Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PATOFISIOLOGI

GANGGUAN SYSTEM OKSIGENASI

Dosen pengampu : LALU WIN ISVANDIAR, S.Kep, Ns, MSi

Di Susun Oleh:

Kelompok 5 :

1. Dewi Astuti Komalasari


2. Nurasiah Jamil
3. Lalu Bajre Wire Sakti

AKADEMIK PERAWAT KESEHATAN


PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
T.A 2017/2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………………..

DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………………………….

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………

Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………………

BAB II Pembahasan

1. Asma bronkial……………………………………………………………………………………………

2. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) ……………………………………….

3. TBC ( Tubercolosis)…………………………………………………………………………………………

4. Emfisema …………………………………………………………………………………………..

5. Emphiema ……………………………………………………………………………………….

6. Bronchitis ………………………………………………………………………………

BAB III Penutup

Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena atas karunia-Nya lah,kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Di kesempatan kali ini pula penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini. Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dijadikan
sebagai bahan referensi dalam mempelajari teori ini.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun.
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas. Interaksi
pada saluran pernapasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi pada sistem organ tubuh lain
dan berkisar dari flu biasa dengan gejala-gejala serta gangguan yang relatif ringan sampai pneumonia berat.
Pada tahun 1989, kira-kira 142000 orang meninggal dunia karena kanker paru-paru, hal ini membuat
kanker paru-paru menduduki peringkat pertama dari urutan kematian akibat kanker baik pada pria maupun
wanita di Amerika Serikat. Angka ini akan terus mencuat ke tingkat yang membahayakan dan prevalensinya
saat ini kira-kira 25 kali lebih tinggi daripada 45 tahun yang lalu. Insidens penyakit pernapasan kronik,
terutama emfisema paru-paru dan bronkitis kronik semakin meningkatkan dan sekarang merupakan
penyebab utama gangguan serta cacat kronik pada pria. Karena penyakit-penyakit pernapasan ini
mempunyai pengaruh yang kuat, baik dalam hal fisik, sosial maupun ekonomi, terhadap masyarakat secara
keseluruhan, maka pencegahan, diagnosis dan pengobatan gangguan pernapasan ini mempunyai makna
yang penting sekali.
Makalah ini mencakup tinjauan ringkas tentang anatomi dan fisiologi saluran pernapasan, diskusi
tentang tes diagnostik yang umum digunakan untuk mendeteksi disfungsi sistem pernapasan, tanda-tanda
serta gejala-gejala utama penyakit pernapasan, manifestasi insufisiensi dan kegagalan respirasi, serta
diskusi tentang penyakit-penyakit respirasi umum lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

1. ASMA BRONKIAL

 Gejala

Setelah pasien terpapar alergen penyebab atau faktor presipitasi, maka segera akan timbul dispnea. Pasien
merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengarahkan tenaga untuk
bernafas. Namun demikian yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran
pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial
hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk sari,
udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan
olahraga

Ciri khas asma adalah sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar akan timbul “mengi”
ekspirasi memanjang.

 Petofisiologi

Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi saluran napas terjadi pada bronkus ukuran sedang dan
bronkiolus dengan diameter 1mm. Penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme, edema
mukosa dan hipersekresi mukus yang kental.

Kesulitan utama terlatak pada ekspirasi. Percabangan traneobronkial melebar dan memanjang selama
inspirasi, tetapi sulit untuk memasukkan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan
terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai pada tingkatan tertentu pada ekspirasi.

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif dari paru-
paru. Sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang
merupakan ciri khas asma.
2. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) /Sindrom Gawat Pernapasan Pada Dewasa

ARDS merupakan bentuk edema paru yang dapat dengan cepat menimbulkan gagal napas akut. Sindrom
ini juga dikenal dengan nama shock lung, stiff lung, wet lung atau Da Na Lung. ARDS dapat terjadi sesudah
cedera langsung atau tidak langsung pada paru-paru. Oleh karena itu penegakkan diagnosis ARDS cukup
sulit dan kematian dapat terjadi 48 jam sesudah awitan sindrome jika diagnosis tidak segera dilakukan.
Pasien yang sembuh dari sindrom ini bisa sedikit mengalami kerusakan paru yang permanen atau sama
sekali tidak mengalami kerusakan pada paru-parunya.

