Anda di halaman 1dari 5

Prinsip Kerja Detektor pada Teleskop Optik

Pembahasan detektor tidak lepas dengan istilah radiasi. Radiasi merupakan


suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa
membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki
dua sifat yang khas, yaitu :
 tidak dapat dirasakan secara langsung, dan
 dapat menembus berbagai jenis bahan.
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila
dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanismenya. Perlu
diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum
tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi
gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Mata adalah detektor alamiah yang sampai kini pun tetap digunakan dalam
pengamatan astronomi. Hasil pengamatannya bisa juga mempunyai nilai tinggi
dalam penelitian astronomi. Untuk mendapatkan data yang bisa diperbandingkan
secara internasional, hasil pengamatan mata yang bisa berbeda-beda tergantung
kemampuan teleskop dan kepekaan mata pengamat, ada faktor koreksi
berdasarkan suatu acuan yang disepakati. Selain data numerik jumlah objek yang
diteliti, pengamatan dengan mata menghasilkan sketsa.

Sebagaimana dalam sketsa di atas bahwa dalam mata terdapat sebuah


detektor cahaya yaitu retina. Dimana retina ini menubah bayangan cahaya menjadi
impuls listrik saraf yang dikirim ke otak. Penyerapan suatu foton cahaya oleh
sebuah fotoreseptor menimbulkan suatu reaksi fotokimia di fotoreseptor yang
melalui suatu cara akan memicu timbulnya sinyal listrik ke otak, yang disebut
suatu potensial aksi. Foton harus di atas energy minimum untuk dapat
menimbulkan reaksi.
Sejak ditemukannya perangkat fotografi, hampir semua teleskop
dilengkapi dengan kamera fotografi. Dengan menggantikan lensa okuler (untuk
pengamatan dengan mata) dengan kamera fotografi, teleskop bisa digunakan
untuk memotret objek-objek langit bila teleskop dilengkapi dengan penyambung
yang cocok untuk pemasangan kamera tersebut. Beragam objek dapat direkam
untuk analisis fisis atau struktur (seperti dalam pengamatan awan antarbintang)
atau sekedar mengumpulkan bukti pengamatan (seperti pengamatan hilal, bulan
sabit pertama).
Dalam pemakaiannya untuk mendeteksi objek redup kamera fotografi
perlu waktu pencahayaan (exposure time) yang lama. Ini dimaksudkan agar
semakin banyak foton cahaya yang terkumpul pada plat atau film fotografi.
Namun, ada efek kejenuhan pada batas tertentu sehingga semakin lama
pencahayaanya kontras pada citra objek terang makin hilang. Walaupun demikian,
karena kemampuannya merekam objek langit dengan medan luas menyebabkan
detektor fotografi dipertahankan dalam pengamatan astronomi. Teknik
hipersensitisasi dikembangkan agar mampu mendeteksi objek yang lebih redup.
Teknik pemotretan dengan panduan komputer juga digunakan untuk
menghasilkan citra medan langit yang lebih luas dalam satu plat potret.
Penemuan teknologi yang memanfaatkan efek fotolistrik (efek pelepasan
elektron bila terkena foton cahaya) dimanfaatkan astronom untuk mendapatkan
detektor elektronik yang mampu menguatkan isyarat cahaya dari objek redup.
Detektor pengganda cahaya (photomultiplier) sudah lama digunakan untuk
mendeteksi objek-objek sangat redup, terutama untuk pengukuran fotometri (kuat
cahaya) bintang. Detektor penguat citra elektronik (electronic image intensifier)
yang bisa dipantau pada layar TV juga digunakan astronom, terutama untuk
pemandu teleskop dalam pemotretan objek redup secara otomatik. Rendahnya
akurasi detektor penguat citra dalam pengukuran kecerlangan objek menyebabkan
detektor ini tidak banyak digunakan dalam analisis fisis citra objek langit.

Karakteristik Detektor Teleskop Optik

Adapun yang digunakan adalah detektor cahaya dimana alat ini adalah
sebuah alat yang menerima cahaya kemudian merubah variasi-variasi daya optik
menjadi variasi arus listrik. Atau dengan kata lain, alat yang digunakan untuk
mengubah besaran cahaya menjadi besaran listrik. Dimana prinsip kerja alat ini
adalah mengubah energi dari foton menjadi elektron. Sebagimana gambar di
bawah ini:

Dari berbagai macam photodetektor yang berbasis semikonduktor, maka


yang paling baik digunakan pada optik adalah photodiode. Photodiode digunakan
karena karakteristiknya yaitu ukurannya kecil, sensitifitasnya tinggi dan kecepatan
respon terhadap waktu yang tinggi.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal penggunaan photodiode
sebagai transducer, secara khusus untuk aplikasi sistem komunikasi optik, maka
detektor cahaya harus memiliki fitur-fitur sebagai berikut ini:
1. Peranti detektor cahaya harus sangat sensitif. Arus listrik yang dihasilkan harus
sebesar mungkin dalam merespon daya optik masuk. Karena detektor cahaya ini
selektif terhadap panjang gelombang (respon terbatasi oleh rentang panjang
gelombang), maka sensitifitas ini harus bernilai besar pada daerha panjang
gelombang operasi.
2. Waktu respon terhadap sinyal optik masukan harus cepat. Detektor harus mampu
menghasilkan arus listrik meski pulsa optik masukan berlangsung dalam waktu
yang cepat. Hal ini akan memungkin untuk menerima data dengan laju bit tinggi.
3. Untuk sistem penerimaan data analog, detektor cahaya harus memiliki hubungan
masukan-keluaran yang linier. Hal ini diperlukan untuk menghindari distorsi
sinyal keluaran.
4. Derau dalam (internal noise) yang dibangkitkan oleh peranti harus sekecil
mungkin agar peranti dapat mendetektsi sinyal optik masukan sekecil mungkin.
5. Selain dipertimbangkan juga karakteristik penting lainnya, misalnya keandalan,
stabilitas, kekebalan terhadap pengaruh alam.
Adapun ukuran gelombang elektronomagnetik, sebagaimana dalam gmabr
berikut ini:
DAFTAR PUSTAKA
http://catatanwacana.blogspot.com/2018/01/detektor-pada-teleskop-optik.html

Anda mungkin juga menyukai