KELOMPOK DISKUSI 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PEMICU
1
Dokter Anton adalah seorang yang taat beragama, ia menjadi dokter
keluarga Pak Budi sejak mereka menikah. Budi dan istrinya telah menikah
selama 20 tahun dan mereka telah dikaruniai 2 orang anak, anak pertama
berumur 5 tahun dan yang kedua berumur 2 tahun. Ibu Budi sedang
mengandung anak ketiga dan ia rutin memeruksakan diri kepada dokter
Anton. Pada waktu kehamilan 15 minggu, kedua anaknya terkena penyakit
rubella. Dokter menganjurkan agar kedua anaknya dirawat di rumah
neneknya dan tidak tinggal bersama ibu Budi. Ketika pak Budi menanyakan
apakah ada hubungannya dengan kehamilan istrinya, dokter Anton hanya
menerangkan bahwa hal itu dianjurkan supaya ibu Budi tidak disibukkan
mengurus kedua anaknya yang sakit. Namun dokter Anton sama sekali tidak
menyinggung tentang resiko penularan terhadap istrinya yang dapat berakibat
kecacatan pada janin yang sedang dikandungnya. Sesudah beberapa hari ini
Bu Budi mempunyai gejala rubella. Dokter Anton tidak menjawab dengan
jelas. Ketika hal ini diketahui dokter Anton dia langsung memikirkan
kemungkinan janin yang sedang dikandung ibu Budi akan terlahir cacat.
Namun hal ini tidak ia beritahukan karena ia khawatir pasangan suami istri
tersebut akan melakukan aborsi, sedangkan hal tersebut sangat bertentangan
dengan kepercayaan yang dianut dokter Anton.
2
1.4 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sikap dr. A sebagai dokter keluarga dalam kasus tersebut?
Rutin memeriksa
kehamilan ibu B
Aspek
medikolegal
Etika Hukum
kedokteran kedokteran
1.6 HIPOTESIS
dr. A melakukan pelanggaran etika dan hukum kedokteran
1.7 PERTANYAAN DISKUSI
1. Jelaskan mengenai medikolegal
a. Definisi
b. Kaidah Dasar Bioetika
c. Hubungan dokter dan pasien
2. Jelaskan mengenai malpraktik
4
3. jelaskan mengenai hukum dasar aborsi
4. jelaskan mengenai hukum tentang informed consent kepada pasien
5. jelaskan mengenai kewajiban dokter keluarga
6. Jelaskan mengenai hak dan kewajiban dokter
7. Jelaskan mengenai hak dan kewajiban pasien
8. Apa yang dimaksud dengan kesalahan dalam praktik kedokteran
9. Apa yang dimaksud dengan kelalaian dalam praktik kedokteran
10. Bagaimana tolak ukur dari kelalaian
11. Jelaskan mengenai efek pada fetus dengan ibu (+) Rubella
12. Bagaimana alur penanganan ibu hamil dengan infeksi Rubella
13. Bagaimana cara diagnosis Rubella pada ibu hamil
14. Bagaimana sikap dr. A jika ditinjau dari kodeki
15. Bagaimana sikap dr. A jika ditinjau dari Hukum Kedokteran
16. Apakah dr. A bersalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Medikolegal
a. Definisi
Medikolegal secara harfiah berasal dari dua pengertian yaitu medik yang
berarti profesi dokter dan legal yang berarti hukum. Sehingga batasan
medikolegal adalah ilmu hukum yang mengatur bagaimana profesi dokter ini
dilakukan sehingga memenuhi aturan-aturan hukum yang ada. Hal ini untuk
mencegah penyelewengan pelaksanaan profesional medis maupun
mengantisipasi dengan berkembang serta lajunya ilmu-ilmu kedokteran yang
tentunya terdapat hal-hal yang rawan terhadap hukum.1
5
b. Kaidah Dasar Bioetika2
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang
berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau bioetika medis
merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh
perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro
maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Adapun 4 kaidah dasar
bioetika dalam praktik kedokteran adalah sebagai berikut.
