Anda di halaman 1dari 4

BAB 11

TEORI PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER THEORY)

Stakeholders (pemangku kepentingan) adalah semua pihak yang menjadi sasaran


(alasan utama) pengembangan perusahaan (Mercier,1999). Sementara Freeman (1984)
mengartikan sebagai kelompok atau individu manapun yang dapat memengaruhi ataupun
dipengaruhi oleh upaya organisasi dalam merealisasi tujuannya. Selain itu, beberapa penulis
juga membuat penggolongan lebih jauh, seperti menjadi pemangku kepentingan utama
(contractual steakholder) yaitu dimana pihak-pihak yang memiliki hubungan kontraktual
dengan organisasi (seperti kreditur atau konsumen) dan pemangku kepentingan kedua
(secondary stakeholders atau diffuse stakeholder) yaitu semua pihak yang mungkin
dipengaruhi oleh tindakan organisasi walaupun dia tidak memiliki hubungan kontraktual
dengan organisasi. Konsep pemangku kepentingan (stakeholders) baru dikenal pada tahun
1963 dari memo internal di The Standford Research Institue. Istilah stakeholder diciptakan
untuk membantah pandangan tradisional bahwa pemiik adalah satu- satunya pihak yang
memiliki kepentingan dan yang harus dilayani oleh manajemen. Pemikiran beberapa teori
organisasi konvensional diwarnai dengan pandangan tradisional tersebut..

Pemikiran Edward Freeman tentangg pendekatan pemangku kepentingan dimulai saat


Freeman bekerja di WARC (Wharton Applied Research Center) tahun 1978 – awal 1980-an.
Salah satu tugasnya dapat memunculkan ide tentang pendekatan pemangku kepentingan
(stakeholder approach) adalah pada saat Freeman harus mengembangkan kasus bisnis dan
mengajar para eksekutif dari AT & T yang kemudian menjadi The Bell System. Freeman
mengaku bahwa dia bukanlah pencipta dan bukan satu-satunya yang mengeluarkan ide
pemangku kepentingan karena ide tersebut juga ia pelajari dari Stanford Researh Institute.
Pokok pikiran Freeman mengenai pendekatan pemangku kepentingan dapat digambarkan
seperti “ we were taking the viewpoint of senior management and our view was that if a
group of invidual could affect the firm (or be affected by it, and reciprocate) then managers
should worry about that group in the sense that it needed an explicit strategy for dealing with
the stakeholder” (Freeman,2004). Sejak tahun 1984 perhatian para peneliti menjadi semakin
meluas walaupun sebagian telah menjadi kesalahpahaman dalam memahaminya. Beberapa
kekeliruan tersebut, seperti (Phillip at al, 2003) (1) ada konflik antara pemegang saham
dengan pemangku kepentingan lainnya, (2) pendekatan pemangku kepentingan seharusnya
digunakan untuk merumuskan “non-ahareholder theory of the firm” dan menggantikan
paradigma teori sebelumnya yang berbasis shareholder.

Elemen Teori Pemangku Kepentingan

Dalam pendekatan pemangku kepentingan terdapat beberapa elemen yang saling terkait
secara logis. Elemen tersebut ialah :
 Apapun pendirianmu dan apapun tujuanmu, kamu harus mempertimbangkan
dampak perbuatan pada pihak lain dan dampak perbuatan orang lain padamu.
 Dengan melalakukan hal pada poin (1) maka kamu harus memahami perilaku,
tata nilai, konteks/latar belakang berbagai pihak pemangku kepentingan
termasuk konteks sosial. Agar sukses terus maka kita harus memiliki jawaban
atas pertanyaan “apa pendirian kita?”.
 Ada beberapa poin penting untuk menjawab pertanyaan pada point (2) atau
strategi perusahaan tersebut.
 Kita perlu memahami bagaimana hubungan antarpemangku kepentingan pada
3 tingkatan analisis, yaitu (a) rasional atau perusahaan secara keseluruhan, (b)
proses, (c) standard operating procedures
 Kita dapat memikirkan kembali bagaimana proses perencanaan stratejik
seharusnya dijalankan agar bisa memasukkan kepentingan pihak-pihak
pemangku kepentingan kita ke dalam perencanaan perusahaan
 Kepentingan para pemangku kepentingan harus diseimbangkan sepanjang
waktu

Dengan skema tersebut, karena kepentingan semua pihak sudah dimasukkan ke dalam
proses bisnis, maka pendekatan corporate social respocibility (CSR) secara terpisah
sehingga saat ini menjadi tidak dikeluarkan.

