Anda di halaman 1dari 40

BAB 1.

PENDAHULUAN

1. ASSESMEN GIZI
A. ANAMNESIS
1. Identitas Subjek

Tabel 1 Identitas subyek


Nama : Tn.S No RM : 00657191
Umur : 73 tahun Ruang : Cempaka, No.13
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl Masuk : 24 November 2018
Pendidikan : SLTP Tgl kasus : 26 November 2018
Suku : Jawa Alamat : Tanjung 24/04 Getas Playen
Agama : Islam Klasifikasi alamat : Perdesaan
Kebiasaan merokok : pasien tidak Diagnosis medis :
merokok Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Keterbatasan Fisik : Pasien tidak
memiliki gangguan pengelihatan,
pendengaran
Kemampuan mobilitas : Mobilitas di
sekitar tempat tidur
Sumber Data : Primer & Buku Rekam Medis Pasien
2. Data Sosio Ekonomi

Tabel 2 Data Sosio Ekonomi


Pekerjaan Petani
Jumlah anggota keluarga Memiliki 4 orang anak
Kondisi yang mempengaruhi Tidak ada kondisi yang mempengaruhi
psikologis psikologis pasien
Sumber Data : Data Primer

Kesimpulan : Sebelum masuk rumah sakit pasien bekerja sebagai petani, memiliki
4 orang anak. Tidak ada kondisi yang mempengaruhi psikologis pasien

3. Data Berkaitan Riwayat Penyakit

Tabel 3 Data berkaitan dengan riwayat penyakit


Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan sakit di area antara
kandung kemih dan penis. Pasien mengaku suka
menahan buang air kecil dan telah melakukan USG
Urologi sehari sebelum masuk rumah sakit.
Riawayat Penyakit Pasien didiagnosa oleh dokter menderita Benign
Sekarang Prostatic Hyperplasia (BPH)
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sudah menderita sakit prostat ± 1 tahun lalu
Riwayat penyakit Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keluarga prostat sebelumnya

Sumber Data : Wawancara & Buku Rekam Medis Pasien

Kesimpulan : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama yakni sakit di area
antara kandung kemih dan penis. Pasien mengaku suka menahan buang air kecil
dan telah melakukan USG Urologi sehari sebelum masuk rumah sakit.Pasien
didiagnosa oleh medis menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pasien
sudah menderita sakit prostat ± 1 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki anggota
keluarga yang menderita penyakit prostat sebelumnya.

4. Data Berkaitan dengan Riwayat Gizi

Tabel 4 Data berkaitan dengan riwayat gizi


Alergi Makan Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan
Masalah Pasien tidak mengalami masalah gastrointestinal
Gastrointestinal
Kesehatann Mulut Pasien memiliki gangguan kesehatan mulut
Aktifitas Fisik Aktifitas SMRS : Pasien melakukan aktifitas sebagai
petani yang biasa bekerja di ladang
Jumlah jam tidur sehari : Pasien memiliki pola tidur
dari jam 22.00-06.00 (9 jam sehari)
Jenis Olahraga : Pasien tidak mengikuti kegiatan
olahraga apapun
Pengobatan Pasien tidak mengkonsumsi obat atau suplemen
Perubahan berat badan Pasien tidak mengetahui (tidak menyadari) bertambah
atau berkurangnya berat badan
Riwayat/Pola Makan - Makan Pokok : 3x/hari, minum air putih 3 gelas/hari
@600cc
- Makanan Pokok : Nasi 1 centong 3x/hari @100gram,
ubi 2 potong/ 1xseminggu @50gram
- Lauk nabati : tempe 2x/hari 2potong @50gram, tahu
1x/hari 1potong @50gram (semua lauk nabati diolah
dengan dioseng atau dibacem)
- Lauk hewani : telur 3 butir/minggu @50gram, ikan
3potong/minggu @50gram (diolah dengan cara
digoreng)
- Sayur : 1 centong/setiap kali makan @100gram,
kacang panjang 3kali/minggu, tauge 4kali/minggu,
kangkung 2kali/minggu (diolah dengan cara di urap
atau ditumis)
- Buah : Pepaya 1x/minggu 2ptg @100gram
- Selingan : teh setiap pagi, siang, malam ±1 gelas
@200ml dengan gula 1 sdm @10gram

Energi : 1087.5 kkal Protein : 38.6 gram


Lemak : 25.8 gram Karbohidrat : 177.1 gram
Sumber Data : Wawancara & Buku Rekam Medis Pasien

Kesimpulan : Pasien tidak memiliki alergi makan, tidak mengalami masalah


gastroinstestinal serta tidak memiliki gangguan kesehatan mulut. Aktifitas pasien
sebelum masuk rumah sakit yakni bekerja sebagai petani di ladang, pasien
memiliki jumlah jam tidur 9 jam/hari (22.00-06.00). Pasien tidak mengikuti
olahraga apapun serta pasien tidak menyadari bertambah atau berkurangnya berat
badan. Pasien memiliki pola makan pokok 3x/hari dan kebiasaan minum 3
gelas//hari, lauk nabati diolah dengan cara di oseng atau dibacem, lauk hewani
diolah dengan cara digoreng serta sayur diolah dengan cara di urap atau di tumis.
Pasien jarang mengkonsumsi buah serta suka mengkonsumsi teh
(pagi,siang,malam)

A. ANTROPOMETRI

Tabel 5 Antropometri
TB ULNA BBI LILA

159,4 cm 23,5 cm 59 kg 22,5 cm


Sumber Data : Data Primer (pengukuran disesuikan dengan kondisi pasien)

Konversi tinggi badan berdasarkan panjang Ulna (Ilayperuma)

Tinggi badan = 97,252 + 2,645 (Panjang Ulna)

= 97,252 + 2,645 (23,5)

= 159,4 cm
LILA aktual
Status gizi berdasarkan pengukuran %LLA = x 100 %
Nilai standar

22,5
= x 100 %
31,3

= 71% (status gizi kurang)

Tabel 6 Kriteria Gizi Berdasarkan LLA/U


Kriteria Nilai
Obesitas >120% standar
Overweigh 110-120% standar
t
Normal 90-110% standar
Kurang 60-90% standar
Buruk <60% standar
Sumber : Jelliffe and Jelliffe (1989)

Berat Badan Ideal = Tinggi badan – 100

= 159 – 100

= 59 kg

Kesimpulan : Berdasarkan perhitungan status gizi menurut LILA pasien yakni


71% (status gizi kurang)

B. PEMERIKSAAN BIOKIMIA

Tabel 7 Pemeriksaan biokimia


Tanggal Pemeriksaan Nilai Satuan/Nilai Keterangan
Pemeriksaan Biokimia Normal
Leukosit 9.900 4.700-10.300/µl Normal
Trombosit 273.000 150.000-450.000/µl Normal
Urea 25 15-45 mg/dL Normal
Creatinin 0.9 0.6-1.3 mg/dL Normal
24-11-2018
Eritrosit 4.3 4-5 jt/ µl Normal
Kalium 3.4 3.4-5.3 mmol/l Normal
Natrium 138 135-155 mmol/l Normal
Clorida 0,7 0.5-108 mmol/l Normal
Sumber Data : Buku Rekam Medis Pasien
Kesimpulan : Berdasarkan pemeriksaan diketahui pada awal masuk rumah sakit
(MRS) hasil biokimia pasien dalam kategori normal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum : Pasien secara fisik bisa berkomunikasi langsung dengan
kesadaran yang penuh (compos mentis)
2. Vital Sign :

Tabel 8 Vital Sign


Tanggal Vital Sign Nilai Satuan/Nilai Keterangan
Pemeriksaan Normal
Tekanan 110/80 120/80 mmHg Rendah
24-11-2018 darah
(saat masuk rumah Nadi 80 60-100 x/menit Normal
sakit) Suhu 36 36-37 0C Normal
RR 22 20-30 x/menit Normal
Tekanan 120/80 120/80 mmHg Normal
26-11-2018 darah
(saat pengambilan Nadi 84 60-100 x/menit Normal
kasus) Suhu 36 36-37 0C Normal
RR 20 20-30 x/menit Normal
Sumber Data : Buku Rekam Medis Pasien

Kesimpulan : dari hasil pemeriksaan fisik klinis pasien didapatkan data bahwa
pada saat masuk rumah sakit tekanan darah pasien rendah.