 Etiologi

Penyebab ARDS yang sering ditemukan meliputi :

1. Cedera pada paru-paru akibat trauma (penyebab paling sering), seperti kontusio jalan napas.

2. Faktor yang berhubungan dengan trauma, seperti emboli paru, sepsis, syok, kontusio paru dan
tranfusi multiple yang meningkatkan kemungkinan mikroemboli.

3. Anafilaksis

4. Aspirasi isi lambung

5. Pneumonia difusa, khususnya pneumonia karena virus

6. Overdosis obat, seperti heroin, aspirin atau ethklorvinol

7. Reaksi obat yang idiosinkratik terhadap ampisilin atau hidroklorotiazid

8. Inhalasi gas berbahaya, seperti nitruos oksida, amonia atau klorin

9. Keadaan nyaris tenggelam

10. Intoksiskasi oksigen

11. Sepsis

12. Pencangkokan bypass arteri koronaria

13. Hemodialisis

14. Leukemia

15. TB millier akut

16. Pankreatitis

17. Purpura trombositopenia trombotik


18. Uremia

19. Emboli udara dalam darah vena

 Patofisiologi

1. Pada fase 1, cedera mengurangi aliran darah normal ke dalam paru-paru. Trombosit mengadakan
agregasi dan melepaskan Histamin (H), serotonin (S), serta brdikinin (B).

2. Pada fase 2, substansi yang dilepaskan menimbulkan inflamasi dan kerusakan pada membran
kapiler alveoli sehingga terjadi peningkatan permeabiltas kaplier. Kemudian cairan berpindah ke dalam ruang
interstisial.

3. Pada fase 3, permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi kebocoran protein serta cairan sehingga
meningkatkan tekanan osmotik interstisial dan menimbulkan edema paru.

4. Pada fase 4, penurunan aliran darah dan cairan dalam alveoli akan merusak surfaktan dan merusak
kemampuan sel untuk memproduksi lebih banyak surfaktan lagi. Kemudian terjadi kolaps alveoli yang
merusak pertukaran gas.

5. Pada fase 5, oksigensasi akan mengalami kerusakan, tetapi karbondioksida dengan mudah melewati
membran alveoli dan dibuang keluar melalui ekspirasi. Kadar O2 dan CO2 darah rendah.

6. Pada fase 6, edema paru semakin bertambah parah dan inflamasi menimbulkan fibrosis. Pertukaran
gas mengalami hambatan lebih lanjut.

 Tanda Dan Gejala

1. Pernapasan yang cepat serta dangkal dan dispnea, yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari
pasca cedera awal. Gejala ini timbul sebagai reaksi terhadap penurunan kadar oksigen dalam darah.

2. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat pnumotaksis.

3. Retraksi interkostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk
mengembangkan paru-paru yang kaku.

4. Ronchi basah dan kering yang terdengar dan terjadi karena penumpukan cairan di dalam paru-paru.

5. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak mengalami hipoksia.

6. Disfungsi motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut

7. Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak lagi oksigen kepada sel
dan organ vital.
8. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk di dalam darah dan kadar oksigen
menurun.

9. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan mekanisme
kompensasi

3. TUBERKULOSIS (TBC)

Tuberkulosis disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan
tahan asam, serta banyak mengandung lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan
kuman ini tahan asam dan pertumbuhannya sangat lambat, kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet
karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari. Ukuran dari kuman tuberkulosis ini kurang lebih
0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada ukuran sel darah merah (Sumantri, 2008).

Tuberculosis paru merupakan infeksi saluran penting pernafasan.Basil mycobacterium masuk ke dalam
jaringan paru melalui saluran nafas (dropplet infection) sampai alveoli an terjadilah infeksi primer (Ghon)
kemudian ke kelenjar getah bening,terjadilah primer kompleks yang disebut “Tuberculosis Primer”.Sebagian
besar mengalami penyembuhan .Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhdap
basi mycobacterium,pada usia 1-3 th.Sedangkan “Tuberculosis Post Primer”(reinfection) adalah peradangan
terjadi jaringan paru oleh karena penularan ulang.

