Anda di halaman 1dari 5

DEFINISI

Crush injury didefinisikan sebagai kompresi dari ekstremitas atau bagian lain dari tubuh yang
menyebabkan pembengkakan otot dan/atau gangguan saraf di area tubuhyang terkena. Biasanya area
tubuh yang terkena adalah ekstremitas bawah (74%), ekstremitas atas (10%), dan badan (9%). Crush
syndrome merupakan lokalisasi crush injury dengan manifestasi sistemik. Efek sistemik disebabkan oleh
trauma rhabdomyolysis (Pemecahan otot) dan pelepasan komponen sel otot yang berbahaya dan elektrolit
kesistem peredaran darah. Crush syndrome dapat menyebabkan cedera jaringan lokal, disfungsi organ,
dan kelainan metabolik, termasuk asidosis, hiperkalemia, dan hypocalcemia. 1
Pada pengalaman sebelumnya, saat gempa bumi yang menimbulkan kerusakan yang parah menunjukkan
bahwa insiden crush syndrome adalah sebesar 2-15% dengan sekitar 50% dari angka tersebut berkembang
menjadi gagal ginjal akut dan lebih dari 50% yang perlu dilakukan tindakan fasiotomi. Dari mereka
dengan gagal ginjal, 50% harus dilaksanakan dialisis. 1
PATOFISIOLOGI
Mekanisme Cedera Sel Otot
Patofisiologi crush injury dimulai dengan cedera otot dan kematian sel otot. Pada awalnya, ada tiga
mekanisme yang bertanggung jawab atas kematian sel otot 2:
1. Immediate Cell Disruption : Kekuatan lokal yang menghancurkan sel
menyebabkanImmediate Cell Disruption (lisis). Walaupun memiliki efek immediate, mungkin inilah
mekanisme yang paling tidak penting dibandingkan dengan kedua mekanisme yang lain.
2. Direct pressure on muscle cell : Tekanan langsung dari crush injury menyebabkan sel otot
menjadi iskemik. Sel-sel kemudian beralih ke metabolisme anaerobik, menghasilkan sejumlah besar asam
laktat. Iskemia berkepanjangan kemudian menyebabkan selmembran bocor.Proses ini terjadi selama satu
jam pertama setelah crush injury.
3. Vascular compromise : Kekuatan crush injury menekan pembuluh darah utama
mengakibatkan hilangnya suplai darah ke jaringan otot. Biasanya, otot bisa bertahan sekitar 4 jam tanpa
aliran darah (warm ischemia time) sebelum kematian sel terjadi. Setelah waktu ini, sel-sel mulai mati
sebagai akibat dari kompromais vaskular.
Pelepasan Substansi Dari Otot Yang Cedera
Mekanisme yang tercantum di atas menyebabkan jaringan otot yang terluka untuk menghasilkan dan
melepaskan sejumlah substansi yang dapat menjadi racun dalam sirkulasi. Mekanisme tekanan padacrush
injury sebenarnya berfungsi sebagai mekanisme perlindungan, mencegah racun mencapai sirkulasi pusat. 2
Setelah pasien terbebaskan dan tekanan dilepaskan, racun bebas masuk dalam sirkulasi dan berefek
sistemik. Mereka dapat mempengaruhi organ yang jauh dari lokasi crush injury. Kebocoran racun dapat
berlangsung selama 60 jam setelah crush injury terbebaskan. Beberapa substansi dan efeknya adalah
sebagai berikut2:
 Asam amino dan asam organik lainnya
berkontribusi terhadap asidosis, aciduria, dandysrhythmia.
 Creatine phosphokinase (CPK) dan enzim intraseluler lain
berfungsi sebagai penanda dalam laboratorium untuk crush injury.
 Free radicals, superoxides, peroxides
terbentuk ketika oksigen kembali pada jaringan iskemik, menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.
 Histamin
vasodilatasi, bronkokonstriksi.
 Asam laktat
berperan besar terhadap terjadinya asidosis dan disritmia.
 Leukotrienes
cedera paru (ARDS), dan hepatic injury.