D. ASUPAN ZAT GIZI


Hasil Recall 24 jam diet : Rumah sakit (sebelum operasi)
Tanggal : 24-11-2018
Diet RS : Diet makanan biasa
Tabel 9 Asupan zat gizi
Implementasi Energi Protein Lemak KH (g)
Asupan (kcal)
1113.7 (g)
41.6 (g)
27.9 177.6
Standar RS 2164.51 69.27 59.95 354.01
51% 60% 46% 50%
% Asupan/Standar RS
(defisit) (defisit) (defisit) (defisit)
Kebutuhan gizi 2360 88.5 65.5 356.2
47% 47% 42% 49%
% Asupan/Kebutuhan
(defisit) (defisit) (defisit) (defisit)
Sumber Data : Data Primer
Tabel 10 Kategori Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat
Lebih >110 %
Baik 100% - 110%
Cukup 80% - 100%
Kurang 70 % - 80 %
Defisit <70%
Sumber : Supariasa, 2002

Kesimpulan : Didapatkan dari hasil recall 24 jam bahwa asupan energi, protein,
lemak, karbohidrat pasien dalam kategori defisit.

E. TERAPI MEDIS
Tabel 11 Terapi medis
Jenis Obat Fungsi Interaksi Solusi
dengan zat
gizi
NaCl 0.9 % obat yang biasa digunakan untuk Tidak ada Tidak ada
mengganti cairan tubuh yang hilang, interaksi
sebagai pengatur keseimbangan obat dengan
cairan tubuh, mengatur kerja dan zat gizi
fungsi otot jantung, mendukung
metabolisme tubuh, dan merangsang
kerja saraf. Pelarut untuk
injeksi,cairan untuk pembersih luka
Ringer cairan infus yang biasa digunakan Tidak ada Tidak ada
Lactat 500 pada pasien dewasa dan anak-anak interaksi
ml sebagai sumber elektrolit dan air obat dengan
untuk hidrasi. zat gizi
Cefixim antibiotik untuk mengobati berbagai Tidak ada Dapat
Cap 200mg infeksi yang disebabkan oleh interaksi dikonsumsi
bakteri, diantaranya adalah infeksi obat dengan sebelum atau
telinga, bronkitis, radang amandel, zat gizi sesudah
tenggorokan, pneumonia, dan makan..
infeksi saluran kemih.
Na obat yang digunakan untuk Tidak ada Dapat
Diklofenac menghilangkan rasa sakit, mengatasi interaksi dikonsumsi
50mg pembengkakan (inflamasi), dan obat dengan sebelum atau
kekakuan sendi yang disebabkan zat gizi sesudah
oleh peradangan sendi makan..
Sumber Data : Buku Rekam Medis Pasien & Buku Obat dan Interaksi Bahan
Makanan

Kesimpulan : Pasein mendapatkan terapi injeksi NaCl 0,9%, Ringer Lactat 500
ml, Cefixim Cap 200mg serta Na Diklofenac 50mg.
Kesimpulan assesmen gizi: Pasien sudah menderita sakit prostat ± 1 tahun yang
lalu. Pasien datang dengan keluhan sakit di area antara kandung kemih dan penis
dan telah melakukan USG Urologi sehari sebelum masuk rumah sakit.Pasien
didiagnosa oleh dokter menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Status gizi
pasien menurut LILA yakni status gizi kurang (71%). Pasien memiliki pola makan
yang tidak tepat. Pendukunng diagnosa medis pasien yakni adanya hasil USG
urologi
DIAGNOSA GIZI

NI.2.1 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan penurunan nafsu makan
ditandai dengan hasil recall energi 51% (defisit) ,protein 60% (defisit),
lemak 46% (kurang), karbohidrat 50% (defisit).

NC.3.3.1 berat badan kurang (underweight) berkaitan dengan pola makan yang
salah ditandai dengan status gizi menurut LILA sebesar 71% (status gizi
kurang)
INTERVENSI GIZI

A. PLANNING
1. Tujuan Diet :

- Memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dan meningkatkan asupan makan


pasien

- Membantu mencapai berat badan normal

- Menghindari komplikasi akut

- Meningkatan derajat kesehatan keseluruhan melalui gizi yang optimal

2. Syarat/Prinsip Diet :
- Energi tinggi, 40-45 kkal/kg BB
- Protein tinggi, 1,5 gram/kg BB
- Lemak cukup, 10%-25% dari kebutuhan total
- Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total
- Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal
- Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna
- Cairan 1500ml - 2500ml
3. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Perhitungan kebutuhan energi menggunakan Prinsip diet TKTP, Almatsier
(2013) : TEE = 40 kkal/kg BBI

= 40 x 59

= 2360 kkal

Protein = 1,5 gram/kg BBI

= 1,5 x 59

= 88,5 gram

=345 kkal
Lemak = 25% x TEE

= 25% x 2360 kkal

= 590 kkal

= 65,5 gram

Karbohidrat = Energi – (Protein + lemak)

= 2360 kkal – (345 kkal + 590 kkal)

= 1425 kkal

= 356,2 gram

4. Terapi Diet, Cara Pemberian dan Bentuk Makanan

Terapi Diet : Diet TKTP

Bentuk Makanan : M a k a n a n B i a s a

Cara Pemberian : Oral

Pembagian makan:

o Pagi 25% = 25% x 2360 kkal = 590 kkal


o Snack 10% = 10% x 2360 kkal = 236 kkal
o Siang 30% = 30% x 2360 kkal = 708 kkal
o Snack 10% = 10% x 2360 kkal = 236 kkal
o Malam 25% = 25% x 2360 kkal = 590 kkal
5. Rencana Monitoring dan Evaluasi

Tabel 12 Rencana Monitoring dan Evaluasi


Yang diukur Pengukuran/waktu Target

Antropometri Tidak ada Tidak ada Tidak ada


pengukuran pengukuran
antropometri antropometri

Biokimia - - -
Fisik klinik Tekanan darah, Melihat Buku Tekanan darah,
nadi, RR, suhu Rekam Medis Pasien nadi,RR dan suhu tetap
serta rasa nyeri normal dan rasa nyeri
(Setiap hari) berangsur hilang

Asupan zat Asupan Energi, Pengamatan melalui pasien menghabiskan


gizi protein, lemak, hasil recall ≥80% diet yang
karbohidrat diberikan
(Setiap hari)

6. Rencana Konsultasi Gizi


a. Masalah gizi : Berat badan kurang, Asupan oral inadekuat, pola makan
yang salah

b . Tujuan :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang diet TKTP
(Tinggi Kalori Tinggi Protein).
- Memberikan edukasi tentang pembagian makan dan minum sehari

- Memberikan edukasi terkait makanan yang dianjurkan, dibatasi dan


dihindari

c. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien

Tanggal/Waktu : 29 November 2018 / 15 menit

Tempat : Ruang Cempaka kamar 13

Media : Leaflet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)


d. Materi konseling gizi :
- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya pengaturan
makan dan minum sehari.
- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai TKTP
(pengertian, tujuan diet, syarat diet, pengaturan pola makan dan
pemilihan makanan yang dianjurkan dan dihindari).
- Edukasi dan penjelasan kepada pasien terkait diet yang diberikan, yaitu
diet TKTP.
-
7. Bentuk Motivasi dan Dukungan yang Diberikan Kepada Pasien