1) Beneficence : mengutamakan kepentingan pasien
2) Autonomy : menghormati hak pasien dalam memutuskan
3) Non Maleficence : tidak memperburuk keadaan pasien
4) Justice : tidak mendiskriminasikan pasien apapun dasarnya
c. Hubungan dokter dan pasien
Pasal 1601 KUHP. Bagi seorang dokter, hal ini berarti bahwa ia telah bersedia
untuk berusaha dengan segala kemampuannya memenuhi isi perjanjian itu,
yakni merawat atau menyembuhkan penyakit pasien. Sedang pasien
berkewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh dokter
termasuk memberikan imbalan jasa.2
2.2 Malpraktik
Malpraktek atau malpraktek terdiri dari suku kata mal dan praktik atau
praktek.Mal berasal dari kata Yunani, yang berati buruk. Praktik berarti
menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan
(profesi). Jadi malpraktek berarti menjalankan pekerjaan yang buruk
kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktek tidak hanya dalam bidang
kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan
publik, dan wartawan.3
Ada berbagai macam pendapat dari para sarjana mengenai pengertian
malpraktek. Masing-masing pendapat itu diantaranya adalah sebagai berikut:4
a. Veronica menyatakan bahwa istilah malparaktik berasal dari “malpractice”
yang pada hakikatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang
timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
oleh dokter.
6
b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad
practice, atau praktek buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu
dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandung
ciri-ciri khusus. Karena malpraktek berkaitan dengan “how to practice the
medical science and technology”, yang sangat erat hubungannya dengan
sarana kesehatan atau tempat melakukan praktek dan orang yang
melaksanakan praktek. Maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakan
istilah “maltreatment”.
c. Menurut J. Guwandi merumuskan pengertian malpraktek medik tersebut,
yakni: melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh tenaga
kesehatan; Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau
melalaikan kewajiban (negligence). Melanggar sesuatu ketentuan menurut
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d. Amri Amir menjelaskan malpraktek medis adalah tindakan yang salah oleh
dokter pada waktu menjalankan praktek, yang menyebabkan kerusakan atau
kerugian bagi kesehatan dan kehidupan pasien, serta menggunakan
keahliannya untuk kepentingan pribadi.
Dengan demikian, malpraktek medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau
kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
cedera menurut ukuran dilingkungan yang sama.3
Apapun definisi malpraktek medik pada intinya mengandung salah satu
unsur berikut :5
1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan
yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.
2. Dokter memberikan pelayanan medik dibawah standar (tidak lege artis)
3. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat
mencakup :
a) Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
b) Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Dalam praktiknya banyak sekali hal yang dapat diajukan sebagai
malpraktek, seperti salah diagnosis atau terlambat diagnose karena kurang
lengkapnya pemeriksaan, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman,
kesalahan teknis waktu melakukan pembedahan, salah dosis obat, salah metode
7
tes atau pengobatan, perawatan yang tidak tepat, kelalaian dalam pemantauan
pasien, kegagalan komunikasi, dan kegagalan perawatan.4
Jenis-Jenis Malpraktek
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi
dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis
(yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.5
1) Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga
kesehatanmelakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya
sebagai tenaga kesehatan.Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan
yang bertentangan dengan etika kebidanan.
2) Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga
bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana
(criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative
malpractice).
3) Malpraktek Administrastif
Terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap
hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek
bidan tanpa lisensi atau izin praktek.
8
Abortus adalah gugur kandungan atau keguguran dan keguguran itu
sendiri berati beakhirnya kehamilan , sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar
kandungan. Batas umur kandungan yaitu sebelum 28 minggu dengan berat
badan bayi kurang dari 1000 gram.6
Trimester pertama disebut abortus, trimester kedua disebut partus
immaturus, dan trimester ketiga disebut partus prematurus.7
Dilihat dari proses terjadinya abortus di bagi menjadi abortus spontaneus
dan abortus provocatus (legal dan illegal).7 abortus dapat dibagi menjadi empat
macam yaitu:
1. Natural yaitu abortus yang terjadi secara spontan, hal tersebut dapat
disebabkan karena adanya kelainan pada fetus.
2. Kecelakaan yang dapat terjadi karena si ibu terpukul, syok atau ruda paksa
pada daerah perut.
4. Kriminal, yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Dasar hukum melakukan aborsi di Indonesia yaitu KUHP dan UU no 36
tahun 2009.