 Lysozymes
enzim pencernaan sel yang menyebabkan cedera selularlebih lanjut.
 Mioglobin
presipitat dalam tubulus ginjal, khususnya dalam pengaturan asidosis denganpH urin rendah, mengarah ke
gagal ginjal.
 Nitratoksida
menyebabkanvasodilatasi, yangmemperburukhemodinamik.
 Fosfat
hyperphosphatemia menyebabkan pengendapan kalsium serum, yang mengarah kehypocalcemia dan
disritmia.
 Kalium
hiperkalemia menyebabkan disritmia, terutama bila dikaitkan dengan asidosis dan hypocalcemia.
 Prostaglandin
vasodilatasi, cedera paru.
 Purin(asam urat)
dapa tmenyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut (nefrotoksik).
 Thromboplastin
koagulasi intravaskuler diseminata(DIC).
Tidak ada hubungan antar atingkat zat beracun seperti potasium atau myoglobin dengan tingkat keparahan
dari crush injury atau lamanya waktuyang pasien terjebak.
Konsekuensi Reperfusi
Ruang Ketiga. Kebocoran membran sel dan kapiler menyebabkan cairan intravaskuler terakumulasi ke
jaringan yang cedera. Hal ini menyebabkan hipovolemia yang signifikan dan akhirnya hipovolemik shock.
Kehilangan kalsium ke dalam jaringan yang cedera juga berkontribusi untuk hypocalcemia. 2
Sindrom Kompartemen. Kelompok otot yang dikelilingi oleh lapisan keras dari fasia jaringan
membentuk kompartemen jaringan. Ketika jaringan otot dalam kompartemen membengkak, tekanan
dalam kompartemen juga meningkat. Hal ini menyebabkan iskemia yang memburuknya dan selanjutnya
terjadi kerusakanotot. Selain itu, pembuluh darah atau saraf yang berjalan melalui kompartemen juga
akan cedera.2
PENILAIAN
Pasien dengan crush injury memiliki sedikit tanda dan gejala. Kita harus waspada mungkin terlalu
terlambat untuk hasil optimal pengobatan jika intervensi kita tertunda karena menunggu tanda-tanda dan
gejala crush injury muncul. Crush syndrome harus diantisipasi.2
Crush syndrome harus dicurigai pada pasien dengan pola cedera tertentu. Kebanyakan pasien
dengancrush syndrome memiliki area cedera tubuh yang luas sepertiekstremitas bawah dan/atau
panggul.Crush syndrome dapat berkembang setelah 1 jam dalam situasi yang parah, tetapi biasanya
membutuhkan 4 sampai 6 jam untuk proses-prosesnya.2
TANDA DAN GEJALA
Crush injury memiliki beberapa tanda dan gejala yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1:
Hipotensi
 Munculnya ruang ketiga yang masif, memerlukan penggantian cairan yang cukup dalam 24 jam
pertama; terjadinya penumpukan cairan pada ruang ketiga ini mencapai > 12 L selama periode 48-jam
 Ruang ketiga dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti sindrom kompartemen, yang
merupakan pembengkakan dalam ruang anatomi tertutup; yang seringkali membutuhkan fasiotomi
 Hipotensi juga berperan dalam insidensi gagal ginjal
Kegagalan Ginjal
 Rhabdomyolysis melepaskan mioglobin, kalium, fosfor, dan kreatinin ke sirkulasi
 Myoglobinuria dapat mengakibatkan nekrosis tubular ginjal jika tidak ditangani
 Pelepasan elektrolit dari otot yang iskemik menyebabkan kelainan metabolic
Kelainan Metabolic
 Kalsium mengalir ke dalam sel otot melalui membran yang bocor, menyebabkan hypocalcemia
sistemik
 Kalium dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik, menyebabkan hyperkalemia
 Asam laktat dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik, menyebabkan asidosis
metabolic
 Ketidakseimbangan kalium dan kalsium dapat menyebabkan aritmia jantung yang mengancam
jiwa, termasuk cardiac arrest; dan asidosis metabolik dapat memperburuk kondisi pasien ini
Secara umum, ada beberapa tanda dan gejala lain yang mungkin hadir 2:
 Cedera Kulit
 Bengkak
 Kelumpuhan –> menyebabkan seringkali crush injury keliru diartikan sebagai cedera sumsum
tulang belakang.