Dalam pasar bebas setiap organisasi perusahaan komersial menghadapi 3 macam masalah
seperti :

 Masalah penciptaan niai dan perdagangan. Dunia bisnis yang mengglobal dan
dinamis akan meningkatkan resiko bisnis.
 Problem etika kapitalisme. Bagaimanakah keterkaitan antara aspek etika
dengan kapitalisme?
 Problem mindset managerial. Bagaimana manajemen harus berpikir dalam
rangka menciptakan nilai dan menghubungkan antara etika dengan
kapitalisme?

Dengan pendekatan pemangku kepentingan ketigamasalah bisnis diatas dapat teratasi


dengan :

 Bisnis bisa dipahami sebagai sekumpulan hubungan antarberbagai kelompok


yang memiliki kepentingan atas kegiatan yang dilakukan organisasi (perusahaan)
 Pendekatan pemangku kepentingan lebih memperhatikan aspek moral
khususnya jika menyangkut masalah keadilan, kebebasan pemilihan,
penghindaran dampak buruk, atau penciptaan menfaat untuk semua pihak.
Oleh sebab itu, pendekatan tersebut akan lebih bisa mengarahkan perhatian
untuk menciptakan nilai-nilai dan menghindari kegagalan moral.

Aspek Ideologi
Dalam sebuah artikel di tahun 1970 di majalah New York Times Magazine Milton
Friedman membuat pernyataan. Menurut Friedman jika manajer perusahaan
mempertimbangkan aspek tanggung jawab sosial dalam membuat keputusan bisnisnya
maka dia sudah melanggar tanggung jawabnya pada pemilik perusahaan. Sebagai
individu seseorang eksekutif atau manajer boleh saja menggunakan uangnya sendiri
untuk menjalankan program-program soaial yang disukainya. Pandangan Milton
Friedman konsisten dengan pemikiran Libertarianisme (Rothbard 1978) yang
mengatakan bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk menggunakan harta hak
miliknya sesuka dia termasuk untuk melakukan kontrak dengan pihak lain dalam
meningkatkan kemakmurannya sejauh itu tidak melaggar hak pihak lain. Den Uyl
mengajukan serangkaian logika untuk menunjukkan mengapa Stakeholder Theory dari
sudut aliran Libertarianisme adalah keliru sebagai berikut :

o Manajemen perusahaan menerima amanah titipan modal dari pemilik dan


harus mempertanggungjawabkannya
o Pemilik hanya punya satu alasan mengapa dia mempekerjakan manajemen,
yaitu untuk memaksimalkan laba (kemakmuran pemegang saham)
o Manajemen akan melanggar fiduciary trust tersebut bilamana melakukan
tindakan yang dengan sengaja justru mengurangi atau tidak berkaitan dengan
maksimalisasi laba tersebut.

Corporate Social Responsibility (CSR)

Bowen (1953) menyatakan bahwa CSR merujuk pada kewajiban perusahaan(bisnis) untuk
menjalankan kewajiban dan untuk membuat keputusan yang diharapkan dalam konteks untuk
mencapai tujuan dan niai-nilai masyarakat. Ada beberapa variasi kegiatan yang dapat
dikatagorikan sebagai CSR. Dalam perspektif jangka panjang secara umum kegiatannya
memiliki 3 ciri-ciri sebagai berikut :