Adapun bentuk motivasi yang dilakukan, yaitu :

a. Memberikan motivasi pada pasien untuk mau mengkonsumsi makanan


diet yang disajikan dan minum yang cukup.
b. Memberikan konseling gizi terkait masalah gizi (berat badan kurang)
yang dialami pasien.
B. IMPLEMENTASI
1. Kajian Diet Rumah Sakit

Jenis Diet : Diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)


Bentuk Makanan : Makanan Biasa
Cara Pemberian : Oral
Frekuensi : 3 x makanan utama, 2 kali selingan
2. Rekomendasi Diet

Tabel 13 Rekomendasi Diet


WAKTU STANDAR DIET RS REKOMENDASI DIET
Makan pagi Nasi biasa @100gram Nasi biasa @100gram
Lauk hewani @50gram Lauk hewani @50gram
Lauk nabati @25gram Lauk nabati @25gram
Sayur @100gram Sayur @100gram
Selingan Teh manis @200cc Teh manis @200cc
Snack 1ps Snack 1ps

Makan siang Nasi biasa @200gram Nasi biasa @200gram


Lauk hewani @50 gram Lauk hewani @50gram
Lauk hewani @50gram Telur @50gram
Lauk nabati @25gram Lauk nabati @25gram
Sayur @100gram Sayur @100gram
Buah @100gram Buah @100gram
Selingan Susu 200cc Teh manis @200cc
Snack 1ps Snack @1ps
Makan Nasi biasa @150gram Nasi biasa @150gram
malam Lauk hewani @50gram Lauk hewani @50gram
Lauk hewani @50gram Telur @50gram
Lauk nabati @25gram Lauk nabati @25gram
Sayur @100gram Sayur @100gram
Nilai Gizi Energi: 2497,56 kkal (105,%) Energi: 2372 kkal (100,5%)
Protein : 88.90 gram (100,1%) Protein : 91.4 gram (103%)
Lemak : 73.50 gram (110%) Lemak : 65.4 gram (99%)
Karbohidrat : 385.86 gram Karbohidrat : 377.5 gram (105%)
(108%)

3. Penerapan Diet Berdasarkan Rekomendasi

Jenis Diet : Diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Portein)

Bentuk Makanan : Makanan Biasa

Cara Pemberian : Oral

Frekuensi : 3 x makanan utama, 2 kali selingan

4. Penerapan Konsultasi Gizi


Hari terakhir pengambilan kasus dilakukan konseling gizi dengan uraian
sebagai berikut :
a. Waktu : Tanggal 29 November 2018, Pukul 13.00 WIB
b. Tempat : Di bangsal Cempaka No.13
c. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
d. Media :Leaflet dit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) dan leaflet
daftar penukar bahan makanan

e . Tujuan :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang diet
TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).
- Memberikan edukasi tentang pembagian makan dan minum sehari

- Memberikan edukasi terkait makanan yang dianjurkan, dibatasi dan


dihindari
f. Pelaksanaan :
Tahap awal konseling, yaitu perkenalan mahasiswa serta
penyampaian maksud dan tujuan konseling. Kemudian disampaikan
penerapan konseling dengan topik diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein) yang dilaksanakan hari kamis tanggal 29 November 2018
dengan sasaran pasien Tn.S beserta keluarganya. Masalah gizi yang
dialami pasien yaitu, Berat badan kurang, asupan oral inadekuat,
perubahan nilai lab terkait gizi, pola makan yang kurang tepat. Materi
yang diberikan pada pasien dan keluarga pasien, yaitu penjelasan
pengertian, tujuan diet, syarat diet, pengaturan pola makan dan minum
serta pemilihan makanan yang dianjurkan dan dihindari. Setelah
dilakukan konseling gizi, dilakukan evaluasi dengan cara menanyakan
kembali informasi yang sudah diberikan kepada keluarga pasien.
Melalui pertanyaan tersebut pasien dan keluarga pasien merespon
dengan memberikan jawaban yang baik terkait informasi yang
diberikan serta pasien memberikan umpan balik berupa pertanyaan
terkait diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein). Pertanyaan tersebut
berupa apakah bahan makanan apakah boleh mengkonsumsi tomat
dan mengkonsumsi hanya putih telur saja dan berapa banyak
konsumsi air minum per hari.
BAB II

DASAR TEORI

A. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


1. Definisi
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat
jinak, kondisi yang terjadi apabila kelenjar prostat pada pria membesar.
Kelenjar prostat adalah kelenjar yang berbentuk seperti kacang kenari
yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pria. Kelenjar prostat
berperan dalam menghasilkan cairan yang penting untuk kesuburan laki-
laki, serta memiliki 2 periode pertumbuhan utama (Lika,2017).
Periode pertama terjadi saat pubertas dan periode kedua mulai pada
sekitar usia 25 tahun. Benign prostatic hyperplasia biasanya terjadi pada
fase pertumbuhan kedua. Kelenjar prostat mengelilingi uretra, saluran
yang menghantarkan urin dari kandung kemih ke luar tubuh. Apabila
kelenjar prostat membesar, uretra dapat menyempit, menyebabkan dinding
kandung kemih menebal. Dengan berjalannya waktu, dinding kandung
kemih dapat melemah dan kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan
seluruh urin dari kandung kemih. Hal ini dapat menyebabkan masalah
urinasi, seperti inkontinensia urinasi, yaitu kondisi yang membuat
kehilangan kendali terhadap kandung kemih (Lika,2017).
2. Tanda dan Gejala
Gejala umum dari benign prostatic hyperplasia adalah (Lika,2017):

- Kesulitan memulai aliran urin saat buang air kecil, atau kesulitan
menghentikan aliran urin saat buang air kecil (menetes)
- Merasa ingin buang air kecil, terutama pada malam hari
- Aliran urin yang lemah
- Merasa kandung kemih belum sepenuhnya kosong setelah buang air
kecil
- Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih, seperti perasaan ingin
buang air kecil setelah buang air kecil, atau memiliki rasa sakit saat
buang air kecil
- Kesulitan dalam menampung air kencing, seperti bangun pada malam
hari untuk buang air kecil, sering buang air kecil, tiba-tiba tidak
tertahankan untuk buang air kecil.

3. Faktor-Faktor Resiko
faktor yang meningkatkan risiko terkena benign prostatic hyperplasia,
yaitu (Lika,2017):

- Usia. Diketahui bahwa pria di bawah 40 tahun jarang mengalami


gejala yang disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat, di mana
sekitar 1/3 pria mengalami gejala sedang hingga parah di usia 60
tahun, dan sekitar 50% pada usia 80 tahun.
- Sejarah keluarga. Jika seseorang di keluarga memiliki penyakit ini,
maka anak akan memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita
penyakit yang sama.
- Latar belakang etnis. Pria ras kulit putih (kaukasia) dan ras kulit hitam
memiliki risiko pembesaran kelenjar prostat yang lebih besar. Pria
berkulit hitam dapat mengalami gejala lebih awal dari pria berkulit
putih.
- Kondisi kesehatan. Risiko dapat meningkat jika memiliki diabetes tipe
2, penyakit jantung, penyakit peredaran darah, atau penggunaan beta
blockers (obat darah tinggi dan detak jantung yang cepat).
- Disfungsi ereksi. Juga dikenal dengan sebutan impotensi, yaitu ketidak
mampuan untuk menahan ereksi. Hal ini dapat meningkatkan risiko
benign prostatic hyperplasia.
- Gaya hidup. Obesitas atau gaya hidup tidak aktif dapat meningkatkan
risiko benign prostatic hyperplasia. Penting untuk aktif secara fisik.
4. Diagnosis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Dokter akan mendiagnosis benign prostatic hyperplasia dengan melihat


gejala, kondisi kesehatan sebelumnya, dan pemeriksaan fisik. Tes lainnya
dapat meliputi (Lika,2017):