KUHP :6
1. Pasal 346
2. Pasal 347
9
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
3. Pasal 348
4. Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
5. Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan
rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan
348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
UU No. 36 Tahun 2009
1. Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
10
2. 75 ayat (2)
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor
yang kompeten dan berwenang.
11
Informed consent diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No. 290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Dalam hal
memberikan informed consent, perlu diperhatikan ketentuan yang tercantum
dalam pasal 13 berikut:
Dokter dalam hal ini yang memberikan informed consent harus bisa
menentukan kompetensi pasien sebelum memberikan informed consent sehingga
informasi yang disampaikan dapat dimengerti dan langkah selanjutnya dapat
disepakati bersama.8
12
c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan
teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan
mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness” untuk
kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah
dan empatik. 9
d. Manager
Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi
di dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan
pasien dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi
dokter yang cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana. 9
e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang
dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan
komunitasnya, memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan
melakukan kegaiatan atas nama masyarakat dan menjadi panutan
masyarakat.9
Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :9
a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakit
b. Melayani individu dan keluarganya
c. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan
penyakit
d. Menangani penyakit akut dan kronik
e. Merujuk ke dokter spesialis
13
2.6 Hak dan kewajiban dokter
a. Hak Dokter10
14
10. Hak rehabilitasi nama baik jika terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
11. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa (pasal 4 ayat b) : dalam
keadaan darurat untuk keselamatan pasien, dokter dapat memberikan
jasa pelayanan kesehatan, meskipun tidak dipilih oleh pasien.
12. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur (pasal 4 ayat c) : dalam
keadaan tertentu untuk kepentingan pasien, dokter dapat menahan
sebagian atau keseluruhan informasi tersebut.
13. Dokter dapat menolak pasien yang tidak dalam keadaan gawat darurat
yang datang diluar jam bicara.
b. Kewajiban Dokter10
15
8. Dokter wajib terus-menerus menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran gigi.
9. Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang
telah dibuatnya.
10. Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/pekerjaan yang
telah dibuatnya.
11. Dokter wajib bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait
secara timbal-balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
12. Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit.
13. Dalam diagnosis dan pengobatan dokter mempunyai tanggung jawab
paling besar. Seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya wajib
melakukan upaya yang terbaik untuk senantiasa memberi pelayanan
yang terbaik, mendahulukan kepentingan pasiennya, profesional dan
akuntabel.
14. Dokter mempunyai kewajiban untuk menjaga kesehatan fisik, rohani
dan spiritual dengan istirahat cukup untuk memulihkan kondisi fisik,
rohani dan spiritual.
15. Dokter wajib memberikan pelayanan yang berkualitas, senantiasa wajib
belajar, meningkatkan pengetahuannya, ketrampilan dan menjaga mutu
kompetensinya.
a. Hak Pasien11
Merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar individual dalam
bidang kesehatan. Berikut hak-hak dari pasien:
16
4. Hak untuk memilih dokter
17
bahwa pasien yang melakuakn tindakan medik tanpa persetujuan pasien
maupun keluarga dapat dikenakan sanki administrasif berupa
pencabutan surat izin praktek.Untuk hukum perdata digunakan KUH
perdata pasal 1365 yaitu sanksi ganti rugi atas cacat atau luka karena
perbuatan yang salah.
b. Rahasia kedokteran
Adapun yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah:
1. segala sesuatu yang oleh pasien secara disadari atau secara tidak
disadari disampaikan kepada dokter, dan
2. segala sesuatu yang oleh dokter diketahui dalam rangka mengobati
atau merawat pasien.
Dalam sumpah dokter (Peraturan Pemerintah tahun 1960 No. 26)
terdapat kalimat yang berbunyi :
“ Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”.
KUHP Pasal 322
"Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang wajib
disimpannya oleh karena jabatannya atau pekerjaannya baik yang
sekarang maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Sembilan ribu
rupiah."
KUH Pedata pasal 1365
tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
b. Kewajiban Pasien11
1. Dokter
a) Memberikan informasi untuk anamnesis berupa keluhan utama.
Kerjasam dengan dokter pada waktu melakukan pemeriksaan fisik.
b) Mengikuti petunjuk atau nasihat untuk mempercepat
penyembuhan.
