Grand Launching Koperasi Syariah 212, Kampus STEI Tazkia, 6 Januari 2017.
Koperasi merupakan bentuk badan hukum suatu lembaga usaha yang memposisikan semua pihak di
dalamnya, yaitu pengurus dan anggota dalam posisi yang setara. Dengan bentuk koperasi yang berasas
kekeluargaan, setiap pihak memiliki rasa memiliki yang besar. Apalagi semua pihak akan mendapatkan
manfaat berdasarkan kontribusi dan partisipasinya. Pada dasarnya asas kekeluargaan ini ingin
meminimalisir kekuasaan satu pihak yang dominan dan cenderung mengeksploitasi pihak lain
sebagaimana Kasus yang seringkali terjadi pada lembaga usaha komersial non-koperasi. Gerakan
koperasi telah menjadi dasar pembangunan ekonomi dalam mencapai kemakmuran rakyat. Hal ini
tertuang jelas dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.”
Dengan demikian, konstitusi telah menegaskan bahwa kesejahteraan masyarakat umum haruslah
diprioritaskan, bukan hanya kemakmuran segelintir orang. Oleh karena itu, perekonomian hendaknya
disusun sebagai gerakan bersama berdasarkan asas kekeluargaan, yaitu melalui koperasi. Pasal 33 UUD
1945 tersebut juga menjelaskan bahwa kedudukan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia
serta menjadi bagian integral tata perekonomian nasional. dalam menjalankan sistem perekonomian
nasional. Menurut Bung Hatta selaku “bapak koperasi Indonesia”, ada sejumlah alasan kenapa koperasi
harus menjadi sokoguru perekonomian Indonesia sekaligus pilar utamanya, antara lain:
Koperasi memiliki sifat kemasyarakatan, sehingga kepentingan umum lebih didahulukan dibanding
kepentingan golongan;
Koperasi tidak saja mempertahankan, namun juga memperkuat identitas budaya bangsa Indonesia.
Kepribadian bangsa dalam bergotong-royong akan tumbuh subur di dalam koperasi. Dengan demikian,
koperasi mampu memupuk kekuatan ekonomi lemah untuk menghadapi tantangan globalisasi. Oleh
karena itu, koperasi menjadi tulang punggung perekonomian bangsa sebagai amanah konstitusional
yang merangkum seluruh aspek kehidupan. Koperasi yang dicita-citakan ini belum terwujud, karena
dalam praktiknya hanya menjadi pelengkap ekonomi kerakyatan secara simbolis, sampai kahirnya lahir
koerasi syariah.
Secara historis, keinginan masyarakat untuk bermuamalah berdasarkan prinsip syariah telah muncul
sejak berdirinya Sarikat Dagang Islam (SDI), pada tahun 1905. Model sarikat tersebut berbentuk
koperasi. Namun sarikat tersebut berubah haluan saat berubah dari SDI menjadi Sarikat Islam (SI) sejak
tahun 1911 (Pusponegoro dan Notosunanto, 2008), dan cakupannya tidak hanya terbatas pada kegiatan
perkonomian dan sosial, namun juga agama dan politik.
Secara kelembagaan, koperasi syariah muncul pada dekade 1980-an, yakni Koperasi Jasa Keahlian
Teknosa yang beroperasi pada 4 Juli 1984, merupakan koperasi syariah pertama yang berdiri di
Indonesia. Meskipun pada saat itu belum terdapat regulasi khusus yang mengatur perihal pendirian
koperasi berdasarkan prinsip syariah di Indonesia. Setelah berdirinya koperasi syariah tersebut, mulai
bermunculan koperasi dengan prinsip syariah, maupun unit syariah dari suatu koperasi. Pada tahun
2004 operasional koperasi syariah diresmikan dengan dikeluarkannya landasan hukum tersendiri berupa
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik IndonesiaNo 91 Tahun
2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS. Kemudian pada tahun 2007, diterbitkan
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2007 tentang Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) Pola
Syariah, yang mengatur tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah.
Sejak diterbitkannya peraturan menteri tersebut, maka terdapat payung hukum yang jelas bagi KJKS
maupun UJKS di Indonesia. Setelah itu beberapa peraturan terkait dengan KJKS dan UJKS diterbitkan
pada tahun yang sama, yaitu tahun 2007 yang membahas tentang standar operasional prosedur,
pengawas, sampai dengan penilaian kesehatan bagi KJKS dan UJKS. Sejak saat itu pula penyebutan
koperasi dengan prinsip dasar syariah secara resmi disebut sebagai KJKS, dan UJKS bagi koperasi
konvensional yang memiliki unit layanan syariah pada operasionalnya.