- Digital rectal exam. Dokter akan memeriksa ukuran prostat dengan


memasukkan jari ke dalam rektum.
- Tes urin. Dokter akan menganalisa urin untuk melihat adanya
kemungkinan infeksi.
- Tes darah. Tes darah dapat menunjukkan masalah yang terkait ginjal.
- Tes darah prostate-specific antigen (PSA). PSA adalah zat yang
dihasilkan prostat. Apabila kadar PSA pada darah tinggi, hal ini
mengindikasikan bahwa prostat membesar.
- Pemeriksaan neurologis. Tes ini dapat memeriksa fungsi otak dan
sistem saraf untuk mengeliminasi kemungkinan penyebab lainnya.
- Sistoskopi. Alat kecil dan fleksibel yang disebut sistoskop dimasukkan
ke dalam uretra, agar dokter dapat melihat bagian dalam uretra dan
kandung kemih.
- Biopsi. Dokter dapat memeriksa sampel prostat untuk mendeteksi
adanya sel kanker yang dapat menjadi kanker prostat.
- Tes urodinamik. Rangkaian tes yang melihat seberapa baik uretra dan
kandung kemih menampung dan mengeluarkan urin.
- Transrectal ultrasound. Perangkat yang disebut transducer
mengeluarkan gelombang suara yang aman dan tanpa rasa sakit untuk
menghasilkan gambar dari struktur organ. Ultrasound ini dapat
mendeteksi adanya kelainan pada prostat.
B. Tatalaksana Terapi Diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)
1. Definisi Diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) adalah diet yang


mengandung energy dan protein tinggi diatas kebutuhan normal. Diet
diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber
protein tinggi seperti susu, telur, daging atau dalam bentuk minuman
enteral. Diet ini diberikan pada pasien yang telah mempunyai cukup nafsu
makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier,2006).

2. Tujuan Diit

- Memenuhi kebutuhan energy dan protein yang meningkat untuk


mencegah dan mengurangi kerusakan jeringan tubuh

- Menambah berat badan sehingga mencapai berat badan normal

3. Syarat Diit

- Energi tinggi, 40-45 kkal/kg BB

- Protein tinggi, 2,0-2,5 gram kg BB

- Lemak cukup, 10%-25% dari kebutuhan total

- Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total

- Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal

- Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna

4. Macam Diit dan Indikasi Pemberian

Diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) diberikan kepada pasien


(Almatsier,2006):

- Kurang Energi Protein (KEP)


- Sebelum dan setelah operasi tertentu, multi trauma, serta selama
radioterapi dan kemoterapi
- Luka bakar berat dan baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi
- Hiperteroid, hamil dan post-partum dimana kebutuhan energi dan
protein meningkat
Menurut keadaan, pasien dapat diberikan salah satu dari dua macam
diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) seperti :
- Diit Tinggi Kalori Tinggi Protein I (TKTP I)
Energi : 2600 kkal, Protein : 100 (2 gram/kg BB)
- Diit Tinggi Kalori Tinggi Protein II (TKTP II)
Energi : 3000 kkal, Protein : 125 gram (2,5 gram/kg BB)
BAB III

PEMBAHASAN

A. Monitoring, Evaluasi, dan Tindak Lanjut

Penyakit : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


MONITORING DAN EVALUASI KESIMPULAN & TINDAK LANJUT
TGL Diagnosis (ASSESMEN, DIAGNOSIS GIZI,
Antropometri Biokimia Fisik dan klinis Asupan INTERVENSI GIZI
26-11-2018 Pengukuran : TD ; 110/80 mmHg Asupan recall 24 jam sebelum A : Diketahui status gizi berdasarkan LILA
Benign Prostatic Leukosit : 9.900/µl
(saat -Lila = 22,5 cm (rendah) operasi (24-11-2018): termasuk dalam kategori status gizi
Hyperplasia (BPH) (normal)
pengambilan -Ulna = 23,5 cm kurang (71%)
kasus) Trombosit : 273.000/ µl RR : 20 (normal) Energi :8886.2 kkal (51%, B : Berdasarkan data biokimia leukosit,
Pemeriksaan penunjang
Pengukuran estimasi : (normal) kategori defisit) trombosit, urea, creatinin, eritrosit,
: USG Urologi
TB = 159,4 cm Suhu : 36 (normal) kalium, natrium, clorida pasien dalam
Urea ; 25 mg/dl (normal) Protein :35.7 gram (60%, kategori normal
Terapi obat :
BBI = 59 kg Creatinin : 0,9 mg/dl Nadi : 84 (normal) kategori defisit) C : Fisik dan klinis pasien menunjukkan
Injeksi NaCl 0.9% Status gizi = 71% (kurang) (normal) tekanan darah pasien normal yaitu
Lemak : 27.2 gram (46%, 120/80 mmHg, serta RR 20x/menit
Injeksi Ringer Lactat Eritrosit : 4.3 jt/ µl Rasa nyeri pada area kategori defisit) yang terggolong normal, suhu normal
500 ml (normal) (36 0C) dan nadi normal (84x/menit)
antara penis dan
Cefixim cap 200mg Kalium : 3.4 mmol/l kantung kemih Kh : 129.7 gram (50% , serta rasa nyeri pada area antara penis
(normal) kategori defisit) dan kantung kemih
Na Diklofenar 50mg D : Asupan energi, protein, lemak,
Natrium : 138 mmol.l karbohidrat pasien dalam kategori
(normal) defisit
Clorida : 0.7 mmol/l Diagnosis Gizi :
(normal) NC.3.3.1 berat badan kurang (underweight)
berkaitan dengan pola makan yang
kurang tepat ditandai dengan status
gizi menurut
NI.2.1 Asupan oral tidakLILA yakni
adekuat 71%
berkaitan
dengan gangguan dalam
mengunyah ditandai dengan hasil
recall energi 51% (defisit) , protein
60%(defisit), lemak 46% (kurang)
karbohidrat 50% (defisit).
27-11-2018 Tidak adanya pengukuran TD : 120/80 Asupan recall 24 jam: A : Tidak adanya pengukuran antropometri
Benign Prostatic Tidak adanya
(implementasi antropometri (normal) Energi : 2009,6 kkal (92%, B: Tidak adanya pemeriksaan laboratorium
Hyperplasia (BPH) pemeriksaan laboratorium
hari ke-1) kategori cukup) C:Berdasarkan fisik klinis pasien,
Suhu : 36 0C menunjukkan TD 120/80 mmHg
Terapi obat :
(normal) Protein : 68.7 gram (85%, (normal), suhu 36 0C (normal), nadi
Injeksi Ringer Lactat kategori cukup) 80x/menit (normal), RR 26x/menit
500 ml Nadi :80x/menit (normal)
(normal) Lemak : 55.3 gram (88%, D : Asupan energy, protein, lemak dan
Cefixim cap 200mg kategori cukup) karbohidrat pasien dalam kategori
Na Diklofenar 50mg RR : 26x/menit cukup
(normal) Kh : 358.3 gram (96%,
kategori cukup) Diagnosisi gizi :
Rasa nyeri pada area
bekas operasi NC.3.3.1 berat badan kurang (underweight)
berkaitan dengan pola makan yang
kurang tepat ditandai dengan status
gizi menurut LILA yakni 71%
(berat badan kurang)
28-11-2018 Tidak adanya pengukuran TD : 120/80 mmHg Asupan recall 24 jam: A : Tidak adanya pengukuran antropometri
Benign Prostatic Tidak adanya
(implementasi antropometri (normal) Energi :2274.64 kkal (91%, B: Tidak adanya pemeriksaan laboratorium
Hyperplasia (BPH) pemeriksaan laboratorium
hari ke-2) kategori cukup) C:Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
Rasa nyeri pada area klinis tekanan darah pasien dalam
Terapi obat :
operasi sudah mulai Protein : 81.4 gram (95%, kategori normal (120/80 mmHg) serta
Injeksi Ringer Lactat berkurang kategori cukup) rasa nyeri pada area bekas operasi
500 ml sudah mulai berkurang
Lemak : 59.9 gram (84%, D:Asupan energi, protein, lemak, dalam
Cefixim cap 200mg kategori cukup) kategori cukup dan karbohidrat pasien
Na Diklofenar 50mg dalam kategori baik
Kh : 338.5 gram (99% ,
kategori cukup)
Diagnosisi gizi :