18
2. Rumah sakit
a) Menaati peraturan rumah sakit yang pada dasarnya dibuat dalam
rangka menunjang upaya penyembuhan pasien.
b) Melunasi biaya perawatan.
19
demikian dokter memiliki tanggungjawab atas profesinya dalam hal pelayanan
medis kepada pasiennya. Dokter sebagai profesi mempunyai tugas untuk
menyembuhkan penyakit pasiennya. Kadangkala timbul perbedaan pendapat
karena berlainan sudut pandang, hal ini bisa timbul karena banyak faktor yang
mempengaruhinya, seperti adanya kelalaian pada dokter, atau penyakit pasien
sudah berat sehingga kecil kemungkinan sembuh, atau ada kesalahan pada pihak
pasien. Selain itu masyarakat atau pasien lebih melihat dari sudut hasilnya,
sedangkan dokter hanya bisa berusaha, tetapi tidak menjamin akan hasilnya
asalkan dokter sudah bekerja sesuai dengan standar profesi medik yang
berlaku.12
Kemajuan teknologi bidang biomedis disertai dengan kemudahan dalam
memperoleh informasi dan komunikasi pada era globalisasi ini memudahkan
pasien untuk mendapatkan second opinion dari berbagai pihak, baik dari dalam
maupun dari luar negeri, yang pada akhirnya bila dokter tidak hati-hati dalam
memberikan penjelasan kepada pasien, akan berakibat berkurangnya
kepercayaan pasien kepada para dokter tersebut.12
20
2.10Tolak ukur dari kelalaian
Untuk lebih berhasilnya suatu tuntutan berdasarkan kelalaian, menurut
J.guwandi, harus dipenuhi 4 (empat) unsur yang dikenal dengan nama 4-D, yaitu
:14,15,16
1. Duty to Use Due Care
Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati.
Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukum antara dokter dan
pasien dan dokter/rumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum maka
implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter/perawat rumah sakit itu
harus sesuai dengan standar pelayanan medik agar pasien jangan sampai
menderita cedera karenanya.
2. Deriliction (Breach of Duty)
Apabila sudah ada kewajiban (duty) maka dokter/perawat rumah
sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika
terdapat penyimpangan dari standar tersebut maka ia dapat
dipersalahkan. Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan
melalui saksi ahli, catatan-catatan pada rekam medik, kesaksian perawat,
dan bukti- bukti lain. Apabila kesalahan atau kelalaian itu sedemikian
jelasnya, sehingga tidak diperlukan kesaksian ahli lagi, maka hakim
dapat menerapkan doktrin Res ipsa loquitur. Tolak ukur yang dipakai
secara umum adalah sikap-tindak seorang dokter yang wajar dan
setingkat di dalam situasi dan keadaan yang sama.
3. Damage (Injury)
Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktik medik adalah “cedera
atau kerugian” yang diakibatkan pada pasien. Walaupun seorang dokter
atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai
menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada
pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti kerugian. Istilah (injury) tidak
saja dalam benyuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti
gangguan mental yang hebat (mental anguish). Juga apabila terjadi
pelanggaran terhadap privasi orang lain.
4. Direct Causation (proximate Cause)
21
Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti rugi berdasarkan
malpraktik medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara
sikap tindak tergugat
22
kehamilan. Setiap wanita hamil harus menjalani pemeriksaan serologis prenatal
untuk menegtahui status imunitas terhadap rubela dan ibu.17
Untuk menangani rubella pada ibu hamil hal pertama yang diperlukan adalah
penegakan diagnosis yang tepat. Rubella merupakan penyakit infeksi di
antaranya 20–50% kasus bersifat asimptomatis. Gejala rubella hampir mirip
dengan penyakit lain yang disertai ruam. Gejala klinis untuk mendiagnosis
infeksi virus rubella pada orang dewasa atau pada kehamilan adalah :18,19
1. Infeksi bersifat akut yang ditandai oleh adanya ruam makulopapular,
2. Suhu tubuh > 37,2oC,
3. Atrhalgia/artrhitis, limfadenopati, konjungtivitis.
Infeksi virus rubella berbahaya apabila infeksi terjadi pada awal kehamilan.