 Parestesia, mati rasa à dapat menutupi derajat cedera (masking effect).
 Nyeri –> seringkali memberat pada pembebasan crush injury.
 Nadi –> pulsasi distal mungkin ada atau tidak ada.
 Myoglobinuria –> urin dapat menjadi berwarna merah tua atau coklat, menunjukkan adanya
myoglobin.
Beberapa tanda dan gejala yang cukup signifikan yaitu 2:
Hiperkalemia
Seperti disebutkan sebelumnya, hiperkalemia sering hadir pada pasien dengan crush injury. Dengan tidak
adanya analisis laboratorium, tingkat hiperkalemia dapat diperkirakan secara kasar dengan
elektrokardiogram (EKG).Lebih baik dilaksanakan EKG serial.Perubahan elektrokardiografi adalah
sebagai berikut:
1. Hiperkalemia ringan (5,5-6,5 mEq/L)
Gelombang T meninggi.
1. Hiperkalemia Sedang (6,5-7,5 mEq/L)
PR interval memanjang, penurunan amplitudogelombang P, depresi atau elevasi segmen ST, sedikit
pelebaran QRS kompleks.
1. Hiperkalemia berat (7,5-8,5 mEq/L)
Pelebaran lebih lanjut dari QRS karena blok pada bundel cabang atau intraventricular, gelombang P yang
datar dan lebar.
1. Mengancam kehidupan hiperkalemia (> 8,5 mEq/L)
Hilangnya gelombang P; blok AV; disritmia ventrikel; pelebaran lebih lanjut dari kompleks QRS,
akhirnya membentuk pola sinusoid.
Sindrom Kompartemen
Seperti disebutkan pada patofisiologi, sindrom kompartemen dapat terjadi bersamaan dengan crush
injury. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan ini meliputi:
 Nyeri yang berat pada ekstremitas yang terlibat.
 Nyeri pada peregangan pasif otot-otot yang terlibat.
 Penurunan sensasi pada saraf tepi yang terlibat.
 Peningkatan tekanan intracompartmental pada direct manometry.
MANAJEMEN
Pra-Rumah Sakit:
 Masukkan infus cairan sebelum melepas bagian tubuh yang hancur. (Langkah ini terutama
penting dalam kasus crush injury berkepanjangan (> 4 jam), namun, crush injurydapat terjadi dalam <1
jam)
 Jika prosedur ini tidak dapat dilaksanakan, sebaiknya gunakan tourniquet pada anggota tubuh
yang terlibat sampaihidrasi intravena (IV) dapat dimulai. 1 Namun penggunaan tourniquet ini masih
menjadi perdebatan.2
Rumah Sakit
Hipotensi:
 Memulai (atau melanjutkan) hidrasi IV sampai dengan 1,5 L/jam 1àcairan yang mengandung
kalium (misalnya, laktat Ringer’s) harus dihindari. Normal salin adalah pilihan awal yang baik. 2
Kegagalan Ginjal
 Mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, dengan menggunakan cairan IV dan manitol
untuk mempertahankan diuresis minimal 300 cc/jam 1 –> penggunaan kateter Foley, dan formula cairan
yang dapat digunakan2: 12 L/d (500 ml/h)Normal Saline Solution (NSS) dengan 50 mEq natrium
bikarbonat per liter cairan, ditambah 120 gram manitol harian untuk mempertahankan output urine.