NC.3.3.1 berat badan kurang


(underweight) berkaitan dengan pola
makan yang kurang tepat ditandai
dengan status gizi menurut LILA yakni
71% (berat badan kurang)
29-11-2018 Tidak adanya pengukuran TD :120/80 mmHg Asupan recall 24 jam: A : Tidak adanya pengukuran antropometri
Benign Prostatic Tidak adanya
(implementasi antropometri (normal) Energi : 2359.0 kkal (99%, B: Tidak adanya pemeriksaan laboratorium
Hyperplasia (BPH) pemeriksaan laboratorium
hari ke-3) kategori cukup) C:Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
Sudah tidak terasa klinis tekanan darah pasien dalam
Terapi obat :
nyeri pada area Protein : 91.4 gram (100%, kategori normal (120/80 mmHg) serta
Injeksi Ringer Lactat bekas operasi kategori baik) rasa nyeri pada area bekas sudah tidak
500 ml terasa
Lemak : 65,4 gram (100%, D:Asupan energy cukup, protein, lemak,
Na Diklofenar 50mg kategori baik) dalam kategori baik dan karbohidrat
pasien dalam kategori cukup
Kh : 372.8 gram (99% ,
kategori cukup) Diagnosisi gizi :

NC.3.3.1 berat badan kurang


(underweight) berkaitan dengan pola
makan yang kurang tepat ditandai
dengan status gizi menurut LILA yakni
71% (berat badan kurang)
PEMBAHASAN

Dihadapkan pada pasien Tn.S berusia 73 tahun dengan diagnosa BPH


(Benign Prostatic Hyperplasia). Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sakit
di area antara kandung kemih dan penis. Pasien mengaku suka menahan hasrat
buang air kecil. Pasien sudah menderita sakit prostat ±1 tahun yang lalu. Pasien
memiliki gangguan dalam mengunyah namun masih memiliki gigi yang lengkap.
Sebelum masuk rumah sakit pasien bekerja sebagai petani dengan jumlah jam
tidur 9 jam/hari. Pasien tidak mengikuti jenis olahraga apapun serta pasien tidak
menyadari bertambah atau berkurangnya berat badan.

1. Antropometri
Pada hari pertama kasus dilakukan pengukuran antropometri pada
pasien yang meliputi pengukuran LILA dan ULNA. Berat badan pasien tidak
diukur karena posisi pasien yang tidak memungkinkan dan dalam keadaan
bedrest. Berdasarkan pengukuran ulna diketahui tinggi badan estimasi pasien
yaitu 159,4 cm sedangkan status gizi dihitung menggunakan estimasi LLA/U
yang diperoleh hasil yaitu 71%. Diketahui dari hasil pengukuran tersebut
status gizi pasien termasuk dalam kategori status gizi kurang. Selama
pengambilan kasus hanya dilakukan pengukuran antropometri diawal kasus,
dan hingga dilakukan intervensi hari ke tiga tidak dilakukan pengukuran
antropometri kembali.
2. Biokimia

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien pada hari pertama


masuk rumah sakit tanggal 24 November 2018 diketahui kadar biokimia
leukosit, trombosit, urea, creatinin, eritrosit, kalium, natrium, clorida pasien
dalam kategori normal.Pada hari pertama hingga hari ketiga intervensi tidak
adanya perlakuan pemeriksaan biokimia pasien.

3. Fisik Klinis

Tanda fisik klinis yang diamati adalah vital sign yang meliputi tanda
gejala fisik dan fungsi gastrointestinal sedangkan tanda klinis yang diamati
meliputi tekanan darah, detak nadi, suhu dan respirasi pasien. Berdasarkan
pengkajian klinis diketahui sebagai berikut :

Tabel 14 Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan 24-11-2018 27-11-2018 28-11-2018 29-11-2018
(MRS) (intervensi 1) (intervensi 2) (intervensi 2)
Tekanan 110/80 mmHg 120/80 mmHg 120/80 mmHg 120/80 mmHg
Darah (rendah) (normal) (normal) (normal)
Suhu 36 0C 36 0C Tidak adanya Tidak adanya
(normal) (normal) pemeriksaan pemeriksaan
Nadi 84 x/menit 80x/menit Tidak adanya Tidak adanya
(normal) (normal) pemeriksaan pemeriksaan
RR 20x/menit 26x/menit Tidak adanya Tidak adanya
(normal) (normal) pemeriksaan pemeriksaan
Pada saat masuk rumah sakit (MRS) diketahui tekanan darah dalam
kategori rendah sedangkan suhu, nadi dan respirasi pasien dalam kategori
normal. Pada intervensi hari pertama dilakukan pemeriksaan klinis dan
diketahui tekanan darah berubah menjadi normal serta suhu, nadi dan
respirasi pasien tetap dalam keadaan normal. Pada intervensi kedua dan
ketiga tekanan darah pasien tetap dalam katagori normal yakni 120/80 mmHg
sedangkan suhu, nadi dan respirasi rate (RR) tidak adanya pemeriksaan.

Pengkajian vital sign diperoleh keadaan umum pasien dari awal masuk
rumah sakit, intervensi hari peratama hingga akhir intervensi hari ketiga
dalam keadaan compos mentis, sadar, dapat berbicara normal. Pasien tidak
memiliki masalah gastrointestinal.

Pada saat masuk rumah sakit, sebelum dilakukannya operasi pasien


merasakan nyeri diarea antara kandung kemih dan penis. Pada intervensi hari
pertama pasien merasakan nyeri diarea bekas operasi, sedangkan pada hari
kedua rasa nyeri diarea bekas operasi masih terasa namun sudah berangsur-
angsur hilang. Intervensi hari ketiga rasa nyeri pada area bekas operasi sudah
tidak terasa lagi.
4. Dietary/Asupan Makan

Dari data pengkajian diketahui hasil asupan pasien saat masuk rumah
sakit pasien sebelum melakukan operasi yang dibandingkan dengan standar
makanan rumah sakit yakni energi 51% (defisit), protein 60% (defisit), lemak
46% (defisit), karbohidrat 50% (defisit). Hal tersebut terjadi karena pasien
tidak nafsu makan dikarenakn psikologis pasien yang menahan nyeri diarea
antara kandung kemih dan penis.

Tabel 15 Data Asupan Pasien Selama Intervensi


24-11-2018 27-11-2018 28-11-2018 29-11-2018
(Post Operasi) (intervensi ke-1) (intervensi ke-2) (intervensi ke-3)
51% 92% 91% 99%
Energi
(asupan defisit) (asupan cukup) (asupan cukup) (asupan cukup)
Protei 60% 85% 95% 100%
n (asupan defisit) (asupan cukup) (asupan cukup) (asupan baik)
46% 88% 84% 100%
Lemak
(asupan defisit) (asupan cukup) (asupan cukup) (asupan baik)
50% 96% 99% 99%
KH
(asupan defisit) (asupan baik) (asupan cukup) (asupan cukup)

Tabel 16 Kategori Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat


Lebih >110 %
Baik 100% - 110%
Cukup 80% - 100%
Kurang 70 % - 80 %
Defisit <70%
Sumber : Supariasa, 2002

