DEFINISI
1
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan
dalam hal-hal berikut :
1) Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan
terbuka), menjelaskan klarifikasi, parapharase, intonasi.
2) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat
di balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata /
kalimatnya, gerak tubuh).
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena
komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka,
dan sikap komunikator.
g. Di samping komponen-komponon pokok tersebut dapat ditambahkan
komponen lainnya seperti :
1) Sumber, asal suatu gagasan atau pendapat yang menjadi suatu
pesan. Sumber bisa berupa lembaga, kejadian, atau diri kita
sendiri.
2) Media komunikasi, yang merupakan sarana atau alat-alat atau
saluran-saluran yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang
akan dikomunikasikan.
3) Kegiatan encoding, artinya menuangkan gagasan atau pendapat
dalam suatu bentuk pesan yang dinyatakan oleh komunikator
kepada komunikan.
4) Kegiatan decoding, artinya kegiatan untuk memahami suatu pesan
yang diterima oleh komunikan dari komunikator.
5) Tujuan yang berupa komunikan, bisa merupakan hadirin, massa,
atau kelompok, atau pula perseorangan.
4. Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami
oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman).
5. Komunikasi efektif via telepon adalah komunikasi melalui telepon yang
dilakukan tepat waktu, secara akurat , lengkap ,jelas, dimengerti , tidak
duplikasi dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi
kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
2
6. Pelaporan nilai kritis hasil laboratorium adalah cara melaporkan hasil
laboratorium yang nilainya memiliki resiko besar akan menimbulkan
masalah dan harus segera dilaporkan.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang
dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan atau tertulis.Komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui
4
telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang
mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,
seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan
hasil pemeriksaan segera atau cito.
5
Komunikasi dapat bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi). Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit
adalah :
1. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public
area, leaflet, lisan oleh frontliner.
2. Pelayanan yang tersedia.
3. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front
office, UGD, semua titik-titik unit frontliner.
4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission,
website.
6
Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter sebagai
sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa
yang dimengerti pasien?).
Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur ditambah
umpan balik tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase dan intonasi.
2. Mendengar, termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar
tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan
gerak tubuh, raut muka dan sikap dokter.
BAB III
TATA LAKSANA
7
pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan
pengetahua yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu secara
proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan
yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata
“panas”. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun
memesankan kepada ibu pasien.“ Kalau dia panas, berikan obatnya”
Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang
dimaksudkan oleh dokter.
8
merupakan pegalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang
menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya apa, apa
yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).
1 3
2 3
Kotak 1 :
Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang
dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open
ended question by doctor).
Kotak 2 :
Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctor takes
the lead through closed question by the order).
Kotak 3 :
Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan
negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).
9
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan
betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini
empati disusun dalam batasan definisi berikut :
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan
pasien
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam
memperlihatkan/menyampaikan empati kepada pasien.
10
serta perjalanan penyakitnya. Tujuan melakukan wawancara
ini adalah untuk mengetahui alasan pasien datang ke
rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan
keperawatan.
Wawancara terapetik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam
rangka pengembangan hubungan sehat yang bertujuan
untuk membantu pasien mengidentifikasi
masalahnya.Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan
mengetahui masa lalunya.
Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional
kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostik
4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
11
Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu
informasi medik yang mengindikasikan adanya kelemahan
pendengaran, memperhatikan kemampuan pasien membaca
ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien
mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi
non verbal.
Kelemahan fungsi kognitif
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini perawat harus
dapat menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang
disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung
dengan organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh
pada proses komnikasi.
b. Tahap Perumusan Diagnosis
Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap
pengkajian. Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil
penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya,
tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang
dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat memerlukan
sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
c. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien
diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk
menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan,
misalnya sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat
harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi
pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan
media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
d. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan
keterampilan komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien.
12
Pada saat menghadapi pasien perawat perlu:
1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar
tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan
kesungguhan perawat
3) Fokus pada pasien
4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien
dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilakukan
5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk
mendapatkan informasi dari pasien. Perawat lebih banyak
mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan menimbulkan
kepercayaan pasien pada perawat.
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap
pasien
9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis
harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi
lisan dengan Catat, baca kembali dan konfirmasi ulang (CABAK)
yaitu :
Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan
kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat
dan padat.
Penerima pesan mencatat isi pesan (CATAT)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima
pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas
penerima pesan (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan
kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi
kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik.
Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada
pemberi pesan (KONFIRMASI)
13
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan
kembali oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila
pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.
Sistem CABAK dapat diilustrasikan dengan skema sebagai berikut
:
14
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini
15
Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya
cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan
diberikan, menghindari tampak lelah)
Menilai suasana lawan bicara
Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik,
gerak/bahasa tubuh dari pasien)
Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait
dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan
mendengarkan
Memberikan informasi yang diperlukan pasien
Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung
tanyakan apakah mau dibantu untuk dibuatkan perjanjian
Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan
interupsi yang tidak perlu
Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang
disampaikan
Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka
dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang
bisa kami bantu bapak/ibu?)
Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya
bpk/ibu. Apa bila adalagi yang bisa saya bantu, kami siap
melayani penuh cinta kasih)
Berdiri ketika pasien pulang
b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan
keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses
pengobatan, tindakan, gizi, rehabilitasi medik, manajemen nyeri
dan manajemen jatuh yang telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi
1) Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan
formulir asesmen kebutuhan pasien
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
16
Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan
Hambatan emosional dan motivasi
Keterbatasan fisik dan kognitif
Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
2) Tahap penyampaian informasi
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif
tergantung pada hasil asesmen pasien, yaitu :
Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya
senang, maka proses komunikasi edukasinya bisa langsung
dijelaskan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan
edukasinya
Jika pasien memiliki ambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara) maka proses komunikasi edukasinya dapat
disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti
brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung)
dan menjelaskannya kepada mereka.
Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau
depresi) maka proses komunikasi edukasinya juga dapat
disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti
brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya.
3) Tahap Verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan
keluarga mengenai kejelasan dan pemahaman edukasi yang
diberikan:
Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi
baik dan senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan
Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi
dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada
keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah
Bpk/Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah,
depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
17
menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien
telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui
brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang
18
b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama
kali harus dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana
terdapat meja untuk mendaftar. Setelah pendaftaran selesai,
barulah mereka satu demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai
19
dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah
sakit ini, perlu disambut dengan 4S (senyum, sambut, sapa, salam)
oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam
hangat yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di
rumah sakit. Di tempat tersebut, pasien akan ditanya keperluannya
dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan yang dituju.
20
secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya
dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi
berlangsung, dan di akhir konsultasi.
21
Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga
atau media komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner,
laptop dan LCD untuk menayangkan gambar atau film.
Di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci konseling berkelompok
dilakukan melalui senam hamil, kursus prapersalinan dan kursus
perawatan bayi.
Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap
adalah para penjenguk (pembesuk).
Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang
dilengkapi dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan
secara gratis atau televisi yang menayangakan berbagai pesan
kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan para
penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat
disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.
22
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional
pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien
membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi,
pasien bisa menghubungi medical information.
3. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan
memahami edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang
dilakukan adalah: menanyakan kembali eduksi yang telah
diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka
verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan
pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka
verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana
pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan
pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
23
24
BAB IV
DOKUMENTASI
25