 Patofisiologi

Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih
1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat
maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.

Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi
terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh
makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap
di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.

Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua
jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan
menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.

Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran
getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek
primer (range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu. Berikut ini menjelaskan skema tentang
perjalanan penyakit TB Paru hingga terbentuknya tuberkel ghon.

 Proses Penularan

Tuberculosis tergolong airbone disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara
oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiap kali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet
nuclei. Penularan umumnya terjadi didalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam
waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang
yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam.

4. EMFISEMA

Patofisiologi Emfisema / Patogenesis Emfisema

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan
elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.
Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan
jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase
dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan1.

Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema.Sumber anti elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini
menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa-
1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan
menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang
menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan
tekanan yang menarik jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru1.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang
sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut
akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang
rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat
terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara
pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak
nafas

Tanda dan gejala Emfisema / Manifestasi Klinis Empisema

Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu berfungsi. Pada
penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala lain adalah batuk, whezeeng, berat
badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan
sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan
kapasitas difus gas rendah

5. EMPHIEMA

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga pleura.Pada awalnya,cairan pleura
encer dengan jumlah leukosit rendah,tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai
pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.Meskipun empiema sering kali
disebabkan oleh komplikasi dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan
yang terlambat.

Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Di India terdapat 5
– 10% kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang
pleura yang berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi atau bebas
dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura dan
inokulasi bakteri. Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2 – 9 tahun. Empiema adalah akumulasi
pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru
terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel
polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus
terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi
sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan
memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat
sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.

 ETIOLOGI

1. Berasal dari Paru

- Pneumonia

- Abses Paru

- Adanya Fistel pada paru


- Bronchiektasis

- TB

- Infeksi fungidal paru

2. Infeksi Diluar Paru

- Trauma dari tumor

- Pembedahan otak

- Thorakocentesis

- Subdfrenic abces

- Abses hati karena amuba

3. Bakteriologi

- Staphilococcus Pyogenes.

Terjadi pada semua umur, sering pada anak

Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat
menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh.
Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada
kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk
keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup
dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.

- Bakteri gram negatif

- Bakteri anaerob

- Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang
paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar
90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk
kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman
akan berbahaya atau tidak.

 PATOFISIOLOGI
Infeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah komplikasi yang paling sering
terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana pertama sekali dapat
membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening. Abses hati
yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga terlibat dan infeksi pada faring, tulang thoraks atau
dinding thoraks dapat menyebar ke pleura, baik secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum.

Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat menghambat
pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan oleh penekanan pada paru
akibat penimbunan udara, cairan, darah atau nanah dalam rongga pleura. Penimbunan eksudat disebabkan
oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabelitas kapiler atau gangguan
absorbsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan dari kadar protein yang dikandungnya dan berat
jenis. Transudat mempunyai berat jenis <1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai
berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel. Penimbunan cairan dalam rongga
pleura disebut efusi pleura.

Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada membran pleura menjadi
edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang mengandung protein yang mengisi rongga pleura yang
dinamakan pus atau nanah. Jika efusi mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.

6. BRONKITIS

Bronkitis (bronchitis) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronchus (saluran
pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan
permukaan bronchus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. Secara klinis
para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan
gejala yang utama dan dominan, ini berarti bahwa bronkitis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkus memegang peran.

Ada dua tipe dasar dari bronchitis:

1. Bronchitis Akut adalah lebih umum dan biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronchitis akut mungkin
juga disebut chest cold. Episode-episode dari bronchitis akut dapat dihubungkan ke dan dibuat lebih buruk
oleh merokok. Tipe bronchitis ini seringkali digambarkan sebagai lebih buruk daripada selesma yang biasa
namun tidak seburuk pneumonia.