Hari pertama intervensi, diberikan berupa diet gizi seimbang dengan


bentuk makanan biasa yang diberikan melalui oral dengan frekuensi 3 kali
makan utama dan 2 kali selingan. Tujuan diet pada intervensi hari pertama
yakni untuk meningkatkan nafsu makan pasien, jika nafsu makan pasien
sudah meningkat maka diit yang diberikan ditingkatkan menjadi diit TKTP
(TInggi Kalori Tinggi Protein), selain itu ketika pemberian makanan langsung
kepada pasien diselingi dengan edukasi dan motivasi agar pasien
menghabiskan diit yang diberikan guna mempercepat kesembuhan. Dihari
intervensi pertama pasien menghabiskan diit ≥80% dari diit yang diberikan.
Hal tersebut menandakan bahwa nafsu makan pasien sudah meningkat dan
bisa diberikan diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) pada intervensi hari
kedua. Asupan pada intervensi hari pertama yang dibandingkan dengan
kebutuhan pasien yakni yakni energi 92% (cukup), protein 85% (cukup),
lemak 88% (cukup), karbohidrat 96% (cukup)

Pada intervensi hari kedua diit pasien sudah mulai ditingkatkan menjadi
diit TKTP dengan bentuk makanan biasa yang diberikan melalui oral dengan
frekuensi 3 kali makan utama dan 2 kali selingan. Peningkatan diit dilakukan
karena pasien sudah mulai menghabiskan ≥80% diit yang diberikan dilihat
dari diit pada intervensi hari pertama. Diit TKTP diberikan dalam bentuk
makanan biasa pada pasien yang telah mempunyai cukup nafsu makan dan
dapat menerima makanan lengkap dengan tujuan mencegah dan mengurangi
kerusakan jaringan tubuh pasca operasi dan membantu meningkatkan berat
badan pasien mencapai normal (Almatsier, 2013). Pada intervensi hari kedua
pasien menghabiskan ≥80% diit yang diberikan, pasien tidak menghabiskan
lauk hewani (ayam goreng) pada menu pagi hari dengan alasan tekstur ayam
dirasa keras oleh pasien. Asupan pasien pada intervensi hari ke dua yang
dibandingkan dengan kebutuhan pasien yaitu energi 91% (kategori cukup),
protein 95% (kategori cukup), lemak 84% (kategori cukup) dan karbohidrat
99% (kategori cukup).

Intervensi hari ketiga pasien masih tetap diberikan diit TKTP dengan
bentuk makanan biasa diberikan melalui oral dengan frekuensi 3 kali makan
utama dan 2 kali selingan. Pada intervensi hari ketiga pasien menghabiskan
≥80% diit yang diberikan. Saat pemberian diit dilakukan edukasi kepada
keluarga pasien mengenai cara memodifikasi makanan seperti ayam untuk
dicincang atau disuwir kecil-kecil agar mudah dikonsumsi oleh pasien dengan
tidak memberatkan proses mengunyah makanan. Asupan pasien pada
intervensi hari ketiga dalam kategori baik, hasil asupan dibandingkan dengan
kebutuhan pasien pada intervensi hari ke tiga yaitu energi 99% (cukup),
protein 100% (baik), lemak 100% (baik), karbohidrat 99% (cukup).

Dapat disimpulkan asupan pasien dari saat masuk rumah sakit hingga
dilakukannya intervensi selama 3 hari terjadi peningkatan secara signifikan.
Hal tersebut menandakan bahwa pasien mampu menerima diit yang
diberikan.

5. Diagnosa Gizi

Selama studi kasus tidak terjadi perubahan diagnosa medis oleh dokter.
Sedangkan pada diagnosa gizi terjadi perubahan, pada awal pengambilan
kasus diagnosa gizi pada pasien yakni :

NI.2.1 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan penurunan nafsu makan
ditandai dengan hasil recall energi 51% (defisit), protein 60% (defisit),
lemak 46% (defisit), karbohidrat 50% (defisit).

NC.3.3.1 berat badan kurang (underweight) berkaitan dengan pola makan


yang kurang tepat ditandai dengan status gizi menurut LILA sebesar 71%
(status gizi kurang)

Pada intervensi hari pertama terjadi perubahan diagnosa gizi,


dikarenakan asupan pasien sudah meningkat dan tidak adanya data
laboratorium terbaru sehingga diagnosa gizi pasien menjadi :

NC.3.3.1 berat badan kurang (underweight) berkaitan dengan pola makan


yang kurang tepat ditandai dengan status gizi menurut LILA yakni 71%
(berat badan kurang)

Pada intervensi hari kedua dan ketiga tidak terjadi perubahan diagnosa
gizi, jadi dapat disimpulkan diagnosa gizi pada intervensi hari kedua dan
ketiga tetap sama dengan diagnosa pada intervensi hari pertama.
6. Konsultasi Gizi

Konsultasi gizi diberikan pada intervensi hari ketiga. Konsultasi


difokuskan kepada pasien dan keluarga pasien. Materi yang diberikan pada
pasien dan keluarga pasien, yaitu penjelasan pengertian, tujuan diet, syarat
diet, pengaturan pola makan dan minum serta pemilihan makanan yang
dianjurkan dan dihindari. Setelah dilakukan konseling gizi, dilakukan
evaluasi dengan cara menanyakan kembali informasi yang sudah diberikan
kepada keluarga pasien. Melalui pertanyaan tersebut pasien dan keluarga
pasien merespon dengan memberikan jawaban yang baik terkait informasi
yang diberikan serta pasien memberikan umpan balik berupa pertanyaan
terkait diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein). Pertanyaan tersebut berupa
apakah bahan makanan apakah boleh mengkonsumsi tomat dan
mengkonsumsi hanya putih telur saja dan berapa banyak konsumsi air minum
per hari.

7. Tela’ah Jurnal
a. Jurnal bahan makanan terkait pengurangan resiko penyakit prostat

Judul Pengaruh Tomat (Solanum lycopersicum) dalam Pengurangan


Resiko Karsinoma Prostat
Peneliti Novaldy,Rekha (2016)
Latar Penyakit kanker prostat merupakan penyebab kematian terbesar
belakang kedua, khususnya bagi laki-laki didaerah Amerika Serikat. Data
Globocan tahun 2008 menunjukan kanker prostat di Indonesia
menempati urutan ke 5. tomat dan produk tomat dianggap
paling mungkin dalam memenuhi nutrisi dan berbagai
phytochemical atau bahan-bahan kimia dari tumbuhan yang
diperlukan oleh manusia. Selain itu produk tomat merupakan
sumber dari potasium, folat serta vitamin A, C, dan E. Jika
dibandingkan dengan sayuran lain yang dikonsumsi secara
teratur, hanya wortel yangmemiliki kandungan vitamin A lebih
banyak dari tomat. Dalam tomat juga terkandung serat, dimana
serat merupakan komponen makanan lain yang telah
dihubungkan dengan penurunan risiko kanker
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
penaruh Tomat (Solanum lycopersicum) dalam Pengurangan
Resiko Karsinoma Prostat
Hasil Buah tomat dapat menurunkan risiko kanker prostat, dimana
tomat yang diolah terlebih dulu mempunyai khasiat yang lebih
baik. Hal ini karena likopen yang dikeluarkan lebih banyak.
Likopen akan lebih mudah keluar dari sel-sel buah dan lebih
mudah larut jika dimasak. Likopen adalah zat karotenoid yang
didapat pada konsentrasi tinggi dalam tomat dan merupakan
suatu antioksidan yang kuat. Meskipun banyak phytocemical
lain pada tomat seperti potasium, folat serta vitamin A, C, dan
E yang ikut berperan dalam menurunkan risiko kanker prostat,
namun likopenlah yang dianggap paling berperan. Apabila
tomat dimasak maka kandungan likopennya akan meningkat.
Beberapa mekanisme kerja yang potensial sudah diidentifikasi
untuk pytochemical tomat, meliputi potensial antioksidan,
pengaturan dari IGF-1, menghambat kemajuan dari siklus sel,
meningkatkan formasi dari gap junction. Kombinasi dari
mekanisme ini bertanggung jawab terhadap efek antikanker
dari phytocemical tomat.

