PASCA OPERASI
(APPENDICITIS)
Disusun oleh:
472016032
SALATIGA
2019
1
BAB I
PENEMUAN KASUS
1.1 Identifikasi Kasus
Tn. K datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri dibagian perut kanan bawah, mual,
dan pusing yang dirasakan saat tanggal 30 september 2019 pukul 22.00 WIB. Tn K
menempati ruang Dahlia 12 F RST. dr. Asmir Salatiga.
Appendiks adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(appendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertamabah parah,
appendiks itu bisa pecah. Appendiks merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Appendiks besarnya sekitar
kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus
lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan
lendir. Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Defa Arisandi,
2008).
Apendiks adalah salah satu bagian organ saluran pencernaan dan terletak pada pangkal
usus besar di daerah perut bagian kanan bawah (John et al., 2008). Ukuran apendiks pada
orang dewasa berkisar antara 6 sampai 7 cm panjang dan fungsinya masih belum jelas
(Robbins et al., 2005).
a. Patofisiologi
Secara klinis, apendisitis ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Apendisitis akut
Apendisitis yang terjadi dengan diawali oleh nyeri periumbilikal yang diikuti dengan rasa
mual dan muntah sehingga bisa menyebabkan anoreksia, dan peningkatan nyeri lokal pada
perut bagian kanan bawah. Lamanya rasa nyeri ini berlangsung selama 24 sampai 36 jam.
Penyebab apendisitis akut ini adalah adanya obstruksi apendiks dan infeksi hematogen
(Craig, 2005). Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mengalami
sumbatan, sehingga semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan di mana akan menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen (Anonim, 2000).
2) Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian kanan bawah yang tidak
berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas penderita terganggu dan lebih dari dua minggu.
Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung secara terus-menerus dan bisa bertambah berat
parah kemudian mereda lagi (Sjamsuhidajat et al., 2003).
2
Tabel 1. Malnutrition Screening
No. RM 11.36.00
FORMULIR SKRINING GIZI Nama Tn. K
Tanggal lahir 13 – 02 -1982
Tanggal MRS 30- 09 -2019
DIAGNOSA MEDIS
TL :- LILA :- %LILA : -
Skor IMT
Hasil
3
ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama (Initial) : Tn. K No RM : 13.20.96
Umur : 37 tahun Ruang : Dahlia 12-16
Jenis Kelamin : laki-laki Tgl Masuk : 30 September 2019
Agama : Islam Tgl Kasus : 30 September 2019
Pekerjaan/Penghasilan : Buruh Alamat : Cuklain RT 6
Bangunan Krajan, Kab. Semarang
Pendidikan : Diagnosis Medis : Appendisitis
Aktivitas Fisik : Ringan Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama Nyeri dibagian perut kanan bawah. Mual
dan pusing
Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit Sekarang/Diagnosis Medis Appendisitis
3. Riwayat Gizi
Alergi/Pantangan terhadap makanan Tidak ada
tertentu
Diit yang pernah dijalankan
Kebiasaan Makan Makan Nasi 2 cntg 3x/hari, singkong 3 ptg
1x/bulan, jagung 1 buah 1x/bulan, mie 1x /bulan,
roti 1x/hari, telur 1 btr 3x/minggu, sayur bayam
1x/hari, sawi 1x/hari, kacang pnjng 1x/hari,
sayur kol 1x/hari, kangkung 1x/hari, ikan mujair
1 ekor 1x/minggu, tahu goreng 1 ptg bsr 1x/hari,
tempe 1 ptg 1x/hari, tomat 1x/minggu, apel
1x/bulan, melon 1x/minggu, soft drink 1 btl
1x/bulan, garam 1x/hari, gula pasir 2x/hari,
minyak 1x/hari, teh 1 gls 2x seminggu, kopi
2x/hari
Suplementasi Gizi
Cara Pengolahan Makanan Sayur di sop/ditumis, singkong dikukus, jagung
dikukus, ikan digoreng, tahu digoreng, tempe
digoreng.
Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Perubahan Berat Badan
Lain-lain
4
IV RIWAYAT PERSONAL
5
BAB II
PENGKAJIAN KASUS
2.1 Pengkajian Antropometri
6
2.3 Pengkajian Data Klinis atau Fisik
7
2.4 Pengkajian Riwayat Gizi atau Makan
8
kkal
%AKG 127,5 % 84,3 % 40 % 63,17%
Kesimpulan: presentase kebutuhan energi diatas kebutuhan 127,5 %, kebutuhan protein defisit
ringan 84,3 %, kebutuhan lemak defisit berat 40 %, dan kebutuhan karbohidrat defisit berat
63,17%.
Kategori Asupan (Depkes RI, 1996):
Defisit ringan 80-89% Diatas kebutuhan >120%
Defisit sedang 70-79% Normal 90-119%
Defisit berat <70%
9
2.4.2 Tabel Food Recall 24 Jam
10
- Ikan bandeng - Beras - 70 gram 79,1 2,0 0,5 16,1
58,7 10,4 1,6 -
- Sayur asem - Ikan - gram
49 1,8 2,7 5,7
- Labu siam
- Wortel
- Terong
Total - 554 kkal 26,6 21,1 65,1
Kamis - Bubur - Beras - 100 gram 79,1 2,0 0,5 16,1
03/10/2019 Pagi 199,4 18,8 13,2 -
- Opor ayam - Daging ayam - 70 gram
06.30 75,3 - - 18,0
- pisang - Buah pisang - 75 gram
11
wortel - Wortel - 75 gram
- Buah pisang - Buah pisang
Total - - - 574,3 kkal 27,7 gram 13,9 84,5 gram
gram
12
BAB III
DIAGNOSIS GIZI
3.1 Simpulan Hasil Pengkajian Kasus
Pasien atas nama Tn. K umur 37 tahun dengan diagnosis medis Appendicitis dengan
keluhan Nyeri dibagian perut kanan bawah. Mual dan pusing, keluhan nyeri dibagian
perut kanan bawah dan mual dirasakan saat tanggal 30 september 2019 pukul 22.00
WIB.
3.2 Diagnosa Gizi
NI-2.1 Intake makanan oral lebih kecil dari rekomendasi berdasarkan kebutuhan
fisiologis berkaitan dengan kurangnya pengetahuan terhadap kecukupan kebutuhan
makanan oral ditandai dengan hasil recall dan persen asupan energi 39,26% (defisit
berat), protein 31,7% (defisit berat), lemak 58,43% (defisit berat) dan KH 11,58%
(defisit berat).
NC-2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus berkaitan dengan usus
buntu yang mengalami peradangan ditandai dengan leukosit tinggi yaitu 23.61 ribu/dl
13
BAB IV
INTERVENSI GIZI
4.1 Perencanaan Intervensi Gizi
1. Tujuan Diet
Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
Mengganti kehilangan protein, zat besi dan zat gizi lainnya
Memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat pasca operasi untuk
mempercepat proses penyembuhan.
Memberikan dukungan gizi berupa edukasi untuk pengaturan makan
dirumah bila diperlukan.
14
3 Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
BBI = (TB-100)-10%
= (160-100)-10%
= 54 kg
TEE = AMB X FA X FS
= 1.354X 1,3 X1,3
= 2.288 kkal
15 343,3
Protein = 100 𝑥2.288 = 4
= 86 gram
20 458
Lemak = = 100 𝑥2.288 = 9
= 51 gram
65 1487,2
Karbohidrat = 100
𝑥2.288= 4 = 372 gram
15
5. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Parameter Media / cara Target
Pemeriksaan Leukosit Melihat Rekam medis Untuk menurunkan
Biokimia kadar leukosit
hingga mendekati
batas normal
Asupan zat gizi Energi, Recall 24 jam Mencapai asupan
Protein, Asupan energi 39,26% batas normal (80-
Lemak, (defisit berat), 120)
Karbohidrat Protein 31,7% (defisit
berat
Lemak 58,43% (defisit
berat)
KH 11,58% (defisit
berat)
16
4.2 Pelaksanaan
1. Pemberian Diet
a. Kajian Terapi Diet Rumah Sakit
Jenis diet : Diet Pasca Bedah I
Bentuk makanan : Makanan Lunak (Bubur)
Cara pemberian : Oral
Frekuensi : 3x makan utama, 2x selingan
Nutrisi Oral :
b. Rekomendasi Diit
Jenis Makan Standar Diet Rekomendasi
Makan Pagi Bubur 75g bubur 150 gram
L. Hewani 30 g L. Hewani telur dadar 55
Sayur 100 g L. Nabati tahu 50 gram
Minyak 5 g Sayur oseng buncis 100 gram
Selingan Pagi `kacang Ijo 100 gram Kacang Ijo 100 gram
17
2. Pendidikan Gizi
Pendidikan gizi yang sudah diberikan kepada pasien yang dapat dikategorikan cukup
baik karena pasien beserta keluarga Tn. K sudah di edukasi atau diberikan informasi
dengan pengetahuan terkait gizi dan pentingnya bagi kebutuhan tubuh serta terhadap
penyakit usus buntu meliputi makanan yang dianjurkan dan makanan yang tidak
dianjurkan (dikurangi/dibatasi).