 CSR merupakan bagian perspektif jangka panjang mengenai keuntungan


ekonomis yang tidak mudah diukur walaupun bisa memberikan aset berharga
yang bisa menghasilkan keuntungan pada masa yang akan datang
 CSR berkaitan dengan hal yang tidak terbatas pada ketentuan hukum, teknik,
dan ekonomi yang biasanya sempit. oleh sebab itu mematuhi peraturan tidak
semata mata membuat sebuah perusahaan dianggap bertanggung jawab sosial.
CSR merupakan ekspresi tindakan yang bersifat suka rela, bukan karena
dipaksa pemerintah. CSR menunjuk bahwa perusahaan sudah melampaui batas
minimal kepatuhan atas standar dan peraturan umum. CSR pada domainn
kewajiban moral atau prinsip- prinsip normatif.
 CSR dilakukan karena adanya kesadaran bahwa perusahaan memiliki
tanggung jawab kepada semua pemangku kepentingan yang bisa ditentukan
memiliki klaim baik secara hukum ataupun moral (Jones 1999)

Kritik Terhadap dan Kesalahpahaman Mengenai Teori Pemangku Kepentingan


Semakin meningkatnya demokratisasi di banyak negara dimana konsumen dan masyarakat
semakin bebas berbicara, sumber daya alam yang menipis, polusi yang semakin parah, dan
masalah- masalah lainnya yang sekaligus menerpa semua komponenlingkungan bisnis. Teori
pemangku kepentingan seperti dapat menawarkan jawaban yang disukai untuk oleh
pemangku kepentingan atas masalah tersebut. Namun, teori pemangku kepentingan ini
tentunya didak lepas dari kritik walaupun sebagian kritiknya timbul karena kesalahan dalam
memahami teori ini. Beberapa kritik terhadap teori pemangku kepentingan (disarikan dari
working paper art al, 2010) :

 Stakeholder theory is an excuse for managerial opportunism (Jensen,


2000). Manajemen bisa berargumentasi bahwa tindakannya bermanfaat
karena bisa memberi lebih banyak pihak (stakeholders). Dari sisi lain,
bilamana ada mismanajemen perusahaan harus memperhatikan
kepentingan semua pemangku kegiatan.
 Stakeholder theory is primarily concerned with distribution of financial
help. Teori ini menekankan pembahasan pada aspek siapa mendapatkan
apa.
 All stakeholder must be treated equally. Pandangan ini berawal dari
pemikiran dala stakeholder theory bahwa perlu dijaga keseimbangan
kepentingan para pihak minoritas. Jelas secara normatif teori pemangku
kepentingan lebih berkepentingan pada terjadinya keseimbangan bukan
perlakuan atau distribusi nilai yang sama ke semua pihak.
 Steakholder theory memerlukan perubahan mendasar atas hukum yang
ada sekarang. Hukum korporasi (undang - undang perseroan) terbatas di
banyak negara dirancang dengan sudut pandang untuk kepentingan
pemegang saham.

Lack of Specifity. Selain kritik yang disampaikan oleh parmar at al (2010) beberapa ilmuan
juga mengajukan pandangan negatif mengenai teori tersebut. misalnya, Key (1999)
mengatakan stakeholder theory lemah dalam hal Specifity sehingga menyulitkan review
secara ilmiah. Pemangku kepentingan hal yang sangat umum sekali. Kepentingan
antarkelompok yang sama pun (anggota masyarakat) terhadap perusahaan bisa berbeda-beda.

Private Politics Model. Dari sudut pandang private politics model perusahaan dianggap
memilliki kepentingan sendiri dalam hal mencapai laba maksimal, sedangkan stakeholder
yang lain juga memiliki kepentingan sendiri yaitu memaksimalkan manfaat untuk mereka
sendiri tanpa mempedulikan kepentingan perusahaan. Solusinya ialah pada saat mereka
berinteraksi adalah delam negosiasi. Dengan negosiasi manajemen akan mempertimbangkan
suara masyarakat sehingga akan terciptanya kebijakan produksi yang ramah lingkungan,
aman dikonsumsi dan sebagainya,

Anda mungkin juga menyukai