b. Jurnal mengenai terapi Farmokologis dan penyakit Prostat

Judul jurnal Terapi Farmakologis Hiperplasia Prostat Jinak


Penulis Roveny (2016)
Latar belakang Hiperplasia prostat jinak merupakan diagnosis histologis
proliferasi otot polos dan epitel di zona transisional
prostat yang bermanifestasi gejala saluran kemih bagian
bawah. Terapi farmakologi dipertimbangkan pada
pasien tnpa kontradiksi dengan keluhan sedang hingga
berat. Tujuan terapi adalah memperbaiki keluhan,
mengurangi progresivitas atau keduanya. Empat
golongan obat yang menjadi pilihan adalah penghambat
reseptor α-adrenergik, inhibitor 5α-reduktase, anti
muskarinik dan inhibitor 5-fosfadiesterase.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terapi
farmakologis pada hyperplasia prostat
Hiperplasia Prostat Hiperplasia prostat jinak merupakan diagnosis histoogis
Jinak proliferasi otot polos dan epitel di zona transisional yang
terjadi sejalan dengan penuaan. Sebagaian pria dengan
pembesaran prostat dengan temuan histologis
hyperplasia prostat jinak tidak mengeluhkan gejala
apapun. ()% pria berusia 80-an cenderung mengalami
low urinary tract symptoms (LUTS) atau symptom
saluran kemih bagian bawah. LUTS dibagi menjadi dua
bagian yaitu symptom penyimpanan dan symptom
perkemihan. Symptom penyimpanan terdiri dari
frekuensi, nokturia, dan urgensi sedangkan symptom
perkemihan meliputi perasaan tidak puas setelah kemih,
intermiten, mengedan saat berkemih dan pancaran urin
lemah. Tujuan utama penatalaksanaan adalah
mengurangi gejala LUTS akibat pembesaran prostat.
Penangan konservatif (observasi) dianjurkan untuk
penderita hyperplasia prostat jinak tanpa keluhan atau
dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu.
Penanganan konservatif meliputi penilaian ulang setiap
tahun, pemeriksaan fisik dan penggalian riwayat
penyakit, dilakukan untuk menentukan kebutuhan terapi
farmakologis atau prosedur intervensi. Keadaan yang
menuntut terapi intervensi segera yaitu apabila
hyperplasia prostat jinak disertai gangguan ginjal akibat
resistensi urin, kandung kemih, retensi urin persinten
atau rekuren, serta infeksi saluran kemih kronik. Terapi
intervensi dimulai dari terapi minimal invasive seperti
Transurethal Needle Ablation (TUNA) dan
Transurethal Microwave Thermatherapy (TUMT)
ataupun terapi operatif seperti prostatektomi terbuka,
Transurethral Incision Of The Prostate (TUIP),
Transurethral Vaporization Of The Prostate (TUVP)
dan Transurethal Resection Of The Prostate (TURP)
Patofisiologi Perubahan hormonal dan vaskuler baik sistemik maupun
lokal serta mekanisme inflamasi prostatic yang
menstimulasi proliferasi seluler merupakan salah satu
penyebabnya. Penurunan testosterone dalam sirkulasi
darah seiring penuaan, produksi dan akumulasi
dihidrotestosteron di prostat tetap terjadi. Akumulasi
memacu pertumbuhan sel prostate kearah hyperplasia,
dimana kekurangan enzim 5α-reduktase serta proses
kastrasi pada pria menyebabkan atrofil glandular prostat
sekaligus berkurangnya LUTS. Saat tidak berkemih otot
detrusor kandung kemih akan berelaksasi. Sementara
pada saat berkemih, otot detrusor berkontraksi untuk
melawan resistensi di pintu keluar kandung kemih.
Sesuai letak anatomisnya, hyperplasia prostat jinak yang
disertai pembesaran prostat dapat menyababkan
obstruksi statis pintu keluar kandung kemih.
Terapi Golongan obat yang menjadi penghambat reseptor 5α-
Farmakologis reduktase, antimuskaranik dan inhibitor 5-
fosfodiesterase yang diberikan tunggal maupun
kombinasi. Obat-obat tersebut bekerja mengurangi
progresivitas penyakit termasuk keluhan LUTS.

c. Jurnal Mengenai Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Benign Prostate


Hyperplasia

Judul Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Benign Prostate


Hyperplasia
Peneliti Setyawan Bagus, Ismael Saleh, Iskandar Arfan (2016)
Latar Belakang Faktor resiko diduga sebagai penyebab terjadinya BPH
adalah aktifitas fitisberolahraga, aktif berolahraga dapat
menurunkan kadar dehidrotestosteron sehingga dapat
memperkecil resiko gangguan prostat, selain itu berolahraga
akan mengkontrol berat badan agar otot lunak yang
melingkari prostat tetap stabil. Faktor resiko lain diduga
sebagai penyebab terjadinya BPH (Benign Prostate
Hyperplasia) adalah minuman beralkohol. Konsumsi alcohol
dapat menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat. Prostat menggunakan zink
10 kali lipat dibandingkan dengan organ lain. Zink
membantu mengurangi kandungan prolactin di dalam darah.
Prolactin meningkatkan penukaran hormone testosterone
kepada DHT. Faktor lain diduga sebagai penyebab terjadinya
BPH adalah perilaku merokok. Kandungan nikotin dapat
meningkatkan kadar enzim perusak androgen sehingga
menyebabkan penurunan kadar testosterone, menurunnya
kadar testosterone dapat menyebabkan pembesaran prostat.
Metode  Penelitian ini dilakukan di klinik Urologi RSUD
Penelitian Dr.Soedarso Pontianak
 Teknik pengambilan sampel menggunakan Accidenta
samping
 Anaisis data menggunakan analisi univariat dan bivariate
diuji secara statistic uji t-independent dan chi-square
dengan derajar kecepatan 95% (α=0.05)
Hasil  Adanya hubungan antara aktivitas seksual dengan kejadian
BPH (Benign Prostate Hyperplasia), dikarenakan
responden yang diteliti hamper semua telah menikah
melakukan aktivitas seksual yang dilakukan lebih
dibandingkan dyang belum menikah sehingga resiko untuk
terkena hipertropi prostat akan lebih besar dibandingkan
dengan yang belum menikah
 Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian BPH (Benign Prostate Hyperplasia),
responden yang memiliki kebiasaan merokok beresiko
3.756 kali terkena BPH dibandingkan dengan responden
yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Dimana rokok
menurunkan konsentrasi testosterone yang berhubungan
dengan konsentrasi dehidristesteron yang berperan
penting dalam perkembangan BPH dan LUTS
 Tidak ada hubungan yang signifikan antara minuman
alcohol dengan kejadian BPH (Benign Prostate
Hyperplasia), minuman alkohol bukan faktor utama
terjadinya prostat. Tidak signifikannya pengaruh frekuensi
minum-minuman alkohol dikarenakan proporsi yang
hamper sama antara kelompok kasus dan kontrol
 Ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan
kejaidan BPH (Benign Prostate Hyperplasia) dimana hasil
analisis menunjukkan orang yang tidak olahraga
kemungkinan beresiko menderita Benign Prostate
Hyperplasia 2.968 kali dibandingkan dengan orang yang
berolahraga. Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali
dalam seminggu dalam waktu 30 menit. Olahraga
membuat kadar testosterone tetap tinggi dan kadar DJT
dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil resiko
gangguan prostat
 Adanya hubungan antara konsumsi makanan berserat yang
mengandung kedelai sayur dan buah dengan kejadian BPH
(Benign Prostate Hyperplasia) , makanan yang
mengandung kedelai memiliki kandungan estrogen yang
bisa menstimulasi reseptor dalam prostat penyebab BPH
(Benign Prostate Hyperplasia)
d. Jurnal mengenai Asuhan Gizi pada Pasien Post Operasi Benign Prostate
Hyperplasia

