua secara fungsional, yaitu imunogen dan hapten.
Sedangkan imunogen adalah antigen yang mempunyai kemampuan
merangsang dan membangkitkan respon imun seluler, humoral, atau bahkan
keduanya. Keseluruhan molekul biologis seperti karbohidrat, lipid, hormone,
asam nukleat dan protein dapat dikategorikan sebagai antigen.
Sedangkan hapten merupakan substansi yang mempunyai satu
determinan antigen determinan namun tidak mampu merangsang respon

18
imunitas bila tidak digabungkan dengan protein karier. Sehingga dapat
berguna dalam mempelajari spesfitas antibodi, maupun bentuk kompleks
antigen-antibodi.
Imunogen yang potensial dalam merangsang dan merespon imun adalah
makromolekul protein, polisakarida, dan polipeptida/polimer sintesis. Ketika
merangsang respon imun maka imunogen perlu 2 buah epitope dalam
membentuk antibody dan 1 buah epitope yang bisa merangsang llimfosit T.
Epitop merupakan bagian dari antigen yang dikenali oleh limfosit.
Epitope merupakan bagian dari molekul antigen yang bereaksi dengan
antibodi/reseptor spesifik pda limfosit T dan berikatan dengan antigen binding
site yang dapat mementukan spesifitas reaksi antara antigen dan antibody.

19
1.9. Antibodi/Imunoglobulin (Ig)
Atibodi (Ig) merupakan fraksi protein dalam cairan tubuh yang terbentuk
atas rangsangan masuknya antigen yang berasal dari luar dan terjadi secara
spesifik. Antibodi ada sejak lahir yaitu antibody yang ditransfer oleh ibu
melalui plasenta dari darah ibu kerjanin. Antibodi merupakan antibody non
spesifik yang disebut innate. Antibody merupakan immue system-ralated
protein, dimana setiap antibodi terdiri dari 4 polipeptida yang bergabung
membentuk molekul menyerupai hutuf Y (“Y” shaped molecule)

AntibodI memiliki peran dalam pertahanan, opsonisasi, neutralisasi,


agutinasi, aktvasi komplemen, dan antibody dependent cytotoxcity (ADCC).
Immunoglobulin dapat dipecah menjadi beerbgai fragmen dengan enzim

20
prorolitik, yaitu papain dan pepsin. Immunoglobulin dipecah menjadi fragmen
Fab dan Fc. Sedangkan pepsin memecah menjadi fragmen F(ab’)2.
Pada rantai H terutama region C yang hanya mempunyai 9 alternatif
sekuen asam amino dapat membedakan imunoglobin menjadi beberapa klas
dan subklas. Terdapat lima kelas yaitu IgA, IgD, IgE, dan IgM. Sedangkan
IgG dan terdapat beberapa subklas diantaranya IgA1 dan IgA2 dan IgG1,
IgG2, IgG3 dan IgG4.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arlita L. Antari. 2017. Imunologi Dasar. Yogyakarta: Deepublish.


Eric Vivier, James Di Santo, and Alessandro Moretta. 2016. Natural Killer
Cells. Spinger International Publishing.
Ermita Windya Pratiwi, Depi Praharani, Yuliana Mahdiyah Da'at Arina.
2015. Daya Hambat Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Terhadap Adhesi Bakteri Porphyromonas gingivalis pada Neutrofil
(Inhibition of Papaya (Carica papaya L.) Leaves Extract onAdhesion
of Porphyromonas gingivalis Bacteria to Neutrophils). Jurnal Pustaka
Kesehatam. 3(2): 193-198.
Eryati Darwin PA. 2018. Imunologi dan Infeksi. Yogyakarta: Universitas
Andalas Press.
Joyce James, Colin Baker, dan Helen Swain. 2006. Prinsip-Prinsip Sains
Untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Rendra Chriestedy Prasetya, Nunuk Purwanti, dan Tetiana Haniastuti. 2014.
33Infiltrasi Neutrofil pada Tikus dengan Periodontitis setelah
Pemberian Ekstrak Etanolik Kulit Manggis. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. 21(1): 33-39.
Sherliyanah Harahap, Heru Dwi Jatmiko, dan Mohamad Sofyan Harahap.
2012. Pengaruh Simvastatin Terhadap Kapasitas Fagositosis Makrofag
Pada Mencit Balb/C Yang Diberi Lipopolisakharida. Jurnal
Anstesiologi Indonesia. 4(2): 95-103.
Tetiana Haniastuti. 2009. Penurunan Aktivitas Fagositosis Sel Makrofag
Mencit Setelah Distimulasi Minyak Atsiri Kencur Terhadap

22
Actinobacillus Actinomycetemcomitns. Dentika Dental Jurnal. 14(1):
11-14.
Gusti Revilla, Yanwirasti, Erly Indrama. Efek Imunomodulasi Senyawa
Flavonoid Kencur (Kaempferia galanga Linn) Terhadap Kemampuan
Mikrobisidal Sel Netrofil Secara In Vitro. Majalah Kedokteran
Andalas. 32(1): 30-38.
EM Sutrisna, Domas Fitria Widyasari, Suprapto. 2010. Uji Efek Anti
Inflamasi Ekstrak Etil Asetat Buah Semu Jambu Mete (Anacardium
Occidentale L.) terhadap Edema pada Telapak Kaki Tikus Putih
(Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karagenin.
Biomedika. 2(1): 33-39.
Ulupi, N dan T. T. Ihwantoro. 2014. Gambaran Darah Ayam Kampung dan
Ayam Petelur Komersial Pada Kandang Terbuka Di Daerah Terbuka
Di Daerah Tropis. Jurnal Ilmu Produki dan Teknologi Hasil
Peternakan. 2(1): 219-223.
Widya Paramita Lokapirnasari dan Andreas Berny Yulianto. Gambaran Sel
Eosinofil, Monosit, dan Basofil Setelah Pemberian Spirulina Pada
Ayam Yang Diinfeksi Virus Flu Burung. Jurnal Veterriner. 15(4):
499-505.

23

Anda mungkin juga menyukai