Landasan hukum bagi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)
semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Pada undang-undang tersebut dinyatakan bahwa usaha mikro dan usaha kecil
dapat bekerjasama dengan koperasi jasa keuangan syariah. Kemudian diperkuat kembali landasan
hukumnya pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Dalam undang-undang
tersebut ditegaskan bahwa koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.
Ketentuan mengenai koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah diatur dengan peraturan
pemerintah. Adanya payung hukum tersebut membuat KJKS dan UJKS lebih berkembang dalam
menjalankan usahanya sesuai prinsip syariah.
Dinamika pun terjadi, ketika pada tahun 2014, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian -sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
dianggap tidak lagi sesuai- dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut MK, undang-undang tersebut
dibatalakan -atau berlaku sementara sampai keluar undang-undang baru- karena berjiwa ‘korporasi’,
bukan koperasi, serta menghilangkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas
koperasi, serta bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini lahir setelah MK menerima permohonan
pengujian materi dari Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GPRI) Provinsi Jawa Timur, Pusat
Koperasi Unit Desa (Puskud) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat
Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu
Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono.
Koperasi syariah terus berkembang di Indonesia, baik dalam bentuk BMT dan lainnya. Berdasarkan data
dari Kementerian Koperasi dan UKM yang disampaikan oleh Braman Setyo pada tahun 2016, jumlah unit
usaha koperasi mencapai 150.223 unit usaha, dari jumlah tersebut 1,5% merupakan koperasi simpan
pinjam pembiayaan syariah (KSPPS). Tercatat jumlah KSPPS sebanyak 2.253 unit dengan angggota 1,4
juta orang. Modal sendiri mencapai Rp 968 miliar dan modal luar Rp 3,9 triliun.dengan volume usaha Rp
5,2 triliun.
Pada hari Jumat, tangga 6 Januari 2017 di Ballroom al-Hambra Komplek Kampus STEI TAZKIA, Sentul
Bogor Jawa Barat, Indonesia mengukir sejarah baru dengan peluncuran Koperasi Syariah 212. Koperasi
ini merupakan spirit berkelanjutan dari Aksi Bela Islam 212 yang idenya pertama kali muncul dari Ega
Gumilar (Ketua Barisan Putra Putri Indonesia). Setelah melalui serangkain pertemuan dan musyawarah
yang melibat banyak pihak, koperasi ini pun terbentuk dan Muhammad Syafii Antonio diangkat sebagai
ketua umumnya. (rz)
Struktur organisasi Koperasi Syariah 212 secara lengkap dapat dilihat pada tautan berikut:
https://www.koperasisyariah212.co.id/koperasi-syariah-212/struktur-organisasi/
Pendaftaran Anggota
Hadir karena berbagai pertimbangan, landasan dasar dan tujuan yang melandasinya.
Kontak
Gerakan perubahan untuk kebangkitan ekonomi umat harus dilakukan secara berjamaah, dan dimulai
dari diri kita sendiri. Koperasi Syariah 212 merupakan golden momentum kebangkitan ekonomi umat
sebagai langkah strategis untuk mengambil kembali kekuatan ekonomi umat muslim Indonesia. Koperasi
Syariah 212 dari umat, oleh umat, untuk umat, dan yang untung juga umat. Mari bung! Kita rebut
kembali ekonomi umat muslim Indonesia.
PENGERTIAN
Koperasi Konvensional dan Koperasi Syariah telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah RI No.91/Kep/IV/KUKM/IX/2004. Pada Keputusan tersebut dijelaskan pengertian dari Koperasi Syariah yang
dikenal dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Adapun pengertian dari Koperasi dan KJKS yaitu :
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan Orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
2. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan,
investasi, dan simpanan yang sesuai pola bagi hasil (Syariah).
1. Dewan Pengawas Syariah. Di dalam Koperasi KJKS juga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang
anggotanya terdiri dari Alim Ulama yang ahli persoalan dalam Syariah. DPS ini berfungsi sebagai Pengawas Syariah
pada Koperasi KJKS dan berwenang untuk memberikan tanggapan dan penafsiran atas Fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.