Judul Asuhan Gizi Pada Pasien Post Operasi Benign Prostate Hyperplasia-
Trans Urethal Resection Of The Prostate (BPH-TURP) di Bagian
Bedah Ruang Cempaka RSUD Dr.Iskak Tulungagung
Penulis Soleha Arba’atus (2015)
Latar Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kelainan yang
Belakang sering dijumpai pada pria usia diatas 50 tahun. Semakin tinggi harapa
hidup maka semakin tinggi pula prevalensi penderita BPH (Benign
Prostatic Hyperplasia) . Salah Satu penatalaksanaan BPH (Benign
Prostatic Hyperplasia) adalah melakukan pembedahan Trans Urethal
Resection of The Prostate (TURP)
Jenis  Jenis penelitian ini adalah observasional study dengan
Penelitia menggunakan rancangan penelitian case study.
n  Karakteristik pasien, berjenis kelamin laki-laki dengan usia 74
tahun dengan diagnosa mengalami BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) . Kegiatan pasien sehari-hari berternak ayam,
tinggal bersama anaknya. Riwayat penyakit lambung dan
kesulitan kencing sejak 2 bulan yang lalu.
Hasil Penatalaksaan diet pada pasien post operasi BPH-TURP adalah
dengan memberikan diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) yang
bertujuan untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera
kembali normal, untuk mempercepat penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Pemberian diet diberikan
secara oral sesuai dengan keadaan pasien. Hasil penelitian meliputi
tingkat konsumsi energi, lemak dan karbohidrat dalam kategori
sedang dan tingkat konsumsi protein dalam kategori kurang.
Perkembangan antropometri tidak mengalami peningkatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data rekam medis, didapatkan diagnosis medis pasien yaitu
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia).
1. Antorpometri : Hasil pengukuran antropometri pasien Tn.S dengan
panjang Ulna 23cm dan LILA 22,5cm didapatkan konversi tinggi badan
159,4 cm dan status gizi pasien menurut LLA/U yakni 71% (gizi kurang)
2. Biokimia : Didapatkan hasil biokimia pasien saat pengambilan kasus
yakni leukosit 9.900/µl (normal),trombosit 27.000/µl (normal), urea 25
mg/dl (normal), creatinin 0,9 (norma), eritrosit 4,3 jt/µl (normal), kalium
3,4 mmol/l (normal), natrium 138 mmol/l (normal), clorida 0,7 mmol/l
(normal), dan selama intervensi hingga hari ketiga tidak adanya
pengukuran biokimia
3. Fisik klinis : Fisik klinis pasien saat awal pengambilan kasus yakni
pasien dengan keadaan compos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg
(rendah), suhu 36 0C (normal), nadi 84 x/menit (norma) RR (Respirasi
Rate) 20x/menit (normal) serta rasa nyeri pada area kandung kemih dan
penis, dan setelah dilakukan intervensi hingga hari ke tiga tekanan darah
pasien menjadi normal yakni 120/80 mmHg dan rasa nyeri berangsur-
angsur hilang.
4. Terapi obat yang diberikan pada pasien yaitu NaCl 0,9%, Ringer lactat
500ml, Cefixim Cap 200mg, Na Diklofenac 50mg
5. Dietary/Asupan : Asupan makan pasien saat pengambilan kasus
diketahui dari data recall 24 yakni energy 51% (defisit), protein 60%
(defisit),lemak 46% (kurang) karbohidrat 60% (defisit), dan terjadi
peningkatan asupan makan saat intervensi hari pertama yakni energy
92% (cukup), protein 85% (cukup), lemak 88% (cukup), karbohidrat
96% (cukup). Pada intervensi hari kedua asupan pasien menjadi energy
91% (cukup), protein 95% (cukup),lemak 84% (cukup), karbohidrat 99%
(cukup). Hari terakhir intervensi asupan pasien sudah mulai tergolong
kategori baik dengan energi 99% (cukup), protein 100% (baik), lemak
100% (baik), karbohidrat 99% (cukup)
6. Diagnosa Berdasarkan analisis mendalam pada pasien diperoleh diagnosa
gizi sebagai berikut :
- NI.2.1 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan gangguan dalam
mengunyah makanan ditandai dengan hasil recall energy 51% (defisit),
protein 60% (defisit), lemak 46% (defisit), karbohidrat 50% (defisit).
- NC.3.3.1 berat badan kurang (underweight) berkaitan dengan pola makan
yang kurang tepat ditandai dengan status gizi menurut LILA sebesar 71%
(status gizi kurang)
7. Intervensi gizi pada pasien
a. Terapi diet Berdasarkan Kebutuhan
Terapi Diet : Diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)

Bentuk Makanan : Makanan biasa

Cara Pemberian : Melalui Oral

Frekuensi : 3x makanan utama dan 2x selingan

b. Implementasi di RS
Terapi Diet : Diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)

Bentuk Makanan : Makanan biasa

Cara Pemberian : Melalui Oral

Frekuensi : 3x makanan utama dan 2x selingan

8. Monitoring
a. Antropometri : -
b. Biokimia :-
c. Fisik/Klinik : TD, suhu, nadi, RR, rasa nyeri
d. Dietary : Asupan makanan (energi, protein, lemak,
karbohidrat)
Evaluasi
a. Antropometri : -
b. Biokimia :-
c. Fisik / klinik : Selama pengambilan kasus hingga akhir intervensi
tekanan darah tetap normal yakni hari pertama 120/80 mmHg, hari
ke dua 1200/80 mmHg, hari ketiga 120/mmHg. Serta rasa nyeri
pada area antara kandung kemih dan penis pada akhir intervensi
sudah tidak dirasakan lagi oleh pasien
d. Dietary : Asupan makanan pasien mengalami peningkatan yakni
dan saat intervensi hari pertama yakni energy 92% (cukup), protein
85% (cukup), lemak 88% (cukup), karbohidrat 96% (cukup). Pada
intervensi hari kedua asupan pasien menjadi energy 91% (cukup),
protein 95% (cukup),lemak 84% (cukup), karbohidrat 99%
(cukup). Hari terakhir intervensi asupan pasien sudah mulai
tergolong kategori baik dengan energi 99% (cukup), protein 100%
(baik), lemak 100% (baik), karbohidrat 99% (cukup)
e. Konsultasi gizi tentang diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)
telah diberikan pada hari ketiga intervensi.
B. Saran

Selalu memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien serta keluarga


pasien untuk menunjang intervensi yang diberikan agar bisa lebih efektif
untuk dilakukan oleh pasien. Seperti edukasi dan motivasi agar pasien
menghabiskan diit yang diberikan guna mempercepat kesembuhan dan
memberikan konseling gizi mengenai pola makan untuk pasien terapkan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Academy of Nutrition and Dietetics.2013.International Dietetics & Nutrition


Terminoogy (IDNT) Reference Manual.Chicago.Printed in the United
States of America

Almatsier, Sunita .2013. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Bintanah,S.,dkk.2016.Perhitungan Kebutuhan Gizi Individu.Semarang. Penerbit


Next Bokk

F. A. Suratman. 2014. Buku Saku Gizi Azura Edisi 1.

Lika,A.2017.Penyakit Benign Prostatiz Hyperplasia.Jakarta.PT Pustaka Utama

Novaldi,Rafian.,Rekha Nova Iyos.2016.Pengaruh Tomat (Solanum lycopersicum)


dalam pengurangan Risiko Karsinoma Prostat.Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.Vol.5 No.5

Roveny.2016.Terapi Farmakologis Hiperplasia Prostat Jinak.Riview RSUK


Kembang Jakarta Vol.43 No.4

Setyawan,B.,Ismael,S.,Iskandar,A.2016. Hubungan gaya Hidup Dengan Kejadian


Benign Prostate Hyperplasia.Jurnal Pemiatan Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Pontianak

Soleha,A.2015. Asuhan Gizi Pada Pasien Post Operasi Benign Prostate


Hyperplasia-Trans Urethal Resection Of The Prostate (BPH-TURP) di
Bagian Bedah Ruang Cempaka RSUD Dr.Iskak Tulungagung.Jurnal
Poltekkes Kemenkes Malang

Anda mungkin juga menyukai