Virus dapat berdampak di semua organ dan menyebabkan berbagai kelainan
bawaan. Janin yang terinfeksi rubella berisiko besar meninggal dalam
kandungan, lahir prematur, abortus sertamerta (spontan) dan mengalami
malabentuk (malformasi) sistem organ. Berat ringannya infeksi virus rubella di
janin bergantung pada lama umur kehamilan saat infeksi terjadi. Apabila infeksi
terjadi pada trimester I kehamilan, maka 80–90% akan menimbulkan kerusakan
janin. Risiko infeksi akan menurun 10–20% apabila infeksi terjadi pada
trimester II kehamilan.20 Lima puluh persen lebih kasus infeksi rubella selama
kehamilan bersifat subklinis bahkan tidak dikenali. Oleh karena itu pemeriksaan
laboratorik sebaiknya dilakukan untuk semua kasus dengan kecurigaan infeksi
rubella. Berikut adalah pedoman diagnosis infeksi rubella pada kehamilan :21
23
Adapun rekomendasi dari guidelines SOGC untuk penanganan ibu hamil
dengan infeksi rubella adalah sebagau berikut :22,23
1. Karena efek dari sindrom rubella kongenital bervariasi dengan usia
kehamilan pada saat infeksi, usia gestational harus ditetapkan, karena sangat
penting untuk konseling.
2. Diagnosis infeksi maternal primer harus dibuat oleh pengujian serologis.
3. Pada wanita hamil yang terkena rubella atau yang memiliki tanda-tanda atau
gejala rubella, pengujian serologis harus dilakukan untuk menentukan status
kekebalan tubuh dan risiko bawaan sindrom rubella.
4. Imunisasi rubella tidak boleh diberikan pada kehamilan tapi mungkin aman
diberikan post partum.
5. Wanita yang telah sengaja divaksinasi pada awal kehamilan atau yang hamil
segera setelah vaksinasi dapat diyakinkan bahwa tidak ada kasus sindrom
rubella kongenital didokumentasikan dalam situasi ini.
6. Wanita yang ingin hamil harus diberi konseling dan didorong menentukan
status antibodi mereka dan menjalani vaksinasi rubella jika diperlukan.
24
2.14Sikap dr. A jika ditinjau dari kodeki24
“dr. A sebagai dokter keluarga tidak memberikan informasi mengenai kondisi
penyakit yang dialami oleh ke- dua anak maupun istri Pak Budi”. Berdasarkan
sikap dr. A jika ditinjau dari KODEKI maka hal tersebut tidak sesuai dengan
pasal 5, pasal 9, pasal 10.
25
kejujuran sebagai pilar utama reputasi dan bonaditas profesi dalam
rangka terjaganya kepercayaan publik.”
c. Pasal 10: “Seorang dokter wajib senantiasa menghormati hak-hak-
pasien,teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib
menjaga kepercayaan pasien”
- Cakupan pasal (2): “Seorang dokter dalam mengobati pasien
wajib senantiasamenghormati, melindungi dan/atau memenuhi
hak-hak pasien sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam
bidang kesehatan”
- Cakupan pasal (4): “Seorang dokter wajib memberikan informasi
yang jelas dan memadaiserta menghormati pendapat atau
tanggapan pasien atas penjelasandokter”.
- Cakupan pasal (5): “Seorang dokter seharusnya tidak
menyembunyikan informasi yangdibutuhkan pasien, kecuali
dokter berpendapat hal tersebut untuk kepentingan pasien, dalam
hal ini dokter dapat menyampaikan informasi ini kepada pihak
keluarga atau wali pasien”.
26
tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”25
BAB III
PENUTUP
27
3.1 KESIMPULAN
dr. A melakukan pelanggaran etika, hukum kesehatan, dan hukum kedokteran
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Arif,Rahman dkk, 2009, Tanya Jawab ilmu kedokteran Forensik, badan
penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
2. Sofyan Dahlan, Eko Soponyono. Hukum Kedokteran. Semarang : Fakultas
Hukum Universitas Diponeogoro Semarang
3. Jusuf Hanafiah, Amri Amir. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. Jakarta: EGC
4. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta
:Rineka Cipta.
6. Idries AM, Agung LT. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
29
17. Kliegman, Robert M., et al , Nelson textbook of pediatrics:infectious
diseases. 19th ed. W.B. Saunders Company; 2010.
30