2. Pengurus Eksekutif, Pengurus ini berfungsi untuk mengangkat pengelola usaha.
3. Direktur.
4. Manajer.
5. Kepala Unit.
6. Pengelola Usaha Koperasi. Pengelola ini terdiri dari Tenaga Profesional dan berpengalaman yang diangkat oleh
pengurus Eksekutif dan telah disetujui oleh anggota dalam rapat anggota.
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya,
guna meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonominya.
2. Memperkuat Kualitas Sumber Daya Insani anggotanya, agar menjadi lebih Amanah, Profesional (Fathonah),
Konsisten, dan Konsekuen (Istiqamah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan prinsip-prinsip
Syariah Islam.
3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan Perekonomian Nasional yang merupakan usaha bersama
berdasarkan Azas Kekeluargaan dan Demokrasi Ekonomi.
4. Sebagai Mediator antara penyandang dana dengan pengguna dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta.
5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap Koperasi
secara efektif.
6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.
7. menumbuh-kembangkan usaha-usaha produktif para anggotanya.
BAGIAN 3
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Direktur Utama LPDB-KUMKM, Braman Setyo, membuka acara Sosialisasi
Direktorat Pembiyaan Syariah LPDB-KUMKM
Menurut Braman, agar bisnis koperasi syariah dan koperasi konvensional terus
berkembang, maka harus mengikuti perkembangan zaman termasuk
diantaranya menyesuaikan dengan era digitali atau fintech. Saat ini, semua
telah menggunakan teknologi sebagai penunjang kemudahan. Contohnya, Bank
Mandiri, BTN, BNI sudah berkolaborasi menjadi satu ATM, sehingga menjadi
lebih efisien.
“Jadi itu hanya sebagai contoh. Oleh karena itu sesuai harapan Pak Menteri
(AAGN Puspayoga), harus ada reformasi koperasi. Kalau kita tidak kritis seperti
itu akan ketinggalan,” tuturnya.
“Potensi Rp 527 triliun berdasarkan data Bank Indonesia. Kalau kita lihat dari
Jawa Tengah, dari rangking kualitas, bersaing dengan Jawa Timur, keduanya
saling salip-menyalip, satu, dua. Jadi koperasi di Jawa Tengah tidak kalah
penting selalu unggul di atas koperasi konvesional,” katanya lagi.
BAGIAN 4
Sementara dari sisi Badan wakaf Indonesia (BWI), kata dia, saat ini BWI telah
mengelola sebanyak 145 lembaga wakaf. Di mana Kemenkop juga telah memfasilitasi
103 KSPP sebagai pengumpul wakaf dan zakat. Pasalnya, potensi wakaf pertahun
mencapai Rp11,4 triliun.
“Ini potensi yang luar biasa dan sangat menjanjikan bagi pengembangan keuangan
syariah Indonesia,” ucap Braman.
Dia mengatakan, dibutuhkan pedoman akuntasi dalam pelaporan dana wakaf. Maka
dari itu, perlu disusun pedoman sistim akuntansi (PSAK) Wakaf yang merupakan
amanat Peraturan Menteri koperasi dan UKM No 16/2015 tentang pelaksanaan
kegiatan unit simpan pinjam pembiayaan syariah oleh koperasi.
Selain itu, lanjut dia, untuk memperkuat keungan syariah di Indonesia Kemenkop UKM
akan memperkuat dukungan kepada Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) sebagai
lembaga APEX khususnya pembentukan jaringan APEX koperasi syariah. (*)
BAGIAN 6
Koperasi Syariah Indonesia merupakan koperasi sekunder yang beranggotakan koperasi syariah
primer yang tersebar di seluruh Indonesia, koperasi syariah merupakan sebuah konversi dari
konvensional melalui pendekatan yang sesuai dengan peneladanan ekonomi yang dilakukan
Rasulullah dan para sahabatnya.
Nilai-nilai Koperasi
Pemerintah dan swasta, meliputi individu maupun masyarakat, wajib mentransformasikan nilai-nilai
syari’ah dalam nilai-nilai koperasi, dengan mengadopsi 7 nilai syariah dalam bisnis yaitu :
a) Shiddiq yang mencerminkan kejujuran, akurasi dan akuntabilitas.
b) Istiqamah yang mencerminkan konsistensi, komitmen dan loyalitas.
c) Tabligh yang mencerminkan transparansi, kontrol, edukatif, dan komunikatif
d) Amanah yang mencerminkan kepercayaan, integritas, reputasi, dan kredibelitas.
e) Fathanah yang mencerminkan etos profesional, kompeten, kreatif, inovatif.
f) Ri’ayah yang mencerminkan semangat solidaritas, empati, kepedulian, awareness.
g) Mas’uliyah yang mencerminkan responsibilitas.