Rejimen lain adalah2: 12 L/d ditambah natrium, 110 mmol/L; klorida 70 mmol/L; bikarbonat 40 mmol/L;
dan manitol 10 gm/L
 Triase untuk penentuan diperlukannya hemodialisis
Kelainan Metabolic
 Asidosis: Alkalinization urin sangat penting; masukkan natrium bikarbonat IV sampai pH urin
mencapai 6,5 untuk mencegah mioglobin dan endapan asam urat di ginjal 1 –> Natrium bikarbonat
memiliki beberapa manfaat pada pasien dengan crush injury. Natrium bikarbonat akan membalikkan
asidosis yang sudah ada dan juga sebagai salah satu langkah awal dalam mengobati hiperkalemia. Hal ini
juga akan meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan jumlahmioglobin endapan di ginjal. Disarankan
bahwa 50 sampai 100 mEq bikarbonat, tergantung pada beratnya cedera. 2 Pilihan lain adalah dopamin
pada 2-5 µg/kg/menit dan furosemide di 1 mg/kg. Asetazolamide, 250-500 mg, dapat digunakan jika
pasien menjadi terlalu alkalotic.2
 Hiperkalemia/Hypocalcemia: Pertimbangkan untuk (dosis dewasa) sebagai berikut: kalsium
glukonat 10% 10cc atau kalsium klorida 10% 5cc IV dalam 2 menit; natrium bikarbonat 1 meq/kg IV
bolus lambat; insulin 5-10 U dan D5O bolus IV 1-2 ampul; kayexalate 25-50g dengan sorbitol 20%
100ml PO atau PR, atau dialysis untuk gagal jantung akut.2
 Jantung Aritmia: Monitor untuk aritmia jantung dan serangan jantung.
Komplikasi sekunder
 Monitor sindrom kompartemen; memonitor tekanan kompartemen jika peralatan tersedia;
mempertimbangkan fasiotomi darurat untuk sindrom kompartemen –> penanganan dengan mannitol
cukup bermanfaat. Mannitol melindungi ginjal dari efek rhabdomyolysis, peningkatan volume cairan
ekstraselular, dan meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, administrasi intravena manitol selama
40 menit bermakna terkait dengan sindrom kompartemen, menghilangkan gejala dan mengurangi
bengkak. Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gm/kg atau ditambahkan ke cairan intravena pasien
sebagai infus kontinu. Dosis maksimum adalah 200 gm/d; dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
gagal ginjal. Manitol hanya diberikan bila produksi urin stabil dengan cairan IV.
 Pada luka terbuka dirawat luka (clean, debride, covered sterile), dan posisikan area yang terlibat
sejajar dengan jantung untuk membatasi edema dan mempertahankan perfusi. Pemberian antibiotic juga
bermanfaat, begitu juga toksoid tetanus.2
 Gunakan es untuk area luka dan monitor pada 5 P: pain, pallor, parasthesias, pain with passive
movement,dan pulselessness
 Perhatikan semua luka korban, bahkan yang terlihat baik-baik saja
 Keterlambatanhidrasi > 12 jam dapat meningkatkan kejadian gagal ginjal
DISPOSISI
Pasien dengan gagal ginjal akut mungkin memerlukan hingga 60 hari pengobatan dialisis; kecuali adanya
sepsis,fungsi ginjal pasien cenderung kembali normal.
Beberapa manajemen crush injury yang dapat dilakukan2:
Oksigen Hiperbarik
Ada sejumlah bukti bahwa oksigen hiperbarik meningkatkan hasil korban crush injury. Penggunaan
modalitas ini akan terbatas dalam situasi bencana karena sulitnya fasilitas ruang hiperbarik.
Amputasi
Amputasi di lapangan merupakan pilihan terakhir. Merupakan strategi penyelamatan untuk pasien yang
hidupnya dalam bahaya langsung dari crush injury tetapi sangat meningkatkan risiko pasien infeksi dan
perdarahan.
Fasiotomi
Fasiotomi juga merupakan prosedur yang kontroversial, yang selanjutnya dapat mengekspos pasien
terhadap risiko infeksi dan bleeding. Mengkonversi cedera tertutup menjadi terbuka, beresiko infeksi dan
sepsis. Beberapa studi menunjukkan hasil yang buruk dengan dilakukannya fasiotomi. Beberapa
pengecualian untuk kasus pada ekstremitas viable namun pulseless dan berpotensi terjadi peningkatan
tekanan intrakompartemen.

Anda mungkin juga menyukai