2. Bronchitis Kronis adalah batuk yang bertahan untuk dua sampai tiga bulan setiap tahun untuk paling
sedikit dua tahun. Merokok adalah penyebab yang paling umum dari bronchitis kronis. Secara klinis, Bronkitis
kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
a. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain
yang ringan.

b. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak
kental, purulen (berwarna kekuningan).

c. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ), ditandai
dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi

 ETIOLOGI

Penyebabnya yakni virus, bakteri dan alergi. Seperti radang tenggorokan, bronkhitis bisa terjadi karena virus
atau bakteri yang langsung bersarang di sana ataupun merupakan rentetan dari penyakit saluran napas
bagian atas. Selain itu saluran napas yang menerima rangsangan terus-menerus dari asap rokok, asap/debu
industri atau keadaan polusi udara yang menyebabkan keradangan kronis dan produksi lendir yang
berlebihan sehingga mudah menimbulkan infeksi berulang.

1. Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus, Adenivirus, dan lain-
lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutamaMycoplasma pnemoniae, Clamydia
pnemoniae, dan lain-lain.

2. Penyebab utama bronkhitis kronis adalah kebiasaan merokok, kandungan tar pada rokok bersifat
merangang secara kimiawi sehingga dapat menimbulkan kerusakan selaput lendir saluran-saluran
pernafasan. Bronkhitis kronik juga dapat disebabkan karena infeksi saluran pernafasan yang terjadi secara
berulang-ulang, polusi udara, dan alergi khusus. Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh
paparan berbagai macam polusi industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen,
dan lain-lain (Jazeela Fayyaz, DO, Jun 17, 2009). Faktor keluarga dan genetis/keturunan juga berperan
membuat seseorang terkena bronkhitis kronik.

 MANIFESTASI KLINIS

1. Bronchitis Akut

Keluhan yang kerap dialami penderita bronkitis akut, meliputi:

a. Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak).

b. Demam (biasanya ringan), rasa berat dan tidak nyaman di dada.

c. Sesak napas, rasa berat bernapas,

d. Kadang batuk darah.

e. Terasa sakit pada sendi-sendi,


f. Lemas seperti saat flu

g. Dada terasa tidak nyeri terutama di belakang tulang dada,

h. Sering diiringi batuk keras dan kering yang hampir terus menerus, dan terdapat lendir kental/ludah
dalam tenggorokan. Apabila ludah yang dikeluarkan berwarna kuning ketika batuk, maka hal tersebut
menandakan adanya infeksi.

2. Bronchitis Kronis

Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:

a. Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan
berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.

b. Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.

c. Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).

d. pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat inspirasi
(menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.

e. Bronkhitis kronis tidak selalu memperlihatkan gejala, dan baru terasa setelah usia setengah baya,
yaitu adanya penurunan stamina, dan sering batuk-batuk. Keadaan tersebut akan semakin parah sejalan
dengan bertambahnya usia dan perkembangan penyakit, sehingga menyebabkan kesukaran bernafas,
kurangnya oksigen dalam darah dan kelainan fungsi paru-paru.

 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Bronkitis Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan oedema pada mukosa sel bronkus.
Pembentukan mukosa yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Produksi mukus
yang terus menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan melemahkan
mekanisme pertahanannya sendiri. Faktor etiologi utama adalah virus dan zat polutan. Pada penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin
terjadi perubahan paru yang menetap yang mengakibatkan episema dan bronkhietaksis
BAB III
PENUTUP

Berbagai penyakit dapat terjadi pada saluran pernapasan. Hal ini sering kali terjadi karena adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penggunaan antibiotik dan asupan multivitamin dianjurkan
dalam terapi ini untuk memperbaiki imunitas.
Kanker paru-paru menduduki peringkat pertama dari urutan kematian akibat kanker baik pada pria
maupun wanita pada tahun 1989 di Amerika Serikat. Insidens penyakit pernapasan kronik, terutama
emfisema paru-paru dan bronkitis kronik semakin meningkatkan dan sekarang merupakan penyebab utama
gangguan serta cacat kronik pada pria. Karena penyakit-penyakit pernapasan ini mempunyai pengaruh yang
kuat, baik dalam hal fisik, sosial maupun ekonomi, terhadap masyarakat secara keseluruhan, maka
pencegahan, diagnosis dan pengobatan gangguan pernapasan ini mempunyai makna yang penting sekali.

Anda mungkin juga menyukai