Koperasi syariah merupakan badan usaha koperasi yang menjalankan usaha-usahanya dengan
prinsip syariah islam yaitu al-quran dan assunnah. Secara teknis koperasi syariah bisa dibilang
sebagai koperasi yang prinsip anggota dan kegiatannya berdasarkan syariah islam.
BAGIAN 7
Koperasi Syariah
Koperasi Syariah secara teknis bisa dibilang sebagai koperasi yang prinsip kegiatan, tujuan dan kegiatan usahanya
berdasarkan pada syariah Islam yaitu Al-quran dan Assunnah. Pengertian umum Koperasi syariah adalah badan
usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip syariah. Apabila koperasi memiliki unit usaha
produktif simpan pinjam, maka seluruh produk dan operasionalnya harus dilaksanakan dengan mengacu kepada
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka koperasi syariah tidak diperkenankan berusaha dalam bidang-bidang yang
didalamnya terdapat unsur-unsur riba, maysir dan gharar. Disamping itu, koperasi syariah juga tidak diperkenankan
melakukan transaksi-transaksi derivatif sebagaimana lembaga keuangan syariah lainnya juga.
Tujuan Koperasi Syariah, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan kesejahteraan masyarakat dan
ikut serta dalam membangun perekonomian Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip islam.
Koperasi syariah berlandaskan syariah islam yaitu al-quran dan assunnah dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling
menguatkan (takaful)
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;
Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan
konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
Menjunjung tinggi keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau
sekelompok orang saja.
Usaha-usaha Koperasi Syariah
Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan
sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun ketidakjelasan (ghoro).
Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha
koperasi.
Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia.
Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Untuk mengembangkan usaha Koperasi Syariah, maka para pengurus harus memiliki strategi pencarian dana,
sumber dana dapat diperoleh dari anggota, pinjaman atau dana-dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua
jenis sumber dana tersebut dapat di klasifikasikan sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan sekedar
titipan saja. Secara umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebgai berikut:
1. Simpanan pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok tersebut sama dan
tidak boleh dibedakan antara anggota. Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk katagori
akad Musyarakah. Tepatnya syirkah Mufawadhah yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama dua
orang atau lebih, masing-masing memberikan dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan
bobot yang sama pula.
2. Simpanan wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi sebagaimana simpanan pokok dimana besar kewajibannya
diputuskan berdasarkan hasil Musyawarah anggota serta penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya
sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi Syariah.
3. Simpanan sukarela
Simpanan anggota merupakan bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyimpanannya di Koperasi Syariah.
Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua jenis karakter antara lain:
a. Karakter pertama bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat. Titipan (wadi’ah)
terbagi atas dua macam yaitu titipan (wadi’ah) Amanah dan titipan (wadi’ah) Yad dhomamah.
b. Karakter kedua bersifat Investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme bagi
hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit Sharing maupun profit and loss sharing.
Dalam melakukan operasionalnya lembaga Koperasi syariah sebagaimana Koperasi konvensional pada ummnya,
biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar dapat mengembangkan usahanya secara maksimal, prospek
pasar Koperasi syariah teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh karenanya,
diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Bank Syariah maupun program-program pemerintah.
Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan menggunakan prinsipMudharabah maupun prinsip Musyarakah.
Sumber :
http://ekonomhardi.blogspot.com/2012/04/sumber-dana-produk-dan-jasa-dalam.html
http://muhshodiq.wordpress.com/2009/08/12/koperasi-syariah-apa-bagaimana.html
BAGIAN 8
Tujuan Koperasi Syariah
Meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta
turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
Fungsi dan Peran Koperasi Syariah
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan
masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;
2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional
(fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi
islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan
usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai
optimalisasi pemanfaatan harta;
5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol
terhadap koperasi secara efektif;
6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja;
7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.
1. Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
2. Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah.
3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi.
4. Menjunjung tinggi keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana
ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.
Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat
(thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun
ketidakjelasan (ghoro).
Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana
tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.