3. Konseling Gizi
Konseling gizi sudah diberikan pada tanggal dengan baik arena pasien dan keluarga
menerima apa yang sudah dikonselingkan. Pihak keluarga melalui tanya jawab telah
diberikan informasi yang penting terkait penatalaksanaan diet pasca beda usus buntu
informasi tersebut mencakup gaya hidup serta pola makan yang harus dibatasi,
dihindari dan dianjurkan sesuai keadaan penyakit pasien dengan mengacu kepada
riwayat penyakit, personal dan FFQ kepada pasien.
4. Koordinasi dengan tim lain
Dalam melakukan pelaksanaan intervensi serta monitoring evaluasi yang dilakukan
terhadap pasien konselor berkoordinasi atau bekerjasama denga tim lainnya yang
mengambil bagian seperti perawat, dimana dalam pengambilan data pasien (identias
pasien, riwayat personal, data laboratorium, dan data klinis) pada CM perawat ambil
ikut ambil bagian dalam hal ini.
18
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
1. Tabel Monitoring Data Biokimia
No Tanggal Leukosit
1. 30 September 2019 23.61 ribu/dl
No Tanggal Asupan
Energi (kkal) Protein Lemak Karbohidrat
(gram) (gram) (gram)
1. 30 331,6 kkal 22,4 gram 15,2 gram 20,6 gram
September
2019
% Asupan 14,4% 26,04% 29,8% 5,53%
2. Selasa 79,1 2,0 0,5 16,1
01 Oktober
2019
% Asupan 3,45% 2,32% 0,985 4,32%
3 Rabu 554 kkal 26,6 21,1 65,1
02 Oktober
2019
% Asupan 24,2% 30,9% 41,3% 17,5%
4 Kamis 740,1 kkal 33,3 gram 23,3gram 96 gram
03 Oktober
2019
% Asupan 32,3% 38,7% 45,6% 25,8%
5 Jumat 574,3 kkal 27,7 gram 13,9 gram 84,5 gram
04 Oktober
2019
%Asupan 25,1% 32,2% 27,25% 22,71
19
Rata-rata 19,89% 26,03% 48,49% 15,17%
Kesimpulan: Hasil monitoring menentukan bahwa asupan pasien kurang baik dilihat dari
energi defisit berat, protein defisit berat, lemak berlebih
20
BAB VI
PEMBAHASAN
Tn. K berusia berusia 37 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 30 September 2019 dengan
keluhan nyeri dibagian perut kanan bawah, mual, dan pusing. Pasien tidak memilik riwayat
penyakit sebelum atau riwayat penyakit dari keluarga.
Monitoring dan evaluasi data antropometri dilakukan pada awal dan akhir pengambilan studi
kasus. Data antropometri pasien yang diperoleh adalah tinggi badan dan berat badan. Tinggi
badan pasien yang diperoleh 160 cm dan berat badan pasien adalah 55 kg Data ini digunakan
agar dapat mengetahui status gizi pasien dari perhitungan IMT . IMT yang dimiliki pasien adalah
21,09 kg/m2 dengan hasil IMT ini status gizi pasien termasuk kategori normal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Tn. K memiliki kadar Leukosit yang tinggi yaitu
236 ribu/dl dengan batas normal 13 ribu-16 ribu, leukosit disebut juga sel darah putih,
merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobil. Leukosit sebagian dibentuk disumsum
tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe. Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah
menuju ke berbagai bagian tubuh yang membutuhkan (Guyton, 2007).
21